kajian pelindungan penyetan arsip dari benana 5682411586b8f
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN KAJIAN
PERLINDUNGAN DAN PENYELAMATAN ARSIP DARI BENCANA
PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM KEARSIPAN DEPUTI BIDANG INFORMASI DAN PENGEMBANGAN SISTEM KEARSIPAN
(2)
Arsip Nasional Republik Indonesia i KATA PENGANTAR
Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan pasal 34 ayat (3), (4), (5), dan (6) pada dasarnya negara meyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana yang dikoordinasikan oleh ANRI atau Arsip Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, pencipta arsip, dan BNP, dan dalam pasal 21 meyebutkan bahwa untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, ANRI dapat membentuk Depot dan/atau Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif yang berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan, serta Pasal 53 (2) Lembaga negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain.
Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 6 disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana salah satunya adalah pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sehubungan dengan amanat kedua undang-undang di atas, maka Arsip Nasional Republik Indonesia dalam hal ini Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan pada tahun 2011 ini melaksanakan Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana. Hasil dari kajian ini semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai bahan pengambilan keputusan kebijakan dalam rangka perlindungan dan pemyelamatan arsip dari bencana.
Jakarta, November 2011
Kepala,
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan
(3)
Arsip Nasional Republik Indonesia ii ABSTRAK
Judul : Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana Tebal : v, ... halaman, ... lampiran
Referensi : .... Referensi, ... Peraturan Perundangan Unit Kerja : Pusat Pengkajian dan Sistem Kearsipan
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab terhadap terselamatnya arsip atau dokumen negara dari kemungkinan rusak atau musnah akibat bencana, melaksanakan pengkajian terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana. Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana ini berfokus pada persiapan pembentukan depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan, dengan perumusan masalah: 1) Jenis bencana apakah yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian dan bagaimana dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan arsip?. 2) Jenis arsip berkelanjutan apa sajakah yang perlu dilindungi dan diselamatkan?. 3) Bagaimanakah efektifitas pengelolaan Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif (instansi vertikal ANRI atau asas pelaksanaan dekonsentrasi oleh daerah)?. 4) Bagaimana hubungan kerja antara Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif dengan Lembaga Kearsipan Daerah, Lembaga Negara di daerah?. Tujuan kajian adalah: 1) Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan bencana terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip. 2) Untuk menetapkan langkah-langkah penanganan yang efektif dalam perlindungan dan penyelamatan arsip di daerah bencana. 3) Persiapan pembangunan depot arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan di daerah rawan bencana. Serta manfaatnya adalah agar dapat memberikan suatu rekomendasi kepada ANRI dalam pendirian depot arsip di beberapa daerah yang rawan bencana, dan dalam usaha penyelamatan arsip dari bencana, serta dalam penyelamatan arsip inaktif instansi vertikal.
Pembahasan kerangka konseptual dalam kajian perlindungan dan penyelamatan arsip ini meliputi konsep arsip, konsep bencana, dan konsep perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana.
Metode pengkajian yang digunakan adalah secara kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif. Obyek pengkajian dilaksanakan pada empat daerah yang dilanda bencana, yaitu: Nanggroe Aceh Darusalam yang telah mengalami bencana tsunami, Sumatera Barat dan Yogyakarta yang mengalami bencana gempa bumi, dan Jawa Timur yang mengalami bencana lumpur lapindo. Instrument atau alat pengkajian adalah pengkaji atau anggota tim pengkaji. Sampel sumber data dipilih secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan dengan pertimbangan daerah-daerah yang ditetapkan sebagai sampel adalah daerah yang terkena bencana terbesar di Indonesia dengan informan dari perwakilan lembaga negara strategis di daerah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu analisa data dari berbagai sumber, sehingga menghasilkan hasil analisa data yang akan menjawab permasalahan dalam kajian ini.
Pembahasan kajian dilaksanakan setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, hasil pembahasan meliputi: Jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian serta dampaknya terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip, Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan di daerah obyek pengkajian, serta Tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatan arsip.
(4)
Arsip Nasional Republik Indonesia iii Kesimpulan dari kajian adalah sebagai berikut: 1) Jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian dan dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan arsip: a) Nanggroe Aceh Darussalam, bencana yang terjadi adalah gempa bumi dan tsunami, dampaknya arsip kotor karena arsip yang berhamburan terinjak-injak kaki manusia yang berlalulalang untuk menyelamatkan diri atau memberi bantuan/pertolongan kepada para korban. Selain itu arsip terkena debu dan reruntuhan puing-puing bangunan dan kehujanan. b) Sumatera Barat, bencana yang terjadi adalah gempa bumi dan erupsi/letusan gunung merapi, dampak terhadap arsip, arsip basah/lembab karena setelah gempa diguyur hujan selama tiga malam berturut-turut. Seperti arsip yang temui di salah satu wilayah setelah terjadi bencana, arsip tentang Register Tanah, dan Buku Daftar Anggota Organisasi Terlarang tulisannya mulai memudar karena kehujanan dan tidak segera dikeringkan. Bahkan antara lembar yang satu dengan lainnya atau antar halaman arsip sudah terlalu sulit untuk di buka/dipisahkan. c) Yogyakarta, bencana yang terjadi gempa bumi, erupsi/letusan gunung merapi, banjir, tanah longsor, dampak terhadap arsip, arsip sobek karena basah maupun tertimbun reruntuhan bangunan. d) Surabaya, bencana yang terjadi adalah luapan lumpur panas, dampak terhadap arsip, arsip hilang karena terangkut oleh alat berat (becko) atau ketidaktahuan para relawan yang menyelamatkan para korban maupun yang membersihkan tempat tersebut. 2) Jenis arsip berkelanjutan yang perlu dilindungi dan diselamatkan adalah: arsip kontrak perjanjian, sertifikat tanah wakaf, arsip kepegawaian, data-data perantau, arsip asset, surat-surat keputusan, laporan-laporan, arsip ketenagakerjaan, surat sengketa tanah, arsip batas provinsi, data kependudukan kabupaten/kota, data nagari dan kelurahan, kebijakan strategis, serta SOP. 3) Pengelolaan depot/tempat penyimpanan arsip inaktif hampir berimbang antara pilihan pembangunan depot arsip inaktif milik ANRI di daerah dengan asas pelaksanaan dekonsentrasi oleh daerah.
Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil kajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana untuk Arsip Nasional Republik Indonesia: Arsip Nasional Republik Indonesia perlu melakukan sosialisasi Keputusan Kepala ANRI Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pedoman Perlindungan, Pengamanan dan Penyelamatan Dokumen/Arsip Vital Negara. Implementasi dari sosialisasi yang dilakukan di atas memerlukan tindak lanjut berupa pengadaan prasarana dan sarana. Tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatan arsip adalah membangun depot arsip inaktif milik ANRI di daerah, hal tersebut mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) Biaya untuk menyediakan prasarana dan sarana kearsipan merupakan beban bagi daerah. b) Akan dirasakan lebih efektif dan efisien jika pembangunan depo tidak dilakukan oleh seluruh Lembaga Kearsipan Daerah Provinsi Kabupaten/Kota melainkan oleh perwakilan di beberapa daerah yang dianggap dapat dijadikan perwakilan tempat penyimpanan. c) Seluruh instansi vertikal yakni instansi yang menjalankan tugas kewenangan pemerintah pusat, yang meliputi: peradilan, agama, moneter, pertahanan dan keamanan lebih memilih menyimpan arsip inaktifnya di depo arsip milik ANRI di daerah.
(5)
Arsip Nasional Republik Indonesia iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………. i
ABSTRAK ……….. ii
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR ……… vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……..………... 1
B. Fokus Pengkajian ………... 2
C. Rumusan Masalah ………... 2
D. Tujuan Pengkajian ……… 2
E. Manfaat Pengkajian ……….. 3
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Konsep Arsip 1. Pengertian Arsip ……… 4
2. Jenis Arsip ………... 5
3. Karakteristik Arsip ……… 6
4. Perlunya Arsip Dilindungi Dan Diselamatkan Dari Bencana ….. 7
B. Konsep Bencana 1. Pengertian Bencana ……… 10
2. Jenis Bencana ………. 10
3. Penanggulangan Bencana ………. 10
C. Konsep Perlindungan Dan Penyelamatan Arsip Dari Bencana ……. BAB III METODE PENGKAJIAN A. Objek Pengkajian ………... 34
B. Instrumen Pengkajian ……….. 34
C. Sampel Sumber Data ……….. 35
D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 35
E. Teknik Analisa Data ……… 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 36
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 46
DAFTAR PUSTAKA ……….
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Kepala ANRI Nomor: HK.01.02/92/2011 tentang Tim Pengkajian Perlindungan dan PenyelamatanArsip Dari Bencana ….. Lampiran 2. Pedoman Wawancara ………
(6)
Arsip Nasional Republik Indonesia v
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di NAD ……… 13
Tabel 2. Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan di NAD ……… 14
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di NAD ……… 15
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 16
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Sumatera Barat ……… 20
Tabel 6. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Jawa Timur ………. 22
Tabel 7. Jenis Bencana yang Terjadi di Daerah yang Menjadi Obyek Pengkajian serta Dampaknya terhadap Perlindungan dan Penyelamatan Arsip …… 43
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jenis Longsor ……… 32
(7)
Arsip Nasional Republik Indonesia 1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam seperti gempa bumi, hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia berada pada tiga lempeng besar dunia yaitu lempeng India-Australia di sebelah Selatan, lempeng Eurasia di sebelah Utara Barat, lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah Utara Timur. Apabila lempeng-lempeng tersebut bergerak mencapai posisi yang lebih stabil maka saat itulah gempa terjadi.
Bencana alam tentu membawa kerugian dalam kehidupan manusia, kerugian yang selama ini kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak dan tidak pernah diperhitungkan adalah terceraiberainya, rusaknya, dan termusnahkannya arsip atau dokumen negara yang mengakibatkan kerugian baik secara ekonomi maupun kerugian sosial. Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab terhadap terselamatkannya arsip atau dokumen negara tersebut berkewajiban untuk melindungi arsip atau dokumen negara dari kemungkinan rusak atau musnah akibat bencana.
Untuk menyelamatkan arsip dari bencana, Arsip Nasional Republik Indonesia melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan khususnya pasal 34 ayat (3), (4), (5), dan (6) pada dasarnya negara meyelenggarakan pelindungan dan penyelamatan arsip dari bencana yang dikoordinasikan oleh ANRI atau Arsip Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, pencipta arsip, dan BNP, juga dalam pasal 21 meyebutkan bahwa untuk kepentingan penyelamatan arsip pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, ANRI dapat membentuk depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang berfungsi sebagai penyimpan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan, serta Pasal 53 ayat (2) Lembaga Negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain. Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 6 disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah dalam
(8)
Arsip Nasional Republik Indonesia 2 penyelenggaraan penanggulangan bencana salah satunya adalah pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sehubungan dengan amanat kedua undang-undang di atas, maka Arsip Nasional Republik Indonesia dalam hal ini Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan pada tahun 2011 melaksanakan Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
B. Fokus Pengkajian
Fokus dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah persiapan pembentukan depot dan/atau tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan (amanat pasal 21 UU Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan).
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah:
1. Jenis bencana apakah yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian dan bagaimana dampak bencana terhadap usaha perlindungan dan penyelamatan arsip? 2. Jenis arsip berkelanjutan apa sajakah yang perlu dilindungi dan diselamatkan ? 3. Bagaimanakah efektifitas pengelolaan Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif ? 4. Bagaimana hubungan kerja antara Depot/Tempat Penyimpanan Arsip Inaktif dengan
Lembaga Kearsipan Daerah, Lembaga Negara di daerah ?
D. Tujuan Pengkajian
Tujuan dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah: 1. Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan bencana terhadap perlindungan dan
penyelamatan arsip.
2. Untuk menetapkan langkah-langkah penanganan yang efektif dalam perlindungan dan penyelamatan arsip di daerah bencana.
(9)
Arsip Nasional Republik Indonesia 3 3. Persiapan pembangunan depot arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan di
daerah rawan bencana
E. Manfaat Pengkajian
Manfaat Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana adalah agar dapat memberikan suatu rekomendasi kepada ANRI dalam pendirian depot arsip di beberapa daerah yang rawan bencana, dan dalam usaha penyelamatan arsip dari bencana, serta dalam penyelamatan arsip inaktif lembaga Negara di daerah.
(10)
Arsip Nasional Republik Indonesia 4 BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dituangkan pada bab sebelumnya, selanjutnya adalah mencari bahan pustaka yang akan digunakan sebagai landasan teoritis atau kerangka konseptual untuk pelaksanaan pengkajian. Bahan pustaka yang akan dibahas dalam Kajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana meliputi konsep tentang arsip, konsep tentang bencana, konsep tentang perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana, serta deskripsi wilayah.
A. Konsep Arsip
1. Pengertian Arsip
Banyak ahli kearsipan atau peraturan kearsipan yang mengemukakan pengertian dan konsep tentang arsip, tetapi hanya beberapa yang akan dikemukakan diantaranya adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Suzan Z. Diamond, dalam bukunya “ Records Management: A Practical Guide”, mengatakan bahwa:
A record is any form of recorded information. The means of recording information may be paper, microfilm, audiotapes, photographs, slides or any computer-readable medium such as computer tapes or disks, or optical disk. In words, practically any information created or communicated within the organization, axcept unrecorded conversation, form record. (Arsip adalah informasi terekam, maksudnya adalah dalam berbagai bentuk baik berupa kertas, mikrofilm, audiotape, video tape, foto, slide atau media komputer baca seperti disk, compact disk atau optikal disk. Dengan kata lain, informasi yang tercipta atau di komunikasikan dalam organisasi, kecuali percakapan yang tidak terekam, membentuk arsip)
Hampir senada dengan Diamond seperti apa yang dikemukakan oleh Ricks, Swafford dan Gow dalam bukunya “ information and Image Management : A Records System Approach” bahwa:
A record id recorde information, regardless of medium, characteristic, made or received by an organization. Records include all books, papers, photographs, maps or other documentary materials regardless of physical form of characteristic, made
(11)
Arsip Nasional Republik Indonesia 5 and received for legal and operational purpose in connection which transaction of business. (Arsip adalah informasi yang terekam dalam berbagai bentuk dan karakteristik yang dibuat dan diterima oleh organisasi dalam rangka melaksanakan kegiatan. Arsip termasuk buku, kertas, foto, peta dan dokumen lainnya dalam berbagai bentuk karakteristik yang dibuat dan diterima untuk kepentingan hukum dan yang berhubungan dengan tujuan operasional organisasi dalam menjalankan transaksi bisnisnya)
Dari dua pengertian diatas, ISO 15489 tentang Record Management memberikan pengertian yang tidak jauh berbeda, bahwa: “Arsip adalah informasi yang diciptakan, diterima, dan dipelihara sebagai bahan bukti dan sebagai informasi oleh organisasi atau individu, sesuai kewajiban hukum atau sebagai transaksi bisnis organisasi”
Sementara dalam pengertian arsip seperti apa yang dikemukakan dalam Undang-Undang nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, yang antara lain disebutkan bahwa:
“Arsip adalah rekaman kegitan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan perorangan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
Pengertian dalam Undang-Undang ini memang sangat spesifik yang sudah disesuaikan dengan pengertian dan kondisi di Indonesia. Semua itu mempunyai pemahaman yang sama yang intinya adalah :
a. Informasi atau kegiatan yang terekam; b. Yang dibuat dan diterima;
c. Berbagai bentuk media;
d. Yang menyangkut masalah kegiatan dan transaksi organisasi.
2. Jenis Arsip
Kemudian dengan melihat beberapa aspek atau komponen dari pengertian arsip seperti tersebut diatas, maka pada dasarnya bahwa arsip terekam dalam berbagai bentuk media yang kemudian dikelompokkan menjadi berbagai jenis arsip. Adapun
(12)
Arsip Nasional Republik Indonesia 6 jenis arsip dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti apa yang dikemukakan oleh Milburn D. Smith III dalam bukunya “Information and Record Management” yang antara lain mengelompokkan :
a. Jenis arsip dengan media elektronik, yang antara lain meliputi disk magnetic, disket, pita magnetic, disk optic, flash disk;
b. Jenis arsip dengan media mikro fotografik, yang antara lain meliputi microfilm, mikrofis, dan COM (computer output microfilm);
c. Jenis arsip dengan media kertas, umumnya dalam berbentuk hard copy seperti memo, surat, kontak, laporan, berkas proyek;
d. Jenis arsip dengan media video dan suara atau dikenal sebagai arsip audio dan
audio visual. Media ini digunakan untuk menyimpan arsip-arsip gambar bergerak dan suara seperti kaset, audio kaset dan video tape, yang kemudian berkembang dalam media digital seperti laser disk, video compact disk dan digital compact disk (DVD).
3. Karakter Arsip
Dalam rangka unutk mendukung tugas pokok, fungsi serta unutk memberikan bahan bukti otentik, arsip mempunyai beberapa karakteristik, seiring dengan apa yang dikemukakan dalam ISO 15489 tentang Records Management, antara lain adalah: a. Otentisitas, yaitu karakter keaslian atau keorsinilan yang berkaitan dengan
konteks, struktur dan konten atau isi, maksudnya adalah bahwa arsip mempunyai pokok isi;
b. Reliabilitas, bahwa arsip harus dapat memberikan kesanggupan sebgai bahan bukti yang dapat dipercaya. Arsip tersebut harus memiliki konten atau isi yang dapat dipercaya, karena secara lengkap dan akurat benar-benar menggambarkan transaksi, kegiatan dan fakta-fakta;
c. Integritas, arsip mempunyai integritas atau untuk satu kesatuan yang saling berkaitan serta lengkap dan tidak dapat diubah;
d. Ketergunaan, adalah kesanggupan arsip untuk menempatkan, menemukan kembali dan menyajikan serta dapat mengintepretasikan aktivitas dan transaksi kegitan organisasi
(13)
Arsip Nasional Republik Indonesia 7 Sehingga dengan karakter arsip seperti tersebut diatas, maka arsip akan memiliki konten/isi, struktur, dan konteks untuk memberikan pertanggungjawaban aktivitas dan transaksi secara lengkap dan dapat menggambarkan suatu keputusan, tindakan serta tanggung jawab.
4. Perlunya Arsip Dilindungi Dan Diselamatkan Dari Bencana
Ketika terjadi bencana yang pertama diselamatkan tentu saja kelangsungan hidup manusia. Namun, dalam rehabilitasi, masalah arsip juga perlu diperhitungkan. Arsip merupakan bagian penting dalam kehidupan manuasia, sejak lahir manusia sudah berurusan dengan arsip berupa surat kelahiran/akte kelahiran, sampai akhirnya meninggal juga dibuatkan surat kematian/akte kematian. Begitu juga suatu lembaga apapun kegiatannya, akan tergantung juga dengan arsipnya, sebagai bukti keberadaan dan kegiatan lembaga tersebut.
Arsip perlu dirawat dan dilindungi dengan berbagai cara. Segala aspek perlu dipertimbangkan dalam perlindungan dan penyelamatan arsip, seperti keamanan, kelembaban, suhu, sirkulasi udara, termasuk dari ancaman bencana. Untuk di wilayah yang rentan terhadap bencana, perlu tindakan pencegahan atau meminimumkan kerusakan akibat bencana, dan tindakan merawat arsip setelah terjadi bencana.
Perlindungan dan penyelamaan arsip dari bencana, diperlukan mengingat nilai guna yang dimiliki arsip itu sendiri. Nilaiguna arsip adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaannya bagi kepentingan pengguna arsip. Ditinjau dari kepentingan pengguna arsip, nilaiguna arsip dapat dibedakan menjadi nilaiguna primer dan nilaiguna sekunder (SE Ka. ANRI No. 2 Tahun 1983).
a. Nilaiguna primer, adalah nilai arsip didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan 1embaga/instansi pencipta arsip. Penentuan ni1aiguna primer tidak hanya didasarkan pada kegunaannya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan kegiatan yang sedang berlangsung, tetapi juga kegunaannya bagi lembaga/instansi pencipta arsip tersebut di waktu yang akan datang. Ni1aiguna primer meliputi nilaiguna administrasi, nilaiguna hukum, ni1aiguna keuangan, dan nilaiguna ilmiah dan teknologi.
1) Nilaiguna administrasi, ialah nilaiguna arsip yang didasarkan pada kegunaan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi pencipta arsip. Arsip-arsip
(14)
Arsip Nasional Republik Indonesia 8 yang berisikan hal-hal yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan umumnya mempunyai nilai yang tinggi dan perlu disimpan lebih lama daripada arsip-arsip yang sifatnya hanya untuk menunjang kegiatan rutin sehari- hari.
2) Nilaiguna Hukum, arsip mempunyai nilaiguna hukum apabila berisikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan hukum atas hak dan kewajiban warga negara dan pemerintah. Arsip-arsip yang mempunyai nilaiguna hukum, antara lain adalah arsip-arsip yang berisikan Keputusan/Ketetapan, Perjanjian, Bahan bahan bukti peradilan dan lain sebagainya. Jangka waktu penyimpanan arsip-arsip yang bernilaiguna hukum tergantung pada hal/urusan yang diperiksa. Kegunaannya akan berakhir apabila urusannya telah selesai, telah kadaluwarsa atau oleh karena suatu ketentuan dalam peraturan perundangan.
3) Nilaiguna Keuangan, arsip yang mempunyai nilaiguna keuangan berisikan segala hal-ikhwal yang menyangkut transaksi dan pertanggungjawaban keuangan, misalnya arsip-arsip tentang rencana anggaran belanja, pertanggungjawaban keuangan, pembukuan, laporan keuangan, laporan pemeriksaan keuangan dan lain sebagainya. Hendaknya jangan dikacaukan antara arsip yang berisikan kebijaksanaan di bidang keuangan dengan arsip yang berisikan tentang hal-ikhwal mengenai transaksi keuangan. Arsip yang memuat kebijaksanaan di bidang keuangan pada umumnya mempunyai jangka waktu penyimpanan/retensi yang panjang.
4) Nilaiguna Ilmiah dan Teknologi, arsip bernilaiguna ilmiah dan teknologi mengandung data ilmiah dan teknologi sebagai akibat/hasil penelitian murni atau penelitian terapan. Apabila data tersebut tidak dimanfaatkan secara langsung atau hasil penelitian itu tidak diterbitkan, maka arsip-arsip ini mempunyai jangka waktu penyimpanan/retensi yang panjang. Tidak mudah untuk menentukan nilaiguna dari arsip yang berisikan basil penelitian ilmiah. Berkas-berkas penelitian yang lama tidak dihiraukan lagi mungkin tiba-tiba bisa menjadi mata rantai yang penting bagi suatu penemuan baru. Hal-hal semacam itu sukar untuk diramalkan. Oleh karena itu dalam menentukan nilaiguna ilmiah dan teknologi ini perlu bimbingan dan peran serta dari para ilmuwan dan/atau peneliti yang bersangkutan.
(15)
Arsip Nasional Republik Indonesia 9 b. Nilaiguna Sekunder, adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip bagi
kepentingan lembaga/instansi lain dan/atau kepentingan umum di luar lembaga/instansi pencipta arsip dan kegunaannya sebagai bahan bukti dan bahan pertanggungjawaban nasional. Nilaiguna sekunder diberlakukan apabila arsip-arsip tidak lagi ada kegunaannya bagi kepentingan pencipta arsip-arsip. Arsip yang bernilaiguna sekunder diserahkan ke Arsip Nasional dan disimpan di/oleh Arsip Nasional, sehingga pihak lain di luar pencipta arsip dapat memanfaatkan dan menggunakannya. Meskipun penentuan nilaiguna sekunder ini merupakan bagian tugas dari Arsip Nasional, namun pejabat instansi pencipta arsip mempunyai peran serta dalam memberikan keterangan-keterangan yang berharga tentang terciptanya dan kegunaan arsip-arsip itu. Nilaiguna sekunder meliputi nilaiguna kebuktian dan nilaiguna informasional.
1) Nilaiguna Kebuktian, arsip mempunyai nilaiguna kebuktian apabila mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur, fungsi dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil/akibat kegiatannya itu. Arsip-arsip semacam ini diperlukan bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang serupa dan bagi mereka yang berminat di bidang administrasi negara.
2) Nilaiguna Informasional, arsip yang mempunyai nilaiguna informasional ditentukan oleh isi atau informasi yang terkandung dalam arsip itu bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan kesejahteraan tanpa dikaitkan dengan lembaga/instansi penciptanya, yaitu informasi mengenai orang, tempat, benda, fenomena, masalah dan sejenisnya.
Arsip tidak selalu hanya memiliki nilaiguna tunggal, tetapi dapat juga memiliki nilaiguna ganda. Pada arsip yang mempunyai nilaiguna ganda, apabila nilaiguna yang satu berakhir masih berlaku nilaiguna yang lain. Kegunaan yang ganda ini menentukan pula nilai arsip sehubungan dengan jangka waktu penyimpanan/retensinya.
(16)
Arsip Nasional Republik Indonesia 10 B. Konsep Bencana
1. Pengertian Bencana
Pengertian bencana berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Jenis Bencana
Berdasarkan Pengertian bencana di atas, dapat disebutkan bahwa jenis bencana meliputi bencana alam, bencana non alam, dan bencana social. Pengertian jenis-jenis bencana tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 1 ayat 2, 3, dan 4, adalah sebagai berikut: a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana Nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana Sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
3. Penanggulangan Bencana
Upaya penanggulangan bencan meliputi kegiata-kegiatan pencegahan mitigasi, kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan yang dilakukan pada sebelum, pada saat, dan setelah bencana. mengingat luasnya spectrum kegiatan penanganan bencana dan jenis bencana, maka lembaga yang terkait dengan penanggulangan bencana sangat bertanggung jawab.
(17)
Arsip Nasional Republik Indonesia 11 Sebagai langkah awal dalam upaya penangulangan bencana adalah identifikasi karakteristik bencana. Karakteristik bencana yang mengancam di Indonesia perlu dipahami oleh aparatur pemerintah dan masyarakat terutama yang tinggal di wilayah rawan bencana. Karena dengan pengenalan karakteristik tersebut, maka dapat memahami perilaku dan ancaman sehingga dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasinya atau tidak mengurangi kemungkinan dampak yang ditimbulkan.
Salah satu penyebab timbulnya bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman dari bencana. Sering kali seolah-olah bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga masyarakat kurang siap menghadapi, akibatnya timbul banyak kerugian bahkan korban jiwa.
Pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut :
a. Bagaimana ancaman bahaya timbul;
b. Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya; c. Mekanisme perusakan secara fisik;
d. Sector dan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana; e. Dampak dari kerusakan.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Penanggulangan Bencana. penyelenggaraan penanngulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangungan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
a. Pra bencana yang meliputi: 1) Situasi tidak terjadi bencana; 2) Situasi terdapat potensi bencana.
b. Saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana c. Pasca bencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.
(18)
Arsip Nasional Republik Indonesia 12 C. Perlindungan Dan Penyelamatan Arsip dari Bencana
Perlindungan dan penyelamatan arsip di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan dijelaskan pada bagian kedelapan pasal 33 sampai dengan 35, bahwa:
1. Negara menyelenggarakan perlindungan dan penyelamatan arsip milik negara yaitu arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana negara baik yang keberadaannya di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahan pertanggungjawaban setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kepentingan negara, pemerintahan, pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat, khususnya yang berkaitan dengan kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah-masalah pemerintahan yang strategis.
2. Perlindungan dan penyelamatan yang dimaksud adalah dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, dan terorisme.
3. Pelaksanaan perlindungan dan penyelamatan arsip dikoordinasikan oleh ANRI dan pencipta arsip, dan pihak terkait. Akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI, pencipta arsip yang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Akibat bencana yang tidak dinyatakan sebagai bencana nasional dilaksanakan oleh pencipta arsip, arsip daerah provinsi, dan/atau arsip daerah kabupaten/kota yang berkoordinasi dengan BNPB.
4. Untuk arsip negara yang digabung dan/atau dibubarkan tanggung jawab penyelamatan arsipnya dilaksanakan oleh ANRI bersama dengan lembaga negara yang bersangkutan sejak penggabungan dan/atau pembubaran ditetapkan. Dalam hal terjadi penggabungan dan/atau pembubaran suatu satuan kerja perangkat daerah, pemerintah daerah mengambil tindakan untuk melakukan upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah tersebut. Upaya penyelamatan arsip dari satuan kerja perangkat daerah sebagai akibat penggabungan dan/atau pembubaran dilaksanakan oleh arsip daerah provinsi atau arsip daerah kabupaten/kota sesuai dengan ruang lingkup fungsi dan tugas.
(19)
Arsip Nasional Republik Indonesia 13 BAB III
METODE PENGKAJIAN
Metode pengkajian yang dimaksud dalam bab ini adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2010:1-4) dengan sebutan metode penelitian. Tujuan pengkajian tersebut ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan; dan kegunaan pengkajian untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Metode pengkajian yang digunakan dalam pengkajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana adalah menggunakan metode kualitatif yangdidukung oleh data kuantitatif, karena permasalahan sangat kompleks dan dinamis, serta perlu memahami situasi sosial secara mendalam. Pokok bahasan pada bab ini meliputi: tempat pengkajian, instrument pengkajian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. Sugiyono (2010: 292-294).
A. Obyek Pengkajian
Obyek Pengkajian dilaksanakan pada empat daerah yang dilanda bencana, yaitu: Nanggroe Aceh Darusalam yang telah mengalami bencana tsunami, Sumatera Barat dan Yogyakarta yang mengalami bencana gempa bumi, dan Jawa Timur yang mengalami bencana lumpur lapindo.
B. Instrumen Pengkajian
Dalam pengkajian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat pengkajian adalah pengkaji itu sendiri atau anggota tim pengkaji Sugiyono (2010:222). Adapun anggota tim pengkajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana dapat dilihat pada Surat Keputusan Kepala ANRI Nomor: HK.01.02/92/2011 tentang Tim Pengkajian Perlindungan dan Penyelamatan Arsip Dari Bencana, Adalah anggota tim pengkajian, terlampir pada lampiran 1.
(20)
Arsip Nasional Republik Indonesia 14 C. Sampel Sumber Data
Pengkajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana menggunakan sampel dengan sumber data dipilih secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan dalam kajian ini adalah daerah-daerah yang ditetapkan sebagai sampel adalah daerah yang terkena bencana terbesar di Indonesia, sebagaimana yang sudah dituangkan di obyek pengkajian di atas, dengan informan dari perwakilan lembaga negara strategis di daerah, yaitu:
1) Kanwil Agama 2) Kodam
3) Polda
4) Kanwil Kementerian Hukum dan Ham
5) Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan 6) Biro Hukum Sekretariat Daerah
7) Biro Pemerintahan dan Kependudukan sekretariatk daerah 8) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Daerah
9) Biro Administrasi dan Kerjasama
10)Badan Penanggulangan Bencana Daerah
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam pengkajian , tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan data sesuai standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data pada kajian perlindungan dan penyelamatan arsip dari bencana dilakukan dengan wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 2.
(21)
Arsip Nasional Republik Indonesia 15 E. Teknik Analisa Data
Dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik analisa data dari berbagai sumber, sehingga menghasilkan hasil analisa data yang akan menjawab permasalahan dalam kajian ini.
(22)
Arsip Nasional Republik Indonesia 16 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah
1. Banda Aceh - Nanggroe Aceh Darussalam (NAD )
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terletak paling barat di Indonesia. Berdiri pada tanggal 7 Desember 1959, ditetapkan dengan Undang-Undang No 24 tahun 1959 Tentang Daerah Istemewa Aceh. Pada tahun 2001, dengan otonomi khusus, namanya berubah menjadi Naggroe Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh.
Provinsi NAD terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu suku: Gayo, Alas, Aceh, Tamiang, Simeullue, Kluet, Aneuk, dan suku-suku lainnya yang berasal dari berbagai daerah. Mayoritas penduduk beragama islam, sehingga di Provinsi Aceh diterapkan hukum menurut agama islam. Bagi penganut agama lain hukum tersebut tidak berlaku, yang berlaku adalah hukum negara Indonesia.
Tabel 1. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di NAD
NO Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas
(km²)
1 Kabupaten Aceh Barat Meulaboh 2.928
2 Kabupaten Aceh Barat Daya Blangpidie 2.334
3 Kabupaten Aceh Besar Kota Jantho 2.969
4 Kabupaten Aceh Jaya Calang 3.817
5 Kabupaten Aceh Selatan Tapaktuan 3.852
6 Kabupaten Aceh Singkil Singkil 2.289
7 Kabupaten Aceh Tamiang Kuala Simpang 1.940
8 Kabupaten Aceh Tengah Takengon 4.315
9 Kabupaten Aceh Tenggara Kutacane 4.189
(23)
Arsip Nasional Republik Indonesia 17
NO Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas
(km²)
11 Kabupaten Aceh Utara Lhokseumawe 3.237
12 Kota Banda Aceh - 142
13 Kabupaten Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 1.457
14 Kabupaten Bireuen Bireuen 1.901.120
15 Kabupaten Gayolues Blangkejeren -
16 Kota Langsa Langsa 153
17 Kota Lhokseumawe Lhokseumawe 262
18 Kabupaten Naganraya Sukamakmue -
19 Kabupaten Pidie Sigli 2.885
20 Kabupaten Pidie Jaya Meureudu -
21 Kota Sabang Sabang 61
22 Kabupaten Simeulue Sinabang -
23 Kota Subulussalam 142 -
13 Kabupaten Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 1.457 Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh Dalam Angka 2010 (01-7-2007)
Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara: 05º 16' 15"-05º 36' 16" Lintang Utara dan 95º 16' 15"-95º 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2 dengan batas-batas:
1) Arah Timur : Selat Malaka
2) Arah Barat : Samudera Indonesia 3) Arah Utara : Selar Malaka
4) Arah Selatan : Provinsi Sumatera Utara
Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, 17 Mukim, 70 Desa dan 20 Kelurahan. Berikut tabel luas wilayah dalam hitungan Km2 dan nilai persentasinya dari masing-masing Kecamatan :
(24)
Arsip Nasional Republik Indonesia 18 Tabel 2. Luas Wialayah Berdasarkan Kecamatan di NAD
Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh Dalam Angka 2010 (01-7-2007)
Kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh setelah musibah gempa dan tsunami menjadi berkurang bila dibandingkan kondisi kepadatan penduduk sebelum peristiwa tersebut. Bencana tsunami merenggut korban jiwa sekitar 50 ribu jiwa, banyak menelan korban jiwa terutama di daerah-daerah yang terkena dampak langsung tsunami. Tahun 2007 jumlah penduduk Kota Banda Aceh sebesar 219.659 jiwa berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.
Tabel Jumlah Penduduk, Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per Desa dan Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per Km2 Kota Banda Aceh Tahun 2007 (Diurutkan berdasarkan jumlah penduduk per kecamatan)
No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)
1. Meuraxa 7.258 11,85
2. Jaya Baru 3.780 6,16
3. Banda Raya 4.789 7,80
4. Baiturrahman 4.539 7,40
5. Lueng Bata 5.341 8,70
6. Kuta Alam 10.047 16,37
7. Kuta Raja 5.211 8,49
8. Syiah Kuala 14.244 23.21
9. Ulee Kareng 6.150 10,02
(25)
Arsip Nasional Republik Indonesia 19 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di NAD
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
Rata-Rata Kepadatan Penduduk Per
Desa Per Km
2
1. Meuraxa 3.719 232 0,51
2. Jaya Baru 15.317 1.701 4,05
3. Banda Raya 29.363 2.936 6,13
4. Baiturrahman 4.989 1.098 9,03
5. Lueng Bata 23.083 2.564 4,32
6. Kuta Alam 43.746 3.976 4,35
7. Kuta Raja 4.639 773 0,89
8. Syiah Kuala 30.867 3.086 2,17
9. Ulee Kareng 27.936 3.104 4,54
Jumlah 219.659 2.440 3,58
Pada tahun 2006 dan 2007 rasio jenis kelamin penduduk Kota Banda Aceh sudah diatas 100, hal ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan. Tabel Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio pada Tahun 2007(Diurutkan berdasarkan rasio sex jumlah penduduk per kecamatan).
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kecamatan Jenis Kelamin Sex Rasio
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Meuraxa 1.966 1.753 3.719 112,2
2. Jaya Baru 8.097 7.220 15.317 112,1
3. Banda Raya 15.522 13.841 29.363 119,1
4. Baiturrahman 21.668 19.321 40.989 112,1
5. Lueng Bata 12.202 10.881 23.083 112,0
(26)
Arsip Nasional Republik Indonesia 20 No. Kecamatan Jenis
Kelamin Sex Rasio No. Kecamatan
7. Kuta Raja 3.013 2.187 4.639 137,8
8. Syiah Kuala 15.473 14.550 30.867 175,1
9. Ulee Kareng 14.767 13.169 27.936 112,1
Jumlah 116.116 103.543 219.659 112,4 Sumber : Banda Aceh Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Kota Banda Aceh)
a) Klimatologi
Klimatologi Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,5º C sampai 27,5º C dengan tekanan 1008 – 1012 milibar. Sedangkan untuk suhu terendah dan tertinggi bervariasi antara 18º C hingga 20º C dan 33º C hingga 37º C.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara 75% - 87%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Sebagai gambaran dapat diamati grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata; maksimum dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata; maksimum dan minimum; serta kecepatan angin rata-rata; maksimum dan minimum.
Kota Banda Aceh dibelah oleh Krueng Aceh yang merupakan sungai terpanjang di kawasan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Terdapat tujuh sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area), sumber air baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Klimatologi Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata
(27)
Arsip Nasional Republik Indonesia 21 bulanan berkisar antara 25,5º C sampai 27,5º C dengan tekanan 1008 - 1012 milibar.
b) Litologi
Kondisi tanah yang umumnya terdapat di Kota Banda Aceh secara umum dan khususnya di daerah pesisir ini didominasi oleh jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) dan Regosol dengan tekstur tanah antara sedang sampai kasar.
Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui media air sungai atau aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah pesisir terjadi endapan di tempat-tempat tertentu seperti Krueng Aceh dan anak-anak sungai lainnya, seperti pada belokan sungai bagian dalam. Hasil sedimentasi oleh aliran permukaan setempat dijumpai sebagai longgakan tanah pada bagian tertentu.
c) Geomorfologi
Daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi :
a) Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga sebagian Kecamatan Kuta Raja
b) Pesisir pantai wilayah barat di sebagian Kecamatan Meuraxa
Sedangkan daerah yang termasuk pedataran sampai dengan elevasi ketinggian 0 hingga lebih dari 10 m, kemiringan lereng 0 - 2 % terletak antara muara-muara sungai dan perbukitan. Dari kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor.
Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam, sehingga Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan sejak Pilosen membentuk suatu Graben. Ini menunjukkan ruas-ruas patahan Semangko di Pulau Sumatera dan kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di sebelah Tenggara, sehingga dataran Banda Aceh merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di
(28)
Arsip Nasional Republik Indonesia 22 sekitarnya. Gambar berikut menjelaskan struktur patahan semangko yang melintasi wilayah Kota Banda Aceh
d) Topografi
Kota Banda Aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan Sungai Krueng Aceh dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut.
2. Padang - Sumatera Barat
Kota Padang adalah ibukota Propinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai barat pulau Sumatera dan berada antara 0º 44' 00" dan 1º 08' 35" Lintang Selatan serta antara 100º 05' 05" dan 100º 34' 09" Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kota Tangah yang mencapai 232,25 km2.
Dari keseluruhan luas Kota Padang sebagian besar atau 52,52 persen berupa hutan yang dillindungi oleh pemerintah. Berupa bangunan dan perkarangan seluas 9,01 persen atau 62,63 km2 sedangkan yang digunakan untuk lahan sawah seluas 7,52 persen atau 52,25 km2.
Selain di daratan pulau Sumatera, Kota Padang memiliki 19 pulau dimana yang terbesar adalah Pulau Sikuai di Kecamatan Bungus Teluk Kabung seluas 38,6 km2, Pulau Toran di kecamatan Padang Selatan seluas 25 km2 dan Pulau Pisang Gadang seluas 21,12 km2 juga di Kecamatan Padang Selatan.
Wilayah daratan Kota Padang yang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0-1853 m diatas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm perbulan dengan rata-rata
(29)
Arsip Nasional Republik Indonesia 23 hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003. suhu udaranya cukup tinggi yaitu antara 23°-32ºC pada siang hari dan pada malam hari adalah antara 22º-28ºC. Kelembabannya berkisar antara 78-81 persen. Batas Wilayah adalah sbb:
1) Arah Timur : Provinsi Riau 2) Arah Barat : Samudera Indonesia 3) Arah Utara : Provinsi Sumatera Utara 4) Arah Selatan : Provinsi Jambi
Pada awalnya luas Kota Padang adalah 33 Km2, yang terdiri dari 3 Kecamatan dan 13 buah Kampung, yaitu Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan dan Padang Timur. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tanggal 21 Maret 1980 wilayah Kota Padang menjadi 694,96 Km2, yang terdiri dari 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan. Dengan dicanangkannya pelaksanaan otonomi daerah sejak Tanggal 1 Januari 2001, maka wilayah administratif Kota Padang dibagi dalam 11 Kecamatan dan 103 Kelurahan.
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Kabupaten di Sumatera Barat
NO Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas
(km²)
Jarak ke Ibukota Provinsi (km)
1 Kabupaten Agam Lubuk Basung 2.232 120
2 Kota Bukittinggi Bukittinggi 25 91
3 Kabupaten Dharmasraya Dharmasraya 2.961 170
4 Kabupaten Kepulauan Mentawai Tuapejat 6.011 -
5 Kabupaten Limapuluhkoto Sarilamak 3.354 -
6 Kota Padang Padang 695 -
7 Kota Padangpanjang Padangpanjang 23 -
8 Kabupaten Padangpariaman Pariaman 1.329 -
9 Kota Pariaman Pariaman 73 56
10 Kabupaten Pasaman Lubuksikaping 3.948 -
(30)
Arsip Nasional Republik Indonesia 24 a. S
u r a b a y a
3. Surabaya – Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur mempunyai 229 pulau dengan luas wilayah daratan sebesar 47.130,15 Km2 dan Lautan seluas 110.764,28 km2. Wilayah ini membentang antara 111º0’ BT - 114º4’ BT dan 7º 12’ LS - 8º48’ LS. Batas wilayah adalah sbb:
1) Arah Timur : Pulau Bali
2) Arah Barat Provinsi : Jawa Tengah
3) Arah Utara Provinsi : Kalimantan Selatan 4) Arah Selatan : Samudera Indonesia
Provinsi Jawa Timur dibagi atas daerah Kabupaten dan Kota, meliputi:
29 Kabupaten: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
9 Kota: Surabaya, Madiun, Kediri, Blitar, Malang, Batu, Pasuruan, Probolinggo dan Mojokerto.
Guna memantapkan dan meningkatkan koordinasi pelaksanaan Pemerintahan dan Pembangunan di seluruh wilayah Jawa timur serta dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dibentuk Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Jawa Timur yang selanjutnya disingkat BAKORWIL.
12 Kota Payakumbuh Payakumbuh 80 124
13 Kabupaten Pesisir Selatan Painan 5.795 77
14 Kota Sawahlunto Sawahlunto 273 95
15 Kabupaten Sawahlunto / Sinjunjung Muara 3.131 -
16 Kabupaten Sijunjung Muarosijunjung - -
17 Kabupaten Solok Arosuka 3.738 64
18 Kota Solok Solok 58 64
19 Kabupaten Solok Selatan Teminabuan 3.346 120
(31)
Arsip Nasional Republik Indonesia 25 1) BAKORWIL-I berkududukan di Kota Madiun, dengan wilayah kerja meliputi:
Kota Madiun; Kabupaten Madiun; Kabupaten Magetan; Kabupaten Ngawi; Kabupaten Ponorogo; Kabupaten Trenggalek; Kabupaten Tulungagung; Kabupaten Pacitan; Kabupaten Blitar; Kota Blitar dan Kabupaten Nganjuk.
2) BAKORWIL-II berkududukan di Kabupaten Bojonegoro, dengan wilayah kerja meliputi: Kabupaten Bojonegoro; Kabupaten Lamongan; Kabupaten Tuban; Kabupaten Jombang; Kabupaten Mojokerto; Kota Mojokerto; Kabupaten Kediri dan Kota Kediri.
3) BAKORWIL-III berkududukan di Kota Malang, dengan wilayah kerja meliputi: Kota Malang; Kabupaten Malang; Kota Batu; Kabupaten Pasuruan; Kota Pasuruan; Kabupaten Probolinggo; Kota Probolinggo; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Jember; Kabupaten Banyuwangi; Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso.
4) BAKORWIL-IV berkedudukan di Kabupaten Pamekasan, dengan wilayah kerja meliputi:Kabupaten Pamekasan; Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Sampang; Kabupaten Sumenep; Kota Surabaya.
Tabel 6. Luas wilayah Berdasarkan Kabupaten di Jawa Timur
NO. Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas (km²)
Jarak ke Ibukota Provinsi (km) 1 Kabupaten Bangkalan Bangkalan 1.260 28
2 Kabupaten Banyuwangi Banyuwangi 5.783 288
3 Kota Batu Batu 93 -
4 Kabupaten Blitar Blitar 1.589 167
5 Kota Blitar Blitar 33 167
6 Kabupaten Bojonegoro Bojonegoro 2.307 108
7 Kabupaten Bondowoso Bondowoso 1.560 191
8 Kabupaten Gresik Gresik 1.191 18
9 Kabupaten Jember Jember 2.478 197
(32)
Arsip Nasional Republik Indonesia 26 NO. Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas
(km²)
Jarak ke Ibukota Provinsi (km)
11 Kabupaten Kediri Kediri 1.386 123
12 Kota Kediri Kediri 63 123
13 Kabupaten Lamongan Lamongan 1.670 45
14 Kabupaten Lumajang Lumajang 1.791 145
15 Kota Madiun Madiun 33 169
16 Kabupaten Madiun Madiun 1.011 169
17 Kabupaten Magetan Magetan 689 193
18 Kota Malang Klojen 110 89
19 Kabupaten Malang Malang 2.979 89
20 Kota Mojokerto Mojokerto 16 49
21 Kabupaten Mojokerto Mojokerto 692 49
22 Kabupaten Nganjuk Nganjuk 1.224 119
23 Kabupaten Ngawi Ngawi 1.296 181
24 Kabupaten Pacitan Pacitan 1.342 276
25 Kabupaten Pamekasan Pamekasan 792 123
26 Kota Pasuruan Pasuruan 35 60
27 Kabupaten Pasuruan Pasuruan 1.151 60
28 Kabupaten Ponorogo Ponorogo 1.372 198
29 Kota Probolinggo Probolinggo 57 90
30 Kabupaten Probolinggo Probolinggo 1.599 90
31 Kabupaten Sampang Sampang 1.233 90
32 Kabupaten Sidoarjo Sidoarjo 634 23
33 Kabupaten Situbondo Situbondo 1.639 194
34 Kabupaten Sumenep Sumenep 1.999 175
35 Kota Surabaya Surabaya 326 -
(33)
Arsip Nasional Republik Indonesia 27 NO. Nama Kabupaten/Kota Ibukota Luas
(km²)
Jarak ke Ibukota Provinsi (km)
37 Kabupaten Tuban Tuban 1.840 103
38 Kabupaten Tulungagung Tulungagung 1.046 154
Surabaya merupakan kota multi etnis yang kaya budaya. Beragam etnis ada di Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara pun dapai dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya adalah orang Surabaya asli dan orang Madura.
Ciri khas masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul. Gaya bicaranya sangat terbuka. Walaupun tampak seperti bertemperamen kasar, masyarakat disini sangat demokratis, toleran dan senang menolong orang lain. Dalam berkesenian masyarakat disini senang dengan gerakan yang atraktif, dinamis dan humoristik. Gerak tari yang lambat kurang diterima disini.
Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sampai dengan Bulan Desember 2007. Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terdaftar di Kartu keluarga hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa atau sebanyak 755.914 Kepala keluarga. Komposisi penduduk Kota Surabaya pada Tahun 2007 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 1.437.682 jiwa penduduk laki-laki (50,23 %) dan 1.424.246 (49,77 %) jiwa penduduk perempuan.
Sedangkan dilihat dari komposisi kelompok umur/struktur usia pada tahun 2007 penduduk Kota Surabaya dapat dijelaskan bahwa proporsi terbanyak adalah pada kelompok usia 36 – 45 Tahun (524.829 jiwa) dan 46-59 Tahun (464.205 jiwa).
Jika dilihat dari komposisi penduduk kota Surabaya pada tahun 2007 berdasarkan profesi dapat dijelaskan bahwa terbanyak adalah pegawai swasta sejumlah 684.581 jiwa, selanjutnya adalah sebagai ibu rumah tangga sejumlah 527.343 jiwa dan sebagai pelajar sebanyak 448.551 jiwa. Komposisi penduduk kota Surabaya berdasarkan pendidikan pada tahun 2007 terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SLTA (772.133 jiwa) kemudian SD (769.728 jiwa) serta tidak sekolah (616.240 jiwa).
(34)
Arsip Nasional Republik Indonesia 28 Kota Surabaya merupakan kota lama yang berkembang hingga mencapai bentuknya seperti saat ini. Awalnya masyarakat tinggal dalam perkampungan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,2 % setahun, tentu saja kebutuhan akan perumahan sangat besar. Masyarakat dapat menetap dalam perkampungan padat ataupun memilih berpindah ke real estate yang lebih teratur. Pilihan kelas real estate pun sangat beragam. Hunian bertaraf internasional yang dilengkapi dengan padang golf dengan keamanan yang ketat juga tersedia di sini.
Seperti di belahan rnanapun di dunia, dikotomi miskin dan kaya tentu saja juga terjadi di Surabaya. Akan tetapi masing-masing dapat berdampingan dengan damai, dan tidak menjadi alasan hidup di Surabaya menjadi kurang nyaman.
4. Yogyakarta
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Sleman
Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut.
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu: Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong, Bagian tengah adalah Sungai Code, Sebelah barat adalah Sungai Winongo.
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY, dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45
(35)
Arsip Nasional Republik Indonesia 29 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 489.000 jiwa (data per Desember 1999) dengan kepadatan rata-rata 15.000 jiwa/Km².
Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan).
Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam.
Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km². Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.
B. Karakteristik Bencana
Setiap jenis bencana memiliki karakteristik dan sangat berkaitan erat dengan masalah yang dapat diakibatkannya. Dengan mengenal karakteristik setiap ancaman, kita dapat mengetahui perilaku ancaman tersebut dan menyusun langkah-langkah pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan termasuk dalam penyusunan rencana operasional saat terjadi bencana. Berikut beberapa karakteristik jenis bencana disertai permasalahan spesifik yang menyertai dalam penanganannya.
(36)
Arsip Nasional Republik Indonesia 30 1. Gempa Bumi
1) Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah terguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antara lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan bantuan, kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relative kecil sehingga memusatkan pembahasan pada gempa bumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Beberapa penyebab gempa bumi, antara lain :
a) Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi; b) Aktivitas sesar di permukaan bumi;
c) Aktivitas gunung api; d) Ledakan nuklir.
2) Permasalahan Spesifik
Gempa bumi mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai berikut :
a) Perkampungan padat dengan kontruksi yang lemah dan padat penghuni; b) Bangunan dengan desain teknis yang buruk, bangunan tanah, bangunana
tembok tanpa perkuatan;
c) Bangunan dengan atap yang berat;
d) Bangunan tua dengan kekuatan lateral dan kualitas yang rendah; e) Bangunan tinggi yang dibangun diatas tanah lepas/tidak kompak; f) Infastruktur diatas tanah atau timbunan;
(37)
Arsip Nasional Republik Indonesia 31 2. Erupsi/ Letusan Gunung Berapi
1) Pengertian Erupsi/Letusan Gunung Berapi
Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma)/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi. Beberapa penyebab terjadinya erupsi/letusan gunung berapi :
a) Pancaran magma dari dalam bumi yang berasosisi dengan arus konveksi panas;
b) Proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng/kulit bumi; c) Akumulasi tekanan dan temperature dan fluida magma memimbulkan
pelepasan energy.
2) Permasalahan spesifik
Erupsi/letusan gunung berapi mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai berikut :
a) Makluk hidup dan harta benda yang ada disekitar pusat letusan atau kawasan rawan bencana;
b) Semua bangunan dapat terbakar atau rubuh dilanda material letusan;
c) Atap dan rumah yang terbuat dari kayu atau dari bahan yang mudah terbakar lainnya;
d) Sumber air minum (terutama yang terbuka) mudah tercemar oleh debu gunung berapi;
e) Atap bangunan yang lemah tidak tahan terhadap endapan debu; f) Tanaman rusak menimbukan gagal panen, cadangan pangan tergangu;
g) Material letusan, terutama abu dapat mengakibatkan ganguan pernapasan (ISPA) dan sakit mata.
h) Debu vulkanik menyebabkan masalah pernapasan dan dapat mencemari sumber air
(38)
Arsip Nasional Republik Indonesia 32 3. Tsunami
1) Pengertian Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu”berarti pelabuhan, “name” berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh ganguan impulsive dari dasar laut. Ganguan impulsive tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Beberapa penyebab terjadinya tsunami :
a) Gempa bumi yang dikuti dengan dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat besar dibawah air (laut/danau).
b) Tanah longsor dibawah tubuh air/laut.
c) Letusan gunung dibawah laut dan gunung api pulau.
Tsunami mempunyai kecepatan yang berbanding lurus dengan kedalaman laut semakin besar kedalaman laut maka kecepatan tsunami semakin besar. Selama perjalanan dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Akibatnya tinggi gelombang dipantai menjadi semakin besar karean adanya penumpukan masa air akibat dari penurunan kecepatan. Ketika mencapai pantai, kecepatan tsunami yang naik ke daratan berkurang menjadi sekitar 25-100 km/jam. Gelombang yang berkecepatan tinggi ini bisa menghancurkan kehidupan didaerah pantai dan kembalinya air ke laut setelah mencapai puncak gelombang bisa menyeret segala sesuatu ke laut. Dataran rendah pun dapat menjadi tergenang membentuk lautan baru.
2) Permasalahan Spesifik :
Tsunami mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai berikut:
a) Struktur bangnan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu; b) Bangunan bangunan sementara atau semi permanen;
(39)
Arsip Nasional Republik Indonesia 33 c) Bangunan-bangunan yang dimensi lebarnya sejajar dengan garis pantai;
d) Material bangunan tambahan yang menempel kurang kuat pada bangunan utama seperti papan, seng, asbes, dan sebagainya.
e) Bangunan dan fasilitas telekomunikasi, listrik dan air bersih;
f) Kapal penangkap ikan atau bangunan industri maritime lainnya yang terletak disekitar pantai;
g) Jembatan dan jalan didaerah dataran pantai;
h) Sawah, ladang, tambak, kolam budidaya perikanan.
4. Angin siklon tropis
1) Pengertian Angin Siklon tropis
Pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali didaerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Penyebab terjadinya angin siklon tropis dikarenakan perbedaaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer disekitar daerah sistem tekanan rendah yang ektrem. Sistem pusaran ini bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Di Indonesia, angin ini dikenal sebagai badai, di Samudera Pacifik sebagai angin taifun (typhoon), di Samudera Hindia disebut siklon (Icyclone), dan di Amerika dinamakan hurricane.
2) Permasalahan spesifik
Angin siklon tropis mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia maupun kerusakan fasilitas milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai berikut:
a) Struktur bangunan yang ringan atau perumahan yang terbuat dari kayu bangunan bangunan sementara atau semi permanen;
(40)
Arsip Nasional Republik Indonesia 34 c) Material bangunan tambahan yang menempel kurang pada bangunan utama
seperti papan, seng, asbes, dan sebagainnya;
d) Tiang kabel listrik yang tinggi akan tumbang diterpa angin;
e) Kapal-kapal penangkapan ikan atau bangunan industrsi maritime lainnya yang terletak disekitar pantai.
5. Banjir
1) Pengertian Banjir
Ada dua pengertian mengenai banjir :
a) Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.
b) Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air di muara akibat badai.
Untuk Negara tropis, berdasarkan sumber airnya yang belebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori :
a) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.
b) Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginginya gelombang laut akibat badai.
c) Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bending, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
d) Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus banjir bandang jenis ini terjadi pada banjir bahorok, kabupaten langkat, Sumatera Utara.
(41)
Arsip Nasional Republik Indonesia 35 2) Permasalahan Spesifik
Bencana banjir mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia dan harta benda, baik perorangan maupun milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraiannya sebagai berikut :
a. Mengakibatkan penduduk yang meninggal, hilang, luka-luka, dan pengungsian; Mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat, harta benda perorangan yang tergenang rusak dan hanyut seperti rumah tinggal, mobil, perabotan rumah tangga, dll.
b. Prasarana transportasi yang tergenang, rusak, dan hanyut karena banjir. Contoh : jalan, jembatan, stasiun, terminal bus,dll.
c. Fasilitas sosial yang tergenang, rusak, dan hanyut diantaranya : sekolah, rumah sakit, puskesmas, tempat ibadah, pasar, dan fasilitas sosial lainnya. d. Fasilitas pemerintahan, industri-jasa, dan fasilitas starategis lainnya,
diantaranya : kantor instansi pemerintah, komplek industri, jaringan distribusi air, gas, instalasi telekomunasi, dll.
e. Prasarana pertanian dan perikanan, diantaranya : sawah beririgasi dan sawah tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan/kehilangan produksi), tambak, perkebunan, dll.
f. Prasarana pengairan, diantaranya : bendungan, tanggul, jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air, dll.
6. Tanah Longsor
1) Pengertian Longsor
longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun pencampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni : longsoran transisi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran transisi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia, sedangkan
(42)
Arsip Nasional Republik Indonesia 36 longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
(43)
Arsip Nasional Republik Indonesia 37
Sumber : pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi ESDM 2) Permasalahan Spesifik
Tanah longsor terjadi karena ada ganguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Ganguaan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi terutama kemiringan lereng, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau tergangu kestabilannya tanpa dipicu proses pemicunya. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi penyebab yang berupa:
a) Factor pengontrol ganguan kestabilan lereng; b) Proses pemicu longsoran.
Bencana tanah longsor mengakibatkan kerugian dan permasalahan yang serius yaitu berupa korban manusia maupun fasilitas milik umum yang dapat mengangu bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk;
a) Permukiman yang dibangun pada lereng yang terjal dan tanah yang lunak, atau dekat tebing sungai;
b) Permukiman yang dibangun dibawah lereng yang terjal;
c) Permukimaman yang dibangun di mulut sungai yang berasal dari pegunungan diatasnya, rawan terhadap banjir bandang;
d) Jalan dan prasarana komunikasi yang melintasi lembah dan perbukitan; e) Bangunan tembok;
f) Bangunan dengan fondasi yang lemah;
g) Struktur bangunan dengan fondasi tidak menyatu; h) Utilitas bawah tanah, pipa air, pipa gas dan pipa kabel.
(44)
Arsip Nasional Republik Indonesia 38 C. Dampak Bencana Terhadap Arsip
Musibah bencana bukan saja menelan korban jiwa dan harta, namun juga memberikan dampak yang sangat besar terhadap keseluruhan aspek kehidupan manusia, termasuk musnah, hilang dan rusaknya arsip atau dokumen penting.
Jenis bencana yang terjadi di daerah yang menjadi obyek pengkajian serta dampaknya terhadap perlindungan dan penyelamatan arsip dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Dampak Bencana Terhadap Arsip Pada Obyek Pengkajian
Wilayah Bencana Dampak Terhadap Arsip
Nanggroe Aceh Darussalam
Gempa Bumi Tsunami
Arsip kotor karena arsip yang berhamburan terinjak-injak kaki manusia yang berlalulalang untuk menyelamatkan diri atau memberi bantuan / pertolongan kepada para korban. Selain itu arsip terkena debu dan reruntuhan puing-puing bangunan dan kehujanan.
Sumatera Barat Gempa Bumi Erupsi/ Letusan Gunung Merapi
Arsip basah/lembab karena setelah gempa diguyur hujan selama tiga malam berturut-turut. Seperti arsip yang temui di salah satu wilayah setelah terjadi bencana, arsip tentang Register Tanah, dan Buku Daftar Anggota Organisasi Terlarang tulisannya mulai memudar karena kehujanan dan tidak segera dikeringkan. Bahkan antara lembar yang satu dengan lainnya atau antar halaman arsip sudah terlalu sulit untuk di buka/dipisahkan.
Surabaya Luapan Lumpur Panas
Arsip hilang karena terangkut oleh alat berat (becko) atau ketidaktahuan para relawan yang menyelamatkan para korban maupun yang membersihkan tempat tersebut.
Yogyakarta Gempa Bumi Erupsi/ Letusan Gunung Merapi Banjir Tanah Longsor
(1)
Lampiran 3
Data Hasil Wawancara
Pertanyaan
Jawaban Informan
Jenis arsip inaktif yang terkena dampak bencana
Informan 1: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah arsip kontrak perjanjian, dan sertifikat tanah wakaf.
Informan 2: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip kepegawaian, arsip asset milik kodam.
Informan 3: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilau berkelanjutan adalah arsip operasi mantap brata, arsip operasi ketupat/lilin, dll.
Informan 4: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat-surat keputusan, laporan-laporan, dan data-data perantau.
Informan 5: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah arsip tenaga kerja, arsip transmigrasi.
Informan 7: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah surat sengketa tanah, arsip tentang batas provinsi, data kependudukan kabupaten/kota, data nagari dan kelurahan di Provinsi Sumatera Barat.
Informan 9: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah surat-surat keputusan, laporan-laporan, dan data-data perantau.
Informan 10: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai betkelanjutan adalah keputusan kanwil hukum dan ham.
Informan 11: Jenis arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan adalah SK asset, Kebijakan strategis, laporan-laporan, dan Standard Operational Procedur
(2)
Pertanyaan
Jawaban Informan
Penanganan arsip akibat bencana
Informan 1: Penanganan arsip akibat bencana masih terus berjalan dengan cara mengumpulkan arsip yang masih tersisa oleh tim Departemen Pusat.
Informan 2: Penanganan arsip akibat bencana adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 5: Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan arsip: belum ada.
Informan 6: Penanganan arsip akibat bencana belum terurus secara tuntas dan masih dalam penanganan, yang terlibat dalam penanganan arsip tersebut adalah segenap aparat erkait dan bantuan masyarakat.
Informan 7: Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan arsip: tidak banyak arsip yang rusak karena sudah disimpan pada filling cabinet. Informan 8: Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan
arsip: kantor terhindar dari bencana gempa.
Informan 9: Penanganan arsip akibat bencana masih belum optimal, dan yang terlibat adalah arsiparis, pejabat kepegawaian, pengurus barang/asset (intern)
Informan 10: Penanganan arsip akibat bencana dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan arsip: hanya ditangani sendiri dengan staf.
(3)
Pertanyaan
Jawaban Informan
Keparahan kerusakan arsip akibat bencana
Informan 1: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip rusak, belum memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip, serta sarana dan prasarana kearsipan.
Informan 3: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 80% arsip rusak, belum memiliki gedung penyimpanan, SDM pengelola arsip, serta sarana dan prasarana kearsipan.
Informan 4: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak (50%), gedung penyimpanan arsip yang rusak (60%), prasarana dan sarana yang rusak (50%).
Informan 6: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: ada sejumlah 40% dokumen dan surat-surat telah rusak, gedung penyimpanan rusak.
Informan 7: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: tidak begitu parah arsip yang rusak, tidak ada gedung penyimpanan arsip yang khusus, tidak ada pengelola arsip, tidak ada prasarana dan sarana kearsipan.
Informan 9: Seberapa parah kerusakan akibat bencana: banyak arsip yang rusak (70%), gedung penyimpanan arsip rusak parah dan belum ada gantinya, SDM pengelola arsip masih ada namun kurang banyak, prasarana dan sarana hancur total.
Informan 10: Seberapa parah kerusakan akibat bencana; tidak ada arsip yang rusak, gedung rusak, komputer dan almari rusak.
(4)
Tempat penyimpanan arsip inaktif yang memiliki nilai berkelanjutan
Informan 1: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 2: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 3: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 4: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 5: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 6: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 7: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 8: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga kearsipan daerah dengan dibangun depo yang tahan dari bencana.
Informan 9: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah depot arsip inaktif milik ANRI di daerah.
Informan 10: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga kearsipan daerah dengan dibangun depo arsip yang tahan gempa.
Informan 11: Jika terjadi bencana, terhadap arsip yang memiliki nilai berkelanjutan, tempat yang
direkomendasikan guna perlindungan dan penyelamatannya adalah lembaga kearsipan daerah dengan membangun depot yang tahan gempa.
(5)
Pertanyaan Jawaban
Kriteria pembangunan depot arsip inaktif
Informan 5: Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana: a) Depot dibangun sesuai standar depot arsip;
b) Struktur orrganisasi: di bawah pemda; c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi; e) Sumber pendanaan: dari pemerintah daerah;
f) Lokasi pembangunan depot, di daerah;
g) SDM pendukung harus yang berkompeten di bidang kearsipan; h) Sarana dan prasarana harus yang mendukung kegiatan kearsipan. Informan 6: Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun secara ideal, yakni yang representative; b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi; e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, yang dapat dijangkau secara umum; g) SDM pendukung harus yang professional;
h) Sarana dan prasarana diadakan oleh pemerintah pusat.
Informan 7: Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana: a) Depot dibangun di jalur hijau dan dibanguan gedung yang tahan gempa; b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat Badan;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi; e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, di kawasan by pass; g) SDM pendukung adalah pengelola arsip;
h) Sarana dan prasarana menyesuaikan dengan pembangunan depot. Informan 9: Jika perlu dibangun depot arsip inaktif untuk menyelamatkan arsip pasca bencana:
a) Depot dibangun tahan air, tahan api, tahan gempa; b) Struktur orrganisasi adalah milik ANRI;
c) Tingkat eselonering: Setingkat eselon III;
d) Hubungan kerja dengan lembaga kearsipan di propinsi adalah adalah bersifat koordinasi; e) Sumber pendanaan: dari pusat;
f) Lokasi pembangunan depot, jauh dari bibir pantai (lb kr 12 km); g) SDM pendukung adalah yang sesuai dengan kebutuhan; h) Sarana dan prasarana bangunan dan lemari yang tahan gempa;
(6)
Pertanyaan
Jawaban Informan
Antisipasi menghadapi bencana
Informan 1: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan memfokuskan penyimpanan di satu gedung kantor yang khusus dan representatif.
Informan 2: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 3: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan pembenahan arsip.
Informan 4: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan menempatkan arsip di lantai 2 dan mempunyai hard copynya. Informan 6: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya
adalah dengan menata kembali arsip-arsipmya.
Informan 7: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan selalu membuat back up arsip dan menyimpan dalam filling cabinet.
Informan 8: Kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya adalah dengan membuat depot arsip yang kokoh dan kuat, namun sampai saat ini belum dilakukan.
Informan 10: Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya.
Informan 11: Belum ada kesiapan instansi dalam mengantisipasi bencana untuk menyelamatkan arsipnya.