PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN BAGI SISWA KELAS III SDN SENENG, WONOSARI TAHUN AJARAN 2016/2017.

(1)

i

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

POKOK BAHASAN PECAHAN BAGI SISWA KELAS III SDN SENENG, WONOSARI

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Rachmawati NIM 13108241020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.” (Evelyn Underhill)


(6)

vi

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah, ibunda, dan adikku tercinta

2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Nusa dan bangsa


(7)

vii

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

POKOK BAHASAN PECAHAN BAGI SISWA KELAS III SDN SENENG, WONOSARI

TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh: Rachmawati NIM 13108241020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan pecahan pada siswa kelas III. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Seneng, Wonosari, Gunungkidul Tahun Ajaran 2016/ 2017.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SD Negeri Seneng yang berjumlah 17 siswa terdiri dari 13 siswa laki – laki dan 4 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan model Kemmis&Mc Taggart. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian dengan menerapkan model quantum learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan pecahan siswa kelas III SD Negeri Seneng. Dilihat dari tes pra siklus diperoleh nilai rata – rata 60,36 dengan ketuntasan belajar 28,57% sedangkan pada siklus I diperoleh nilai rata – rata 97,86 dengan ketuntasan 100% dan pada siklus II diperoleh nilai rata – rata 98,57 dengan ketuntasan belajar 100%. Begitupula dengan hasil observasi aktivitas siswa yang mengalami peningkatan, pada siklus I yaitu 91,86% dan pada siklus II meningkat menjadi 96,46%.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Penerapan Model Quantum Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Pecahan Bagi Siswa Kelas III SDN Seneng, Wonosari Tahun Ajaran 2016/2017”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di kampus tercinta ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memperlancar dalam perolehan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar FIP UNY yang telah memberikan kemudahan dalam terlaksananya skripsi ini.

4. Bapak Sri Rochadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak/ Ibu dosen PGSD yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat selama di bangku perkuliahan.

6. Seluruh staff dan karyawan UNY, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5


(11)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Hasil Belajar ... 7

B. Kajian tentang Materi Pecahan ... 9

C. Kajian tentang Matematika di Sekolah ... 14

D. Kajian tentang Pembelajaran Matematika di SD ... 16

E. Kajian tentang Karakteristik Siswa SD ... 17

F. Kajian tentang Model Quantum Learning ... 19

G. Kajian Penelitian yang Relevan ... 25

H. Kerangka Pikir ... 26

I. Hipotesis Tindakan ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Definisi Operasional ... 29

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 30

D. Setting Penelitian ... 30

E. Desain Penelitian ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

G. Instrumen Penelitian ... 39

H. Teknik Analisis Data ... 43

I. Indikator Keberhasilan ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46


(12)

xii BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1.

Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15.

SK dan KD Materi Matematika Kelas III SD ... 9

KD dan Indikator Materi Pecahan ... 32

Rancangan Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 1 ... 34

Rancangan Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 2 ... 36

Kisi-kisi Instrumen Tes ... 40

Kisi-kisi Instrumen Observasi Kegiatan Guru ... 41

Kisi-kisi Instrumen Observasi Kegiatan Siswa ... 42

Persentase Kriteria Keberhasilan ... 43

Nilai Pretest pada Tahan Pra Siklus ... 47

Nilai Hasil Pra Siklus dan Siklus I ... 54

Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 57

Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 59

Nilai Hasil Tes Siklus I dan Siklus II ... 66

Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 ... 70


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8.

Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmiss&Taggart ... 31

Diagram Nilai Rata-rata Hasil Tes Pra Siklus dan Siklus I ... 55

Diagram Ketuntasan Belajar Pada Pra Siklus dan Siklus I ... 55

Diagram Nilai Rata-rata Hasil Tes Siklus I dan Siklus II ... 67

Diagram Nilai Rata-rata Hasil Tes Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II .. 67

Diagram Ketuntasan Belajar Pada Siklus I dan Siklus II ... 68

Diagram Ketuntasan Belajar Pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II .. 68

Diagram Hasil Obseervasi Aktivitas Siswa ... 74 hal


(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20.

Lembar Soal Pretest ... 87

Kunci Jawaban Soal Pretest ... 91

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 92

Lembar Soal Posttest Siklus I ... 105

Kunci Jawaban Soal Posttest Siklus I ... 107

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 108

Lembar Soal Posttest Siklus II ... 123

Kunci Jawaban Soal Posttest Siklus II ... 125

Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 126

Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 128

Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 ... 130

Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 132

Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan 1 ... 134

Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan 2 ... 136

Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan 1 ... 138

Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan 2 ... 140

Data Nilai UTS Matematika Siswa Kelas III SD Negeri Seneng .. 142

Surat Pernyataan Validator Instrumen ... 143

Dokumentasi Penelitian ... 144

Surat Izin Penelitian ... 145


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal penting yang harus diberikan kepada manusia. Pendidikan memiliki fungsi untuk menyiapkan manusia menjadi pribadi yang utuh sehingga dapat melaksanakan hidupnya dengan baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia (Dwi Siswoyo dkk, 2013: 20). Oleh karena itu, negara perlu memfasilitasi warganya untuk mendapatkan pendidikan. Indonesia memiliki tujuan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, salah satunya adalah men cerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu Indonesia perlu mengelola sistem pendidikan yang baik guna terlaksananya penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Indonesia memiliki undang – undang yang mengatur secara khusus sistem pendidikan nasional yaitu Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003. Undang – undang tersebut menyebutkan fungsi pendidikan pada BAB II Pasal 3 sebagai berikut (http://bsnp-indonesia.org).

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Fungsi pendidikan sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 akan terwujud apabila dilaksanakan proses pembelajaran sebagai wahana untuk transfer illmu pengetahuan. Satuan pendidikan di Indonesia melaksanakan tiga jalur pendidikan meliputi jalur formal, nonformal, dan informal. Satuan pendidikan jalur formal dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar yang meliputi sekolah


(17)

2

dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI). Peranan pendidikan dasar ditinjau dari tujuan pendidikan memiliki peranan awal bagi perkembangan pribadi serta peningkatan diri sendiri (Imam Barnadib, 1995: 42). Pada jenjang pendidikan dasar, siswa mengenal pengetahuan – pengetahuan dasar sebagai bekal untuk ke jenjang selanjutnya maupun untuk menyelesaikan masalah sehari – hari.

Proses pembelajaran yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar khususnya sekolah dasar, siswa menerima berbagai materi pelajaran. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 7 ayat 3 (http://bsnp-indonesia.org), menyatakan bahwa kelompok mata pelajaran IPTEK untuk SD salah satu muatannya adalah matematika. Matematika yang dipelajari di sekolah memiliki fungsi untuk meningkatkan ketajaman penalaran dan membantu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari – hari (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 68). Berdasarkan kurikulum KTSP, hal yang melatarbelakangi perlunya mata pelajaran ini untuk dicantumkan adalah untuk membekali kemampuan siswa dalam berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan bekerja sama.

Penelitian ini mengambil subjek siswa kelas III di SD Negeri Seneng pada mata pelajaran matematika pokok bahasan pecahan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan Bapak Sumbogo S.Pd., nilai rata – rata Ulangan Tengah Semester siswa kelas III pada mata pelajaran matematika sebesar 56,41 dengan ketuntasan belajar secara klasikal hanya 11,76%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa hasil belajar matematika siswa kelas III masih rendah dan belum sesuai dengan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan yaitu 75.


(18)

3

Materi matematika di kelas III salah satunya tentang mengenal pecahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas III, materi ini masih dirasa sulit untuk dipelajari. Bapak Sumbogo juga memberikan keterangan bahwa materi pecahan masih sulit dipelajari oleh siswa kelas III. Metode yang digunakan oleh guru untuk mengajarkan pecahan masih dominan dengan ekspositori dan pemberian tugas. Pada saat proses pembelajaran siswa dalam kondisi tenang karena siswa ada yang mengantuk, bermain sendiri dengan mainan yang dibawanya di bawah laci meja, dan ada yang mengobrol dengan teman di belakangnya dengan berkirim surat. Saat guru melakukan kegiatan tanya jawab, hanya dua atau tiga siswa yang merespon.

Permasalahan pada proses pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan di kelas III dapat diatasi dengan menerapkan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah quantum learning. Penerapan model pembelajaran quantum learning diharapkan dapat membuat proses pembelajaran menjadi menyenangkan sehingga hasil belajar dapat meningkat. Pemilihan model quantum learning disesuaikan dengan materi yang menjadi pokok permasalahan, yaitu tentang pecahan. Alasan lain yang mendasari untuk menerapkan model pembelajaran quantum learning, antara lain.

Pertama, quantum learning memiliki kerangka rancangan EEL Dr. C (Enroll, Experience, Label, Demonstrate, Review, Celebrate) (DePorter, Bobbi., Reardon, Mark. & Nourie, Sarah Singer, 1999: 10) atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan) (DePorter, Bobbi., Reardon, Mark. & Nourie, Sarah Singer,


(19)

4

1999, terjemahan Ary Nilandari, 2004: 10). Kerangka rancangan TANDUR akan membawa siswa belajar matematika mulai dari hal yang konkret. Seperti halnya teori Piaget, Dienes, dan Skemp yang menganjurkan untuk belajar matematika mulai dari konkret ke abstrak (Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014: 81), sehingga kegiatan ini sesuai dengan tahap perkembangan siswa usia sekolah dasar yang memasuki periode operasional konkret.

Kedua, quantum learning memiliki prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, berawal dari pengalaman, menghargai setiap usaha, dan merayakan setiap keberhasilan (Bobby DePorter, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie, 1999, terjemahan Ary Nilandari, 2004: 7 – 8). Semua siswa akan terlibat aktif selama proses pembelajaran. Suasana belajar yang menyenangkan, motivasi, perhatian, merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Penerapan prinsip quantum learning diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang

menyenangkan sehingga hasil belajar akan meningkat.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model quantum learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada pokok bahasan pecahan di SDN Seneng. Adapun

judul dari penelitian ini adalah “Penerapan Model Quantum Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Pecahan bagi Siswa Kelas III SDN Seneng, Wonosari, Tahun Ajaran 2016/ 2017.”


(20)

5 B.Identifikasi Masalah

1. Nilai rata – rata Ulangan Tengah Semester matematika sebesar 56,41 dengan ketuntasan belajar secara klasikal hanya 11,76%. Nilai tersebut masih di bawah KKM yang ditetapkan yaitu 75.

2. Siswa masih kesulitan mempelajari materi pecahan.

3. Siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika.

4. Metode yang digunakan guru untuk mengajarkan pecahan masih dominan ekspositori dan penugasan.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini akan membatasi pada penerapan model quantum learning untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan mengenal pecahan sederhana dan membandingkan pecahan sederhana bagi siswa kelas III SDN Seneng, Wonosari Tahun Ajaran 2016/ 2017.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan model quantum learning untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan mengenal pecahan sederhana dan membandingkan pecahan sederhana bagi siswa kelas III SDN Seneng, Wonosari Tahun Ajaran 2016/ 2017?”

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN Seneng melalui penerapan model quantum


(21)

6

learning pada pokok bahasan mengenal pecahan sederhana dan membandingkan

pecahan sederhana. F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Memberi wawasan kepada peneliti selanjutnya tentang penerapan model quantum learning dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

1) Meningkatkan aktivitas siswa saat proses pembelajaran. 2) Pembelajaran akan lebih menarik dan tidak membosankan. b. Bagi Guru

1) Guru dapat memperoleh pengalaman menerapkan model – model pembelajaran yang inovatif.

2) Guru dapat mengembangkan kemampuan merencanakan metode dan strategi yang tepat sesuai materi ajar.

c. Bagi Kepala Sekolah

Memberikan masukan dalam mengembangkan model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.


(22)

7 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian tentang Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2010: 54), hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom (Purwanto, 2010: 50) membagi dan menyusun secara hirarkis tingkat hasil belajar kognitif menjadi enam tingkatan, yaitu hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (5), dan evaluasi (C6). Krathwohl (Purwanto, 2010: 51) membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Simpson (Purwanto, 2010: 53) mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam yaitu, persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa gerakan kompleks dan kreativitas.

Menurut Nana Sudjana (2009: 3), hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh karena itu, perlu adanya tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan untuk dicapai oleh siswa sebagai acuan dalam penilaian. Klasifikasi hasil belajar yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris merupakan pembagian ranah yang dipakai oleh Benyamin Bloom (Nana Sudjana 2009: 22-23).


(23)

8 a. Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan intermalisasi.

c. Ranah psikomotoris

Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni 1) gerakan refleks, 2) keterampilan gerakan dasar, 3) kemampuan perseptual, 4) keharmonisan atau ketepatan, 5) gerakan keterampilan kompleks, dan 6) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitif memang yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah bentuk penilaian untuk mengukur sejauh mana tujuan instruksional telah dicapai oleh siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.


(24)

9 B.Kajian tentang Materi Pecahan

Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 (http://bnsp-indonesia.org), mata pelajaran matematika materi pecahan diajarkan di kelas III semester 2 Sekolah Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pokok bahasan pecahan adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Matematika Kelas III SD

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah.

3.1 Mengenal pecahan sederhana 3.2 Membandingkan pecahan sederhana 3.3Memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana.

Pada penelitian ini, peneliti membatasi materi yang diteliti adalah kompetensi dasar mengenal pecahan sederhana dan membandingkan pecahan sederhana.

Menurut Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou (2014: 125), pecahan adalah perbandingan dua bilangan cacah dengan pembagi bukan nol dan dinyatakan dalam (b bukan nol). Menurut Heruman (2008: 43), pecahan adalah bagian dari sesuatu yang utuh. Pada ilustrasi gambar, biasanya bagian yang dimaksud biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian yang diarsir dinamakan pembilang sedangkan bagian yang utuh dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bagian dari keseluruhan yang dinyatakan dua bilangan cacah dengan pembagi bukan nol.

Materi pertama yang diajarkan adalah mengenal pecahan sederhana. Beberapa kegiatan berikut yang dapat dilakukan untuk membantu mengenalkan arti pecahan pada siswa (Sri Subarinah, 2006: 80 – 82).


(25)

10

1. Pecahan dapat diajarkan sebagai perbandingan bagian yang sama dari suatu benda terhadap keseluruhan benda itu. Benda yang digunakan harus teratur artinya benda mempunyai bentuk teratur dan benda sejenis harus sama besar atau sama panjang agar benda – benda tersebut mudah dibagi. Benda yang digunakan misalnya apel, kue bolu, kue bika, semangka, dan lain – lain. Tahap selanjutnya bisa melalui tahap semikonkret misalnya menggunakan gambar – gambar benda konkret, seperti gambar roti bolu, gambar semangka, gambar lingkaran, gambar persegi.

2. Pecahan dapat diajarkan sebagai perbandingan himpunan bagian yang sama dari suatu himpunan terhadap keseluruhan. Guru menyiapkan empat kelereng dengan tiga kelereng berwarna merah dan satu kelereng berwarna putih. Maka banyaknya kelereng yang berwarna putih adalah seperempat bagian dari seluruh kelereng yang dibawa guru. Dan banyaknya kelereng yang berwarna merah adalah tigaperempat bagian dari seluruh kelereng yang dibawa guru. 3. Pengenalan pecahan dapat juga menggunakan kertas. Siswa diminta untuk

membuka dan menutup lipatan sehingga mereka merasakan bahwa satu lembar kertas mempunyai dua lipatan yang sama bentuk dan ukuranya. Kemudian memperkenalkan kepada siswa bahwa satu bagian lipatan dari dua lipatan yang sama disebut setengah atau satu per dua atau seperdua dan ditulis dengan lambang bilangan pecahan .

Setelah siswa mengenal pecahan sederhana, selanjutnya siswa diajak untuk memahami penulisan pecahan. Guru dapat menggunakan karton, kemudian membagi – bagi daerah menjadi bagian – bagian tertentu.


(26)

11

Pada penulisan pecahan perlu ditekankan adanya pembilang dan penyebut, serta adanya ruas garis yang membatasi antara pembilang dan penyebut. Untuk lebih memahami penulisan pecahan, siswa diminta untuk menuliskan pecahan sebanyak

– banyaknya (Sri Subarinah, 2006: 82).

Materi kedua yang diajarkan adalah membandingkan pecahan sederhana. Pertama, materi membandingkan pecahan dapat diajarkan dengan menggunakan alat peraga menggunakan konsep lebih panjang. Jadi pecahan yang diwakili kertas yang lebih panjang maka pecahan tersebut lebih besar. Setelah konsep ini tertanam, siswa dibimbing untuk memahami perbandingan pecahan tanpa alat peraga (Sri Subarinah, 2006: 85).

Bagian yang diarsir menunjukkan Bagian yang tidak diarsir menunjukkan

Sepertiga Setengah

Seperempat

Seperenam

Seperdelapan

Setengah Dua-pertiga

Tiga-perempat

Lima-perenam


(27)

12

Kedua, membandingkan pecahan sederhana dapat menggunakan garis bilangan. Misalnya diminta membandingkan antara pecahan lebih besar atau lebih kecil dari pecahan .

Setelah memerhatikan gambar di atas, maka dapat menentukan nilai suatu bilangan pecahan. Pecahan terletak di sebelah kanan ; maka lebih besar daripada ; dapat ditulis > (Nur Fajariyah dan Defi Triratnawati, 2008: 140).

Ketiga, membandingkan pecahan dapat dilakukan dengan pecahan senilai. Jika penyebut sama cukup dibandingkan pembilangnya, yaitu pecahan yang lebih besar adalah pecahan dengan pembilang lebih besar. Jika penyebut berbeda, membandingkan pecahan dapat menggunakan pecahan senilai. Cara menentukan pecahan senilai dengan mengalikan atau membagi pembilang dan penyebut semula dengan bilangan yang sama. Untuk itu, luas daerah bentuk geometri seperti daerah persegi panjang, bujur sangkar, lingkaran, dan lain – lain dapat kita gurnakan untuk menunjukkan pecahan senilai tersebut. Uraian berikut ini akan menunjukkan bahwa = = = , dan seterusnya, dengan menggunakan luas daerah bujur sangkar.


(28)

13

Perhatikan daerah bujur sangkar di samping ini. Seluruh daerah itu mewakili bilangan 1, sehingga bagian berbayang – bayang mewakili bilangan .

Pada daerah bujur sangkar tersebut sekarang ditambahkan garis pembagi yang tegak. Akibatnya bagian seluruh daerah menjadi 2 kali lebih banyak (dari 2 menjadi 4 bagian) begitu juga baigan yang berbayang – bayang (dari 1 menjadi 2). Maka baigan yang berbayang – baying mewakili bilangan

atau . Jadi , sebab ataupun

diwakili oleh bagian yang berbayang – bayang.

Sekarang gambar I ditambah dengan dua garis pembagi tegak sehingga terjadi bagian – bagian sama seperti gambar iii. Banyaknya bagian seluruh daerah sekarang menjadi 3 kali banyaknya semula (dari 2 menjadi 6), demikian pula banyaknya bagian dari bagian yang berbayang – bayang (dari 1 menjadi 3). Jadi =

, sebab masing – masing ditunjukkan oleh bagian daerah yang berbayang – bayang.

Selanjutnya gambar I ditambah dengan 3 garis pembagi tegak, sehingga terdapat bagian – bagian yang sama. Dengan ara seperti di atas, didapatkan bahwa: =

dan seterusnya. i

ii

iii


(29)

14

Dari uraian di atas nampak bahwa pecahan senilai dapat diperoleh dengan mengalikan atau membagi pembilang dan penyebut semula dengan bilangan yang sama. Dengan rumus ditulis

(Darhim dkk, 1991: 166 – 168). Keempat, membandingkan pecahan dapat dilakukan dengan cara perkalian silang sebagai berikut (Heruman, 2008: 55).

C.Kajian tentang Matematika di Sekolah

Karakteristik matematika sekolah menurut Ebbutt dan Straker, 1995: 10-63 (Marsigit, 2003: 2-3) sebagai berikut.

1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan

Hal – hal yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan pembelajaran yaitu siswa melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola – pola untuk menentukan hubungan; Melakukan percobaan dengan berbagai cara; Menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan lain sebagainya; Menarik kesimpulan umum; Memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan lainnya.

2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan

Dalam pembelajaran matematika, guru memberikan dorongan kepada siswa untuk berinisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda;

1 × 4 = 4 dan 2 × 1 = 2 4 > 2 >

1 × 3 = 3 dan 6 × 1 = 6 3 < 6 <


(30)

15

Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan; Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan; Menemukan struktur dan desain matematika; Menghargai penemuan siswa lain; Berfikir refleksif; Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.

3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

Guru menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika; Membantu siswa memecahkan masalah matematika menggunakan caranya sendiri; Membantu mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika; Mendorong untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/ catatan; Mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan; Membantu mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/ media pendidikan matematika.

4. Matematika sebagai alat berkomunikasi

Guru dapat mendorong siswa mengenal sifat matematika; Membuat contoh sifat matematika; Menjelaskan sifat matematika; Memberikan alasan perlunya kegiatan matematika; Membicarakan persoalan matematika; Membaca dan menulis matematika; Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

Kaitannya karakteristik matematika dengan materi pecahan di kelas III, yaitu matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan. Pembelajaran dengan materi pecahan mendorong siswa untuk


(31)

16

melakukan kegiatan kreatif yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan. Pecahan memang dekat dengan kehidupan sehari - hari. Melalui kegiatan praktik salah satunya dengan memotong kue brownis, mendorong siswa untuk berinisiatif serta kemampuan memperkirakan.

D.Kajian tentang Pembelajaran Matematika di SD

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat membelajarkan matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang kompleks (Sri Subarinah, 2006: 1).

Menurut Heruman (2008: 2-3), konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Berikut adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep matematika.

1. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum,

yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Dalam pembelajaran konsep dasar ini,

media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar lebih memahami suatu konsep matematika.


(32)

17

3. Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari peneneman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Proses pembelajaran matematika di SD dimulai dengan hal yang konkret ke yang abstrak agar siswa mudah menerima materi. Untuk membelajarkan matematika agar lebih menarik dapat dilakukan menggunakan permainan. Menurut Dienes (Pitadjeng, 2006: 28), permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. E.Kajian tentang Karakteristik Siswa SD

Menurut Hamzah B. Uno (2006: 20), karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas seorang siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimilikinya. Perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang dialami manusia selama hidupnya. Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2013: 9), perkembangan manusia merupakan proses yang kompleks yang dapat dibagi menjadi empat aspek utama yaitu perkembangan fisik, intelektual yang termasuk kognitif dan bahasa, serta emosi, dan sosial yang didalamnya juga termasuk perkembangan moral. Pembahasan pada kajian ini dibahas perkembangan kognitif khususnya usia sekolah dasar. Menurut Piaget (Desmita, 2011: 101), tahap perkembangan kognitif dibagi menjadi 4 periode sebagai berikut.


(33)

18 2. Periode Praoperasional (2 – 7 tahun)

3. Periode Operasional Konkret (7 – 11 tahun) 4. Periode Operasional Formal (11 tahun – dewasa)

Menurut Piaget (Pitadjeng, 2006: 28), perkembangan belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak. Kegiatan yang dilakukan pada tahap konkret adalah anak mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Tahap semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Pada tahap semi abstrak memanipulasi/ melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/ simbol atau membaca/ mendengar secara verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret.

Siswa kelas III SD berada pada usia 8 atau 9 tahun. Berdasarkan pendapat Piaget, siswa kelas III memasuki tahap operasional konkret (7 – 11 tahun). Anak – anak usia ini memiliki karakteristik yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran (Desmita, 2011: 35).

Selain itu, pada tahap operasional konkret anak mampu melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Dengan kata lain,


(34)

19

bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkret, maka anak belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik (Siti Rahayu H, 2004: 223). Berdasarkan teori tentang perkembangan siswa kelas III SD, maka perlu pembelajaran dengan menggunakan objek-objek konkret maupun permainan yang menyenangkan. F. Kajian tentang Model Quantum Learning

Model pembelajaran merupakan landasan dalam praktik pembelajaran yang dirancang berdasarkan hasil analisis implementasi kurikulum (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 153). Untuk itu, model pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai landasan dalam praktik pembelajaran matematika. Macam – macam model pembelajaran matematika dikenal banyak ragamnya. Berdasarkan buku Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika karya Ali Hamzah dan Muhlisrarini, diuraikan 9 model pembelajaran yaitu model kolaboratif, kuantum, kooperatif, tematik, sosial, perilaku, behavorisme, cognitivisme, constructivisme. Diantara model – model pembelajaran tersebut, model yang sesuai untuk diterapkan pada penelitian ini adalah model kuantum.

Tokoh pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah Bobbi DePorter seorang ibu rumah tangga yang mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di Supercamp sejak tahun 1982. Pembelajaran kuantum merupakan hasil dari berbagai teori dan berbagai pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/ neurolinguistik. Selain itu, diperoleh pula dari pandangan pribadi dan temuan empiris yang diperoleh Bobbi DePorter. Quantum learning juga menggunakan konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain,


(35)

20

yaitu: 1. Teori otak kanan/ kiri 2. Teori otak triune (3 in 1) 3. Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) 4. Teori kecerdasan ganda 5. Pendidikan holistik (menyeluruh) 6. Belajar berdasarkan pengalaman 7. Belajar dengan simbol (metaphoric learning) 8. Simulasi/ permainan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat diambil kesimpulan bahwa quantum learning merupakan model pembelajaran yang dibuat menyenangkan dan bermakna sehingga dapat memaksimalkan kemampuan siswa.

Quantum learning memiliki kerangka pembelajaran yang disingkat dengan

istilah TANDUR. Dalam versi Bahasa Inggris, TANDUR dikenal dengan istilah EEL Dr. C (Enroll, Experience, Label, Demonstrate, Review, Celebrate)

a. Enroll: Hook them, create intrigue, satisfy WIIFM

b. Experience: Give then an in-body experience of learning; create a

“need to know”.

c. Label: Drop the “data” in at the moment of peak intrigue.

d. Demonstrate: provide this opportunity for them to connect experience

with the new data, so they internalize it and make it personal.

e. Review: Cement the big picture.

f. Celebrate: Remember, if it’s worth learning, it’s worth celebrating!

Celebrating anchors learning with positive association. (DePorter, Bobbi., Reardon, Mark. & Nourie, Sarah Singer, 1999: 89).

Kerangka TANDUR dapat diterapkan untuk mata pelajaran apapun, tingkat kelas, dan siapapun pendengarnya. Kerangka ini menjamin siswa akan tertarik dan berminat pada setiap pelajaran (DePorter, Bobbi., Reardon, Mark. & Nourie, Sarah Singer, 1999, terjemahan Ary Nilandari, 2004: 88).

Tahapan kerangka TANDUR dijabarkan pada langkah berikut (DePorter, Bobbi., Reardon, Mark. & Nourie, Sarah Singer, 1999, terjemahan Ary Nilandari, 2004: 90-93).


(36)

21 a. Tumbuhkan

Menumbuhkan minat dan menunjukkan kepada siswa, apakah manfaatnya bagi mereka? (AMBAK). Strategi yang dilakukan dapat melalui pertanyaan, pantomime, lakon pendek dan lucu, drama, video, cerita. Contoh pembelajaran:

“Berapa banyak dari kalian yang menginginkan kesempatan untuk makan biskuit Oreo; Dan mendapatkan rahasia menulis esai yang sempurna dengan mudah

setiap saat?”

b. Alami

Menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. Strategi yang digunakan dengan jembatan keledai, permainan, simulasi, sandiwara, memberi tugas kelompok dan kegiatan yang mengaktifkan pengetahuan yang sudah mereka miliki. Contoh pembelajaran: guru menunjukkan sepotong biskuit oreo, memisahkan kedua belahnya, mengangkat salah satunya

dan bertanya, “Apakah Oreo ini enak jika hanya belahan yang ini?”. Dia

mengangkat belahan lainnya yang ada krim di tengahnya. c. Namai

Memberikan apa yang mereka inginkan dengan menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi; sebuah masukan. Strategi dengan menggunakan susunan gambar, warna, alat bantu, kertas tulis, dan poster di dinding. Contoh

pembelajaran: “Percaya atau tidak, Oreo ini mirip esai yang bagus kerenyahan di

awal, isi enak di tengah, dan kerenyahan untuk mengakhirinya. Guru mengeluarkan Oreo tiuan yang besar, setiap bagiannya dinamai: pendahuluan, isi,


(37)

22

kesimpulan, dan meminta siswa untuk menyebutkan nama-nama tiap bagiannya.

Sekali lagi mereka bernyayi.”

d. Demonstrasikan

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Strategi: sandiwara, video, permainan, rap, lagu, penjabaran dalam grafik. Contoh pembelajaran: guru membagikan satu biskuit Oreo ke setiap siswa, menyuruh mereka memisahkan biskuit dan dengan berpasangan menamai ketiga bagian biskuit esai sebelu mereka memakannya. Setiap pasangan siswa kemudian mendapatkan esai pendek pada sehelai kertas, yang mereka potong menjadi bagian-bagian esai, menyadari persamaannya dengan bagian Oreo pada setiap potongannya.

e. Ulangi

Menunjukkan kepada siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan bahwa mereka memang sudah tahu. Strategi dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru mereka kepada orang lain (kelas lain, kelompok umur yang berbeda, menirukan orang-orang terkenal seperti guru, ahli, tokoh). Contoh pembelajaran: siswa menggambarkan bagian-bagian esai Oreo mereka sendiri dalam buku catatan. Sebelum mengunyah sisa biskuit, setiap siswa memisahkan biskuit mereka, dan memberi nama pada setiap bagian esai.

f. Rayakan

Memberikan pengakuan terhadap apa yang sudah diselesaikan, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Strategi dengan memberikan pujian, bernyanyi bersama, pamer pada pengunjung, pesta kelas.


(38)

23

Contoh pembelajaran: saling memuji antar pasangan sambil bernyanyi “Harus ada

kerenyahan di awal, isi ditengah, dan kerenyahan di akhir.”

Quantum learning juga memiliki aspek – aspek yang perlu diperhatikan

saat proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut.

1. Menata Pentas: Lingkungan Belajar yang Tepat (Setting the Stage: The Right Learning Environment)

Pada quantum learning, penataan ruangan menjadi langkah awal yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Program yang dilakukan Bobbi DePorter dapat berhasil karena berusaha untuk menciptakan optimal baik secara fisik maupun mental. Penataan dapat dilakukan dengan menata perabotan, musik yang dipasang, penataan cahaya, dan bantuan visual di dinding dan papan iklan. Jika lingkungan ditata dengan baik maka dapat menjadi sarana yang bernilai untuk membangun dan mempertahankan sikap positif (Bobbi DePorter&Mike Hernacki, 1992, terjemahan Alwiyah Abdurrahman, 2004: 66). 2. Memupuk Sikap Juara (Cultivating a Winning Attitude)

Berpikirlah seperti seorang juara dan Anda akan menang. Memiliki sikap positif merupakan aset berharga dalam proses quantum learning. Siswa perlu diberikan harapan yang tinggi terhadap diri mereka dan keyakinan untuk meraih prestasi (Bobbi DePorter&Mike Hernacki, 1992, terjemahan Alwiyah Abdurrahman, 2004: 90).

Aspek – aspek diatas merupakan aspek yang penting selama proses pembelajaran dengan dengan model quantum learning. Pada proses pembelajaran berlangsung guru atau pengajar juga perlu memperhatikan prinsip – prinsip pada


(39)

24

pembelajaran kuantum. Pembelajaran kuantum memiliki prinsip utama yaitu bawalah dunia mereka ke dalam duna kita, dan antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka (Sugiyanto, 2010: 70). Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar. Melalui cara ini, pengajar akan lebih mudah membelajarkan pembelajar dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih luas.

Quantum learning memiliki lima prinsip dasar sebagai berikut (Sugiyanto,

2010: 80).

1. Segalanya berbicara

Pada quantum learning segala sesuatu mulai dari lingkungan, sikap guru, kertas yang dibagikan, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.

2. Segalanya bertujuan

Segala sesuatu selama proses pembelajaran memiliki tujuan. 3. Berawal dari pengalaman

Proses pembelajaran yang paling baik ketika siswa mengalami informasi sebelum memperoleh makna untuk apa mempelajari mempelajari materi tersebut.

4. Menghargai setiap usaha

Pada proses pembelajaran, setiap usaha yang dilakukan siswa perlu dihargai. Penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi guru karena siswa sudah berani mencoba, memiliki rasa percaya diri, dan mengalahkan rasa nyaman pada dirinya. 5. Merayakan setiap keberhasilan

Merayakan hal – hal yang telah dipelajari akan memberikan kemajuan dan meningkatkan emosi yang positif dengan materi yang dipelajari.


(40)

25

Berdasarkan kerangka TANDUR, aspek – aspek quantum learning, dan prinsip pembelajaran quantum learning, maka disimpulkan bahwa model quantum learning menerapkan kerangka TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai,

Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan) dalam proses pembelajaran yang dapat berjalan sesuai dengan harapan apabila diterapkan pula aspek lingkungan belajar yang tepat dan memupuk sikap juara. Penataan ruangan sebagai langkah awal untuk mengatur pengalaman belajar secara keseluruhan. Lingkungan yang ditata dengan baik merupakan sarana yang baik untuk mempertahankan sikap positif. Sikap positif diperlukan untuk membangun sikap juara yaitu sikap yang memberikan keyakinan kepada siswa untuk meraih prestasi. Selain itu perlu diperhatikan lima prinsip dasar dalam pembelajaran quantum learning agar pelaksanaan proses pembelajaran menyenangkan dan dapat diterima siswa.

Proses pembelajaran dengan model quantum learning akan memberikan hasil yang memuaskan jika didukung dengan kondisi siswa yang memiliki kemauan, guru yang mendukung keberhasilan siswa, serta lingkungan yang kondusif. Manfaat dari penerapan quantum learning antara lain suasana kelas yang menyenangkan sehingga siswa bersemangat dalam belajar, siswa dapat memanfaatkan fasilitas maupun suasana sekitar kelas sebagai alat peraga, dan setiap usaha siswa akan diberikan penghargaan oleh pengajar baik secara lisan atau barang.

G.Kajian Penelitian yang Relevan

Fitria Linda Kurniawati (2010) melakukan penelitian tindakan kelas dalam


(41)

26

Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri Bajang 02 Kecamatan Talun Kabupaten Blitar” (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/8014). Penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Bajang terlihat dari kondisi awal kemudian meningkat pada siklus I dan siklus II. Hasil peningkatan terlihat dari peningkatan rata – rata persentase ketuntasan belajar siswa pada pratindakan 55% menjadi 75% pada siklus I, sehingga terjadi peningkatan sebesar 20%. Sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar mencapai 85%, hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar sebesar 10% .

Mulyati (2008) melakukan penelitian tindakan kelas dalam skripsi yang berjudul “UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE QUANTUM LEARNING (PTK Pada Siswa Kelas IV SD Negeri I Sumberejo Wuryantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2007/2008) (http://eprints.ums.ac.id/2667/). Pada penelitian ini, menunjukkan keaktifan siswa yang meliputi mengerjakan soal di depan kelas pada akhir putaran mencapai 57%, mengkomunikasikan pendapat atau bertanya pada akhir tindakan mencapai 43%, prestasi belajar siswa pada akhir tindakan mencapai 74%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode quantum learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

H.Kerangka Pikir

Hasil belajar matematika siswa kelas III di SD Negeri Seneng masih rendah, dibuktikan dengan nilai rata – rata Ulangan Tengah Semester Gasal


(42)

27

Matematika tahun ajaran 2016/ 2017 sebesar 56,41 dengan ketuntasan belajar secara klasikal hanya 11,76%. Saat pembelajaran berlangsung, siswa terlihat kurang termotivasi, kurang aktif bertanya, dan berbicara sendiri saat guru menjelaskan materi. Pada penelitian ini, siswa kelas III mengalami kesulitan dalam mengenal pecahan dan membandingkan pecahan. Permasalahan – permasalahan tersebut perlu dicari solusinya, mengingat matematika sangat berguna bagi kehidupan sehari – hari. Matematika yang dipelajari di sekolah memiliki fungsi untuk meningkatkan ketajaman penalaran dan membantu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari – hari (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 68). Untuk itu, proses pembelajaran matematika harus menyenangkan agar siswa semangat untuk belajar.

Berdasarkan pendapat Piaget, siswa kelas III memasuki tahap operasional konkret (7 – 11 tahun). Anak – anak usia ini memiliki karakteristik yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Model quantum learning akan mengajak anak untuk melaksanakan pembelajaran secara menyenangkan dan bermakna sesuai dengan kerangkanya yaitu TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).

Penerapan model quantum learning diharapkan dapat membantu siswa untuk mempelajari materi mengenal pecahan dan membandingkan pecahan. Selain itu, hasil belajar matematika siswa kelas III juga diharapkan mengalami peningkatan dan siswa merasa senang dengan pembelajaran matematika.


(43)

28 I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, dapat dirumuskan hipotesis tindakan

yaitu, “Penerapan model quantum learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan pecahan bagi siswa kelas III SDN Seneng, Wonosari


(44)

29 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka pendekatan penelitian yang dianggap tepat adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah jenis penelitian yang memaparkan baik proses maupun hasil, yang melakukan PTK di kelasnya untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2015: 2). Penelitian dilakukan berkolaborasi dengan teman sejawat sebagai observer dengan tujuan untuk memperbaiki masalah dalam proses pembelajaran yang ditemukan. Pada penelitian ini, hasil akhir yang diharapkan adalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III di SD N Seneng menggunakan model quantum learning.

B.Definisi Operasional

Definisi operasional variabel pada penelitian ini yang berjudul “Penerapan Model Quantum Learning untuk Meningkatkan Hasil Helajar Matematika Pokok Bahasan Pecahan bagi Siswa Kelas III SDN Seneng, Wonosari Tahun Ajaran

2016/ 2017” yaitu sebagai berikut:

1. Model quantum learning

Model quantum learning adalah model pembelajaran yang memiliki kerangka pembelajaran yang dikenal dengan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan). Model quantum learning memiliki prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, berawal dari pengalaman, menghargai setiap usaha, dan merayakan setiap keberhasilan.


(45)

30 2. Hasil belajar matematika

Hasil belajar adalah bentuk penilaian untuk mengukur sejauh mana tujuan instruksional telah dicapai siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

C.Subjek dan Objek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Seneng, Wonosari, Gunungkidul tahun ajaran 2016/ 2017. Jumlah siswa kelas III ada 17 siswa dengan 13 putra dan 4 putri. Adapun objek penelitian adalah penerapan model quantum learning untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan

pecahan.

D.Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Seneng, Wonosari, Gunungkidul tahun ajaran 2016/ 2017. Mata pelajaran yang akan diteliti adalah matematika. SDN Seneng dipilih sebagai tempat penelitian karena berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas III rendah.

E.Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pada model Kemmis dan Taggart seperti gambar di bawah ini. Kemmis dan Taggart, 1988 (Endang Mulyatiningsih, 2013: 70) membagi prosedur penelitian tindakan dalam empat tahap kegiatan pada satu siklus yaitu perencanaan, tindakan dan observasi, refleksi.


(46)

31

Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis & Taggart (Endang Mulyatiningsih, 2013: 70)

Kegiatan tindakan dan observasi digabung dalam satu waktu, yaitu saat dilaksanakan tindakan sekaligus dilaksanakan observasi. Hasil observasi lalu direfleksi untuk merencanakan tindakan tahap selanjutnya. Umumnya, tindakan siklus dua merupakan tindakan perbaikan dari tindakan siklus satu. Akan tetapi bisa juga tindakan siklus dua mengulang tindakan siklus satu untuk meyakinkan bahwa tindakan siklus satu telah atau belum berhasil (Endang Mulyatiningsih, 2013: 70-71).

Berikut ini penjelasan setiap kegiatan model Kemmis&Taggart dalam siklus PTK (Suharsimi Arikunto, 2006: 97 - 99).

1. Menyusun rancangan tindakan (perencanaan)

Peneliti menjelaskan apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.

2. Pelaksanaan tindakan

Tahap tindakan yaitu implementasi atau penerapan isi rancangan (mengenai tindakan kelas).


(47)

32 3. Pengamatan

Tahap pengamatan yaitu pelaksanaan pengamatan oleh pengamat. 4. Refleksi

Refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi. Penjabaran kegiatan siklus pada penerapan model pembelajaran quantum learning sebagai berikut.

1. Perencanaan

Perencanaan awal, peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) materi pokok pecahan dengan kompetensi dasar 3.1 Mengenal pecahan sederhana. Indikator kompetensi dasar meliputi:

Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Pecahan

Kompetensi Dasar Indikator

3.1 Mengenal pecahan sederhana. 3.1.1 Mengenal bilangan pecahan sederhana (misal: setengah, sepertiga, seperempat, seperenam).

3.1.2 Membaca lambang bilangan pecahan. 3.1.3 Menulis lambang bilangan pecahan sederhana.

3.1.4 Menyajikan nilai pecahan dalam bentuk gambar dan sebaliknya.

2. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan dengan mengimplementasikan dari perencanaan yang telah dipersiapkan, yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model quantum learning.


(48)

33 3. Pengamatan (observasi)

a. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa meliputi: proses pembelajaran dengan model quantum learning dan interaksi siswa.

b. Pengamatan terhadap guru meliputi: kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan awal, mengorganisasikan siswa, membimbing siswa, dan melaksanakan kegiatan akhir.

4. Refleksi

Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara guru dengan observer untuk mengevaluasi hasil tindakan dan merumuskan perencanaan tindakan berikutnya. Guru mengecek indikator yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tercapai atau belum, bila belum tercapai maka peneliti tetap melanjutkan siklus berikutnya sampai mencapai indikator.

Kegiatan pada siklus terdiri dari tindakan – tindakan berikut ini. a. Rancangan siklus I

Langkah yang harus dipersiapkan sebelum melaksanakan perencanaan tindakan diantaranya:

1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS)

3) Menyiapkan blangko observasi 4) Menyiapkan lembar soal evaluasi


(49)

34 b. Pelaksanaan tindakan siklus I

Tabel 3. Rancangan Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 1

Tahap Deskripsi Kegiatan

Tumbuhkan 1. Siswa mendengarkan cerita dongeng Popo dan Jojo yang kebingungan membagi kue.

Dongeng ini dilakukan untuk memberikan kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya BagiKu?) kepada siswa. Dongeng dipilih karena saat mendengarkan dongeng, rantai – rantai neuron pada otak akan menjadi aktif dan mielinisasipun akan dimulai sehingga pesan yang disampaikan mudah diingat oleh siswa. Melalui dongeng diharapkan siswa akan tertarik dengan pelajaran yang akan dilaksanakan dan mengetahui manfaat dari apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari – hari.

Alami 2. Siswa secara berkelompok belajar mengenal arti pecahan. dengan memotong kue.

Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan pengalaman yang nyata kepada siswa tentang cara membagi kue sesuai dengan anggota kelompoknya.

Namai 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang arti pecahan. Siswa dengan bantuan guru akan mendapatkan penjelasan dari apa yang mereka lakukan pada tahap alami.


(50)

35

Tahap Deskripsi Kegiatan

Demonstrasikan 4. Setiap kelompok mempraktikkan membagi kue dengan bentuk pecahan yang berbeda – beda di muka kelas.

Kegiatan ini dilakukan siswa untuk menunjukkan bahwa siswa memang telah mengerti materi yang dipelajari.

Ulangi 5. Siswa menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa memperhatikan materi – materi yang telah disampaikan maupun hal – hal yang telah dilakukan.

Rayakan 6. Siswa merayakan pembelajaran dengan tepuk jempol

Kegiatan ini sebagai bentuk pengakuan terhadap hasil yang sudah mereka peroleh. Tepuk jempol dilakukan saat siswa berhasil menyelesaikan tugas dengan baik dan saat pembelajaran sudah berakhir.


(51)

36

Tabel 4. Rancangan Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 2

Tahap Deskripsi Kegiatan

Tumbuhkan 1. Siswa menyanyikan lagu “Cara Menuliskan Pecahan”. Menyanyi ini juga dilakukan untuk memberikan kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya BagiKu?) kepada siswa. Kegiatan menyanyi dapat merangsang aktivitas otak siswa. Setelah siswa mendengar lalu menyukai lagu yang dinyanyikan dan ingin menyanyikannya lagi maka otak akan berusaha untuk mengingat kembali. Melalui lagu yang dinyanyikan, siswa akan diberitahu manfaat dari kegitan yang akan dilakukan.

Alami 2. Siswa ditunjukkan satu buah oreo lalu dianalogikan dengan bagian – bagian pecahan.

Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran kepada siswa tentang cara menulis pecahan dengan benar yang dianalogikan dengan bagian oreo yang lengkap.

Namai 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang cara menulis lambang pecahan dan menyajikan pecahan.

Siswa dengan bantuan guru akan mendapatkan penjelasan dari apa yang mereka lakukan pada tahap alami dan cara menyajikan pecahan dalam bentuk gambar.


(52)

37

Tahap Deskrisi Kegiatan

Demonstrasikan 4. Siswa menuliskan lambang pecahan dan menyajikaan pecahan .

Kegiatan ini dilakukan siswa untuk menunjukkan bahwa siswa memang telah mengerti materi yang dipelajari.

Ulangi 5. Siswa menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa memperhatikan materi – materi yang telah disampaikan maupun hal – hal yang telah dilakukan.

Rayakan 6. Siswa merayakan pembelajaran dengan mendapatkan bintang.

Kegiatan ini sebagai bentuk pengakuan terhadap hasil yang sudah mereka peroleh. Bintang diberikan kepada siswa yang saat pembelajaran.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu juga melakukan pengamatan terhadap guru yang menerapkan pembelajaran quantum learning.

d. Refleksi

1) Mencatat hasil observasi. 2) Mengevaluasi hasil observasi. 3) Menganalisis hasil pembelajaran.


(53)

38 F. Teknik Pengumpulan Data

1. Tes

Tes digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Khusus untuk tes prestasi belajar yang biasa digunakan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu a. tes buatan guru dan b. tes berstandar (Suharsimi Arikunto, 2006, 223-224).

a. Tes buatan guru yang disusun oleh guru dengan prosedur tertentu, tetapi belum mengalami uji coba berkali – kali sehingga tidak diketahui ciri – ciri dan kebaikannya.

b. Tes berstandar (standardized test) yaitu tes yang biasanya sudah tersedia di lembaga testing, yang sudah terjamin keampuhannya.

Penelitian kali ini akan menggunakan tes buatan guru yang pada hal ini dibuat oleh peneliti. Tes yang akan digunakan dikonsultasikan dengan validator instrumen untuk dilakukan uji validitas secara rasional. Validitas rasional atau validitas logis adalah validitas yang diperoleh atas dasar pemikiran dan dinyatakan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Anas Sudijono, 2011: 164). Tes ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar matematika pokok bahasan pecahan di kelas III.

2. Observasi

Sugiyono (2012: 203), teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala


(54)

39

penelitian ini observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi pecahan yaitu menggunakan pre-test pada awal siklus 1 dan post test pada akhir siklus. Observasi digunakan untuk mengamati partisipasi siswa pada saat pembelajaran pecahan menggunakan model quantum learning.


(55)

40 Tabel 5. Kisi – Kisi Instrumen Tes

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Nomor Item 3. Memahami pecahan

sederhana dan

penggunaannya dalam pemecahan masalah.

3.1 Mengenal pecahan sederhana.

3.1.1 Mengenal bilangan pecahan sederhana (misal: setengah, sepertiga, seperempat,

seperenam).

1, 2, 3

3.1.2 Membaca

lambang bilangan pecahan.

4, 5

3.1.3 Menulis lambang bilangan pecahan sederhana.

6, 7

3.1.4 Menyajikan nilai pecahan dalam bentuk gambar dan sebaliknya.

8, 9, 10

3.2 Membandingkan pecahan sederhana

3.2.1 Mengurutkan lambang pecahan.

11, 12, 13

3.2.2 Membandingkan dua pecahan

14, 15, 16, 17

3.2.3 Memecahkan

masalah yang

melibatkan nilai pecahan


(56)

41

Tabel 6. Kisi – Kisi Instrumen Observasi Kegiatan Guru

Aspek yang Diamati Tindakan Deskripsi

Ya Tidak

Tumbuhka

n

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi kepada siswa.

2. Guru memberikan apersepsi melalui cerita dongeng Jojo dan Popo.

3. Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok sesuai dengan keinginan guru.

Ala

mi

4. Guru memberikan contoh tentang arti pecahan dengan peragaan membagi kue. 5. Guru membimbing siswa dalam melakukan

praktik pecahan dengan kue.

Na

mai

6. Guru memberikan penjelasan tentang arti pecahan sebagai perbandingan bagian yang sama dari suatu benda terhadap keseluruhan benda itu.

7. Guru memancing siswa untuk memberikan tanggapan tentang materi yang dijelaskan.

De

mons

tra

sikan

8. Guru membimbing siswa saat mendemonstrasikan arti pecahan dengan membagi kue di depan kelas.

Ula

ngi

9. Guru membimbing siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran.

10. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari secara lisan.

R

aya

ka

n

11. Guru memberikan apresiasi kepada siswa


(57)

42

Tabel 7. Kisi – Kisi Instrumen Observasi Kegiatan Siswa

Aspek yang Diamati Tindakan Deskripsi

Ya Tidak

Tumbuhka

n

1. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran dan motivasi yang disampaikan oleh guru.

2. Siswa menanggapi apersepsi dari guru.

3. Siswa mengikuti pembagian kelompok sesuai dengan perintah guru.

Ala

mi

4. Siswa memperhatikan contoh yang diberikan guru tentang arti pecahan dengan peragaan membagi kue. 5. Siswa melakukan kegiatan praktik

pecahan dengan serius.

6. Siswa bekerja sama dengan baik bersama teman satu kelompoknya.

Na

mai

7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dengan baik.

8. Siswa menanggapi pertanyaan/ pernyataan dari guru.

De

mons

tra

sikan

9. Siswa mendemonstrasikan arti pecahan dengan membagi kue di depan kelas.

10. Siswa memperhatikan temannya yang sedang mendemonstasikan pecahan dengan baik.

Ula

ngi

11. Siswa ikut menyimpulkan kegiatan pembelajaran dengan baik.

12. Siswa menjawab pertanyaan dari guru tentang materi – materi yang dipelajari dengan antusias.

R

aya

ka

n

13. Siswa merayakan keberhasilan


(58)

43 H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

1. Analisis data deskriptif kualitatif

Teknik deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model quantum learning. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase aktivitas siswa adalah sebagai berikut.

Persentase=

(Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro, 2007: 22) Selanjutnya dicocokkan dengan tabel berikut.

Tabel 8. Persentase Kriteria Penilaian

Persentase Kriteria

81 – 100% Sangat baik

61 – 80% Baik

41 – 60% Cukup

21 – 40% Kurang

0 – 20% Kurang sekali

(Suharsimi Arikunto, 2005: 44) 2. Analisis data deskriptif kuantitatif

Teknik analisis data deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil belajar kognitif. Tes hasil belajar yang dilakukan peneliti adalah tes formatif. Cara yang digunakan untuk mengolah nilai tes formatif dengan percentages correction (hasil yang dicapai setiap siswa dihitung dari persentase jawaban yang benar).


(59)

44 Rumusnya adalah sebagai berikut.

S=

Keterangan:

S = nilai yang diharapkan (dicari)

R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar N = skor maksimum dari tes tersebut

(Ngalim Purwanto, 2013: 112)

Untuk mengetahui nilai rata – rata siswa di kelas digunakan rumus mean atau rata

– rata. Rumusnya sebagai berikut.

X = rata – rata atau mean

∑X = jumlah seluruh skor

N = banyaknya subjek (Nana Sudjana, 2014: 109)

Untuk mencari persentase ketuntasan belajar siswa dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Tulus Winarsunu, 2006: 20).

P=

Keterangan: P = persentase

f = jumlah subjek yang ada pada kategori tertentu N = frekuensi total atau keseluruhan jumlah subjek

∑� �


(60)

45 I. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila siswa yang mencapai KKM 75 minimal sebesar 90%. Sedangkan proses belajar dikatakan berhasil apabila persentase aktivitas siswa minimal mencapai 80%.


(61)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Situasi dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Seneng yang beralamatkan di Jalan Yudhoningrat, Seneng, Siraman, Wonosari, Gunungkidul. Kondisi fisik SD Negeri Seneng secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Sekolah ini memiliki 6 ruang kelas, 1 ruang guru dan kepala sekolah, 1 ruang perpustakaan, 1 mushola, 1 ruang UKS, dan beberapa kamar mandi. Subyek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas III yang berjumlah 17 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki – laki dan 4 siswa perempuan. Penelitan dilakukan sesuai dengan jadwal pembelajaran matematika di SD Negeri Seneng sehingga tidak menggangu jadwal kegiatan pembelajaran yang lain.

2. Tahapan Pra Siklus

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan kegiatan pra siklus yang dilaksanakan pada hari Kamis, 19 Januari 2017. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas pembelajaran dan kemampuan siswa kelas III SDN Seneng pada materi pecahan sebelum menggunakan model pembelajaran quantum learning. Pertama, peneliti mengamati aktivitas siswa saat pembelajaran

berlangsung. Kondisi di kelas memang tenang dan terkendali dengan baik. Akan tetapi, kondisi tersebut bukan karena siswa memperhatikan penjelasan dari guru. Kelas dalam kondisi tenang karena siswa ada yang mengantuk, bermain sendiri dengan mainan yang dibawanya di bawah laci meja, dan ada yang mengobrol dengan teman di belakangnya dengan berkirim surat. Saat guru melakukan


(62)

47

kegiatan tanya jawab, siswa hanya dua atau tiga siswa yang merespon. Kedua, pada kegiatan ini peneliti memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi pecahan sebelum diberikan tindakan. Data nilai pretest dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Nilai Pretest pada Tahap Pra Siklus No. Nama subyek

(inisial)

Pra Siklus

Nilai Tuntas Belum tuntas

1. ARB 40 √

2. ARH 80 √

3. ANH 75 √

4. ADPR 60 √

5. AF 50 √

6. AIL 80 √

7. FRH 35 √

8. GPPP 35 √

9. GRFI 65 √

10. NAP 60 √

11. NAA 70 √

12. RNR 60 √

13. RAN 75 √

14. WN 60 √

Jumlah 845 4 10

Rata-rata 60,36 - -

Nilai tertinggi 80 - -

Nilai terendah 35 - -

Ketuntasan 28,57% 71,43%

Data di atas adalah hasil nilai pretest yang diikuti oleh 14 siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase siswa yang tuntas lebih sedikit daripada siswa yang tuntas. Siswa yang memperoleh nilai ≤ 75 mencapai 71,43% sedangkan siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya mencapai 28,57 % dengan nilai rata – rata kelas yaitu 60,36.

Berdasarkan data hasil observasi dan nilai tes dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas III pada materi pecahan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu,


(63)

48

perlu adanya tindakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi pokok bahasan pecahan.

3. Penelitian Siklus I a. Perencanaan Tindakan

Hal – hal yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus I adalah sebagai berikut.

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kompetensi dasar mengenal pecahan sederhana.

2) Menyiapkan media yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu wayang – wayangan, kue brownis, papan bintang, dan kertas manila yang berisikan lirik

lagu “Cara menulis pecahan”.

3) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS).

4) Menyusun dan menyiapkan lembar observasi. Lembar observasi ini meliputi lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.

5) Menyiapkan soal evaluasi pada pertemuan 2 untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mempelajari materi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Materi pertemuan 1 mengenai mengenal lambang bilangan pecahan sederhana dan membaca pecahan, untuk materi pertemuan 2 mengenai menulis lambang bilangan dan menyajikan nilai pecahan. Berikut adalah pelaksanaan tindakan siklus I.


(64)

49 1) Pertemuan 1

Pertemuan 1 dilaksanakan pada Hari Rabu, 25 Januari 2017 pukul 08.10 – 09.20 WIB. Uraian kegiatan pertemuan 1 sebagai berikut.

Pendahuluan

Guru membuka pelajaran dengan salam dan mempresensi siswa, ada 2 siswa yang tidak masuk karena sakit. Kemudian guru menanyakan kabar dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta memberi motivasi kepada siswa. Kegiatan selanjutnya, siswa mendengarkan apersepsi dari guru tentang cerita dongeng Popo dan Jojo yang kebingungan membagi kue. Dongeng ini sebagai awal untuk menumbuhkan kekuatan AMBAK (Apa Manfaatnya BagiKu?) kepada siswa. Pada materi ini berkaitan dengan arti pecahan dan manfaat pecahan dalam kehidupan sehari – hari. Siswa terlihat tertarik dengan dongeng yang disampaikan guru dengan menggunakan wayang – wayangan Popo dan Jojo untuk memperagakan cerita. Guru juga mengajukan

pertanyaan untuk menarik minat siswa “Kira – kira bagaimana caranya agar satu

potong kue brownis ini bisa dimakan oleh mereka berdua?”

Kegiatan inti

Materi yang akan dipelajari oleh siswa tentang arti pecahan. Kegiatan inti dimulai dengan siswa memperhatikan guru yang akan memotong kue brownis milik Jojo dan Popo. Akan tetapi karena melihat antusias siswa yang tinggi, guru

mencoba menawarkan kepada siswa “Apakah ada yang ingin membantu Jojo dan Popo memotong kue mereka?”. Salah satu siswa mengangkat tangan. Ruliff


(65)

50

memotong kue menjadi 2 sama besar di muka kelas dengan bimbingan guru, sedangkan siswa yang lain memperhatikan .

Untuk memberikan pengalaman nyata kepada siswa tentang arti pecahan, siswa dibagi menjadi 4 kelompok dengan cara mengambil nomor. Cara pembagian kelompok dengan mengambil nomor untuk melatih siswa dapat bekerja sama dengan semua teman tanpa membeda – bedakan. Setiap kelompok dibagikan LKS, piring plastik, pisau plastik, dan sepotong kue brownis. Tugas setiap kelompok adalah membagi kue brownis sesuai jumlah anggota kelompoknya. Setelah kegiatan tersebut selesai, siswa dengan bimbingan guru mengenal arti pecahan berdasarkan kue yang mereka potong sambil mengisi LKS yang telah dibagikan. Penjelasan yang dilakukan oleh guru, pertama dengan menunjukkan salah satu bagian dari bagian keseluruhan yang dipotong kepada siswa. Lalu menanyakan nilai dari bagian tersebut. Setelah itu guru memberikan klarifikasi dari jawaban yang diberikan siswa.

Kegiatan memotong kue telah selesai. Selanjutnya, setiap kelompok diminta untuk memperagakan memotong kue brownis lagi sesuai dengan perintah LKS di muka kelas. Misalnya kelompok A memotong kue menjadi bagian maka semua anggota kelompok A maju ke muka kelas dan memotong kue menjadi bagian. Kegiatan tersebut dilakukan oleh semua kelompok secara bergantian, sedangkan kelompok yang tidak memperagakan memperhatikan. Setelah kegiatan demonstrasi selesai, siswa diberikan apresiasi dengan tepuk jempol bersama – sama karena sudah bekerja dengan baik.


(66)

51

Siswa masih duduk dalam satu kelompok. Siswa dengan bimbingan guru belajar membaca pecahan yang ada pada LKS. Pertama siswa menirukan pecahan yang dibacakan guru lalu diminta membaca secara bergiliran. Siswa sudah nampak lancar dalam membaca pecahan. Hanya saja ada satu siswa yang tidak mau ikut menirukan guru saat membaca pecahan bersama – sama.

Penutup

Kegiatan yang terakhir yaitu siswa diajak oleh guru untuk menyimpulkan kegiatan apa saja yang telah dilakukan dengan saling bertanya jawab. Tidak lupa pula, siswa dan guru bersama – sama melakukan tepuk jempol sebagai hadiah untuk kegiatan pembelajaran hari itu.

2) Pertemuan 2

Pertemuan 2 dilaksanakan pada Hari Kamis, 26 Januari 2017 pukul 07.00

– 08.10 WIB. Uraian kegiatan pertemuan 2 sebagai berikut. Pendahuluan

Guru membuka pelajaran dengan salam dan mempresensi siswa, ada 2 siswa yang tidak masuk karena sakit. Kemudian guru menanyakan kabar dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta memberi motivasi kepada siswa. Kegiatan selanjutnya, guru memberikan apersepsi dengan

menyanyikan lagu “Cara menulis pecahan”. Siswa mendengarkan guru saat

memberikan contoh menyanyikan lagu. Siswa nampak tenang dan mendengarkan guru dengan baik. Lalu siswa diajak bernyanyi bersama – sama dan terlihat bersemangat. Beginilah lirik lagunya.


(67)

52

Cara Menulis Pecahan

Nada: Naik – Naik ke Puncak Gunung

Atas atas itu pembilang Bawah bawa penyebut

Atas bawah itu pecahan Jangan engkau lupakan.... Atas pembilang, bawah penyebut

Itu namanya pecahan

Kegiatan inti

Berdasarkan lirik lagu yang dinyanyikan, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang pentingnya unsur pembilang dan penyebut. Guru memberikan ilustrasi dengan sepotong oreo. Penulisan pecahan jika tidak ada salah satu bagian pembilang atau penyebut bagaikan makan oreo yang dibagi menjadi dua dan makan salah satu bagian yang tidak ada krimnya, maka bagian tersebut akan terasa pahit. Begitu pula dengan menulis pecahan, harus ada unsur pembilang dan penyebut. Kemudian guru memberikan contoh cara menuliskan pecahan di papan tulis. Guru menuliskan lambang pecahan dan menunjukkan bagian yang disebut pembilang, per, dan penyebut. Selain itu siswa juga dijelaskan cara menyajikan pecahan ke dalam bentuk gambar. Guru memberikan contoh dengan menunjukkan nilai dalam bentuk gambar di papan tulis. Siswa memperhatikan dengan baik penjelasan dari guru.

Siswa diberikan soal yang ditempelkan di papan kalender. Soal tersebut berupa nama lambang pecahan, misalnya satu per dua. Lalu siswa diminta menuliskan lambangnya dan penyajiannya dalam bentuk gambar. Siswa diberikan kesempatan mengerjakan adalah yang paling cepat mengangkat tangan. Awalnya


(68)

53

saat guru menawarkan siapa yang berani mengerjakan, hanya 4 anak yang mengangkat tangan. Setelah mereka melihat bahwa temannya yang maju mendapatkan bintang yang ditempel di papan bintang, maka pada soal kedua hampir semua berebut untuk mengerjakan soal. Tantangan mengerjakan soal dimodifikasi dengan estafet stik es krim. Siswa memutarkan stik es krim sambil menyanyikan lagu cara menulis pecahan atau yang lainnya. Bagi siswa yang memegang stik tersebut maka ia harus mengerjakan soal. Tantangan yang lainnya adalah siswa diberikan soal yang berkaitan dengan perkalian atau pembagian. Siswa yang paling cepat menjawab diberi kesempatan mengerjakan soal. Siswa yang tidak mengerjakan soal, memperhatikan temannya yang mengerjakan di papan tulis. Setelah setiap siswa selesai mengerjakan soal, guru mengonfirmasi kebenaran jawaban sambil memberikan penjelasan. Siswa sangat senang dengan kegiatan tersebut, terlihat dari raut wajah mereka yang menampakkan keceriaan dan penuh semangat.

Penutup

Kegiatan terakhir yaitu siswa diajak oleh guru untuk menyimpulkan kegiatan apa saja yang telah dilakukan dengan saling bertanya jawab. Siswa juga diminta mengerjakan soal posttest. Siswa mengerjakan soal dengan baik dan tidak ada yang mencontek. Berdasarkan posttest siklus I, diperoleh hasil sebagai berikut.


(69)

54 Tabel 10. Nilai Hasil Tes Pra Siklus dan Siklus I

No. Nama subyek (inisial)

Pra Siklus Siklus I

Nilai Tuntas Belum

tuntas Nilai Tuntas

Belum tuntas

1. ARB 40 √ 100 √

2. ARH 80 √ 100 √

3. ANH 75 √ 80 √

4. ADPR 60 √ 100 √

5. AF 50 √ 100 √

6. AIL 80 √ 100 √

7. FRH 35 √ 90 √

8. GPPP 35 √ 100 √

9. GRFI 65 √ 100 √

10. NAP 60 √ 100 √

11. NAA 70 √ 100 √

12. RNR 60 √ 100 √

13. RAN 75 √ 100 √

14. WN 60 √ 100 √

Jumlah 845 4 10 1370 14 0

Rata-rata 60,36 97,86

Nilai tertinggi 80 100

Nilai terendah 35 80

Ketuntasan 28,57% 71,43% 100%

Tes pada siklus I diikuti oleh 14 siswa. Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan model quantum learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN Seneng. Peningkatan hasil belajar siklus I sebesar 37,5 dari kegiatan pra siklus. Rata – rata hasil belajar pada pra siklus sebesar 60,36 meningkat menjadi 97,86 pada siklus I, seperti yang tertera pada diagram di bawah ini.


(70)

55

Gambar 2. Diagram Nilai Rata – rata Hasil Tes Pra Siklus dan Siklus I

Ketuntasan hasil belajar belajar siswa juga mengalami peningkatan. Pada pra siklus, siswa yang mendapatkan nilai ≥ 75 sebesar 28,57% sedangkan pada

siklus I siswa yang mendapatkan nilai ≥ 75 sebesar 100%. Peningkatan ketuntasan

belajar hasil tes antara pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 3. Diagram Ketuntasan Belajar Pada Pra Siklus dan Siklus I c. Observasi Tindakan

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap tumbuhkan, siswa terlihat antusias saat mendengarkan cerita dongeng Jojo dan Popo maupun menyanyikan lagu cara menulis pecahan. Pada tahap alami, siswa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan nomor yang telah diambil. Tiga kelompok mulai yang merasa

60,36

97,86

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

Pra Siklus Siklus I

28,57%

100%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%


(71)

56

nyaman dengan pembagian kelompok tersebut, akan tetapi 1 kelompok yang kurang nyaman dengan anggota kelompoknya. Guru berusaha membujuk agar siswa di kelompok tersebut dapat saling menerima. Siswa merasa senang dengan kegiatan mempraktikkan memotong kue dan mengikuti perintah dari guru dengan baik. Saat guru memberikan analogi cara menulis pecahan dengan makan oreo, siswa terlihat fokus dan memberikan tanggapan jika oreo dimakan tanpa krim maka akan terasa pahit. Pada tahap namai, siswa mendengarkan penjelasan guru dengan baik dan kegiatan tanya jawab juga berjalan dengan lancar di setiap pertemuan. Pada tahap demonstrasikan, siswa terlihat antusias memperhatikan temannya memotong kue maupun saat mengerjakan soal di papan kalender. Pada tahap ulangi, siswa menyimpulkan materi dengan baik. Pada tahap rayakan, pertemuan 1 siswa diberikan hadiah dengan tepuk jempol, sedangkan pertemuan 2 siswa diberikan apresiasi dengan bintang yang ditempelkan di papan bintang. Antusias siswa terlihat lebih baik saat diberikan hadiah dengan bintang.

Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 91,86%. Rata – rata aktivitas siswa siklus I telah mencapai kriteria keberhasilan minimal 80% dan masuk pada kriteria sangat baik.


(72)

57

Tabel 11. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1

Aspek yang Diamati Tindakan Deskripsi Aktivitas % Ya Tidak

Tumbuhka

n

1. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran dan motivasi yang disampaikan oleh guru. 2. Siswa menanggapi

apersepsi dari guru. 3. Siswa mengikuti

pembagian kelompok sesuai dengan perintah guru.

√ √

1. Saat guru menyampaikan tujuan dan motivasi, siswa mendengarkan dengan baik. (12 siswa) 2. Siswa menanggapai

apersepsi dari guru dengan mendengarkan cerita Jojo dan Popo yang disampaikan oleh guru. (15 siswa)

3. Siswa bersedia menerima pembagian kelompok sesuai dengan perintah dari guru. (14 siswa) 86,67% 100% 93,33% Ala mi

4. Siswa memperhatikan contoh yang diberikan guru tentang arti pecahan dengan peragaan membagi kue. 5. Siswa melakukan kegiatan praktik pecahan dengan serius. 6. Siswa bekerja sama

dengan baik bersama

teman satu

kelompoknya.

√ √

4. Siswa memperhatikan contoh dari guru yang dibantu oleh salah satu siswa. (15 siswa)

5. Siswa dengan serius melakukan praktik memotong kue brownis. (11 siswa)

6. Siswa bekerja sama dengan baik dalam satu

kelompok saat

melakukan kegiatan praktik. (11 siswa)

100%

73,33%

73,33%

Na

mai

7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dengan baik.

8. Siswa menanggapi pertanyaan/ pernyataan dari guru.

√ √

7. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang arti pecahan dengan baik. (15 siswa)

8. Siswa menjawab arti pecahan sesuai dengan kue brownis yang mereka potong. (15 siswa)

100%


(1)

142

Lampiran 17. Data Nilai UTS Matematika Siswa Kelas III SD Negeri Seneng

NILAI UTS MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI SENENG

No. Nama Matematika

1 Adam Rimba Bhaskara 40,00

2 Ainal Rizki Hidayatulloh 50,00 3 Akmal Rizki Dwi Ardani 53,00

4 Alfa Nur Huda 26,00

5 Alfarel Dwi Putra Ramadhan 36,00

6 Aswar Febriantoro 60,00

7 Aulia Indah Listiyani 60,00

8 Farel Mozza Az Hetry 66,00

9 Farrel Rahmat Hidayat 46,00 10 Gavinda Praditya Putra Pratama 56,00 11 Giovani Ruliff Faza Indratama 66,00

12 Nazwa Alya Pravita 66,00

13 Nu'maa Alimah Amarzuqoh 83,00

14 Rafid Nur Ridwan 56,00

15 Ristanto Ahmad Nugroho 73,00

16 Wahyu Nuryanti 76,00

17 Farrial Arsyad Fisdausyi 46,00

Jumlah 959,00

Rata-rata 56,41


(2)

143


(3)

144 Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian

Siswa melakukan praktik pecahan

Siswa mengerjakan soal

Siswa mendapatkan hadiah Siswa bermain estafet es krim

Siswa mengerjakan soal posttest Siswa mendengarkan dongeng


(4)

145 Lampiran 20. Surat Izin Penelitian


(5)

(6)