PENENTUAN TINGKAT WASTE Di LANTAI PRODUKSI UNTUK MENGURANGI WASTE DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PHILIPS INDONESIA.

(1)

DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING

DI PT. PHILIPS INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

KIVVEN EDUARD

0632010193

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PHILIPS INDONESIA

Oleh :

KIVVEN EDUARD NPM :0632010193

Telah Dipertahankan Dihadapkan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi

Pada Tanggal 26 November 2010

Tim Penguji Pembimbing I 1.

Ir. Irwan Soejanto, MT Ir. Irwan Soejanto, MT NIP. 19660111 199403 1001 NIP. 19660111 199403 1001

2.

Enny Ariyani, ST, MT Pembimbing II

NIP. 3700 9950 0411 3.

Ir. Didi Samanhudi, MMT Ir. Hari Purwoadi,MM NIP.19580625 198503 1001 NIP. 194808281984031001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “PENGURANGAN WASTE

DI LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI

PT. PHILIPS INDONESIA. Pelaksanaan penelitian di PT. PT. PHILIPS INDONESIApada bulan Mei 2010 sampai selesai.

Laporan ini disusun berdasarkan pengamatan, kuisioner dan data informasi yang saya peroleh dari lapangan dan pembimbing PT. PHILIPS INDONESIA serta literatur yang tersedia. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT sebagai Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. M. Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. Irwan Soejanto selaku dosen pembimbing I dan Ir.Hari Purwoadi selaku dosen pembimbing II Tugas Akhir.

4. Ir Sunardi, MT selaku dosen penguji seminar I dan Ir. Rr Rochmoejati, MMT selaku dosen penguji seminar I dan II, serta Ir.M. Anang F, MMT selaku dosen peguji seminar II

5. Bapak Andre, pak Anggoro dan pak Thomas selaku pembimbing lapangan di PT. PHILIPS INDONESIA.


(4)

6. Segenap staf dan karyawan PT. PHILIPS INDONESIA yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

7. BaPak dan Ibu, seRta kELuaRga_Q yAnG tAk p’NaH B’hEnTi & s’LaLu mEmbEriKaN dukuNgaN d0a kEpaDa_Q, mKci yE bApaK ‘n Ibu ‘aq g’Kan bUat kCwa kLiaN.

8. tEmaN yG UdaH Aq AngGap sBgai rUang rHaZzZia_Q (,,…??) tHnx Al0t 9. Dolor-dolor TI pGi aNgKtAn 2006 husus pRlEl C (pOpy “aWaZz KbErTan

pOnie, vE “lOLa/LoaDiNg LaMbAt”, Ri2N “g’P’Nah bZ DiEm, zLaLu nGjAk ToUrInG”, tI2N “jGn ZeRiNg TlaT bUuk,,”, iKe “JgN BiNguNK2,bANyK jLn MnJu r0mA”, UmMaTuL ‘KwExZ, jGn rIbUUtz”, kRicItZz “tUnJuKkan FemInIm_U,.HehUe, InDah “u TucH TnGgLam dI LauTZ mNa cE,,Ko’g’P’naH MnCuL,hIcxzHixc”, r0mBenG “kJaR tyuZ AmpEk NyUngZepZ”, BuAh “PngnTien BarU,gMn RzAx???”jGn pEk Lp KrjAin SkrIpZiNa Lh00!!!, t_GuH “TmB0Lx DipUteR tyUz bIar dPeT cHenElZ”, tuWeX “yG sLAlU Jd NyeTz-nYeTz_QW” pAk DhE, kUntul, SeX, KomTiNg, GeMbOtz, AndY, DrOoPy, RiCky aYo ZzZeManGat2..!!! jGn LoYO TnJuKkAn KjnTanaN_U HaHAhA, bRa “JgN KnCaN tYuZ nTar LuPa Lg kRjaIn SkRpZix” YuZtian ‘n PriMa tIme aDucH kmNa-maNa B’2 EmH CuRigA Nech HahAHA, CoRi bUat yG bLuM dIsButIn g’dA mKZud NgLupaAiiN..,.., u’Re aLwAyZZ mY bEZzZt FriEnDs).


(5)

10.Thanks for all.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada mereka, atas segala bantuan dan jasa yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dan kesalahan mohon dimaklumi dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan penelitian ini. Akhir kata, semoga laporan penelitian tugas akhir ini berguna bagi para pembaca.

Surabaya, 23 November 2010

Kivven Eduard, penulis NPM. 0632010193


(6)

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR GRAFIK... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.5 Tujuan Penelitian... .. 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Asumsi ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lean ... 7


(7)

2.1.2 Tiga Kategori Waste ... 19

2.1.3 Seven Waste Relationships... 20

2.3 Jenis – jenis Aktivitas ... 21

2.4 Uji Kecukupan Data……… 22

2.5 Uji Validitas Data……… 22

2.6 Uji Reabilitas………... 23

2.7 Big Pigture Mapping... 24

2.8 Value Stream Mapping ... 27

2.9 Value Stream Analysis Tools ... 32

2.10 Diagram Sebab Akibat... 33

2.11 FMEA (Failure mode effects Analysis)………. 36

2.12 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control)... 42

2.13 Peneliti Terdahulu... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 60

3.2.1 Variabel Bebas ... 60

3.2.2 Variabel Terikat ... 62

3.3 Metode Pengumpulan Data... 62

3.4 Metode Pengolahan Data ... 63


(8)

3.4.4 Pengolahan Data Kuesioner……… 64

3.4.5 Pengolahan Data Dengan Big Picture Mapping……… 65

3.4.6 Pengolahan Data Dengan VALSAT……… 67

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah……… 68

3.6 Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah………... 70

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 74

4.1.1 Big Picture Mapping... 74

4.1.1.1 Aliran Fisik... 74

4.1.1.2 Aliran Informasi... 78

4.1.2 Penyusunan dan Penyebaran Kuisioner... 82

4.1.3 Uji Kecukupan Data... 82

4.1.4 Uji Validitas... 83

4.1.5 Uji Reabilitas... 84

4.2 Pengolahan Data ... 85

4.2.1 Kuisioner Waste... 85

4.2.2 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)... 88

4.2.2.1 Pemilihan Tools dengan VALSAT... 89

4.2.3 Procees Activity Mapping (PAM)... 95

4.3 Analisa Seven Waste dan Rekomendasi Perbaikan... 98


(9)

4.3.3.3 Jenis Waste Kecacatan ... 101

4.3.3.4 Jenis Waste Proses yang tidak tepat... 102

4.4 Tahap Rekomendasi Perbaikan... 104

4.3.1 Menetapkan Suatu Usulan Rencana Tindakan Perbaikan... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 2.1 Pendeskripsian Produksi Lean... 11

Tabel 2.2 Value Stream Analysis Tools... 31

Tabel 2.3 Nilai Severity………. 39

Tabel 2.4 Nilai Occurance………. 40

Tabel 2.5 Nilai Detection………... 41

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools………. 66

Tabel 4.1 Waktu Proses Pembuatan Lampu Neon ... 78

Tabel 4.2 Uji Validitas di lantai Produksi vtl di PT.Philips………... 83

Tabel 4.3 Uji Reliabilitas di lantai produksi vtl PT.Philips……….. 84

Tabel 4.4 Rekap Hasil Waste Workshop ... 87

Tabel 4.5 Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking ... 88

Tabel 4.6 Perhitungan korelasi waste terhadap tools...90

Tabel 4.7 Perhitungan Skor VALSAT ... 91

Tabel 4.8 Perhitungan Ranking Skor VALSAT... 92

Tabel 4.9 Penentuan Tools VALSAT ... 93

Tabel 4.10 Penentuan rangking Tools VALSAT... 94

Tabel 4.11 Prosentase Jumlah Aktivitas... 96

Tabel 4.12 Prosentase Kebutuhan Waktu... 97

Tabel 4.13 Skor rata-rata tiap jenis waste... 99

Tabel 4.14 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ...108


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lima Tahap proses Pemikiran Lean... 10

Gambar 2.2 Tiga M (Muda, Muri, Mura) ... 15

Gambar 2.3 Tiga Kategori Waste... 19

Gambar 2.4 Seven Waste Relationships ... 20

Gambar 2.5 Simbol Big Picture Mapping ... 26

Gambar 2.6 Big Picture Mapping... 26

Gambar 2.7 Matrix Value Stream Analysis Tools... 32

Gambar 2.8 Diagram Sebab Akibat... 34

Gambar 2.9 Tahapan 1Value Stream Map……….46

Gambar 2.10 Tahapan 2 Value Stream Map……….46

Gambar 2.11 Tahapan 3 Value Stream Map……….47

Gambar 2.12 Tahapan 4 Value Stream Map……….47

Gambar 2.13 Simbol Value Stream Map………..48

Gambar 2.14 Cause Effect Diagram………..50

Gambar 3.1 Simbol Big Picture Mapping... 66

Gambar 3.2 Flowchart pemecahan masalah………. 69

Gambar 4.1 Aliran Raw Material……….. 75

Gambar 4.2 Value Stream Mapping……….. 83

Gambar 4.3 Cause effect diagram jenis waste waiting ...100


(12)

(13)

Grafik 4.1 Rekap Hasil Waste Workshop...87

Grafik 4.2 Bobot Detail M apping Tools tabel VALSAT...94

Grafik 4.3 Persentase Jumlah Aktivitas………...96


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kuisioner Identifikasi Pemborosan

Lampiran B1 Value Stream Mapping

Lampiran B2 Rekap Waktu Aktivitas (Jam) Dan Rekap Jumlah Aktivitas

Lampiran C Hasil Rekapitulasi Jenis Waste danSkor rata-rata tiap jenis waste

Lampiran D Perhitungan Value Value Stream Analysis Tools Untuk Pemilihan Tool Lampiran E1 Process Activity Mapping

Lampiran E2 Proses Produksi lampu Neon

Lampiran F

 

PERHITUNGAN RPN ( RISK PRIORITY NUMBER )

 

Lampiran G Operation Procesing Chart (OPC)

Lampiran H Gambaran Umum Perusahaan Lampiran I Struktur Organisasi

Lampiran J Output Uji Validitas dan Reabilitas


(15)

(16)

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saing .

PT. Philips Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur terdiri dari dua departemen (factory), yaitu Lamp Factory (LF) dan Lamp Components Factory (LCF). LCF memproduksi berbagai komponen lampu dari kaca sedangkan LF merupakan proses pembuatan dan penggabungan berbagai komponen lampu, sampai menjadi lampu hingga pengepakan. LF terbagi menjadi dua pabrik yaitu GLS dan VTL. GLS memproduksi bola lampu sedangkan VTL (Vertical Tubular Lamp) memproduksi lampu neon. Penelitian dilakukan di departemen produksi dimana output yang diteliti yaitu lampu neon. Proses produksinya menggunakan mesin-mesin semi-otomatis dengan melibatkan manusia sebagai operator. Proses produksinya berlangsung secara terus menerus.

Permasalahan di PT. Philips Indonesia yang sering terjadi adalah terdapatnya pemborosan waktu menunggu yang lama, tube yang lecet dan kurang mengkilat, lampu tidak menyala dengan maksimal, dan juga terjadinya pemborosan transportasi dalam hal pengangkutan raw material setengah jadi dari proses washing menuju proses coating, sehingga dalam area ini masih sering terjadi pemborosan oleh karena itu perlu adanya indentifikasi pemborosan yang terintegrasi pada lean manufacturing, yang bertujuan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan perusahaan saat ini.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan pendekatan lean manufacturing, diharapkan ditemukan solusi yang tepat untuk mengetahui jenis dan akar penyebab aktivitas yang tidak bernilai tambah di lantai produksi PT Philips Indonesia tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mencari penyebab terjadinya pemborosan di lantai produksi, setelah mengetahui penyebab terjadinya pemborosan maka dibuat rekomendasi perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode Effect Analysis).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya pemborosan tejadi pada menunggu, transportasi, kecacatan, dan proses yang tidak tepat. Berdasarkan tingginya tingkat aktivitas yang terjadi dengan proses activity mapping adalah aktivitas yang paling sering dilakukan adalah operation sebesar 79 aktivitas (54,48%) diikuti dengan aktivitas tipe inspection sebesar 26 aktivitas (17,93%), delay 23 aktivitas (15,86%), transportation 15 aktivitas (10,34) dan storage sebanyak 2 aktivitas ( 1,37%) dari total 145 aktivitas yang ada dan dapat diketahui bahwa pada proses produksi lampu neon (vtl) untuk waktu yang paling besar adalah operation sebesar 2051,6 menit (61,35%), diikuti dengan waktu untuk tipe transportation dengan jumlah waktu sebanyak 582,6 menit (17,42%) , delay sebesar 457,2 menit (13,67%), inspection 219,5 menit (6,56%), storage 32,8 (0,98%).Dengan besar value adding activity 2018,1 menit, non value adding activity 629,2 menit dan neccesary non value adding activity sebesar 629,6 menit.

Keywords : Waste, fish bone diagram , lean manufacturing , PAM, FMEA, value stream mapping


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saing .

PT. Philips Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur terdiri dari dua departemen (factory), yaitu Lamp Factory (LF) dan Lamp Components Factory (LCF). LCF memproduksi berbagai komponen lampu dari kaca sedangkan LF merupakan proses pembuatan dan penggabungan berbagai komponen lampu, sampai menjadi lampu hingga pengepakan. LF terbagi menjadi dua pabrik yaitu GLS dan VTL. GLS memproduksi bola lampu sedangkan VTL (Vertical Tubular Lamp) memproduksi lampu neon. Penelitian dilakukan di departemen produksi dimana output yang


(18)

diteliti yaitu lampu neon. Proses produksinya menggunakan mesin-mesin semi-otomatis dengan melibatkan manusia sebagai operator. Proses produksinya berlangsung secara terus menerus.

Pada saat ini PT. Philips Indonesia khususnya sebagai produsen pembuat lampu masih ditemui adanya aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding activity) atau pemborosan (waste) pada waktu proses produksi seperti waiting, motion dan inspection, serta lead time yang panjang, sehingga faktor – faktor tersebut dapat mempengaruhi produktivitas dari perusahaan, yang juga dapat berupa faktor lingkungan, manusia, mesin, material dan metode, oleh sebab itu pendekatan Lean Manufacturing sangat menunjang untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di PT Philips Indonesia.

Lean Manufacturing merupakan sistem produksi yang senantiasa mengupayakan penekanan pemborosan (Muda elimination) dengan melibatkan seluruh karyawan di dalam perusahaan

.

Pemborosan secara umum yang kita kenal dapat dikategorikan menjadi tujuh macam, yaitu pemborosan terhadap kelebihan produksi, menunggu, tranportasi, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, pergerakan yang tidak perlu, kerusakan dan perbaikan serta kesalahan design. Pemborosan di sini diartikan sebagai segala sesuatu yang tidak memberikan nilai tambah.

Dengan pendekatan lean manufacturing, diharapkan ditemukan solusi yang tepat untuk mengetahui jenis dan akar penyebab aktivitas yang tidak bernilai tambah di lantai produksi PT Philips Indonesia . Sehingga waste yang terjadi dalam pembuatan lampu neon dapat dikurangi .


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang harus dipecahkan yaitu :

Bagaimana menentukan tingkat waste di lantai produksi PT. Philips Indonesia dengan memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi waktu produksi dengan penerapan Lean Manufacturing.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tingkat waste di lantai produsksi PT. Philips Indonesia dengan penerapan lean manufacturing.

2. Memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi waktu produksi di lantai produksi PT.Philips Indonesia.

1.4. Batasan Masalah

Dalam mencapai tujuan dan pembahasan penelitian yang lebih terarah, maka penulis membatasi pembahasan sebagai berikut :

1. Penelitian ini ditekankan untuk mengurangi waste pada lampu neon,dilakukan di lantai produksi vtl PT. Philips Indonesia.

2. Pengukuran dibatasi dengan menggunakan Lean Manufacturing sampai dihasilkan suatu penilaian produktivitas kerja terhadap perusahaan, sedangkan implementasi lebih lanjut tidak dibahas.


(20)

3. Lean Manufacturing defect yang diteliti adalah seven waste yaitu produksi berlebihan, menunggu, transportasi, proses yang tidak tepat, persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu, serta kecacatan.

4. Pengambilan data dilakukan tiga bulan yaitu : Mei, Juni, dan Juli 2010.

1.5.Asumsi – asumsi

Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

1. Kondisi mesin pada saat produksi diasumsikan dalam kondisi stabil dan baik. 2. Pada saat mesin beroperasi diasumsikan berdasarkan kapasitas mesin dan

banyaknya permintaan konsumen.

3. Kuisioner diberikan kepada para karyawan yang memahami dan berhubungan langsung pada lantai produksi.

1.6.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini baik bagi peneliti / mahasiswa, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :

1. Bagi Perusahaan :

a) Perusahaan mengetahui penyebab terjadinya waste dilantai produksi dan jenis pemborosan (waste).

b) Perusahaan mendapatkan perbaikan dalam meningkatkan produktivitas kerja.


(21)

2. Bagi Mahasiswa / Peneliti :

a) Peneliti mengerti tentang teori dan penerapan lean manufacturing.

b) Peneliti dapat memanfaatkan ilmu serta teori yang didapat pada waktu perkuliahan dan dapat menerapkan secara nyata.

3. Bagi Perguruan Tinggi

a) Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang pemborosan (waste)

di PT. Philips Indonesia.

b) Hasil analisa ini dapat digunakan sebagai pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.

1.7.Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman atas materi – materi yang dibahas dalam skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari masing–masing bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.


(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing

yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah – langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan uraian tentang langkah-langkah pengumpulan data, pengolahan data, dan penganalissa data yang telah dikumpulkan dan hasilnya diharapkan menjadikan sebagai bahan pertimbangan akan kemungkinan penerapan metode tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dan saran penelitian lanjutan yang bisa dilakukan

DAFTAR PUSTAKA


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lean

Konsep lean pertama kali dirumuskan oleh Toyota, pada prinsipnya konsep

lean dalam berpikiratau lean thinking merupakan : (1) konsep berpikir untuk mencari cara dalam penciptaan value tanpa interupsi, efektif dan efisien sehingga dalam kegiatannya perusahaan dapat mengeliminasi waste dan (2) dengan adanya keadaan dan keinginan untuk mengeliminasi pemborosan, mengurangi biaya yang diakibatkannya, dan juga employee empowerment. Lean thinking menyediakan cara untuk melakukan lebih dengan semakin sedikit usaha manusia, peralatan, waktu dan ruang, tetapi semakin dekat dengan keinginan konsumen. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.

Lean production sangat efektif dan terbukti berhasil untuk menciptakan suatu proses produksi menjadi lebih lancar, efektif, dan efisien dengan model one piece flow, continuous improvement, dan pull production. Sedangkan kamus APICS edisi


(24)

10 mendefinisikan lean production sebagai sebuah filosofi dalam sistem produksi yang menitikberatkan pada usaha untuk meminimasi jumlah sumber daya (termasuk waktu) yang digunakan pada aktivitas produksi di sebuah perusahaan tertentu.

Menurut Womack dan Jones (2003) penerapan dari filsofi lean didasarkan pada 5 prinsip utama yaitu:

1.Define value from the prespective the customer, value didefinisikan oleh end customer, artinya identifikasi terhadap kebutuhan customer dan kemampuan menciptakan nilai dari sudut pandang customer. Hal tersebut merupakan salah satu competitive advantage yang harus dimiliki oleh perusahaan.

2.Identify value stream, setelah kebutuhan customer sudah didapatkan, maka proses identifikasi terhadap value stream menjadi hal yang sangat penting. Dengan valuestream seluruh aktivitas produksi dipahami dan diukur.

3.Continuous flow process, merupakan usaha untuk menghilangkan waste dengan membuat proses berjalan atau continuous flow process. Konsep dari Continuous flow process adalah membuat produk pada waktu dibutuhkan mengalir satu – satu dari sati stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya tanpa adanya waktu tunggu.

4.Pull system, merupakan system yang berfokus pada kebutuhan customer dimana hanya membuat produk sesuai yang dibutuhkan customer dan pada waktu yang tepat.


(25)

Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan.

Bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan.

Pemikiran dasar yang mendasari penghilangan pemborosan ini untuk mendorong persaingan yang bermanfaat didalam organisasi yang dipelopori oleh

Chief Engineer Toyota, Taiichi Onho dan sensi Shigeo Shingo dan pada dasarnya diorientasikan pada produktifitas kualitas. Alasannya adalah bahwa perbaikan produktifitas dari lead ke perampingan (Lean) operasi yang dapat membantu untuk mengetahui lebih jauh pemborosan dan masalah dalam hal kualitas didalam system. Demikian halnya pemecahan secara sistematik pada pemborosan juga merupakan pemecahan secara sistematik pada faktor-faktor yang mendasari kualitas yang buruk

(Poor Quality) dan sebagai dasar Management Problems atau masalah manajemen.

Proses manufaktur yang bersifat ramping (Lean Manufacturing) merupakan suatu sistem produksi menggunakan energi dan pemborosan yang sangat sedikit untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan konsumen. Tujuan dari manajemen


(26)

suatu proses sehingga aktifitas-aktifitas sepanjang aliran proses mampu menghasilkan

Value (nilai). Melalui eliminasi pemborosan ini, Lean menunjukkan kemampuannya yang dapat diaplikasikan dalam sebuah usaha baru tanpa menambah orang, dan peralatan modal, tanpa mempengaruhi usaha yang ada dan tanpa mempekerjakan sumber daya yang ada melebihi kapasitas jumlahnya.

Sistem produksi tradisional dikenal sebagai “berkelompok dan mengantri” (batch and queue), yang berasal dari prinsip skala ekonomi. Pada sistem ini akan ditemui sebuah kondisi dimana tingkat produksi yang tinggi, pengelompokan dalam ukuran besar, dan waktu antri yang lama, tanpa adanya penambahan in value. Lean Management menekankan pada pengelompokan dalam ukuran kecil dan pada akhirnya menjadi aliran tunggal, seperti halnya pada sebuah control dalam sistem produksi yaitu suatu sistem pengendalian yang tidak terpusat, jumlah prediksi tiap tahap proses ditentukan oleh jumlah nyata yang dipakai tahap proses selanjutnya.

Lima tahap proses pemikiran secara ramping adalah sebagai berikut :

Identify Value and

V l St

Eliminasi Waste  (Non Value Added)

PURSUE PERFECTION

Create Continous Flow  Help Customer Pull

Process Output


(27)

Berikut merupakan tahap-tahap proses pemikiran lean :

1. Pengidentifikasian Nilai dan Aliran Proses (Identify Value and Value Stream)

Pada tahap ini diidentifikasi semua langkah yang dibutuhkan untuk mendesain, memesan, dan menghasilkan produk pada seluruh aliran proses untuk mengetahui pemborosan yang tidak memberi nilai tambah.

2. Menciptakan Aliran Yang Berkelanjutan (Create Continous Flow)

Pada tahap ini semua tindakan yang memberi nilai tambah dibuat dalam suatu aliran yang continous (Terus-menerus / Tak terputus).

3. Membantu Pelanggan Menarik Hasil Proses (Help Customer Pull Process Output)

Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas-aktifitas penting yang digunakan untuk membuat atau memenuhi keinginan pelanggan.

4. Mengeliminasi Pemborosan (Eliminasi Waste)

Pada tahap ini dilakukan eliminasi terhadap waste yang terjadi.

5. Menuju Penyempurnaan (Pursue Perfection)

Perbaikan yang telah dilakukan sebaiknya dilakukan secara terus-menerus sehingga pemborosan yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.


(28)

Tabel 2.1 Pendeskripsian Produksi Lean PRODUKSI SPESIALIS PRODUKSI MASSA PRODUKSI LEAN Tenaga Kerja

Memiliki skill tinggi dalam mendwsain, operasi mesin dan fitting, tenaga ahli

Tenaga kerja dibagi dalam divisi-divisi, peningkatan tanggung jawab

Tim kerja yang fleksibel terhadap proses, peningkatan tanggung jawab pada semua tenaga kerja dalam

organisasi Organisasi Terdesentralisasi tetap,

terpusat, parts didesain dan dibuat oleh mesin shop kecil, dikoordinasi oleh pemilik

Integrasi vertical, organisasi terpusat, teknik desain dan produksi pada 1 tempat

Jaringan kerja antara supplier dengan teknik desain, perbaikan sepanjang rangkaian penyediaan

Alat-alat Peralatan atau mesin dengan tujuan umum

Mesin Khusus Peralatan atau mesin dengan tujuan umum

Produk Produksi dengan volume sangat rendah – 1000 atau lebih rendah per tahunnya

Produksi dengan volume tinggi, Siklus hidup produk panjang

Siklus hidup produk mengalami penurunan cenderung pendek

Untuk mengaplikasikan lean kita harus memahami konsumen dan nilai mereka. Untuk memfokuskan pada hal ini maka perlu untuk mendefinisi value stream

yang terjadi didalam perusahaan. Menurut Hines & Taylorvalue stream adalah segala aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Untuk memuaskan konsumen maka waste yang terjadi dalam value stream perlu dihilangkan atau dikurangi.


(29)

Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai lean enterprise sementara yang diterapkan pada perusahaan manufaktur disebut lean manufacturing sedangkan yang diterapkan pada bidang jasa disebut sebagai lean service.

Terdapat beberapa prinsip pada lean manufacturing. Prinsip – prinsip pada lean manufacturing dengan produk berupa barang :

1. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh pelanggan. 2. Identifikasi value stream untuk setiap produk.

3. Eliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran proses setiap produk agar nilai dapat mengalir tanpa henti

4. Menetapkan sistem tarik (pull system) menggunakan kanban yang memungkinkan pelanggan menarik nilai dari produsen.

5. Mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement).

Aktivitas produksi yaitu mengubah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi adalah kegiatan yang memberikan nilai tambah. Nilai tambah tersebut harus dikaitkan dengan perspektif pelanggan. Artinya, perubahan bahan baku menjadi produk jadi adalah sesuatu yang punya nilai bagi pelanggan karena produk


(30)

tersebut punya fungsi atau bisa dimanfaatkan oleh pelanggan. Kegiatan memindahkan material tidak memberikan nilai tambah namun sering kali tidak bisa dihilangkan kecuali dengan melakukan perombakan dramatis pada tata letak fasilitas produksi. Demikian halnya dengan kegiatan transportasi dan penyimpanan. Kedua kegiatan ini tidak memberikan nilai tambah namun sering kali dilakukan.

Pada lingkungan manufaktur atau logistik dimana yang dominan adalah aktivitas fisik., aktivitas non-value adding biasanya dominan. Secara umum, menurut Hines

dan Taylor , rasio ketiga jenis aktivitas di atas adalah sebagai berikut : a. 5% aktivitas yang memberikan nilai tambah

b. 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (dan mungkin bisa dikurangi)

c. 35% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah namun perlu dilakukan Seperti yang tercantum dalam The Toyota Way (2006), menghilangkan pemborosan atau Muda (dalam istilah bahasa Jepang) menjadi fokus dari upaya lean manufacturing. Namun ada dua M lain yang sama pentingnya untuk membuat lean manufacturing berjalan. Ketiga M tersebut adalah :

1. Muda – tidak menambah nilai

Merupakan tujuh pemborosan aktivitas yang tidak berguna yang dapat memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan, menciptakan kelebihan persediaan atau berakibat pada waktu menunggu.


(31)

2. Muri – memberi beban berlebih pada orang atau peralatan

Memanfaatkan mesin atau orang di luar batas kemampuannya. Membebani orang secara berlebih menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebihan menyebabkan kerusakan dan produk cacat.

3. Mura – ketidakseimbangan

Muda merupakan akibat dari Mura.

Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi karena masalah kerusakan mesin, kekurangan komponen atau produk cacat.. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material dan orang untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi.


(32)

2.2 Waste

Waste atau pemborosan didefinisikan sebagai seluruh aktivitas yang mengkonsumsi waktu, sumber daya serta ruang tetapi tidak berkontribusi untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

2.2.1 Tujuh jenis waste

Hal yang utama jadi perhatian dalam menciptakan suatu proses produksi yang efektif dan efisien adalah meminimalkan atau menghilangkan Non-value adding dan

Necessary but Non-value adding dimana kedua aktivitas tersebut menimbulkan

waste. Sesuai dengan konsep Lean yang bertujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan waste, Menurut Gazpers (2002) terdapat seven waste dalam proses produksi yang didefinisikan dengan istilah E-DOWNTIME©, yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Produksi berlebihan (Overproduction)

Merupakan kegiatan produksi yang berlebihan dalam arti memproduksi produk yang melebihi kebutuhan atau memproduksi produk lebih cepat dari jadwal yang dibuat. Hal ini menyebabkan aliran informasi atau barang menjadi tidak lancer sehingga dapat menghambat kualitas dan


(33)

produktivitas. Overproduction juga menimbulkan WIP yang banyak serta

inventory berlebih.

2. Kecacatan (Defects)

Dapat diartikan sebagai cacat/rusak pada produk atau tidak sesuai spesifikasi, terjadinya kesalahan yang berulang kali pada proses pengerjaan, atau rendahnya peformansi pengiriman barang. Defects ini mengakibatkan timbulnya biaya serta tingginya complain dari konsumen karena ketidakpuasan terhadap produk.

3. Persediaan yang tidak perlu (Unnecessary inventory)

Merupakan penyimpanan dan penundaan produk yang berlebihan dan

delay informasi produk atau material. Unnecessary inventory ini cenderung meningkatkan lead time dan menambah kebutuhan akan space atau ekspansi gudang sehingga akan menyebabkan peningkatan biaya dan penurunan pelayanan terhadap konsumen.

4. Proses yang tidak tepat (Inappropriate processing)

Proses kerja yang dilakukan dengan menggunakan prosedur atau sistem yang tidak tepat, penggunaan peralatan atau mesin yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dalam suatu operasi kerja.


(34)

5. Tranportasi yang tidak perlu (Excessive transportation)

Terjadinya pergerakan yang berlebihan dari manusia, informasi, produk atau material sehingga menimbulkan pemborosan waktu, usaha dan biaya.

Transport adalah proses pemindahan material atau work in process dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya. Dapat dikatakan pula transport

merupakan kegiatan yang penting tapi tidak menambah nilai suatu produk. Salah satu indikasi pemborosan ini berkaitan dengan layout lantai produksi dan fasilitas penyimpanan, sehingga menyebabkan jarak tempuh yang jauh ketika melakukan perpindahan dan kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas produk.

6. Menunggu (Waiting)

Merupakan kondisi dimana terjadi ketidak aktifan manusia, informasi, material atau produk dalam periode yang cukup lama sehingga menyebabkan aliran terganggu dan memperpanjang lead time. Selang waktu saat operator menunggu aliran produk dari proses sebelumnya dapat disebut sebagai waiting. Kegiatan menunggu ini dapat disebabkan karena kecepatan produksi pada satu stasiun kerja lebih cepat atau lambat dari pada stasiun kerja lainnya.


(35)

7 Gerakan yang tidak perlu (Unnecessary motion)

Terjadi ketika operator melakukan pergerakan yang kurang perlu sehingga menyebabkan proses menjadi lambat dan lead time akan lama. Pergerakan yang kurang perlu ini seperti pencarian komponen yang tidak terdeteksi tempat penyimpanannya, gerakan tambahan dalam pengoperasian mesin. Dapat disebabkan oleh buruknya kondisi tempat kerja yang menyebabkan rendahnya tingkat ergonomic dan ketidak konsistensian work method.

Tujuh pemborosan tersebut sedapat mungkin dikurangi secara terus menerus sehingga tercipta sistem yang lean. Namun karena masing-masing pemborosan tersebut berbeda karakteristiknya, diperlukan pendekatan yang berbeda-beda untuk menguranginya. Namun secara keseluruhan pengurangan pemborosan tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari dan mengerti proses saat ini dan mengerti pemborosan apa yang dominan di masing-masing lokasi proses. Ini kemudian diikuti dengan identifikasi potensi perbaikan dan membuat apa yang dinamakan to be process, yakni konfigurasi proses yang diinginkan. Skala perubahan yang harus dilakukan tergantung pada perbedaan antara apa yang terjadi sekarang (as is) dan proses yang diinginkan (to be).

Dari ketujuh waste yang telah diidentifikasi diatas akan dicari asal-usul penyebabnya dengan cara memetakan aliran nilai (value stream) yang terjadi di


(36)

dalam proses produksi berlangsung. Tool yang digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) yang terjadi dalam proses pembuatan produk adalah menggunakan Value Stream Analysis Tools (VALSAT).

2.2.2 Tiga kategori waste

Rawabdeh (2005) mengelompokkan ketujuh waste ke dalam tiga kategori yang terkait dengan man, machine, dan material. Kategori man meliputi motion, waiting, dan overproduction. Kategori machine meliputi overprocessing dan

overproduction, sedangkan kategori material meliputi transportation, inventory, dan

defects. Ketiga kategori tersebut berupa aktivitas atau kondisi yang pada akhirnya mempengaruhi money (biaya). Seperti terlihat pada gambar 2.3 berikut :

Motion

Waiting

MAN MACHINE MATERIAL

Over Processing

Tranportation

Inventory

MONEY Over

Production Defects


(37)

2.2.3 Seven waste relationships

Ketujuh jenis waste yang didefinisikan oleh Shigeo Shingo bersifat inter-dependent dan masing-masing memiliki suatu pengaruh terhadap jenis lainnya atau secara bersamaan dipengaruhi oleh jenis yang lainnya. Seperti terlihat pada gambar 2.4, pada jenis waste overproduction yang mempengaruhi timbulnya jenis waste inventory. Waste overproduction ini menghabiskan dan memerlukan jumlah raw material yang banyak, untuk itu perlu untuk penyimpanan raw material dan produksi lebih banyak. Hal ini dapat menghabiskan space lantai, karena penyimpanan raw material dan work-in-process ini dianggap sebagai bentuk inventory untuk sementara waktu. Hubungan diantara waste ini sangatlah kompleks karena pengaruh dari tiap jenis terhadap yang lainnya dapat tampak secara langsung ataupun tidak langsung. Seperti pada gambar 2.4 berikut :

P r o c e s s

T r a n s -p o r t a t i o n

I n v e n t o r y W a i t i n g

O v e r P r o d u c t i o n

D e f e c t s

M o t i o n


(38)

2.3 Jenis – jenis Aktivitas

Terkait dengan waste atau pemborosan, maka diperlukan pula pemahaman atas ketiga tipe operasi atau aktivitas yang dikerjakan pada suatu perusahaan. Khususnya dalam suatu prose produksi, ketiga tipe aktivitas tersebut adalah :

1. Non-Value Adding (NVA)

Merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dilihat dari pandangan customer dan merupakan suatu waste (pemborosan) dimana aktivitas ini harus dikurangi atau dihilangkan. Contohnya adalah waiting time,

menumpuk WIP, dan double handling.

2. Necessary but Non-Value Adding (NVA)

Merupakan aktifitas yang tidak menambah nilai tambah tetapi mungkin akan penting bagi proses yang ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan untuk pengambilan parts, unpacking deliveries dan memindahkan tool dari satu tangan ke tangan yang lain. Untuk meminimalkan tipe operasi ini dapat dilakukan hal seperti membuat perubahan pada prosedur operasi menjadi lebih sederhana dan mudah seperti perubahan layout, kerjasama dengan supplier.

3. Value Adding (VA)

Merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah pada suatu material atau produk yang diproses.


(39)

2.4 Uji Kecukupan Data

Untuk menentukan jumlah sampel maka digunakan rumus sebagai berikut:

1

. 2 

d

N

N n

Dimana: n =Jumlah sampel

N =Jumlah populasi

d

2 =Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan.

2.5 Uji Validitas

Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi

product moment sebagai berikut :

r = 



2 2

2

 

2

) )( ( ) )( (

 

Y Y N X X N Y X Y X N     dimana :

r = Koefisien korelasi yang dicari N = Jumlah responden


(40)

Y = Skor total tiap responden

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.

2.6 Uji Reliabilitas

Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.

Rumus Alpha :

r11 =

              

2

1 2 1 ) 1 (  b k k dimana :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal

b2 = Jumlah varians butir

12 = Varians total

Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.


(41)

2.7 Big Picture Mapping

Big picture mapping merupakan suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan beserta value stream yang terdapat pada perusahaan. Gambaran ini digunakan untuk dapat menvisualisasikan aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasikan keberadaan waste serta menggambarkan lead time yang dibutuhkan berdasarkan masing – masing karakteristik proses yang terjadi. Secara umum Big picture mapping didefinisikan sebagai suatu pemetaan proses pada level yang mencakup proses secara luas tetapi dengan tingkat detail masih rendah. Terdapat lima langkah dalam pembuatan Big picture mapping, yaitu sebagai berikut :

1. Identifikasi keseluruhan kebutuhan konsumen seperti jumlah produk yang dibutuhkan oleh konsumen, jumlah produk yang dikirim dalam suatu waktu, frekuensi pengiriman, pola pemesanan dan hal lain yang relevan.

2. Penggambaran aliran informasi seperti informasi dari konsumen pada perusahaan (peramalan, pembatalan dll), pihak mana yang menangani informasi tersebut, berapa lama informasi tersebut muncul hingga diproses.

3. Penggambaran aliran fisik seperti waktu tunggu sebelum pesanan dikirim, pola pengiriman. Aliran fisik tersebut dari arah supplier, sedangkan dari internal perusahaan seperti dititik mana dilakukan proses inspeksi,waktu siklus tiap titik, berapa banyak produk yang dibuat dan dipindahkan tiap titik,


(42)

waktu penyelesaian tiap operasi, waktu berpindah distasiun kerja, serta titik

bottleneck yang terjadi.

4. Penghubungan antara aliran informasi dan aliran fisik seperti rencana produksi yang diuraikan menjadi jadwal produksi yang digunakan, instruksi kerja bagi operator di lantai produksi, dari dan untuk apa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

5. Pelengkapan peta dengan informasi lead time, value adding time dari keseluruhan proses yang ditempatkan dibawah gambaran aliran yang dibuat.

Simbol – symbol yang digunakan dalam Big picture mapping adalah sebagai berikut :


(43)

Contohnya penggambaran sistem secara keseluruhan dengan Big Picture Mapping

dapat dilihat seperti gambar berikut : 

Gambar 2.6 contoh Big Picture Mapping(Google.com/ big picture mapping

2.8 Value Stream Mapping

Value stream mapping merupakan tool yang digunakan untuk memetakan

value stream secara detail. Value stream didefinisikan sebagai aktivitas – aktivitas khusus dalam suatu supply chain yang diperlukan untuk perancangan, pemesanan dan penetapan suatu spesifik produk atau value. Value stream mapping digunakan tidak hanya untuk memetakan aliran material tetapi juga aliran informasi. Pemetaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi tahapan – tahapan value added dan non value added, selanjutnya mengeliminasi waste yang ditemukan. Berikut tujuh tools detailed mapping value stream yang umum digunakan yaitu :


(44)

1. Process Activity Mapping

Process activity mapping umumnya digunakan pada aktivitas dilantai produksi. Namun penggunaanya tidak hanya pada lingkup perusahaan tetapi juga pada area lain dalam supply chain. Konsep dasar tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti operasi, transportasi, inspeksi,

delay dan storage. Kemudian mengelompokkanya kedalam tipe aktivitas yaitu

value adding activities, necessary non value adding activities dan non value adding activities, lima tahapan pada Process Activity Mapping adalah :

1) Pemahaman akan aliran proses

2) Identifikasi waste

3) Pertimbangkan apakah proses dapat rearrange menjadi rangkaian yang lebih efisien.

4) Pertimbangkan aliran yang lebih baik dengan mengikutsertakan aliran layout yang berbeda serta rute transportasi.

5) Pertimbangkan apakah semua yang telah dilakukan pada tiap – tiap proses benar – benar diperlukan dan apa yang terjadi jika hal yang berlebihan dihilangkan.


(45)

2. Supply Chain Response Matrix

Supply chain response matrix merupakan grafik hubungan antara lead time inventory, sehingga dapat diketahui kenaikan atau penurunan tingkat persediaan yang terjadi pada lead time pada area supply chain. Pada grafik ini terdapat 2 axis yaitu pada vertikal axis yang menunjukkan rata – rata jumlah

inventory pada spesifik poin dalam supply chain, sedangkan horizontal axis menunjukkan kumulatif lead time dari produk baik internal maupun eksternal.

Supply chain response matrix ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan service level kepada konsumen setiap jalur distribusi dengan biaya rendah.

3. Production Variety Funnel

Production variety funnel merupakan teknik pemetaan visual dengan melakukan plot pada sejumlah variasi produk yang dihasilkan dalam tiap tahapan proses manufaktur. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi titik dimana sebuah produk diproses menjadi beberapa produk yang spesifik serta membantu menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat perubahan untuk proses dari produk.

4. Quality Filter Mapping

Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi permasalahan kualitas pada supply chain dan selanjutnya untuk menciptakan tingkat kualitas


(46)

baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti keinginan konsumen. Terdapat tiga tipe cacat kualitas yang dapat digambarkan yaitu :

1. Product defect yaitu cacat fisik produk yang lolos proses inspeksi hingga sampai ketangan konsumen.

2. Scrap defect yaitu cacat fisik produk yang berhasil diidentifikasikan pada proses inspeksi. Cacat jenis ini sering disebut juga dengan

internal defect.

3. Service defect yaitu permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan. Hal yang terkait dengan cacat kualitas pelayanan seperti ketidaktepatan waktu pengiriman (terlambat atau terlalu cepat), permasalahan dokumentasi, kesalahan proses packing maupun labeling, kesalahan jumlah (quantity), dan permasalahan faktur.

5. Demand Amplification Mapping

Demand amplification mapping merupakan pemetaan untuk memvisualisasikan perubahan demand sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Pada pemetaan ini, vertikal axis menggambarkan jumlah demand sedangkan horizontal axis menggambarkan interval waktu. Tool ini dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa lebih lanjut baik untuk mengantisipasi adanya perubahan permintaan memanage


(47)

fluktuasi, mengevaluasi kebijakan batch sizing dan penjadwalan serta evaluasi kebijakan inventory. Mapping ini digambarkan dalam bentuk grafik yang mendeskripsikan jumlah produk untuk tiap – tiap stage pada waktu tertentu dalam proses produksi.

6. Decision Point Analysis

Decision point analysis merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand actual dan setelah titik ini selanjutnya produk dibuat dengan melakukan forecast.

7. Physical Structure

Physical structure merupakan tool yang dapat digunakan untuk memahami sebuah kondisi supply chain di industri. Hal ini diperlukan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan adanya pemahaman tersebut kondisi industri, bagaimana operasi dapat dimengerti. Dan dapat mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan perhatian yang cukup.

Pemakaian tools yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan itu sendiri dan dilakukan dengan menggunakan value stream mapping tools seperti pada table 2.2 berikut :


(48)

Table 2.2. Value Stream Analysis Tools

process activity

supply chain

production variety

quality filter

demand amplification

decision

point phisical

waste/structure mapping

response

matrix funnel mapping mapping analysis structure

over

production L M L M M

waiting H H L M M

transportation H L

unappropriate H M L L

processing

unnecessary M H M H M L

inventory

unnecessary H L

motion

defects L H

Notes : H : high correlation and usefulness M : medium correlation and usefulness L : low correlation and usefulness

Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9

M (medium correlation) : faktor pengali = 3


(49)

2.9 Value Stream Analysis tools

Value stream analysis tools (VALSAT) merupakan metodologi dinamis yang digunakan untuk membuat value stream yang efektif. Metodologi ini secara signifikan memiliki kelebihan dari pada metode tradisional analisa pendekatan perbaikan. Pendekatan VALSAT mampu mencakup pengukuran subyektif dan obyektif untuk dimasukkan dalam suatu perhitungan. Gambarkan dasar dari metode ini dapat dilihat seperti gambaran dasar dari metode ini dapat dilihat seperti pada gambar 2.6 sebagai berikut :

waste structure weight tools [B] competitor analysis

[A] [E] [C] [D]

total weight [F]

Gambar 2.7 Matriks seleksi untuk pemilihan value stream mapping tool.

Pada gambar matriks tersebut, kolom A berisi tujuh waste yang terjadi pada perusahaan. Pada kolom E terdapat pembobotan dari masing – masing waste yang didapatkan dari hasil kuisioner yang diisi oleh bagian yang terkait. Kolom B merupakan tools pada value stream mapping. Kolom C adalah korelasi antara kolom A dan B dimana nilai korelasi antar keduanya ada 3 macam yaitu high correlation

dengan bobot 9, medium correlation dengan bobot 3, low correlation bobot 1. Selanjutnya masing – masing bobot dikalikan dengan bobot yang ada pada kolom D setelah didapatkan hasilnya maka dijumlahkan dan diletakkan pada kolom E .


(50)

2.10 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat juga sering juga disebut diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa adalah suatu diagram yang terdiri dari garis dan design symbol yang menunjukkan arti hubungan antara sebab dan akibat.

Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem / masalah. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan” karena kalau diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.

Diagram ini dimulai dengan akibat sebuah masalah dan membuat daftar terstruktur dari penyebab – penyebab potensial. Diagram ini berguna untuk :

1. Mengumpulkan ide dan masukan – masukan yang merupakan dasar dari brainstorming terstruktur.

2. Mengelompokkan penyebab – penyebab yang mungkin sehingga dapat diidentifikasi banyak kemungkinan daripada hanya menfokuskan pada beberapa area tipikal.

3. Membantu dimulainya fase analisa. Dengan menggunakan fishbone diagram dapat dilakukan identifikasi beberapa penyebab yang diduga menjadi penyebab utama.


(51)

Bentuk umum diagram sebab – akibat ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :

Vincent G asperz Fishbone D iagram

A K IB A T

M oney M aterials

M achines

M anpower M edia M ethods

A kar Penyebab A kar Penyebab A kar Penyebab

A kar Penyebab

A kar Penyebab

A kar Penyebab

Gambar 2.8 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat

Setiap akar dari penyebab masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 5M, yaitu :

1. Manpower (tenaga kerja)

Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih dan tidak berpengalaman), kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dan sebagainya.

2. Machines (mesin - mesin)

Berkaitan dengan tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, terlalu rumit, terlalu panas, dan sebagainya.


(52)

3. Methods (metode kerja)

Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dan sebagainya. 4. Materials (bahan baku dan bahan tambahan)

Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan tambahan yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan tambahan tersebut, dan sebagainya.

5. Media (lingkungan dan waktu kerja)

Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek – aspek kebersihan, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan yang kondusif, kekurangan alat penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan, dan sebagainya.

Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, media dan metode yang saat ini dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi menyimpang dan berpotensi terjadi problem. Dengan menerapkan diagram

Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar penyebab terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.


(53)

2.11 FMEA (failure mode effects analyses)

Failure mode adalah sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan secara spesifikasi maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Dari failure mode ini kemudian dianalisis terhadap akibat dari kegagalan dari sebuah proses terhadap mesin setempat maupun proses lanjutan bahkan konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi dua yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang terjadi pada design proses produksi, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan.

FMEA mengevaluasi penyebab terjadinya kegagalan yang berasal dari peralatan atau operasi-operasi yang tidak diperlukan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. FMEA bertujuan melakukan perbaikan dengan cara:

1. Mengidentifikasikan model-model kegagalan pada konsumen, peralatan dan system.

2. Menentukan akibat-akibat yang potensial pada peralatan, system yang berhubungan dengan setiap model kegagalan.

3. Membuat rekomendasi untuk menambah keandalan komponen, peralatan dan system.

Adapun tahapan-tahapan dari FMEA adalah :

1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa.


(54)

3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan defect potensial pads proses.

4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahan/defect yang terjadi 5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

6. Menetapkan nilai nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point.

7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya.

8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurance, Detection).

9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

10. Buat Implementation action plan, lalu terapkan.

11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah yang sama. Adapun nilai severity, occurance dan detection dijelaskan pada tabel dibawah ini :

1. Severity

Adalah suatu estimasi/perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan itu / seberapa serius kondisi yang ditimbulkan oleh kegagalan.


(55)

Tabel 2.3. Nilai Severity

Ranking Kriteria

1 Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan).Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan meperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

2 3

Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintenance).

4 5 6

Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat

7 8

High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.

9 10

Potential safety problem (masalah keselamatan/keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.

2. Occurrence

Adalah suatu perkiraan subyektif tentang probabilitas/peluang bahwa penyebab itu akan terjadi, akan mengakibatkan failure mode yang memberikan akibat tertentu


(56)

Tabel 2.4. Nilai Occurance

Ranking Kriteria Verbal Tingkat

Kegagalan/ Kecacatan

1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang

mengakibatkan mode kegagalan

1 dalam 1.000.000

2 3

Kegagalan akan jarang terjadi Kegagalan akan jarang terjadi

1 dalam 20.000 1 dalam 40.000

4 5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi Kegagalan agak mungkin terjadi Kegagalan agak mungkin terjadi

1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80

7 8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

1 dalam 40 1 dalam 20

9 10

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2

3. Detection

Merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause.

Tabel 2.5. Nilai Detection

Ranking Kriteria Verbal Tingkat

Kejadian Penyebab

1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif.

Spesifikasi akan dapat dipenuhi secara konsisten

1 dalam 1.000.000

2

3

Kemungkinan kecil bahwa spesifikasi tidak akan dipenuhi

1 dalam 20.000 1 dalam 40.000


(57)

Lanjutan Tabel 2.5. Nilai Detection

Ranking Kriteria Verbal Tingkat

Kejadian Penyebab

4

5

6

Kemungkinan bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang spesifikasi itu tidak dipenuhi.

1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80

7

8

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif.

1 dalam 40 1 dalam 21

9

10

Kemungkinan bahwa spesifikasi produk tidak dapat dipenuhi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif.

1 dalam 8 1 dalam 2

(Gaspersz,2002)

2.12 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, andControl)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan kegiatan bernilai tambah (value added). DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak menghasilkan nilai tambah (non value added). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).


(58)

a. DEFINE

Tahap Define adalah tahap pertama dari proses DMAIC, tahap ini bertujuan untuk menyatukan pendapat dari tim dan sponsor mengenai proyek yang akan dilakukan, baik itu ruang lingkup, tujuan, biaya dan target dari proyek yang akan dilakukan. Tools yang digunakan dalam tahapan Define yaitu :

1. Brainstorming

Suatu tools yang digunakan untuk menghasilkan ide dalam jangka waktu yang pendek, brainstorming juga merangsang kreativitas dalam berpikir tetapi tetap mempertimbangkan semua ide yang telah didapat.

2. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC (supplier-Inputs- Process- Output-Costumer).


(59)

b. MEASURE

Tahap Measure bertujuan untuk mengetahui proses yang sedang terjadi, mengumpukan data mengenai kecepatan proses, kualitas dan biaya yang akan digunakan untuk mengetahui penyebab masalah yang sebenarnya. Tahapan-tahapan pada Measure yaitu :

1. Mengidentifikasi pemborosan

Pada tahap ini waste diidentifikasi secara jelas. Hal ini diperlukan untuk mempermudah dalam pembuatan value stream map.

2. Menentukan tools yang dipakai dan membuat value stream mapping

Pembuatan value stream map, yaitu peta yang memperlihatkan proses nyata secara lebih rinci.

3. Melakukan pengumpulan data untuk perhitungan

Mengandung informasi yang lengkap seperti tahapan proses.

Pengumpulan semua data yang akan dibutuhkan untuk melakukan perhitungan pada tahap measure dengan mengalikan pembobotan waste dengan valsat.

Tools yang digunakan dalam tahapan Measure adalah VALSAT. Value Stream Map yaitu peta yang menggambarkan semua aliran yang terjadi pada suatu proses baik itu informasi maupun fisik. Peta ini sangatlah kompleks bila


(60)

dibandingkan dengan peta yang lain tetapi peta ini paling lengkap dalam memberikan informasi mengenai proses dan biasayan digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan. Cara membuat value stream map :

1. Tentukan produk individual atau pelayanan apa yang akan dibuat 2. Gambarkan aliran proses yang terjadi dalam pembuatan produk atau

layanan

3. Tambahkan aliran fisik/material yang terjadi


(61)

4. Tambahkan aliran informasi yang terjadi

5. Kumpulkan data proses dan hubungkan dengan kotakan pada gambar

     


(62)

6. Verifikasi peta yang dihasilkan

Gambar 2.13 Simbol Value Stream Map Sumber : George, 2005

c. ANALYZE

Tujuan tahap Analyze adalah untuk memverifikasi penyebab yang mempengaruhi

waste. Tahapan pada Analyze :

1. Megidentifikasi waste

2. Melakukan analisa data dan analisa proses. 3. Menentukan akar penyebab masalah

4. Menyusun prioritas akar penyebab permasalahan 5. Melakukan peninjauan ulang terhadap tahap Analyze


(63)

Tools yang digunakan dalam tahapan Analyze :

1. Cause and Effect Diagram

Cause Effect Diagram adalah suatu tools yang membantu tim untuk menggabungkan ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Diagram ini juga biasa disebut dengan diagram fishbone karena bentuknya yang seperti tulang ikan. Masalah yang terjadi dianggap sebagai kepala ikan sedangkan penyebab masalah dilambangkan dengan tulang-tulang ikan yang dihubungkan menuju kepala ikan. Tulang paling kecil adalah penyebab yang paling spesifik yang membangun penyebab yang lebih besar (tulang yang lebih besar).

     


(64)

2. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)

Yaitu suatu pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi kegagalan suatu produk, jasa atau proses sehingga bisa memperkecil akibat yang terjadi. FMEA ini bisa digunakan saat mendesign suatu sistem baru, merubah suatu sistem dll. Pada penelitian ini FMEA digunakan sebagai alat untuk mengetahui jenis kegagalan yang paling kritis sehingga memerlukan penanganan terlebih dahulu. Cara melakukan FMEA:

a) Melakukan peninjauan terhadap proses atau produk yang akan diteliti b) Melakukan brainstorming terhadap kegagalan yang mungkin tejadi c) Tulis akibat yang akan terjadi dari setiap kegagalan yang mungkin

terjadi

d) Hitung nilai Severity dan Occurance dari kegagalan tersebut. Severity

(keparahan) merupakan tingkat/ rating yang mengindikasikan keseriusan efek dari jenis kegagalan potensial sedangkan Occurrence

yaitu rating yang berhubungan dengan probabilitas terjadinya kegagalan.

e) Tulis bentuk control yang yang sudah dilakukan terhadap jenis kegagalan serta hitung nilai detectionnya. Control merupakan tindakan yang diambil untuk mengontrol terjadinya kegagalan.


(65)

bahwa control proses yang ada akan mendeteksi suatu jenis kegagalan pelayanan sebelum sampai kepada pelanggan.

f) Hitung nilai RPN untuk setiap akibat kegagalan dengan cara mengalikan nilai Severity dan Occurance serta Detection

g) Gunakan nilai RPN untuk menentukan kegagalan mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu

h) Buat rencana untuk mengurangi atau menghilangkan akibat yang muncul jika kegagalan tersebut terjadi.

d. IMPROVE

Tujuan tahap Improve adalah menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sebagai rekomendasi perbaiikan waste. Tahapan yang dilakukan pada

Improve :

1. Mencari solusi potensial

Mendokumentasikan semua solusi, analisa statistik atau tools lain yang digunakan untuk mengembangkan solusi, mendaftar semua usulan yang diberikan oleh partisipan proses, pemilik proses.


(66)

2. Memilih dan menyusun prioritas terhadap solusi.

Memprioritaskan solusi yang telah didaftar dari tahap sebelumnya, kemudian memilih solusi yang harus dilaksanakan terlebih dahulu.

e. CONTROL

Tujuan tahap Control adalah untuk melengkapi semua kerja proyek dan menyampaikan hasil proses perbaikan kepada up management. dan memastikan bahwa setiap orang bekerja telah dilatih untuk melakukan prosedur perbaikan yang baru. Tahapan pada Control :

1. Mengadakan pemantauan terhadap hasil implementasi

2. Mendokumentasikan standard operating procedure baru

3. Membuat rencana pengendalian proses

4. Membuat peta perjalanan/ histori proyek

5. Melakukan proses transisi dan pengalihan tanggung jawab .


(67)

2.13 Peneliti Terdahulu

Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun penerapan Lean Manufacturing, maka peneliti menggunakan metode ini dengan melihat peneliti terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan tugas akhir ini, diantaranya adalah :

1. Catur Jurniati Utami, 2009

“Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan (Studi kasus : PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya) ”

Kesimpulan :

Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PK Rosella Baru Surabaya Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan pada pembuatan karung plastik, di dapat nilai rata-rata dari total skor responden seven waste mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu :Menunggu 7,7, Produksi berlebihan 6,8, Transportasi 6,5, Proses yang tidak tepat 4,7, Persediaan yang tidak perlu tepat 4,6, Gerakan yang tidak perlu 2,6, Kecacatan 2,1 dari total responden di lantai produksi.


(68)

Usulan perbaikan perbaikan diberikan berdasarkan tool Process Activity Mapping adalah merubah komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses outerbag yaitu pada mesin tenun dari 7 orang menjadi 9 orang dan didapatkan penurunan waktu produksi sebanyak 31,64 jam (11.11%) serta merubah komposisi tenaga kerja pada proses finishing yaitu pada proses

inserting dari 8 orang menjadi 6 orang sehingga didapatkan penurunan waktu sebanyak 85,41 jam (25,71%). Setelah dibuat rekomendasi perbaikan didapatkan pemanfaatan input (waktu produksi) yang lebih kecil mampu menghasilkan produk (output) yang sama dengan pemanfaatan input awal (waktu produksi sebelum perbaikan). Hal ini menunjukkan dengan adanya rekomendasi perbaikan yang diberikan mampu meningkatkan produktivitas kerja.

2. Ucok James MP Marpaung, 2008

“Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan (Studi kasus : PT. Barata Indonesia (Persero)) ”

Kesimpulan :

Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Surabaya, Dari gambar big picture mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk mesin gilas MG-6 adalah 509,7 jam


(69)

dengan value added time sebesar 1129,1 jam dan Jumlah ragam aktivitas yang termasuk value adding activity adalah operasi dengan 566 aktivitas (40,3%)

necessary non value adding activity 491 aktivitas (35%) dan yang tergolong

non value adding activity 364 aktivitas (24,7%)

Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa terdapat 3 jenis pemborosan yang paling sering terjadi yaitu : gerakan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat dan cacat dalam proses pembuatan mesin gilas MG-6 di PT. Barata Indonesia (Persero).

Perbaikan berdasarkan tool PAM menambah komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan, Perbaikan berdasarkan tool QFM agar tenaga kerja lebih konsentrasi dalam memahami gambar teknik., Setelah perbaikan didapat pemanfaatn input (waktu produksi) yang lebih kecil mampu menghasilkan produk sama dengan input awal (waktu sebelum perbaikan) dan mampu meningkatkan produktivitas kerja.

3. Suprijotomo, 2007

“ Estimasi Pengurangan Biaya dan Waktu Dengan Lean Manufacturing Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi kasus Bagian Fabrikasi Mesin PT. Varia Usaha - Gresik). “


(70)

Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Varia Usaha - Gresik,. Penelitian ini untuk mengestimasi usaha perbaikan dilakukan pada produk Cement Bulk Tank dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah atau waste sehingga lead time produksi dan biaya bisa dikurangi.

Dari proses pengolahan data, diperoleh mapping yang terpilih yaitu Process Activity Mapping dan Supply Chain Response Matrix. Hasil pengolahan Process Activity Mapping diketahui bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 84.815 menit.


(71)

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam pengambilan data pada tugas akhir ini, penulis mengambil dan mengumpulkan data dari PT. Philips Indonesia yang memproduksi bola lampu, pabrik ini berada di jl. Rungkut Industri IV / 18A. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei 2010 sampai data yang diperlukan sudah cukup.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi variabel terdapat variabel-variabel yang didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam penerapan Lean Manufacturing beserta definisi operasionalnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berubah-ubah dan mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, variabel tersebut meliputi :

1. Produksi berlebihan (over production)

Overproduction merupakan kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan / keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.


(72)

Waiting adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan.

3. Transportasi (transportation)

Bahan baku yang disediakan oleh vendor biasanya tidak dikirim langsung di tempat pekerjaan tetapi ditampung dahulu di gudang kemudian diangkut menuju workshop.

4. Proses yang tidak tepat (unappropriate processing)

Terjadi dalam situasi dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi.

5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory)

Persediaan yang tidak perlu dapat berupa penyimpanan inventory

melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa.

6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion)

Melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk.


(73)

7. Kecacatan (defect)

Cacat terjadi dalam empat cara yaitu ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan klaim dari pelanggan.

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas, adapun variabel bebas terikat dalam penelitian ini adalah mereduksi kegiatan yang tidak menghasilkan nilai tambah (Value Adding Activity, Non Value Adding Activity, Necessary Non value Adding activity).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap objek yang akan diteliti atau data yang langsung diperoleh dari dalam perusahaan. Pengambilan data tersebut dilakukan di PT. Philips Indonesia dengan cara menyebarkan kuisioner dan wawancara. Penyebaran kuisioner ditujukan kepada pegawai atau karyawan yang mengerti kondisi di lantai produksi begitu juga malakukan wawancara. Data sekunder dikumpulkan dari arsip yang sudah ada di perusahaan, antara lain: Hasil produk dan spesifikasinya, variasi bahan baku, variasi mesin dan karakteristiknya dan layout lantai produksi.


(1)

 

faktor manusia (RPN=90) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan teguran atau sanksi pada operator yang bercanda. c. Waste kecacatan dari faktor mesin (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti cutter sebelum cutter itu aus, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin, faktor metode (RPN=168) dengan usulan perbaikannya adalah penjadwalan perawatan mesin secara berkala agar tidak menyebabkan ketidakjelasan dalam mengganti rubber, faktor manusia (RPN=150) usulan perbaikannya meningkatkan konsentrasi operator dengan memperhatikan makanan dan kesehatan dan juga jam istirahat yang cukup, faktor material (RPN=126) usulan perbaikannya material dijaga dalam penyimpanan nya agar tidak mmepengaruhi dalam proses produksi. d. Waste proses yang tidak tepat dari faktor mesin (RPN=168) usulan perbaikannya perlu adanya penambahan mesin baru yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, faktor metode (RPN=120) usulan perbaikannya perlu adanya komunikasi yang baik tiap penanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan dalam proses produksi, factor material (RPN=108) usulan perbaikannya memeriksa material apakah material itu siap untuk diproses, faktor manusia (RPN=90) usulan perbaikannya perlunya menambah konsentrasi operator dalam menjalankan mesin dengan memperhatikan kesehatannya dan training jika ada penambahan mesin baru


(2)

108

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian di PT.Philips Indonesia dengan penerapan Lean Manufacturing adalah sebagai berikut :

1. Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan di lantai produksi pembuatan lampu neon dan pengolahan yang dilakukan dapat diketahui tipe-tipe seven waste dalam lean manufacturing mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah menunggu (7,58), transportasi (6,44), kecacatan (5,75), proses yang tidak tepat (4,39), persediaan yang tidak perlu (3,89), gerakan yang tidak perlu (3,61), dan produksi berlebihan (2,89).

2. Adapun usulan rencana perbaikan berdasarkan nilai RPN terbesar yang didapatkan dari tabel FMEA, adalah sebagai berikut: a. Waste menunggu dari faktor manusia (RPN = 210) dengan usulan perbaikannya adalah sebaiknya pengecekan kualitas awal material dan membuat ukuran perbandingan yang baik untuk bahan baku seperti ukuran pengisian gas argon pada tube agar tidak terjadi pengecekan ulang sehingga menunggu yang begitu lama dapat dikurangi, faktor metode (RPN=150) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan penjadwalan penggantian craft berdasar data historis, melakukan pencatatan kapan terakhir kali dilakukan penggantian craft, diadakan pelatihan tentang prosedur kerja yang tepat, faktor manusia (RPN=120) dengan usulan


(3)

perbaikannya adalah sebaiknya melakukan teguran dan sanksi kepada operator jika sering melakukan kesalahan, mengawasi kinerja operator dengan lebih intensif, faktor mesin (RPN=96) dengan usulan perbaikannya adalah membersihkan mesin setiap awal shift, melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin pada awal dan akhir shift agar kondisi tetap terjaga. b. Waste transportasi dari faktor metode (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah dibuat standart operasi untuk setting mesin sehingga operator tidak lupa / lalai melakukan pengecekan, faktor mesin (RPN=162) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti peralatan yang lebih sederhana menjadi semi otomatis, merubah tata letak mesin agar tidak terlalu berjauhan, faktor material (RPN=126) merubah layout pabrik agar dekat dengan area persiapan raw material, faktor manusia (RPN=90) dengan usulan perbaikannya adalah melakukan teguran atau sanksi pada operator yang bercanda. c. Waste kecacatan dari faktor mesin (RPN=192) dengan usulan perbaikannya adalah mengganti cutter sebelum cutter itu aus, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin, faktor metode (RPN=168) dengan usulan perbaikannya adalah penjadwalan perawatan mesin secara berkala agar tidak menyebabkan ketidakjelasan dalam mengganti rubber, faktor manusia (RPN=150) usulan perbaikannya meningkatkan konsentrasi operator dengan memperhatikan makanan dan kesehatan dan juga jam istirahat yang cukup, faktor material (RPN=126) usulan perbaikannya material dijaga dalam penyimpanan nya agar tidak mmepengaruhi dalam proses produksi. d. Waste


(4)

110

proses yang tidak tepat dari faktor mesin (RPN=168) usulan perbaikannya perlu adanya penambahan mesin baru yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, faktor metode (RPN=120) usulan perbaikannya perlu adanya komunikasi yang baik tiap penanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan dalam proses produksi, factor material (RPN=108) usulan perbaikannya memeriksa material apakah material itu

5.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang diberikan kepada perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini :

1. Perusahaan hendaknya mensosialisasikan kepada seluruh elemen karyawan di perusahaan tentang waste/pemborosan, bagaimana cara meminimumkannya dalam suatu proses produksi sehingga efisiensis kerja perusahaan dapat ditingkatkan.

2. Perusahaan hendaknya melakukan pembenahan terhadap permasalahan kerja yang ada (waste yang terjadi) sehingga biaya atau ongkos produksi bisa diminimasi.


(5)

Hidayati, Tatit. 2006, “Pendekatan Time Study untuk perbaikan proses produksi guna menunjang penerapan Lean Manufacturing (Studi kasus : Departemen GLS, Group A, PT. Philips Lighting Indonesia)”

Hines, P. and N. Rich., 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, Cardiff, UK. International Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No.1, pp.46-04.

Hines, P., 2002. Value Stream Mapping: Theory and Case. Cardiff University.

Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”. Lean Enterprise Research Center Cardiff Bussines School, USA.

James, Ucok. MP., 2008. Pengurangan Waste di Lantai Produksi dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan Produktivitas Kerja Perusahaan Studi Kasus : PT. Barata Indonesia (Persero). Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

James P. Womack & Daniel T.Jones., 2003. Lean Thinking, Banish Waste and Create Wealth In Your Coporation. Free Pres, New York

Jeffrey, K.Liker., 2006. The Toyota Way. Diterjemahkan oleh Gina Gania, S.T., M.B.A., Jakarta : Penerbit Erlangga

Juniarti, Catur. U., 2008, “Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PK Rosella Baru Surabaya”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Universitas Pembangunan Nasional Surabaya.


(6)

Rawabdeh, I., 2005, “A model for the assessment of waste in job shop environments“, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 8, pp. 800-822.