PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT ”X” SIDOARJO.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

R. ARDIAN PRADHANA 0732010009

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN ”

JAWA TIMUR


(2)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul :

PENERAPAN LEAN THINKING GUNA M ENGURANGI (W ASTE) PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. X SIDOARJO

Penyusunan tugas akhir ini guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini banyak bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya.

Surabaya, 3 Juni 2011 Penulis


(3)

Halaman Judul Lembar Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

Abstraksi ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Asumsi ... 3

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistemetika Penulisan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean ... 6

2.2 Jenis – Jenis waste ... 8


(4)

2.2.4 Type sepuluh pemborosan ( ten waste ) ... 19

2.3 Macam – macam aktivitas ... 21

2.4 Value Stream Mapping ... 22

2.4.1 Current State Value Mapping ... 23

2.4.2 Future State Value Mapping ... 23

2.4.3 Big Picture Mapping ... 24

2.4.4 Value Stream Analysis Tools ( VALSAT ) ... 26

2.4.5 Penggunaan Valsat ... 30

2.5 DMAIC ... 32

2.5.1 Define (D ... 33

2.5.2 Measure (M)……… .. 33

2.5.2.1Mengidentifikasi Sumber – Sumber Kecacatan ... 34

2.5.2.2Diagram Sebab Akibat ... 35

2.5.3 Analyze (A)……… .... 36

2.5.4 Improve ( I ) ... 37

2.5.5 Control ( C ). ... 38

2.6 FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) ... 38

2.6.1 Severity ... 40

2.6.2 Occurrence ... 41

2.6.3 Detection ... 41


(5)

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 44

3.2.1 Variabel Terikat ... 44

3.2.2 Variabel Bebas ... 44

3.3 Pengambilan Data ... 47

3.3.1 Data Primer ... 47

3.3.2 Data Sekunder ... 47

3.4 Metode Pengolahan Data ... 48

3.4.1 Pengolahan Data Kuisioner ... 48

3.4.2 Pengolahan dengan Big Picture Mapping ... 48

3.4.3 Perhitungan VALSAT ... 49

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 51

3.6 Penjelasan Flow Chart ... 52

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan data ... 56

4.1.1 Big Picture Mapping ... 56

4.1.1.1Aliran Fisik ... 56

4.1.1.2Aliran Informasi ... 59

4.1.2 Penyusunan dan penyebaran kuisioner ... 63

4.2 Pengolahan Data ... 64

4.2.1 Hasil Identifikasi Kuesioner Waste Workshop ... 64


(6)

4.3 Analisa nine waste dan rekomendasi perbaikan ... 76

4.3.1 Jenis waste ... 77

4.3.1.1Jenis waste defect ... 77

4.3.1.2Jenis waste transportasi ... 77

4.3.1.3Jenis waste waiting ... 78

4.4 Tahap rekomendasi perbaikan ... 79

4.4.1 Usulan Perbaikan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Gambar 2.1 Struktur Utama lean improvement ... 7

Gambar 2.2 Pengembangan struktur utama lean ... 8

Gambar 2.3 Sepuluh area waste dalam industri manufaktur ... 19

Gambar 2.4 Simbol VALSAT ... 22

Gambar 2.5 Simbol Big Picture Mapping ... 25

Gambar 2.6 Matriks VALSAT ... 31

Gambar 2.7 Proses DMAIC ... 32

Gambar 2.8 Diagram Sebab – Akibat ... 36

Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 51

Gambar 4.1 Aliran raw material... 58

Gambar 4.2 Value Stream Mapping PT X ... 63

Gambar 4.3 Korelasi waste terhadap tools ... 68

Gambar 4.4 Prosentase Jumlah Aktivitas... 73

Gambar 4.5 Prosentase Kebutuhan Waktu... 74

Gambar 4.6 Cause effect diagram jenis waste defect ... 77

Gambar 4.7 Cause effect diagram jenis waste transportasi ... 78


(8)

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan ... 20

Tabel 2.2 korelasi waste terhadap tools ... 32

Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity ... 40

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence ... 41

Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection ... 42

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 50

Tabel 4.1 Identifikasi Kegiatan Proses Pembuatan Botol Gelas ... 61

Tabel 4.2 Rekap Hasil Waste Workshop ... 66

Tabel 4.3 Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking ... 66

Tabel 4.4 Perhitungan Skor VALSAT ... 69

Tabel 4.5 Perhitungan rangking Skor VALSAT ... 69

Tabel 4.6 Penentuan Tools VALSAT ... 70

Tabel 4.7 Penentuan rangking Tools VALSAT ... 71

Tabel 4.8 Prosentase Jumlah Aktivitas ... 72

Tabel 4.9 Prosentase Kebutuhan Waktu ... 74

Tabel 4.10 Skor rata-rata tiap jenis waste ... 75


(9)

Lampiran B : Value Stream Mapping

Lampiran C1 : Kuesioner Pembobotan Waste

Lampiran C2 : Skor Rata- rata tiap jenis waste, Tabel Rekap Hasil Waste Workshop, Tabel Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking Lampiran D : VALSAT, Tabel Perhitungan Skor VALSAT, Tabel Perhitungan

rangking Skor VALSAT, Tabel Penentuan Tools VALSAT, Tabel Penentuan Tools Valsat, Tabel Penentuan Rangking Tools

VALSAT

Lampiran E : Proses Aktivity Mapping,Tabel Prosentase Jumlah Aktivitas,Tabel Prosentase Kebutuhan Waktu


(10)

PT X Sidoarjo merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan Cup plastik . Lean adalah mengeliminasi pemborosan (Waste) atau aktifitas yang tidak bernilai tambah (Non Value Adding Activity) dari suatu proses sehingga aktifitas-aktifitas sepanjang aliran proses (Value Stream) mampu menghasilkan Value (nilai).

PT. X mempunyai masalah pada waste/ pemborosan yang terjadi. Karena menggunakan sistem make to order / produksi berdasarkan pesanan maka perusahaan ini sangat tergantung pada pabrik – pabrik minuman karenanya supply kinerja dalam memberikan produk kepada pabrik minuman haruslah dioptimalkan, salah satunya dengan mengurangi lead time

Metode lean thinking adalah metode yang digunakan untuk mengurangi waste. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mencari penyebab terjadinya pemborosan di lantai produksi, setelah mengetahui penyebab terjadinya pemborosan maka dibuat rekomendasi perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode Effect Analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya pemborosan tejadi pada

defect, transportation, waiting. Berdasarkan tingginya tingkat aktivitas yang terjadi dengan proses activity mapping adalah produksi Cup natural “Thermoforming cup” aktivitas yang paling sering dilakukan adalah operation

sebesar 11 aktivitas (50,00%), diikuti dengan aktivitas tipe Transportation dan inspection sebanyak 5 aktivitas dan 3 aktivitas dengan jumlah sebanyak aktivitas (22,72%) dan aktivitas (13,63%) dari total 22 aktivitas yang ada. Kemudian untuk aktivitas storage dan delay, dan masing-masing sebanyak 2 aktivitas dan 1 aktivitas, sebesar (9,09%) dan (4,56%) dapat diketahui bahwa pada proses produksi Cup Natural “Thermoforming Cup” untuk waktu yang paling besar adalah Delay sebesar 36 menit (37,11%), diikuti dengan waktu untuk tipe

Transportation dengan jumlah waktu sebanyak 17,5 menit (18,03%) dari total 97 menit waktu yang ada. Kemudian untuk aktivitas, storage, operation dan

inspection masing-masing sebesar 16 menit (16,49%), 14,5 menit (14,97%), 13 menit (13,40%). Dengan besar value adding activity 24,5 menit dan non value adding activity 59,5 menit.

Keywords : Waste, fish bone diagram , lean thinking , PAM, FMEA, value stream mapping


(11)

PT X Sidoarjo is a company engaged in the manufacture of Plastic Cup. Lean is to eliminate waste (Waste) or non-value added activities (Non-Value Adding Activity) of a process so that the activities along the process (Value Stream) capable of producing value (value).

PT. X have a problem with the waste / waste that occurs. Because the systems make to order / production pursuant to order these companies are very dependent on the plant - hence beverage manufacturers supply performance in providing products to beverage manufacturers must be optimized, one with reducing lead times,

Lean thinking method is a method used to reduce waste. The purpose of this study is to analyze and find the causes of wastage in the production floor, after knowing the cause of the waste then made recommendations for improvement by using FMEA (Failure Mode Effect Analysis).

The results showed that the high wastage occurs at the defect, transportation,waiting. Based on the high level of activity is going on with the process mapping activity is the production of plain glass bottles "medium weight" of the most frequent activity is the operation of 11 activities (50,00%), followed by Transportation and inspection type activities were 5 and 6 activity with activity amount of activity (22,72%) and activity (13,63%) from a total of 22 activities. Then for the storage and delay activity, and each activity by as much as 2 (9,09%) and can be seen that on a plain glass bottle production process "medium weight" to the greatest time of 36 minutes is the operation (37,11% ), followed by time for the type of inspection with the amount of time by 62 minutes (18,03%) of the total 97 minutes of time available. Then for the activity, delay, storage, and transport, each for 16 minutes (16,49%), 14,5 minutes (14,97%), 13 minutes (13,40%). With a large value adding activity and 24,5 minutes of non value adding activity 59,5 minutes.

Keywords : Waste, fish bone diagram , lean thinking , PAM, FMEA, value stream mapping


(12)

I.1. Latar Belakang

Di dalam persaingan yang demikian ketat, setiap unit usaha dituntut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas hampir di segala bidang untuk dapat menghasilkan produk dengan mutu yang baik disertai dengan biaya yang murah. Dengan kondisi dan tuntutan fungsi seperti yang telah digambarkan di atas, maka suatu perusahaan seharusnya tidak hanya melakukan sekali perbaikan atas kekurangan yang terjadi pada unit usahanya saja tetapi juga melakukan continous improvement agar dapat tetap survive dalam persaingan bebas yang terjadi.

Perusahaan PT.”X” adalah merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur pembuatan gelas plastik dimana diantaranya produk gelas plastik polos (natural) “Thermoforming cup” ,gelas plastik printing dan tutup botol plastik “pet bottle” yang digunakan di beberapa perusahaan lokal.

PT.”X” mempunyai masalah pada waste / pemborosan yang terjadi. Beberapa waste diantaranya masih adanya waktu menunggu pada saat mesin

thermoforming ganti cetakan gelas sehingga banyak waktu terbuang untuk proses produksi selanjutnya,adanya tenaga kerja yang tangannya terjepit mesin diakibatkan karena kelalaian dalam mematuhi EHS, produk defect / reject, yakni produk yang tidak sesuai dengan standart kualitas seperti motif cup yang tidak rata, dimensi cup yang terlalu tebal / terlalu tipis , cup elektrostatik (lengket),cup

buram (moulded) , & cup berantakan jadi harus menjalani proses reproses sehingga banyak waktu terbuang pada saat dilakukan proses reproses , banyak


(13)

perpindahan berlebih mulai dari pemindahan produk ke gudang sementara maupun ke gudang barang jadi dan masih banyak lainnya. Pemborosan ini merupakan sesuatu yang tidak memberikan nilai tambah .Dengan adanya pemborosan (waste), kegiatan produksi belum dikatakan maksimal. Karena menggunakan sistem make to order / produksi berdasarkan pesanan maka perusahaan ini sangat tergantung pada pabrik – pabrik minuman karenanya supply

kinerja dalam memberikan produk kepada pabrik minuman haruslah dioptimalkan.

Lean merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap waste dalam berbagai proses secara terus menerus untuk mengoptimalkan aliran Value stream

dengan menghilangkan segala bentuk waste serta meningkatkan nilai tambah produk.Waste secara umum dapat dikategorikan menjadi 9 macam,yaitu pemborosan terhadap kecelakaan kerja,cacat produk, produksi berlebih, waktu menunggu,proses yang tidak sesuai,SDM yang ada tidak digunakan secara maksimal, perpindahan berlebih, persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu. Lean Thinking yakni metode mengelola organisasi untuk meningkatkan produktivitas , efisiensi dan kualitas produk atau jasa.sehingga ini merupakan metode yang tepat untuk mengurangi waste tersebut..Kelebihan dari Lean Thinking adalah fokus kepada reduksi waste dimana waste itu sendiri merupakan salah satu penghambat peningkatan peformansi.

Dengan adanya masalah tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi waste yang ada pada PT.”X” dengan lean thinking, dengan harapan waste – waste tersebut dapat dihilangkan sehingga performansi kerja meningkat.


(14)

I.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana mengurangi waste pada lantai produksi di PT “X” Sidoarjo dengan penerapan Lean Thinking guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan.

I.3. Batasan Masalah

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Produk yang dipesan hanya produk Gelas Plastik Polos (Natural)

Thermoforming Cup” pada PT.”X” Sidoarjo

2. Penelitian diambil pada kondisi Bulan Maret 2011 – Mei 2011.

3. Waste yang diteliti adalah 9 tipe waste ( Kecelakaan kerja, Cacat produk, Produksi berlebih, Waktu tunggu, Proses yang tidak sesuai, Perpindahan berlebih, Persediaan yang tidak perlu, Gerakan yang tidak perlu, Kinerja SDM yang tidak maksimal ) yang didefinisikan oleh Gazpers ( 2007 )

I.4. Asumsi – asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semua mesin dilantai produksi dalam keadaan baik.

2. Tidak ada penambahan/pengurangan tenaga kerja selama dilakukan penelitian. 3. Bahan baku yang digunakan sudah sesuai dengan spesifikasi.

4. Keadaan Perusahaan berjalan normal.

5. Aliran poses produksi tidak berubah selama penelitian berlangsung. 6. Tidak ada penambahan alat atau mesin produksi selama penelitian.


(15)

1.5. Tujuan

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tipe – tipe ninewaste dalam lean thinking yaitu Kecelakaan kerja, Cacat produk, Produksi berlebih, Waktu tunggu, Proses yang tidak sesuai, Perpindahan berlebih, Persediaan yang tidak perlu, Gerakan yang tidak perlu, Kinerja SDM yang tidak maksimal.

2. Memberikan usulan perbaikanuntuk mengurangi waste.

I.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini baik bagi peneliti, universitas maupun bagi perusahaan antara lain meliputi : 1. Bagi penulis dapat memberikan rekomendasi perbaikan untuk pengurangan

waste tersebut .

2. Bagi universitas dapat memberikan informasi mengenai metode lean Thinking dan menambah koleksi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Pihak perusahaan dapat mengetahui kegiatan non-value adding, waste yang ada dan penyebabnya yang terjadi di area produksi, sehingga diketahui pula kerugian yang ditimbulkan.

I.7. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian tugasakhir

BAB I PENDAHULUAN


(16)

permasalahan yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori dasar yang berkaitan dengan Lean Phylosophy, VALSAT( Value Stream Analysis Tools) yang dijadikan acuan dalam melakukan langkah-langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi urutan langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai, studi pustaka, pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali penjelasan tentang proses produksi secara umum, pembuatan

current state value stream mapping, identifikasi waste dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan dengan Failure Mode Effect Analysis (FMEA), dan perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan

future state VSM.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dan saran penelitian

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lean Phylosophy

Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep efisiensi akan selalu menjadi suatu target yang ingin dicapai oleh perusahaan. Konsep lean Thinking ini dikenalkan oleh pabrik Toyota di Jepang, yang kemudian dijabarkan menjadi 5 prinsip dasar yang diidentifikasi oleh Womack dan Jones diantaranya adalah :

1. Define value from the prespective the customer

Mengidentifikasi nilai – nilai tambah yang dapat dilakukan kepada suatu produk / pelayanan menurut keinginan customer sehingga output yang keluar akan sesuai dengan keinginan pasar pada umumnya bukan dari keinginan perusahaan tersebut.

2. Identify value stream

Mengidentifikasikan tahapan-tahapan yang diperlukan, mulai dari proses desain, pemesanan, dan pembuatan produk berdasarkan keseluruhan

value stream untuk mendapatkan pemborosan yang tidak memilki nilai

tambah (non value adding waste). 3. Continuous flow process

Serangkaian aktivitas yang dilakukan agar mendapatkan nilai tambah tanpa adanya gangguan yang dilakukan pada waktu yang dibutuhkan secara


(18)

mengalir dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lain tanpa adanya waktu tunggu

4. Pull system

Pembuatan produk sesuai permintaan pasar / customer 5. Strive to perfection

Berusaha mencapai kesempurnaan dengan cara menghilangkan waste secara bertahap dan berkelanjutan.

( Sumber : Womack, J. and Jones, D.T. (2003). Lean Thinking, banish wastes

and create wealth in your corporation, revised and updated, Free Press )

Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan. Sebuah

framework yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 akan menunjukkan sebuah aliran

logis dari penerapan lean improvement.

Gambar 2.1 Struktur utama lean improvement (http:/www.sciencedirect.com)


(19)

Dari struktur utama tersebut, bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. Pengembangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pendekatan yang digunakan akan dikelompokkan dalam sebuah “gelombang”, berdasarkan tipe penghematan yang dilakukan.

Gambar 2.2 Pengembangan struktur utama lean (http:/www.sciencedirect.com)

2.2 Jenis – Jenis Wastes

Untuk menciptakan proses produksi yang efektif dan efisien pemahaman terhadap ketiga operasi tersebut sangat penting. Hal utama yang menjadi perhatian adalah Non-Value Adding dan Necessary but Non-Value Adding, artinya sedapat mungkin aktivitas tersebut dikurangi atau dihilangkan. Dalam aktivitas tersebut seringkali menimbulkan waste. Menurut Gazpers (2007) terdapat Sembilan waste dalam proses produksi yang didefinisikan dengan istilah E-DOWNTIME©, yang dijabarkan sebagai berikut:

1) E Environmental, Health, and Safety 2) D Defect


(20)

3) O Overproduction 4) W Waiting

5) N Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities 6) T Transportation

7) I Inventories

8) M Motion

9) E Excess Processing

o Environmental, Health, and Safety,

pemborosan yang terjadi akibat kelalaian pihak – pihak tertentu dalam perusahaan untuk memahami prosedur EHS yang ada. Dengan sikap seperti ini akan menimbulkan dampak seringnya terjadi kecelakaan kerja. Jika permasalahan kecelakaan tersebut terjadi, maka akan tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasinya. Oleh karena itu, pemborosan dari segi EHS ini sangat penting untuk dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

o Defect,

berarti adalah produk yang rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi, hal ini akan menyebabkan proses rework yang kurang efektif. Tingginya complain dari konsumen, serta inspeksi level yang sangat tinggi.

o Overproduction,

pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebihan, maksudnya adalah memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhkan


(21)

atau memproduksi lebih awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari overproduction ini antara lain adalah aliran produksi yang tidak lancar, tumpukan WIP yang terlalu banyak, target dan pencapaian hasil produksi dari setiap bagian produksi kurang jelas.

o Waiting,

pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya. Waiting merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk melakukan value adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses sebelumnya (upstream). Waiting ini juga mencakup operator dan mesin seperti kecepatan produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat daripada stasiun yang lainnya.

o Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities

merupakan suatu kondisi dimana sumber daya yang ada (operator) tidak digunakan secara maksimal, sehingga terjadi pemborosan. Kinerja operator yang tidak maksimal ditujukkan dengan tidak adanya aktivitas yang dilakukan operator (menganggur) atau produktivitas rendah. Selain itu juga bisa diakibatkan penggunaan operator yang tidak tepat untuk suatu pekerjaan tertentu. Misalnya pada penempatan karyawan pada posisi tertentu dimana skill atau riwayat pendidikan yang tidak sesuai dengan bidang kerjanya sehingga di lapangan operator sering melakukan kesalahan kerja.

o Transportation

merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak menambah nilai dari suatu produk. Transport merupakan proses memindahkan


(22)

material atau Work In Process dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya. Baik menggunakan forklift maupun conveyor.

o Inventories

berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah persediaan material yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak antara proses satu dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah buffer yang sangat tinggi.

o Motion

berarti adalah aktivitas atau pergerakan yang kurang perlu yang dilakukan operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses sehingga lead time menjadi lama. Proses mencari komponen karena tidak terdeteksi tempat penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan suatu mesin. Hal ini juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak tepat sehingga sering terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh operator.

o Excees Process

terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proses) yang digunakan dirasa kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika proses yang ada belum standar sehingga kemungkinan produk yang rusak akan tinggi. Selain itu juga ditunjukkan dengan adanya variasi metode yang dikerjakan operator.


(23)

2.2.1 Type Tujuh Pemborosan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikanoleh Dr. Shiego Singo kemudian ditulis kembali oleh Kilpatrick (2003) :

1. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.

2. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan.

3. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..

4. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.


(24)

6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling,

layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor

penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.

7. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.

2.2.2 Type Delapan Pemborosan (eight waste)

Dalam kalangan praktisi Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan yang menurut Taiichi Ohno (salah satu pencipta Toyota Production

System) bertanggung jawab dalam sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam

produksi. Delapan pemborosan tersebut adalah :

1. Overproduction (produksi berlebih)

Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan


(25)

karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Produksi berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.

2. Waiting (menunggu)

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.

3. Transportation (transportasi yang tidak perlu)

Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan


(26)

langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.

4. Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah) Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang

(reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila

dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan

inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi

dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.

5. Excess inventory (persediaan berlebih)

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.


(27)

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :

- Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

- Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses berikutnya.

- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)

- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)

6. Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.


(28)

7. Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.

8. Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya


(29)

demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk berkembang.

2.2.3 Type Sembilan Pemborosan (nine waste)

Menurut Vincent Gaspersz (2007) terdapat sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri yang terkenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu :

1. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan

yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.

2. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau

kegagalan produk (barang/jasa).

3. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan,

4. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.

5. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis

pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.


(30)

6. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.

7. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories

yang berlebihan.

8. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya

pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

9. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

2.2.4 Type Sepuluh Pemborosan (ten waste)

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1

(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)


(31)

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur Kategori pemborosan Jenis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan

Orang (people) Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja (workplace manajement) Penetapan standar kerja, pengorgaisasian tempat kerja, kaizen, 5S

Tata letak (layout), pemasangan label (labeling), tools/part arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills (kemampuan), training, shift meeting, cell/areas team, visual displays Kuantitas

(quantity)

Inventory, moving things, making too much

JIT (Just In Time) Leveling, kanban, quick setup, preventive maintenance

Work balance, WIP (work in process), location/amount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze Kualitas

(quality)

Fixing defects Error (mistake), proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated

assistance, template Informasi

(information)

Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses (process focused information technology) Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of order/job status by process element, timing/completion


(32)

2.3 Macam – Macam Aktivitas

Di dalam proses produksi terdapat tiga tipe operasi yang didefinisikan menurut Monden (Hines&Rich, 2005). Ketiga tipe operasi atau aktivitas yaitu: 1. Non-Value Adding (NVA)

2. Necessary but Non-Value Adding (NNVA) 3. Value Adding (VA)

Non-Value Adding merupakan aktivitas yang tidak menambah nilai dari sudut pandang customer. Aktivitas ini merupakan waste dan harus dikurangi atau dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waiting time, menumpuk work in process, dan double handling.

Necessary but Non-Value Adding adalah aktivitas yang tidak menambah nilai akan tetapi penting bagi proses yang ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan untuk mengambil parts, unpacking deliveries, dan memindahkan tool dari satu tangan ke tangan yang lain. Untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas ini adalah dengan membuat perubahan pada prosedur operasi menjadi lebih sederhana dan mudah, seperti membuat layout baru, koordinasi dengan supplier dan membuat standar aktivitas. Value Adding merupakan aktivitas yang mampu memberikan nilai tambah pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas untuk memproses raw material atau semi-finished product melalui penggunaan manual

labor. Material pada value adding ini berupa raw material bahan


(33)

2.4 Value Stream Mapping

Menurut Womack dan Jones, value stream adalah semua kegiatan (value added atau non-value added) yang dibutuhkan untuk membuat produk melalui aliran proses produksi utama. Value stream dapat mendeskripsikan kegiatan – kegiatan seperti product design, flow of product, dan flow of information yang mendukung kegiatan – kegiatan tersebut. Value Stream Mapping atau juga sering dikenal sebagai Big Picture Mapping merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan system secara keseluruhan dan value stream yang ada di dalamnya. Alat ini menggambarkan aliran material dan informasi dalam suatu value stream. Untuk membuat Value Stream Mapping harus diperhatikan simbol – simbol yang digunakan, seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Simbol yang digunakan dalam value stream mapping ( VSM ) (http:/lean.org/Community/Ressources/mapiconsdiscl.cfm)


(34)

Untuk membuat Value Stream Mapping terdapat empat tahapan yaitu:

1. Mengidentifikasi famili produk dan menentukan famili produk yang akan diamati.

2. Membuat current state map untuk famili produk yang diamati.

3. Mengembangkan future state map, yaitu kondisi yang diinginkan berdasar kondisi existing dalam usaha pengurangan waste.

4. Mengembangkan rencana langkah kerja untuk menciptakan “value” yang direncanakan guna mencapai future state map.

2.4.1 Current State Value Stream Mapping

current state value stream mapping adalah dasar dalam konsep lean

thinking karena dengan map ini waste – waste yang terjadi dapat diketahui yang mana akan dijadikan dasar dalam analisa dan recana perbaikannya. beberapa hal yang perlu diketahui diantaranya :

1. Identifikasi dan pemahaman kebutuhan customer.

2. Pemahaman terhadap aliran fisik produksi beserta detil – detilnya, meliputi detil proses, detil data – data yang berkaitan dengan proses, data box, dan inventory.

3. Gambarkan aliran material dengan memulai dari end customer (backward). 4. Gambarkan aliran informasi dan tentukan pull dan push system-nya.

2.4.2 Future State Value Stream Mapping

Untuk menggambarkan future state value stream mapping yang harus dilakukan adalah dengan melakukan analisa terhadap current state value stream


(35)

mapping, berkaitan dengan itu Rother dan Shook memberikan langkah – langkahnya yaitu:

1. Perhitungan TAKT time berdasarkan demand dan waktu kerja yang tersedia. 2. Kembangkan continuous flow jika memungkinkan.

3. Menggunakan supermartket jika continuous flow tidak dapat diterapkan. 4. Mencoba menerapkan penjadwalan hanya untuk satu proses produksi. 5. Menciptakan “initial pull”.

6. Mencoba mengembangkan kemampuan untuk memproduksi “every part every day” di dalam proses sebelum proses pacemaker.

2.4.3 Big Picture Mapping

Big Picture Mapping adalah suatu tool yang digunakan untuk

menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (Value Stream) yang terdapat dalam perusahaan. Sehingga nantinya diperoleh gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasi dimana terjadinya waste, serta mnggambarkan lead time yang dibutuhkan berdasar dari masing-masing karakteristik proses yang terjadi. Peta ini tentunya dibuat untuk suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya.


(36)

Gambar 2.5 Simbol-simbol Big Picture Mapping (http:/lean.org)

Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk secara fisik, kita dapat menerapkan big picture mapping dengan 5 fase:

1. Phase 1 : Customer requirements

Menggambarkan kebutuhan konsumen. Mengidentifikasi jenis dan jumlah produk yang diinginkan customer, timing, munculnya kebutuhan akan produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, packaging serta jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.

2. Phase 2 : Information flows

Menggambarkan aliran informasi dari konsumen ke supplier yang berisi antara lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama

Jadwal mingguan

customer I

Q

Supplier / Customer Titik Persediaan Kotak Informasi Aliran Informasi Aliran Fisik

Aliran fisik antar

Perusahaan Kotak Waktu Titik Inspeksi Stasiun Kerja DenganWaktu

Aliran Informasi Elektronik 2 jam mixing 2 jam 20 1.5 jam 0.5 0.75 jam

Total production Lead Time = 22.75 jam Value Adding Time (lower line) = 2.25 jam

3 shift CT = 45 sec

6 orang 2% scrap

Kotak Rework Kotak proses


(37)

informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada supplier serta pesanan yang disyaratkan.

3. Phase 3 : Physical flows

Menggambarkan aliran fisik yang dapat berupa : langkah-langkah utama aliran material dan aliran produk dalam perusahaan, waktu yang dibutuhkan, waktu penyelesaian tiap-tiap operasi, berapa banyak orang yang bekerja disetiap workplace, berapa lama waktu berpindah yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu workplace ke workplace yang lain, berapa jam per hari tiap workplace beroperasi, titik bottleneck yang terjadi dan lain-lain.

4. Phase 4 : Linking physical and information flows

Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah yang dapat memberi informasi jadwal yang digunakan, instruksi kerja yang dihasilkan, dari dan untuk siapa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

5. Phase 5 : Complete map

Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time dari keseluruhan proses dibawah gambar aliran yang dibuat.

Simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping adalah sebagai berikut:

2.4.4 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Selain Big Picture Mapping, alat yang digunakan dalam konsep Lean Six Sigma adalah Value Stream Mapping Tools (VALSAT). Alat ini berfungsi untuk


(38)

memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste).

Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state yang diusulkan Value Stream berfokus pada proses value adding dan non-value adding. Value

Stream Mapping dikembangkan pada tahun 1995. alasan yang mendasari

pengumpulan dan penggunaan serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau para praktisi dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual

value stream dan mendapatkan jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Untuk

lebih jelasnya berikut detil dari ketujuh tool yang dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam VALSAT:

1. Proses Activity Mapping (PAM)

Pada dasarnya tool ini digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti: operation, transport, inspection, dan storage. Selain aktivitas, tool ini juga me-record mesin dan area yang digunakan dalam operasi, serta jarak perpindahan, waktu yang dibutuhkan , dan jumlah operator. Dalam proses penggunaan tool tersebut peneliti harus memahami dan melakukan studi berkaitan dengan aliran proses, selalu berpikir untuk mengidentifikasi waste, berpikir untuk tentang aliran proses yang sederhana, efektif dan smooth dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah urutan proses atau process rearrangement (Hines&Rich, 2005).


(39)

2. Supply Chain Response Matrix

Tool ini meruoaka sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan

the critical lead time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik supplier-nya dan downstream retailer-nya. Diagram ini terdapat dua axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata – rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukkan cumulative lead time-nya.

3. Production Variety Funnel

Teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses.

4. Quality Filter Mapping

Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi dimana terdapat problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga tipe defect terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik produk yang lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect (cacat masih berada dalam internal perusahaan, sehinggaberhasil diseleksi dalam tahap inspeksi). Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara latotudinaly sepanjang supply chain.


(40)

5. Demand Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demad berubah – ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan oleh diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya., membuat keputusan berkaitan dengan value stream

configuration. Dalam diagram ini vertival axis menggambarkan jumlah

demand dan horizontal axis menggambarkan interval waktu, grafik didapatkan untuk setiap chain dari supplychain configuration yang ada.

6. Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand dilakukan dengan system pull sebagai dasar untuk membuat peramalan pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan actual demand dan setelah titik ini selanjutnya produk harus dibuat dengan melakukan peramalan. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan dari porses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull atau push yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan sebagai scenario apabila titiktersebut digeser dalam sebuah value stream mapping.

7. Physical Structure Mapping

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian – bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan. Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di


(41)

lantai produksi. Pemahaman terdapat fungsi – fungsi di dalam inbound supply

chain tersebut dan memberikan pemahaman berkaitan dengan inefisiensi

bagian produksi.

(Sumber : Analisis Pemborosan Perusahaan Mebel Dengan Pendekatan

Lean Manufacturing, Jurnal Teknik Industri Universitas Diponegoro Semarang.)

(Sumber : Penerapan Konsep Lean Thinking Untuk Mengurangi Waste

Pada Perusahaan Plasatik Sumber Jaya. Jurnal Teknik Industri Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya)

2.4.5 Penggunaan VALSAT

Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan dalam usaha untuk memahami kondisiyang terjadi di lantai produksi. Penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk langkah pertama dan penting dalam pemilihan tool yang sesuai denga kondisi yang bersangkutan adalah melakukan pembobotan waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali menurut Hines&Rich (2005) karena dengan pembobotan waste yang sempurna maka tool yang digunakan juga tepat sehingga mudah dalam melakukan usulan perbaikan. Kemudian dilakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Matrik ini dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam program LEAP.


(42)

Gambar 2.6 Matriks VALSAT (http:/lean.org) Dimana:

Kolom A : Berisi 9 waste dalam perusahaan.

Kolom B : Berisi 7 tool pada value stream mapping (Process activity mapping, Supply chain response matrix, Production variety funnel, Quality filter mapping, Demand amplification mapping, Decision point analysis dan Physical structure mapping).

Kolom C : Berisi korelasi antara kolom A dan kolom B. Kolom D : Bobot dari 9 waste.

Kolom E : Berisi pembobotan dari masing-masing waste yang didapat dari kuesioner yang diisi oleh manajer dan supervisor terkait.

Sedangkan untuk bagian F diisi dengan melakukan perkalian antar bobot waste dengan nilai korelasi antar waste dengan masing – masing tools. Dimana korelasi setiap waste terdapat korelasi high dengan nilai Sembilan (9), medium dengan nilai tiga (3), dan low dengan nilai satu (1 ). Nilai korelasi yang dibuat oleh Hines&Rich (2005) dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(43)

Cont rol

Define (D)

Improve

Analyze (A) M easure Tabel 2.2 Tabel korelasi waste terhadap tools

(http:/lean.org)

2.5 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

Gambar 2.7 Proses DMAIC


(44)

2.5.1 Define (D)

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang.

Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori :

1. Memberikan hasil-hasil dan manfaat bisnis 2. Kelayakan

3. Memberikan dampak positif kepada organisasi

(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.33, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

2.5.2 Measure (M)

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas

Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure,

yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.


(45)

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output dan/atau outcome.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.72, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

2.5.2.1 Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau

Kegagalan

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila berhasil ditemukan sumber sumber penyebab masalah itu kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab tersebut. Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu:

• Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama dalam ruang dan waktu.

• Setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk:

a. Controllable Causes: penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk menghilangkan penyebab itu.

b. Uncontrollable Causes: penyebab yang berada di luar pengendalian manusia.


(46)

Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip “5 Why’s”, yaitu dengan bertanya “mengapa” sebanyak lima kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya “Why” beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab – Akibat.

2.5.2.2 Diagram Sebab – Akibat

Diagram sebab-akibat (atau juga disebut Diagram Tulang-ikan, Diagram Ishikawa) dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan pada awalnya digunakan oleh bagian pengendali kualitas untuk menemukan potensi penyebab masalah dalam proses manufaktur yang biasanya melibatkan banyak variasi dalam sebuah proses. Namun kemudian digunakan secara luas dalam setiap aspek kegiatan bisnis ketika diperlukan pemilahan penyebab timbulnya masalah untuk kemudian disusun dalam suatu hubungan yang saling berkaitan.

Dalam industri manufaktur, pembuatan diagram sebab-akibat ini dapat menggunakan konsep “5M-1E”, yaitu: machines, methods, materials,

measurement, men/women, dan environment. Sedangkan dalam bidang

pelayanan dapat memakai pendekatan “3P-1E” yang terdiri dari: procedures, policies, people, serta equipment.


(47)

Gambar 2.8 Diagram Sebab – Akibat Sumber: Grant, 1999: 330

2.5.3 Analyze (A)

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut :

1. Menentukan kapabilitas / kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

2. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan analisa

cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah,


(48)

membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.200, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

Setelah akar-akar penyebab dari masalah ditemukan, maka dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1) Manpower ( Tenaga Kerja ). 2) Machines ( Mesin-mesin ). 3) Methods ( Metode Kerja ).

4) Material ( Bahan Baku dan Bahan Penolong ). 5) Media (Surat Kabar).

6) Motivation ( Motivasi ). 7) Money ( Keuangan ).

(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).

2.5.4 Improve (I)

Merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure

Mode and Effect Analysis). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”,


(49)

2.5.5 Control (C)

Merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarkan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.293, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002).

2.6 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). (Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.402, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).

Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode kegagalan ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.


(50)

Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. Dengan menggunakan FMEA maka akan meningkatkan keandalan dari suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan tersebut.

Tahapan FMEA sendiri adalah :

1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari proses DMAIC.

2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.

3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial pada proses.

4. Mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang terjadi).

5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

6. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point : - Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan

terhadap konsumen (severity).

- Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance). - Alat kontrol akibat potential cause (detection).

7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya.

8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurance, Detection).


(51)

9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

10.Buat implementation action plan, lalu terapkan.

11.Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkah yang sama diatas.

12.Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause yang lain. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.

2.6.1 Severity

Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang

bagaimana pengaruh buruk yang dirasakan akibat kegagalan dalam proses produk atau jasa. Adapun skala yang menggambarkan severity dapat diinterpretasikan pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

4 Moderat severity

Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)

5 Moderat severity

Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)

6 Moderat severity

Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)

7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar

batas toleransi)


(52)

batas toleransi)

9 Potential safety

problem

Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya (berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

2.6.2 Occurrence

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena

potensial cause. Adapun skala yang menggambarkan occurrence dapat diinterpretasikan pada tabel 2.3 sebagai berikut :

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence

Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi

1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan

2 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan

akan terjadi

10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

2.5.3 Detection

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi

potential cause. Adapun skala yang menggambarkan detection dapat


(53)

Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection

Rating Degree Deskripsi

1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi (komputerisasi)

2 Very high

Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol (visual pada bentuk barang dan double checking)

3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi

kesalahan (visual pada bentuk barang)

4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi

kesalahan (visual pada bentuk barang)

5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi

kesalahan rendah (pengamatan fisik)

8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi

kesalahan sangat rendah (perubahan warna)

9 Very low

Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk mengetahui perkembangan penelitian dengan tema lean thinking, peneliti akan memberikan review dari beberapa penelitian terdahulu sehingga dapat diketahui posisi dan perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian lainnya, antara lain:

o Penelitian oleh Dina Amamiyah (2006) melakukan identifikasi terhadap pemborosan dengan menggunakan VALSAT guna mengurangi lead time pada proses produksi dan inventory. Beberapa hal yang direkomendasikan


(54)

oleh peneliti belum mempertimbangkan konstrain dari perusahaan dan biaya. Selain itu, hanya beberapa tools VALSAT saja yang digunakan.

o Penelitian oleh Suhartono (2007) melakukan identifikasi waste dengan VALSAT, menggunakan work 29 sampling untuk mengetahui performansi operator, waktu standar, dan output standar. Implementasi dari alternatif perbaikan disimulasikan dengan software Arena 5. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa waste yang sering terjadi adalah unnecessary inventory dan excessive transportation. Usulan perbaikan untuk mengurangi adanya

unnecessary inventory dengan melakukan perancangan layout, yaitu

penggabungan departemen cutting dengan pengeleman menghasilkan penurunan tingkat work in process sebesar 1413 box per hari dan memperpendek lead time sebesar 0.629 jam.

o Penelitian oleh Hawien Nishfi L. (2008) melakukan identifikasi waste pada industri sepatu dengan VALSAT, melakukan perbaikan dengan standar kerja, memberikan rekomendasi perbaikan yang disimulasikan dengan software Arena 5. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa waste mulai dari yang sering terjadi sampai yang jarang terjadi adalah waiting, Defect & Inappropriate

processing, Unnecessary Motion, Transportasi, dan Overproduction &

Unncessary Inventory. Usulan perbaikan untuk mengurangi waste tersebut

adalah penggunaan operator yang optimum, Pengurangan standby stock, Penggunaan sistem kanban, Perbaikan fasilitas kerja, Penentuan waktu standart dan output sandart operator picking, Training kepada operator dan meningkatkan pengawasan.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT.”X” Sidoarjo. Pengambilan data dilaksanakan dibagian produksi pada proses pembuatan Gelas Plastik Polos (natural) “Thermoforming cup” pada bulan Maret 2011 sampai data itu tercukupi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi variabel terdapat variabel – variabel yang didapatkan berdasarkan dari data perusahaan yang digunakan dalam metode Lean Thinking. Variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut:

a. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas, adapun variabel bebas terikat dalam penelitian ini adalah kegiatan non value adding , kegiatan value adding, & necessary but non value adding.

b. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berubah – ubah dan mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, variabel tersebut meliputi:

1. Waste Environmental, Health, and Safety, pemborosan yang terjadi akibat

kelalaian pihak – pihak tertentu dalam perusahaan untuk memahami prosedur EHS yang ada. Dengan sikap seperti ini akan menimbulkan dampak seringnya


(56)

terjadi kecelakaan kerja. Jika permasalahan kecelakaan tersebut terjadi, maka akan tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasinya.

2. Waste Defect, tidak sesuai dengan spesifikasi, diantaranya motif cup yang

tidak rata, dimensi cup yang terlalu tebal / terlalu tipis , cup elektrostatik

(lengket),cup buram (moulded) , & cup berantakan dan masih banyak lainnya.

3. Waste Overproduction, pemborosan yang disebabkan produksi yang

berlebihan, maksudnya adalah memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhkan atau memproduksi lebih awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari overproduction ini antara lain adalah aliran produksi yang tidak lancar, tumpukan WIP yang terlalu banyak, target dan pencapaian hasil produksi dari setiap bagian produksi kurang jelas.

4. Waste Waiting, pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya.

Waiting merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk melakukan value adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses sebelumnya (upstream). Waiting ini juga mencakup operator dan mesin seperti kecepatan produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat daripada stasiun yang lainnya.

5. Waste Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities merupakan

suatu kondisi dimana sumber daya yang ada (operator) tidak digunakan secara maksimal, sehingga terjadi pemborosan. Kinerja operator yang tidak maksimal ditujukkan dengan tidak adanya aktivitas yang dilakukan operator (menganggur) atau produktivitas rendah. Selain itu juga bisa diakibatkan penggunaan operator yang tidak tepat untuk suatu pekerjaan tertentu.


(57)

6. Waste Transportation, merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak menambah nilai dari suatu produk. Transport merupakan proses memindahkan material atau Work In Process dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya. Baik menggunakan forklift , lorry maupun conveyor.

7. Waste Inventories, berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah

persediaan material yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak antara proses satu dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah

buffer yang sangat tinggi.

8. Waste Motion, berarti adalah aktivitas atau pergerakan yang kurang perlu yang

dilakukan operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses sehingga lead time menjadi lama. Proses mencari komponen karena tidak terdeteksi tempat penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan suatu mesin. Hal ini juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak tepat sehingga sering terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh operator.

9. Waste Excees Process, terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proses)

yang digunakan dirasa kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika proses yang ada belum standar sehingga kemungkinan produk yang rusak akan tinggi. Selain itu juga ditunjukkan dengan adanya variasi metode yang dikerjakan operator.


(58)

3.3Pengambilan Data

Pengambilan data yang dilakukan di lingkungan produksi PT.”X” menggunakan dua cara yaitu :

a. Data Primer

Data primer didapatkan dengan melakukan pengamatan secara langsung di lantai produksi. Pengamatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan waktu beserta output proses dari setiap operasi dan performansi operator dari setiap bagian produksi. Pengukuran tersebut dilakukan dengan metode work sampling. Selanjutnya peneliti melakukan penyebaran kuisioner tentang waste. Hasil dari kuisioner digunakan untuk menentukan ranking penggunan value stream analysis tools. Dari ranking tersebut nantinya akan digunakan oleh peneliti dalam proses identifikasi waste beserta akar permasalahannya Kemudian peneliti membuat current state value streammapping dari data data yang sudah dihubungkan untuk mengetahui waste-waste beserta hubungannya dan akar permasalahannya.

b. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari arsip yang sudah ada di perusahaan, antara lain: variasi produk dan spesifikasinya, variasi bahan baku, variasi mesin dan karakteristiknya, lead time order bahan baku, layout lantai produksi, dan jumlah operator, dan kebijakan yang sedang diterapkan di perusahaan.


(59)

3.4 Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini tahap pengolahan data menggunakan pengolahan data kuisioner, tool Big Picture Mapping (BPM), dan pengolahan data Value Stream Analysis Tools (VALSAT).

3.4.1 Pengolahan data kuisioner

Dari kuisioner pembobotan nine waste yang telah disebarkan kepada karyawan maka akan didapatkan ranking dan rata-rata waste yang paling besar secara berurutan, dari hasil pembobotan 9 jenis pemborosan tersebut maka akan diolah dengan tabel VALSAT untuk menentukan tool mapping yang akan digunakan.

Dalam penyebaran kuisioner tersebut dilakukan pendampingan untuk menjelaskan secara langsung pada responden mengenai waste tersebut. Pengisian skor ditetapkan maksimal 5 untuk memaksa responden memberi peringkat terhadap waste yang ada. Penggunaan metode ini diharapkan mampu untuk menyediakan data kualitatif yang bersifat aktual. Terbatasnya jumlah kuisioner yang tersebar kemudian ditunjang dengan data-data kuantitatif mengenai jenis-jenis waste tersebut, baik berupa data histories perusahaan maupun pengukuran langsung bila diperlukan.

3.4.2 Pengolahan data dengan BPM

Big picture Mapping adalah suatu tool yang diadopsi dari Sistem Produksi Toyota yang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (value stream) yang terdapat dalam perusahaan,


(1)

Severity (S) = 6 ( pengaruh buruk moderat yang masih berada dalam batas toleransi)

Occurance (O) = 6 (kegagalan agak mungkin terjadi)

Detection (D) = 7 ( alat control cukup bisa mendeteksi kesalahan )

Nilai RPN = S x O x D

= 6 x 6 x 7 = 252

2. Transportation,alat masih konvensional, metode kurang efektif, Jarak antara gudang bahan baku & area produksi jauh

Severity (S) = 5 (pengaruh buruk yang masih berada dalam batas toleransi) Occurance (O) = 5 (kegagalan agak mungkin terjadi )

Detection (D) = 5 (Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan)

Nilai RPN = S x O x D

= 5 x 5 x 5

= 125

3. Waiting,metode control kurang baik ,metode yang kurang tepat.

Severity (S) = 4 (pengaruh buruk yang masih berada dalam batas toleransi) Occurance (O) = 5 (kegagalan agak mungkin terjadi )

Detection (D)= 4 (alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan )

Nilai RPN = S x O x D

= 4 x 5 x 4


(2)

Berdasarkan dari tabel 4.11, diketahui nilai RPN yang terbesar pada proses pembuatan produk Cup “Thermoforming” pada PT.X karena peralatan mesin yang kurang diperhatikan, baik dalam hal setting mesin &alat yang masih sederhana. Dengan melihat nilai RPN, maka disini peneliti hanya memberikan sebatas usulan rencana perbaikan dan pengendalian kepada pihak perusahaan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan. Adapun usulan rencana perbaikan dan pengendalian tersebut dapat dilihat seperti tabel sebagai berikut :

Tabel 4.11 Usulan Rencana Perbaikan

Jenis Waste

RPN

Potential root cause Rencana Perbaikan

Defect 252 - Karakter mesin kurang baik

yang mana settingan heater terpengaruh oleh suhu ruangan luar

- Metode kurang tepat

- Inspeksi yang kurang ketat terhadap bahan baku dari supplier

- Metode Control kurang baik serta tidak ada sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran

- mengganti mesin heater atau

menyekat mesin heater dalam ruangan lain yang tidak terpengaruh suhu udara luar agar defect dapat di tekan.

- saat dilakukan penggantian cetakan mesin untuk mesin lain sudah

disiapkan dengan penjadwalan tetap (per order)

- Melakukan checking terjadwal untuk kualitas bahan baku ketika bahan baku datang (perketat)

-pemasangan CCTV sehingga bisa memonitor kegiatan operator2,dan apabila ada operator yang melanggar aturan diberikan sanksi yang tegas baik teguran maupun tertulis ( bahkan dikeluarkan bila perlu)

Transpo rtasi

125 -Alat masih konvensional

-metode yang kurang efektif

-mengganti lorry (gledekan) dengan menambah sarana pengangkutan

forklift

-untuk pengangkutan barang jadi ke gudang sementara maupun ke gudang barang jadi hendaknya menggunakan


(3)

-Jarak antara gudang bahan baku dan area produksi terlampau jauh

-Perbaikan Layout produksi dari

bahan baku menuju tempat produksi untuk mengurangi jumlah waktu transportasi (mendekatkan Gudang dengan area produksi)

Waiting 80 - Metode kurang tepat

- Metode control kurang baik

-Ganti cetakan lebih baik dilakukan di mesin lain yang tidak digunakan.agar tidak membuang waktu mesin yang masih digunakan.

-Sebaiknya dilakukan metode control yang baik untuk mempercepat proses packaging ,inspeksi ketat (tiap jam) agar operator packaging tidak malas karena diawasi (menggunakan CCTV malah lebih baik)

4.5 Pembahasan

Dari tabel 4.11 hasil rekomendasi perbaikan ,Waiting terjadi karena metode yang kurang tepat yakni pada saat ganti cetakan Cup, mesin akan diberhentikan hingga 1-2 jam hal ini tentu saja membuat waste yang menyebabkan para packer menganggur, disini waktu menunggu meningkat dan aktivitas menurun (berhenti) padahal masih ada satu mesin lagi yang tidak digunakan ( mestinya digunakan agar proses produksi tetap berjalan )lalu metode control yang kurang baik dimana para operator baik visual & packer bekerja santai & malas karena hanya ada satu kali inspeksi oleh bagian produksi sehingga pada saat bagian produksi turun ke lapangan para operator bekerja dengan serius dengan adanya inspeksi yang jarang seperti ini menyebabkan waktu menunggu akan bertambah dan aktivitas pun menurun (lebih efisien saat inspeksi berjalan) , kemudian Transportasi


(4)

akibat Alat masih konvensional yaitu masih menggunakan lorry (gledekan) yang dapat mengangkut dengan kapasitas kecil dan itu menggunakan banyak operator (tidak seperti forklift) belum lagi Jarak antara gudang bahan baku dan area produksi terlampau jauh,hal ini menyebabkan aktivitas yang terlalu banyak dan waktu pun banyak terbuang karena harus bolak –balik (disamping segi kecepatan yang berbeda dengan forklift),lalu Defect terjadi karena metode yang kurang efektif , karakter mesin yang kurang baik dimana Heater mesin masih dipengaruhi oleh suhu luar ruangan (tidak stabil ) yang menyebabkan output tidak sesuai standart permintaan apabila suhu ruangan naik atau turun sehingga harus disetting lagi (disesuaikan kembali) , metode control yang kurang baik yaitu operator jarang mengontrol keadaan heater

mesin sedangkan karakter mesin kurang baik apabila terpengaruh suhu luar ruangan yang berubah ( tidak adanya control tiap jam untuk Heater mesin ) sehingga Defect masih sering terjadi hal ini tentu saja membuang banyak waktu karena harus melakukan reproses lagi terhadap produk yang defect (disamping itu aktivitas pun bertambah, inspeksi yang kurang ketat yang dimaksudkan disini inspeksi terhadap bahan baku dari supplier tidak begitu ketat,tidak semua bahan baku di check saat datang dari supplier.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi penyebab terjadinya pemborosan :

- Waiting karena Metode kurang tepat, metode control kurang baik

- Defect karena Karakter mesin kurang baik yang mana settingan heater terpengaruh oleh suhu ruangan luar, Metode kurang tepat, Inspeksi yang kurang ketat terhadap bahan baku dari supplier, Metode Control kurang baik serta tidak ada sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran

- Transportation Alat yang digunakan masih sederhana,metode yang kurang tepat,Jarak antara penumpukan bahan baku dan area produksi terlampau jauh

2. Usulan Perbaikannya untuk 3 ranking pertama yaitu

- waste defect (RPN = 252), mengganti mesin heater atau menyekat mesin heater dalam ruangan lain yang tidak terpengaruh suhu udara luar agar defect dapat di tekan. saat dilakukan penggantian cetakan mesin untuk mesin lain sudah disiapkan dengan penjadwalan tetap (per order) Melakukan checking terjadwal untuk kualitas bahan baku ketika bahan baku datang (perketat)pemasangan CCTV sehingga bisa memonitor kegiatan operator2,dan apabila ada operator yang melanggar aturan diberikan sanksi yang tegas baik teguran maupun tertulis ( bahkan dikeluarkan bila perlu)


(6)

- Waste transporation (RPN = 125), mengganti lorry (gledekan) dengan menambah sarana pengangkutan forklift,untuk pengangkutan barang jadi ke gudang sementara maupun ke gudang barang jadi hendaknya menggunakan forklift agar lebih efisien.Perbaikan Layout produksi dari bahan baku menuju tempat produksi untuk mengurangi jumlah waktu transportasi (mendekatkan Gudang dengan area produksi)

- Waste waiting (RPN = 80), -Ganti cetakan lebih baik dilakukan di mesin lain yang tidak digunakan.agar tidak membuang waktu mesin yang masih digunakan. -Sebaiknya dilakukan metode control yang baik untuk mempercepat proses packaging ,inspeksi ketat (tiap jam) agar operator packaging tidak malas karena diawasi (menggunakan CCTV malah lebih baik)

5.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang diberikan kepada perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini :

a. Perusahaan hendaknya memberikan training serta pengetahuan lebih

kepada seluruh karyawan di perusahaan tentang waste (pemborosan) yang

sering terjadi dan bagaimana cara mereduksinya atau

meminimalisirkannya.

b. Perusahaan hendaknya melakukan pembenahan terhadap permasalahan

kerja yang ada (waste yang terjadi) sehingga biaya atau ongkos produksi bisa dikurangi