Hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal.
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI-DIMENSI PERSEPSI RISIKO BERBELANJA ONLINE DAN NIAT MEMBELI PRODUK FASHION
PADA WANITA DEWASA AWAL Maria Yosifa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal. Subjek pada penelitian ini berjumlah 154 orang, yaitu wanita dewasa awal yang pernah berbelanja online atau pernah mengakses situs belanja online. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala persepsi risiko berbelanja online dan skala niat membeli. Reliabilitas pada skala niat membeli sebesar α = 0,910. Sedangkan, reliabilitas pada skala persepsi risiko berbelanja online dari masing-masing dimensi persepsi risiko berbelanja online, yaitu α = 0,812 pada risiko yang bersumber dari penjual; α = 0,716 pada risiko pengiriman produk; α = 0,714 pada risiko finansial;
α = 0,881 pada risiko kinerja produk; α = 0,832 pada risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian; α = 0,832 pada risiko privasi; dan α = 0,812 pada risiko informasi dari penjual. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi Product Moment pada data yang terdistribusi normal, yaitu korelasi antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion, sebesar (r = -575) dan korelasi Spearman rho pada data yang terdistribusi tidak normal. Hasil analisis korelasi Spearman rho menunjukkan koefisien korelasi yang diperoleh antara dimensi risiko informasi dari penjual dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,539), dimensi risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -530), dimensi risiko privasi dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -461), dimensi risiko finansial dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,413), dimensi risiko kinerja produk dan niat membeli produk fashion sebesar sebesar (r = -0,411), dimensi risiko yang bersumber dari penjual dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,410), dan dimensi risiko pengiriman produk dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,313). Hasil uji tersebut menghasilkan signifikansi 0,000 (p < 0,001) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan.
(2)
THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEIVED RISK DIMENSIONS IN ONLINE SHOPPING AND BUYING INTENTION OF FASHION
PRODUCT TOWARD YOUNG ADULT WOMEN Maria Yosifa
ABSTRACT
The aim of this study was to find out the relationship between perceived risk dimensions in online shopping and buying intentions of fashion products toward young adult women. The hypotheses on this study was negative relationship between perceived risk dimensions in online shopping and buying intention of fashion products toward young adult women. The subject of this study was 154 young adult womens who had experienced with online shopping or even just browsing at the online shopping site. Perceived risk scale of online shopping and buying intention scale are used in this study. Reliability for buying intention scale is α = 0,910. Meanwhile, realibility on the perceived risk scale from each perceived risk dimension of online shopping is α = 0,812 for e-retailer source risk; α = 0,716 for delivery product risk; α = 0,714 for finance risk;
α = 0,881 for product’s performance risk; α = 0,832 for process and time loss risk; α = 0,832 for privacy risk; dan α = 0,812 for information from the seller risk. The method used to analysis data in this study was the correlation Product Moment on normally distributed data, which is the correlation between the dimensions of risk perception and buying intention of fashion products, obtained at (r = -575) and Spearman rho correlation in the distributed data is abnormal. Result of analysis data Spearman rho shown coefficient correlation between information from the seller risk and buying intention on fashion products (r = -0,539), process and time loss risk and buying intention on fashion products (r = -530), privacy risk and buying intention on fashion products (r = -461), finance risk and buying intention on fashion products (r = -0,413), product performance risk and buying intention on fashion products (r = -0,411), e-retailer source risk and buying intention on fashion products (r = -0,410), product delivery risk and buying intention on fashion products (r = -0,313). The results of this study shown the significance at 0,000 (p < 0,001). That means there is a significant negative relationship.
(3)
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI-DIMENSI PERSEPSI RISIKO BERBELANJA ONLINE DAN NIAT MEMBELI PRODUK FASHION
PADA WANITA DEWASA AWAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Maria Yosifa
119114092
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
HALAMAN MOTTO
P
e e y '
y e e e : Y ' e
e
y e e e,
and stronger than you seem, and sm
e
y
.
-A.A. Milne-
“Nothing is impossible; the word it self says ‘I’m possible’!”
-Audrey Hepburn-“
“Build your own dreams, or someone else will hire you to build theirs”
(5)
iii
“Setiap langkah, perjuangan, dan segala hal yang terjadi pada diri saya ada atas Kuasa Tuhan Yesus Kristus dan segalanya telah dipersiapkan sedemikian rupa,
sebaik, dan seindah karya-Nya”. -anonym-
“Saya selalu percaya bahwa, setiap orang telah dirancang untuk menjadi tangan perantara kasih Tuhan untuk orang lain”.
-anonym-
“Terimakasih karena anda telah menjadi tangan perantara kasih Tuhan bagi saya"
HALAMAN PERSEMBAHAN
(6)
iv
HALAMAN MOTTO
“Promise me you'll always remember: You're braver than you believe,
and stronger than you seem,
and smarter than you think.”
-A.A. Milne-
“Nothing is impossible; the word it self says ‘I’m possible’!”
-Audrey Hepburn-“
“Build your own dreams, or someone else will hire you to build theirs”
(7)
v
“Setiap langkah, perjuangan, dan segala hal yang terjadi pada diri saya ada atas Kuasa Tuhan Yesus Kristus dan segalanya telah dipersiapkan sedemikian rupa,
sebaik, dan seindah karya-Nya”. -anonym-
“Saya selalu percaya bahwa, setiap orang telah dirancang untuk menjadi tangan perantara kasih Tuhan untuk orang lain”.
-anonym-
“Terimakasih karena anda telah menjadi tangan perantara kasih Tuhan bagi saya"
(8)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang penuh kasih, yang selalu memberkati segala
hal yang ada dikehidupan saya. Membimbing dan mendorong saya melalui
tangan-tangan kasih orang lain selama proses pengerjaan skripsi ini, sehingga saya mampu
menyelesaikannya.
Kedua orang tua ku tersayang, yang tak pernah letih untuk selalu mendukung,
mendorong, mendoakan dan selalu sabar menantikan hari itu tiba. Kalian segalanya
untuk ku
Bude Sum, orang tua keduaku yang ikut serta merawat, membantu dan selalu
mendoakan ku hingga sekarang.
Pacar dan seluruh anggota keluarga, yang selalu mendoakan, mendukung dan
membantu secara langsung atau pun tidak langsung selama 3 tahun lebih ini, dan hingga
terselesaikannya karya ini.
Dosen pembimbing, yang senantiasa membimbing, mendorong, dan meluangkan
waktunya hingga terselesaikannya karya ini.
Bruder Yohanes Sarju, SJ., MM, yang telah membantu, mendorong dan memotivasi penulis
hingga terselesaikannya karya ini.
(9)
(10)
viii
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI-DIMENSI PERSEPSI RISIKO BERBELANJA ONLINE DAN NIAT MEMBELI PRODUK FASHION
PADA WANITA DEWASA AWAL Maria Yosifa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal. Subjek pada penelitian ini berjumlah 154 orang, yaitu wanita dewasa awal yang pernah berbelanja online atau pernah mengakses situs belanja online. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala persepsi risiko berbelanja online dan skala niat membeli. Reliabilitas pada skala niat membeli sebesar α = 0,910. Sedangkan, reliabilitas pada skala persepsi risiko berbelanja online dari masing-masing dimensi persepsi risiko berbelanja online, yaitu α = 0,812 pada risiko yang bersumber dari penjual; α = 0,716 pada risiko pengiriman produk; α = 0,714 pada risiko finansial;
α = 0,881 pada risiko kinerja produk; α = 0,832 pada risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian; α = 0,832 pada risiko privasi; dan α = 0,812 pada risiko informasi dari penjual. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi Product Moment pada data yang terdistribusi normal, yaitu korelasi antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion, sebesar (r = -575) dan korelasi Spearman rho pada data yang terdistribusi tidak normal. Hasil analisis korelasi Spearman rho menunjukkan koefisien korelasi yang diperoleh antara dimensi risiko informasi dari penjual dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,539), dimensi risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -530), dimensi risiko privasi dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -461), dimensi risiko finansial dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,413), dimensi risiko kinerja produk dan niat membeli produk fashion sebesar sebesar (r = -0,411), dimensi risiko yang bersumber dari penjual dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,410), dan dimensi risiko pengiriman produk dan niat membeli produk fashion sebesar (r = -0,313). Hasil uji tersebut menghasilkan signifikansi 0,000 (p < 0,001) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan.
(11)
ix
THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEIVED RISK DIMENSIONS IN ONLINE SHOPPING AND BUYING INTENTION OF FASHION
PRODUCT TOWARD YOUNG ADULT WOMEN Maria Yosifa
ABSTRACT
The aim of this study was to find out the relationship between perceived risk dimensions in online shopping and buying intentions of fashion products toward young adult women. The hypotheses on this study was negative relationship between perceived risk dimensions in online shopping and buying intention of fashion products toward young adult women. The subject of this study was 154 young adult womens who had experienced with online shopping or even just browsing at the online shopping site. Perceived risk scale of online shopping and buying intention scale are used in this study. Reliability for buying intention scale is α = 0,910. Meanwhile, realibility on the perceived risk scale from each perceived risk dimension of online shopping is α = 0,812 for e-retailer source risk; α = 0,716 for delivery product risk; α = 0,714 for finance risk; α = 0,881 for product’s performance risk; α = 0,832 for process and time loss risk; α = 0,832 for privacy risk; dan α = 0,812 for information from the seller risk. The method used to analysis data in this study was the correlation Product Moment on normally distributed data, which is the correlation between the dimensions of risk perception and buying intention of fashion products, obtained at (r = -575) and Spearman rho correlation in the distributed data is abnormal. Result of analysis data Spearman rho shown coefficient correlation between information from the seller risk and buying intention on fashion products (r = -0,539), process and time loss risk and buying intention on fashion products (r = -530), privacy risk and buying intention on fashion products (r = -461), finance risk and buying intention on fashion products (r = -0,413), product performance risk and buying intention on fashion products (r = -0,411), e-retailer source risk and buying intention on fashion products (r = -0,410), product delivery risk and buying intention on fashion products (r = -0,313). The results of this study shown the significance at 0,000 (p < 0,001). That means there is a significant negative relationship.
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati,
menyertai, dan membimbing setiap kehidupan penulis, dan selama proses
penyusunan skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperleh Gelar Sarjana Psikologi di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa proses
penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dorongan, dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besanya kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto,M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto,M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Debri Pristinella,S.Psi.,M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang
selalu mengingatkan kami untuk cepat menyelesaikan studi S1 di Fakultas
Psikologi ini dan selalu mengingatkan tentang segala hal yang diperlukan
selama proses perkuliahan. Terimakasih untuk setiap dukungan dan dorongan
selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi ini. Terimakasih telah
(13)
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati,
menyertai, dan membimbing setiap kehidupan penulis, dan selama proses
penyusunan skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperleh Gelar Sarjana Psikologi di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa proses
penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dorongan, dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besanya kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto,M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto,M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Debri Pristinella,S.Psi.,M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang
selalu mengingatkan kami untuk cepat menyelesaikan studi S1 di Fakultas
Psikologi ini dan selalu mengingatkan tentang segala hal yang diperlukan
selama proses perkuliahan. Terimakasih untuk setiap dukungan dan dorongan
selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi ini. Terimakasih telah
menjadi Ibu kami. Semoga Tuhan selalu memberkati bu.
4. Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S.,M.A., selaku Wakil Kepala Program Studi
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing skripsi
(14)
xii
selama proses penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk kerelaannya
meluangkan waktu disela-sela kesibukan yang ada, mendampingi dan
menjawab setiap pertanyaan dari yang penting hingga pertanyaan yang
mungkin tidak penting. Terimakasih untuk perhatian dan motivasi yang telah
diberikan selama proses penulisan skripsi hingga terselesaikannya penulisan
skripsi ini. Tetap semangat dan sehat selalu mbak. Semoga Tuhan selalu
memberkati.
5. Bapak R. Landung E.P.,M.Psi., yang ikut berperan dalam proses penulisan
skripsi ini. Terimakasih untuk setiap pelajaran berharga, serta motivasi yang
telah diberikan. Terimakasih untuk kesabaran, kebesaran hati dan kerelaan
waktu yang diberikan dalam membimbing, mendorong dan menjawab setiap
pertanyaan penulis. Semoga Tuhan selalu memberkati Pak.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang
telah membagikan ilmu dan wawasan yang begitu berharga selama masa
perkuliahan.
7. Mas Gandung, Ibu Nanik, dan Pak Gie, terimakasih telah memberikan
keramahan dan ketulusan yang luar biasa dalam membantu segala urusan yang
berkaitan dengan kesekretariatan selama penulis menjalani perkuliahan di
Fakultas Psikologi ini.
8. Mas Muji dan Mas Doni, selaku staf laboratorium, terimakasih telah membantu
segala hal yang berkaitan dengan tugas praktik dan pengetesan dengan sabar.
9. Seluruh staf Fakultas Psikologi, terimakasih atas segala bantuan, kesabaran dan
(15)
xiii
10. Orang tua ku tersayang, motivasi terbesarku, yang telah merawat, dan
membesarkan penulis hingga sekarang sebagai anak satu-satunya. Terimakasih
untuk setiap kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan, selalu
memahami dan menghargai setiap pilihanku. Terimakasih selalu memberikan
semangat tiada henti, tanpa mengeluh sedikit pun. Terimakasih untuk setiap
kesabaran yang tiada tara, selalu mendukung dan mendorong selama proses
penulisan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk
setiap doa yang dipanjatkan, perjuangan, perhatian dan kesabaran untuk
menunggu hingga saatnya tiba. Aku sangat mencintai kalian. Semoga kalian
berbahagia selalu.
11. Bude Sum, sebagai orang tua keduaku yang telah ikut serta merawatku dari
kecil hingga sekarang, terimakasih untuk bantuan, dorongan, perjuangan, dan
doa yang diberikan selama ini Tuhan memberkati yaaa.
12. Bude Tami, Pakde Nho, Mbak Atun, Mas Mukhlis, dan seluruh anggota
keluarga. Terimakasih untuk setiap dukungan dan doa yang tiada hentinya
untukku.
13. Bruder Yohanes Sarju, SJ., MM. Terimakasih untuk bantuan, nasihat, dan
perhatian yang telah diberikan. Semoga Tuhan selalu memberkati Bruder.
14. Pacar tersayang, Patrick Dewangga Wibisono terimakasih untuk waktu yang
diberikan, serta kesabaran yang tiada taranya, selalu mendorong, dan
membantu dalam kondisi apapun. Terimakasih karena telah menenangkanku
(16)
xiv
menyelesaikan skripsi ini. Ayo, selesaikan Tugas Akhirmu dan cepat pulang.
Semoga Tuhan selalu memberkatimu.
15. Keluarga Wibisono (Om Eddy, Tante Meta, Emak, Kak Debby, Mas
Gembong), terimakasih atas bantuan, dukungan, dan perhatiannya selama ini.
Terimakasih untuk setiap doa yang dipanjatkan, ketulusan, dan kebaikan hati
kalian. Dan terimakasih untuk tidak lupa mengingatkan dan menanyakan
“skripsi gimana?” Terimakasih yang sebesar-besarnya.. Kalian sungguh baik
GBU.
16. Sahabatku tersayang, Hanany, terimakasih untuk persahabatan selama 10 tahun
ini, terimakasih untuk semua perhatian dan bantuan yang telah diberikan, ILY.
17. Sahabatku tersayang, Vivi, Stella, Natia, Aya, Yunis, Lusi, Niko, Pupung.
Terimakasih karena telah menerima penulis apa adanya, menjadi sahabat dan
keluarga selama beberapa tahun ini. Sukses untuk kalian.
18. Seluruh teman-temanku yang telah merelakan waktunya untukku, Rinta, Wita,
Cik Lorenz, Dara, Ani. Terimakasih, kalian sungguh amat baik. Tuhan
memberkati setiap langkah kalian.
19. Teman-temanku di padepokan Kak Martha, Yohana, Yovie, Celly, Rara, Lia,
Yunis, Natia, Elis, Ayik, Iga, Awang, David, Aji, Anoy. Terimakasih untuk
segala hal yang pernah kita lalui, susah maupun senang. Ayo, kita harus
semangat !!
20. Teman-teman ku, Mbak Filli, Mbak Tita, Ghea, Adhi, terimakasih untuk segala
(17)
xv
(18)
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACK ... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR SKEMA ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Praktis ... 10
(19)
xvii
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A. NIAT MEMBELI PRODUK FASHION ... 11
1. Definisi Niat Membeli Produk Fashion ... 11
2. Elemen Niat ... 13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Niat Membeli Online ... 13
B. PERSEPSI RISIKO (PERCEIVED RISK) BERBELANJA ONLINE ... 19
1. Definisi Persepsi Risiko Berbelanja Online ... 19
2. Dimensi-Dimensi Persepsi Risiko Berbelanja Online ... 20
3. Dampak Persepsi Risiko Berbelanja Online ... 24
C. WANITA DEWASA AWAL ... 26
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal ... 26
2. Perkembangan Wanita Pada Masa Dewasa Awal ... 27
a. Perkembangan Sosial dan Emosi ... 27
b. Perkembangan Kognitif ... 29
3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 30
D. Dinamika Hubungan antara Dimensi-Dimensi Persepsi Risiko Berbelanja Online dan Niat Membeli Produk Fashion ... 31
E. HIPOTESIS ... 46
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
A. Jenis Penelitian ... 47
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 47
1. Variabel Bebas ... 47
(20)
xviii
C. Definisi Operasional ... 48
1. Niat Membeli Produk Fashion ... 48
2. Persepsi Risiko Berbelanja Online ... 48
D. Subjek Penelitian ... 49
E. Metode Pengumpulan Data ... 50
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 54
1. Validitas Alat Ukur ... 54
2. Seleksi Item ... 55
G. Reliabilitas ... 57
H. Metode Analisis Data ... 59
1. Uji Asumsi ... 59
a. Uji Normalitas ... 59
b. Uji Linearitas ... 59
2. Uji Hipotesis ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Pelaksanaan Penelitian ... 61
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 62
C. Deskripsi Data Penelitian ... 64
D. Analisis Data Penelitian ... 67
1. Uji Asumsi ... 67
a. Uji Normalitas ... 69
b. Uji Linearitas ... 69
(21)
xix
E. Pembahasan ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
(22)
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Skala Persepsi Risiko Berbelanja Online ... 51 Tabel 2. Blue Print Persepsi Risiko Berbelanja Online Sebelum Seleksi Aitem 51 Tabel 3. Blue Print Niat Membeli Produk Fashion Sebelum Seleksi Aitem ... 53 Tabel 4. Skala Persepsi Risiko Berbelanja Online Setelah Seleksi Aitem ... 57 Tabel 5. Hasil Uji Alpha Cronbach Skala Persepsi Risiko Berbelanja Online .... 58 Tabel 6. Kategori Nilai Korelasi ... 60 Tabel 7. Pendapatan atau uang saku per bulan ... 62 Tabel 8. Pekerjaan ... 63 Table 9. Media yang sering diakses atau digunakan untuk berbelanja online ... 63 Tabel 10. Frekuensi dalam berbelanja online ... 64 Tabel 11. Mean Empirik dan Mean Teoritik ... 65 Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ... 68 Tabel 13. Hasil Uji Linearitas Dimensi-Dimensi Persepsi Risiko Berbelanja
Online dengan Niat Membeli Produk Fashion ... 70 Tabel 14. Hasil Uji Korelasi Product Moment ... 71 Tabel 15. Hasil Uji Korelasi Spearman Rho ... 72
(23)
xxi
DAFTAR SKEMA
Bagan 1. Theory of Planned Behavior ... 17 Bagan 2. Skema hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja
online dan niat membeli produk fashion ... 38 Bagan 3. Skema hubungan antara dimensi risiko yang bersumber dari penjual dan
niat membeli produk fashion ... 39
Bagan 4. Skema hubungan antara dimensi risiko pengiriman produk dan niat
membeli produk fashion ... 40
Bagan 5. Skema hubungan antara dimensi risiko finansial dan niat membeli
produk fashion ... 41
Bagan 6. Skema hubungan antara dimensi risiko kinerja dan niat membeli produk fashion ... 42 Bagan 7. Skema hubungan antara dimensi risiko kerugian karena proses dan
waktu pembelian dan niat membeli produk fashion ... 43
Bagan 8. Skema hubungan antara dimensi risiko privasi dan niat membeli produk fashion ... 44 Bagan 9. Skema hubungan antara dimensi risiko informasi dari penjual dan niat
membeli produk fashion ... 45
(24)
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Try Out ... 94 Lampiran 2. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Persepsi Risiko Berbelanja
Online ... 108 Lampiran 3. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Niat Membeli ... 123 Lampiran 4. Skala Final ... 125 Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi ... 139 Lampiran 6. Hasil Uji Hipotesis ... 159 Lampiran 7. Hasil Uji Beda ... 163 Lampiran 8. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 171
(25)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbelanja merupakan salah satu aktivitas yang disukai oleh
kebanyakan orang. Kebiasaan berbelanja sendiri dapat dilakukan diberbagai
tempat seperti di mall, pertokoan atau tempat-tempat wisata. Namun, perilaku
membeli konsumen mulai bergeser seiring dengan berkembangnya internet.
Melalui internet, konsumen dapat melakukan pembelian atau belanja barang
maupun jasa secara online, atau yang biasa disebut dengan belanja online.
Masoud (2013) mendefinisikan perilaku pembelian atau belanja online
sebagai proses pembelian barang atau jasa yang dilakukan melalui internet.
Di Indonesia perkembangan belanja online memiliki potensi yang
baik untuk masa yang akan datang. Pada bulan Januari 2014, idEA (Asosiasi
E-commerce Indonesia) bersama Google Indonesia dan TNS (Taylor Nelson Sofres) melakukan sebuah survei terhadap 1.300 responden di 12 kota besar
di Indonesia. Hasil survei tersebut menyatakan bahwa nilai transaksi
e-commerce di Indonesia telah mencapai Rp 94,5 triliun di tahun 2013 dan
diprediksi akan mengalami peningkatan sebanyak 3 kali lipat menjadi Rp 295
triliun di tahun 2016 (Setiawan, 2014).
Produk fashion merupakan produk yang paling banyak dibeli oleh
konsumen dalam berbelanja online. Hasil survei idEA, Google Indonesia, dan
(26)
mengaku pernah membeli produk fashion secara online (Setiawan, 2014).
Survei Brand and Marketing Institute (BMI) di tahun 2014 terhadap 1.213
responden di 10 kota besar di Indonesia juga menunjukkan bahwa, produk
fashion menduduki peringkat teratas sebagai produk yang paling banyak
dibeli oleh konsumen, seperti pakaian (41%) dan aksesoris (40%) (Triananda,
2015).
Bila dilihat dari sisi demografi, survei BMI (2014) menunjukkan
bahwa kebiasaan berbelanja online lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita
(53%) (Triananda,2015). Kaum wanita menyukai aktivitas berbelanja karena
mereka menikmatinya, ingin mencoba hal baru, dan untuk memperbaiki
suasana hati ataupun untuk pamer. Wanita juga melakukan aktivitas
berbelanja untuk mendapatkan perubahan dan karena adanya obsesi pribadi
(Rema,2012).
Selain itu, survei BMI (2014) tersebut juga menunjukkan bahwa,
kebiasaan berbelanja online lebih banyak dilakukan oleh konsumen berusia
24 tahun hingga 40 tahun (69%) (Khalidi, 2015). Konsumen tersebut dalam
tahap perkembangannya termasuk dalam tahapan perkembangan dewasa
awal. Menurut Mappire (1983) pada masa dewasa awal minat terhadap
penampilan diri yang menarik sangat nampak pada kaum wanita. Hal tersebut
dikarenakan, pada masa ini individu sangat sadar bahwa keberhasilan dalam
banyak hubungan sosial dan berbagai bidang kegiatan banyak dipengaruhi
oleh penampilan dan perhiasannya (Mappire, 1983). Kartono (2006)
(27)
terhadap penampilan dirinya, melalui cara memperindah dan berhias diri
untuk menarik perhatian orang lain. Produk fashion menjadi salah satu
produk pilihan yang dibeli oleh kaum wanita untuk mendukung
penampilannya. Hal ini didukung oleh ungkapan O’Cas (2004) bahwa keterlibatan mode fashion berkaitan erat dengan kaum muda khususnya pada
kaum wanita. Santrock (2002) juga menyatakan bahwa individu pada masa
dewasa awal telah memiliki kemandirian secara pribadi dan ekonomi. Hal
tersebut yang akhirnya mendorong kaum wanita dewasa awal dalam membeli
produk fashion untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.
Di Indonesia perilaku membeli atau belanja online menjadi hal yang
menarik bagi konsumen karena berbagai keuntungan yang diberikan.
Keuntungan belanja online tersebut terlihat dari hasil survei Visa (2014) yang
menyatakan bahwa alasan konsumen memilih belanja online karena dirasa
nyaman dan mudah. Konsumen memperoleh kenyamanan untuk dapat
berbelanja dimana dan kapan saja. Selain itu, konsumen merasa lebih mudah
untuk membandingkan harga, menelusuri, dan berbelanja dengan nyaman
tanpa adanya paksaan untuk membeli. Konsumen juga memperoleh
kemudahaan untuk menjangkau pilihan produk yang lebih banyak, berbelanja
produk-produk baru dan mendapatkan penawaran yang menarik melalui
belanja online (Akhir, 2014).
Namun, perilaku membeli atau belanja online ternyata memberikan
dampak buruk bagi konsumen, seperti efek buruk terhadap kondisi keuangan
(28)
berbelanja online. Dikutip dari halaman female first, sebuah penelitian juga
menunjukan bahwa konsumen mengaku membeli sesuatu yang ternyata tidak
mereka sukai melalui belanja online, dan akhirnya konsumen merasa
menyesal dan bosan (Astuti, 2011). Hal ini didukung oleh hasil survei
Rakunten Belanja Online dan Redshift Research (2013) terhadap 2.008
konsumen di 4 negara Asia termasuk Indonesia, yang menyatakan bahwa
84% konsumen Indonesia tidak puas dengan pengalaman belanjanya.
Ketidakpuasan tersebut muncul dari berbagai permasalahan yang dialami oleh
konsumen. Survei tersebut menyatakan bahwa 49% konsumen pernah
mengalami kekecewaan karena barang yang dibeli tidak sesuai dengan
aslinya, 23% mengaku kualitas barang mengecewakan, 18% tidak yakin
dengan keamanan situs, dan 14% tidak yakin dengan reliabilitas penjual
(www.indotelko.com, 2013).
Perilaku membeli konsumen diawali oleh adanya niat membeli dari
konsumen tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Engel, Blackwell
dan Miniard (1990), bahwa proses keputusan membeli konsumen terdiri dari
empat tahapan, meliputi permasalahan, pencarian informasi, evaluasi pilihan
yang akan menghasilkan niat membeli, dan pembelian. Niat membeli
merupakan keinginan konsumen untuk berperilaku dengan cara tertentu yang
bertujuan untuk memiliki, membuang, dan menggunakan barang ataupun jasa
(Mowen & Minor, 2002). Menurut East, Wright, dan Vanhuele (2013)
perilaku membeli dapat diprediksi dari niat membeli konsumen tersebut.
(29)
Brown, Popes, & Voges, 2001), menyatakan bahwa konsumen yang memiliki
niat membeli produk, terbukti memiliki tingkat membeli yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumen yang tidak memiliki niat membeli.
Menurut Ajzen (2005) dalam Theory of Planned Behavior
menyatakan bahwa perilaku individu dapat diprediksi melalui niatnya. Niat
sendiri ditentukan oleh adanya sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan
persepsi kontrol perilaku. Hal ini didukung dengan pernyataan Delafrooz,
Paim dan Khatibi (2011), bahwa persepsi kontrol perilaku (perceived
behavior control) merupakan prediktor dari niat berperilaku. Persepsi kontrol
perilaku merupakan persepsi seseorang tentang ketersediaan keterampilan,
sumber daya dan kesempatan yang dapat menghambat atau memfasilitasi
perilaku. Delafrooz et al. (2011) mengungkapkan bahwa faktor persepsi
kontrol perilaku yang penting dalam memfasilitasi perilaku belanja online
adalah self-efficacy, kepercayaan dan keamanan.
Menurut Monsuwe, Dellaert dan Ruyter (2004), faktor kepercayaan
berkaitan dengan privasi dan keamanan, hal tersebut karena ketika membeli
secara online konsumen tidak dapat melihat dan memeriksa barang yang akan
dibeli secara langsung. Menurut Zailani, Kheng dan Fernando (2008),
keamanan berkaitan dengan keterlibatan persepsi risiko dalam bertransaksi
online, seperti penyalahgunaan nomor kartu kredit dan informasi pribadi yang
dilakukan oleh orang lain.
Persepsi risiko sendiri didefinisikan sebagai ketidakpastian yang
(30)
yang mungkin dialami dari keputusan pembelian mereka (Schiffman, Kanuk
& Wisenblit, 2015). Persepsi risiko merupakan persepsi negatif konsumen
dalam berbelanja yang mengacu pada hasil negatif dan kemungkinan hasil
tersebut akan menjadi nyata (Dowling dalam Ferrinadewi, 2008). Selanjutnya
Ko et al. (dalam Masoud, 2013) mendefinisikan persepsi risiko berbelanja
online sebagai potensi kerugian dalam mengejar hasil yang diinginkan ketika
berbelanja online. Persepsi risiko tersebut merupakan kombinasi dari
ketidakpastian dengan kemungkinan dari suatu hasil yang serius.
Persepsi risiko merupakan salah satu hal yang penting bagi
konsumen dalam perilaku berbelanja online. Lee dan Tan (dalam Masoud,
2013) mengungkapkan bahwa konsumen mempersepsikan tingkat risiko yang
lebih tinggi ketika berbelanja online dibandingkan ketika berbelanja di toko
langsung. Hal tersebut karena ketika berbelanja online, konsumen tidak dapat
mencoba atau membandingkan produk secara langsung sebelum membeli dan
tidak dapat bertatap muka dengan penjual (Comegys, Hannula, & Vaisanen,
2009). Selain itu, banyak pula penjual yang melakukan hal curang dalam
transaksi (Cho et al., dalam Putra, 2014).
Persepsi risiko (perceived risk) dalam perilaku belanja online
memiliki berbagai dimensi, seperti risiko yang bersumber dari penjual, risiko
pengiriman produk, risiko finansial, serta risiko kerugian karena proses dan
waktu pembelian, risiko yang lain yaitu risiko kinerja produk, risiko privasi,
(31)
Contoh kasus nyata dari risiko berbelanja online dialami oleh
seorang pembeli yang memesan souvenir pernikahan disebuah toko online
pribadi, namun barang yang dibeli tidak pernah diterimanya. Selanjutnya,
karena waktu yang sudah mendesak pembeli akhirnya memutuskan untuk
membeli produk di toko online lain, namun ternyata barang yang dibeli tidak
seperti yang terlihat digambar, padahal jumlah barang yang dibeli berjumlah
banyak. Pembeli akhirnya melakukan pengembalian barang tersebut, namun
pembeli sempat kecewa karena kejadian tersebut telah mengganggu proses
pernikahannya (Pitoyo, 2014). Risiko yang dialami oleh pembeli tersebut
berkaitan dengan risiko finansial dan risiko kerugian karena proses dan waktu
pembelian.
Risiko yang bersumber dari penjual juga dialami oleh seorang
pembeli yang membeli sebuah gadget yang memiliki garansi selama satu
tahun. Setelah satu bulan ternyata gadget yang dibeli mengalami masalah
pada layarnya. Namun klaim garansi ditolak dengan alasan ada lecet pada
bagian casing, yang pembeli yakini bukan penyebab dari rusaknya LCD
tersebut (Mahmud, 2016).
Selanjutnya, risiko privasi juga dialami oleh seorang pembeli yang
mengaku bahwa akun miliknya disebuah situs belanja online telah dibobol.
Pembeli pun harus menderita kerugian jutaan rupiah akibat transaksi yang
telah dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Pembeli
(32)
tersebut, terakhir setahun yang lalu. Namun dirinya mendapatkan email
transaksi pembelian sebuah gadget seharga Rp. 2.489.000,- (Rahman, 2016).
Risiko informasi dari penjual juga dialami oleh seorang pembeli
yang mengungkapkan kronologi dan kekecewaanya dalam blognya ketika
membeli produk penghancur lemak/body slimer. Pembeli mengungkapkan
bahwa barang yang dibeli tidak sesuai dengan deskripsi produk yang
diberikan, sehingga barang yang diterima pembeli tidak sesuai dengan merk
yang dipesan. Selain itu, barang yang diterima juga telah mengalami
kerusakan (www.bukafakta.blogspot.co.id, 2015).
Selanjutnya, peneliti juga telah melakukan wawancara terhadap dua
orang subjek yang pernah mengalami kekecewaan dalam berbelanja online,
salah satunya pada produk fashion. LM mengungkapkan bahwa salah satu
produk fashion yang pernah dibeli dalam berbelanja online adalah pakaian.
Namun subjek merasa kecewa karena baju yang dibeli tidak sesuai harapan.
Baju tersebut tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya karena kekecilan,
warnanya pun juga berbeda dari fotonya dan mengalami keterlambatan
pengiriman selama 2 hari (Komunikasi pribadi, 17 September 2015). Risiko
yang dialami tersebut berkaitan dengan risiko pengiriman produk dan risiko
kinerja produk.
Risiko yang berkaitan dengan kinerja produk juga dialami oleh RM.
RM mengatakan bahwa dirinya pernah sekali melakukan belanja online.
Produk yang dibeli dalam berbelanja online adalah tas, namun subjek merasa
(33)
ternyata berbeda dengan foto yang diiklankan dan memiliki kualitas buruk
(Komunikasi pribadi, 17 September 2015). Beberapa uraian tersebut
menunjukkan beberapa pengalaman yang berkaitan dengan berbagai risiko
yang pernah dialami oleh konsumen dalam berbelanja online.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa belanja online tidak
hanya memberikan berbagai keuntungan kepada konsumen, namun konsumen
juga mengalami berbagai pengalaman mengecewakan yang berkaitan dengan
berbagai risiko dalam berbelanja online. Maka, berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli
produk fashion pada wanita dewasa awal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : apakah terdapat
hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat
membeli produk fashion pada wanita dewasa awal?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion
(34)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan dan
wawasan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam bidang ilmu Psikologi
Konsumen mengenai hubungan antara persepsi risiko berbelanja online dan
niat membeli produk fashion.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi bagi
konsumen pada umumnya serta bagi subjek penelitian tentang berbagai
risiko dalam berbelanja online, sehingga konsumen dapat mengurangi
risiko yang mungkin dialami sebelum membeli produk fashion secara
online.
b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan evaluasi bagi
penjual online, tentang adanya risiko yang dirasakan oleh konsumen
dalam berbelanja online untuk dapat membuat strategi pengurangan
risiko dan meningkatkan niat membeli konsumen dalam berbelanja
(35)
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. NIAT MEMBELI PRODUK FASHION 1. Definisi Niat Membeli Produk Fashion
Niat adalah salah satu penentu utama individu untuk melakukan
suatu perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975). Sebelum bertindak, individu
seringkali mengembangkan keinginan atau niat berperilaku berdasarkan
kemungkinan tindakan yang akan dilakukan (Mowen & Minor, 2002).
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), niat didefinisikan sebagai
kemungkinan subjektif individu yang melibatkan dirinya dengan perilaku.
Sedangkan menurut Sumarwan (2011) niat merupakan kecenderungan atau
keinginan yang kuat pada individu untuk melakukan perilaku tertentu. Niat
merupakan indikasi dari seberapa kuat keinginan individu untuk
mewujudkan suatu perilaku. Dengan kata lain, semakin kuat keinginan
individu tersebut semakin besar kemungkinan suatu perilaku diwujudkan
(Ajzen, 1991). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa niat
merupakan keinginan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.
Menurut Mowen dan Minor (2002) niat membeli merupakan
keinginan konsumen untuk berperilaku dengan cara tertentu yang
bertujuan untuk memiliki, membuang, dan menggunakan barang ataupun
(36)
kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau produk. Niat
membeli sering disebut dengan komponen konatif pada sikap, yang
berkaitan dengan kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu
(Schiffman et al., 2015). Konsumen yang memiliki niat membeli produk,
terbukti memiliki tingkat membeli yang lebih tinggi dibandingkan dengan
konsumen yang tidak memiliki niat membeli (Berkman & Gilson dalam
Brown et al., 2001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, niat
membeli merupakan keinginan individu atau konsumen untuk membeli
dan menggunakan suatu produk barang atau jasa.
Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan penjual kepada
konsumen untuk digunakan atau dikonsumsi yang bertujuan untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen (Kotler, 2005). Menurut
Malcom Barnard (2007), etimologi kata fashion terkait dengan bahasa
Latin, yaitu faction yang artinya “membuat”, sehingga fashion berarti sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang. Sekarang, terjadi penyempitan
makna dari fashion. Fashion didefinisikan sebagai sesuatu yang dikenakan
seseorang, khususnya pakaian beserta aksesorisnya. Dengan demikian,
produk fashion adalah sesuatu yang ditawarkan penjual kepada konsumen,
yang berkaitan dengan sesuatu yang dikenakan untuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan konsumen.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa niat membeli
(37)
membeli sesuatu yang ditawarkan penjual yang berkaitan dengan sesuatu
yang dikenakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.
2. Element Niat :
Fishbein dan Ajzen (1975) serta Ajzen (2005) mengungkapkan 4
elemen yang membangun intensi atau niat, yaitu :
a. Target, mengacu pada objek atau sasaran perilaku yang akan dituju.
b. Tindakan, mengacu pada perilaku tertentu yang akan dilakukan.
c. Konteks, mengacu pada situasi atau lokasi dimana perilaku akan
dimunculkan.
d. Waktu, mengacu pada kapan perilaku akan dimunculkan.
Elemen waktu dapat ditunjukan dalam periode waktu tertentu atau
waktu yang tidak terbatas (misalnya pada waktu yang akan datang)
(Fishbein & Ajzen 1975).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Niat Membeli Online :
Menurut Ajzen (2005), Theory of Planned Behavior (TPB)
digunakan untuk memprediksi suatu perilaku. Dalam TPB, intensi atau
niat individu untuk melakukan suatu perilaku ditentukan oleh tiga penentu
yang masing-masing didasari oleh keyakinan (belief). Tiga penentu niat
(38)
a. Sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior)
Sikap terhadap perilaku merupakan evaluasi individu secara positif
maupun negatif terhadap suatu perilaku. Sikap individu terhadap suatu
perilaku diperoleh dari keyakinan individu terhadap konsekuensi yang
muncul dari perilaku tersebut, yang disebut dengan keyakinan
berperilaku (behavioral belief). Setiap keyakinan perilaku menghubungkan perilaku kepada hasil tertentu, atau beberapa atribut
lain. Dengan kata lain, individu yang memiliki keyakinan bahwa sebuah
perilaku yang dimunculkan akan memberikan hasil yang positif maka
individu tersebut akan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku
tersebut, begitu juga sebaliknya.
b. Norma subyektif (Subjective Norms)
Norma subyektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu
terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak
menunjukan suatu perilaku. Norma subyektif ditentukan oleh adanya
keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti
(motivation to comply). Keyakinan normatif berkaitan dengan
harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang
berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua,
pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya. Sedangkan keinginan
untuk mengikuti (motivation to comply) merupakan motivasi seseorang
(39)
Individu yang yakin bahwa orang-orang sekitarnya atau kelompok
referent menyetujui dirinya untuk melakukan suatu perilaku, maka
individu akan cenderung memiliki tekanan sosial untuk melakukan
perilaku tersebut. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa orang-orang
disekitarnya atau kelompok referent tidak menyetujui dirinya melakukan
suatu perilaku, maka individu akan cenderung memiliki tekanan sosial
untuk tidak melakukan perilaku tersebut.
c. Persepsi kontrol perilaku (Perceived Control Behavior)
Persepsi kontrol perilaku merupakan keyakinan individu mengenai
ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat
individu untuk melakukan suatu perilaku. Keyakinan kontrol ini
ditentukan pada pengalaman masa lalu individu mengenai suatu
perilaku, atau seringkali dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki
individu mengenai suatu perilaku, yang diperoleh dari mengamati
pengalaman dari orang lain dan berbagai faktor lain yang meningkatkan
atau mengurangi perasaan individu mengenai tingkat kesulitan dalam
melakukan suatu perilaku.
Semakin individu merasakan banyaknya faktor yang mendukung
dan sedikit faktor yang menghambat untuk dapat melakukan suatu
perilaku, maka individu akan cenderung mempersepsikan diri mudah
(40)
Bagan 1. Theory of Planned Behavior Sumber : Ajzen, 2005
TPB (Theory of Planned Behavior) telah banyak diaplikasikan
untuk kepentingan praktis, seperti kesehatan dan perilaku konsumen. Salah
satu contoh aplikasi TPB dalam perilaku konsumen adalah perilaku
membeli produk ramah lingkungan dan perilaku membeli hadiah (East,
Wright, & Vanhuele, 2013).
Selain itu, beberapa peneliti telah menggunakan TPB dari Ajzen
untuk menjelaskan dan memperdiksi niat membeli konsumen secara online
(Delafrooz et al., 2011; Lin, 2007; Heijden, Verhagen, & Creemers; 2001).
Delafrooz et al. (2011), mengungkapkan bahwa memahami TPB dapat
memberikan dasar yang valid untuk menjelaskan dan memprediksi niat
membeli konsumen. Dalam TPB, niat individu untuk melakukan suatu
perilaku ditentukan oleh tiga penentu, yaitu sikap terhadap perilaku, norma
subjektif, dan persepsi kontrol perilaku (Ajzen, 2005). Sejalan dengan hal
Sikap terhadap perilaku
Norma Subjektif
Keyakinan Kontrol Keyakinan
Normatif Keyakinan berperilaku
Persepsi Kontrol Perilaku
Niat Berperilaku
(41)
tersebut, Delafrooz et al. (2011) mengungkapkan bahwa niat membeli
online ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
a. Sikap terhadap belanja online :
Sikap terhadap belanja online mengacu pada keadaan psikologis
konsumen dalam perilaku belanja online (Li & Zhang, 2002). Sikap
terhadap belanja online merupakan perasaan positif atau negatif yang
dimiliki oleh konsumen dalam perilaku membeli secara online (Chiu et
al., dalam Delafrooz, Paim, Sidin, & Khatibi, 2009).
Sikap terhadap belanja online dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti orientasi konsumen dan persepsi manfaat (perceived benefit).
Orientasi konsumen muncul karena konsumen memiliki kepribadian
dan motivasi yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi perilaku
konsumen dalam berbelanja online. Berdasarkan kepribadian tersebut,
konsumen dibagi menjadi ke dalam dua orientasi, yaitu konsumen yang
berorientasi pada tujuan (utilitarian) dan konsumen yang berorientasi
pada pengalaman (hedonis) (Delafrooz et al., 2009). Selanjutnya,
persepsi manfaat (perceived benefit) merupakan tingkat keuntungan
atau kepuasan belanja online yang memenuhi kebutuhan atau keinginan
konsumen (Delafrooz et al., 2011). Persepsi manfaat meliputi
kenyamanan dalam pelayanan, harga dan pilihan yang lebih luas
(42)
b. Persepsi kontrol perilaku (perceived control behavior)
Persepsi kontrol perilaku merupakan persepsi seseorang tentang
ketersediaan keterampilan, sumber daya dan kesempatan yang dapat
menghambat atau memfasilitasi perilaku (Delafooz et al., 2011). Dalam
perilaku belanja online, faktor persepsi kontrol perilaku yang penting
dalam memfasilitasi perilaku belanja online adalah self efficacy,
kepercayaan dan keamanan.
Self efficacy dalam perilaku belanja online mengacu pada penilaian
diri konsumen mengenai kemampuannya untuk berbelanja online (Lin,
2007). Sedangkan kepercayaan berkaitan dengan keamanan dan privasi,
hal tersebut karena ketika membeli secara online konsumen tidak dapat
melihat dan memeriksa barang yang akan dibeli secara langsung
(Monsuwe et al., 2004). Keamanan berkaitan dengan keterlibatan
persepsi risiko dalam bertransaksi online, seperti penyalahgunaan
nomor kartu kredit dan informasi pribadi yang dilakukan oleh orang
lain (Zailani et al., 2008).
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa niat membeli online konsumen dipengaruhi oleh sikap terhadap
(43)
B. PERSEPSI RISIKO (PERCEIVED RISK) BERBELANJA ONLINE 1. Definisi Persepsi Risiko Berbelanja Online
Persepsi risiko merupakan persepsi negatif konsumen dalam
berbelanja yang mengacu pada hasil negatif dan kemungkinan hasil
tersebut akan menjadi nyata (Dowling dalam Ferrinadewi, 2008).
Sedangkan Schiffman et al. (2015) mendefinisikan persepsi risiko sebagai
ketidakpastian yang dihadapi oleh konsumen ketika mereka tidak dapat
meramalkan konsekuensi yang mungkin dialami dari keputusan pembelian
mereka. Hasil dari keputusan pembelian yang sering kali tidak pasti
tersebut, membuat konsumen merasakan adanya tingkat risiko tertentu
dalam keputusan pembeliannya.
Persepsi risiko merupakan salah satu hal yang penting bagi
konsumen dalam perilaku berbelanja online. Hal tersebut karena, ketika
berbelanja online konsumen tidak dapat mencoba atau membandingkan
produk secara langsung sebelum membeli, dan tidak dapat bertatap muka
dengan penjual (Comegys et al., 2009). Selain itu, banyak pula penjual
yang melakukan hal curang dalam transaksi (Cho et al, dalam Putra, 2014).
Ko et al. (dalam Masoud, 2013) mendefinisikan persepsi risiko
berbelanja online sebagai potensi kerugian dalam mengejar hasil yang
diinginkan ketika berbelanja online. Persepsi risiko tersebut merupakan
kombinasi dari ketidakpastian dengan kemungkinan dari suatu hasil yang
(44)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi risiko
berbelanja online merupakan ketidakpastian yang dirasakan oleh
konsumen dalam berbelanja online ketika mereka tidak dapat meramalkan
konsekuensi atau kerugian tertentu yang mungkin dialami dari keputusan
pembeliannya.
2. Dimensi-Dimensi Persepsi Risiko Berbelanja Online :
Menurut Schiffman et al. (2015), konsumen harus selalu membuat
keputusan mengenai produk atau jasa apa yang harus dibeli dan dimana
mereka membelinya. Hasil atau konsekuensi dari keputusan yang sering
tidak menentu membuat konsumen merasakan beberapa tingkat risiko
dalam keputusan pembeliannya.
Schiffman et al. (2015), mengungkapkan enam tipe persepsi risiko,
yaitu :
a. Risiko fungsional adalah risiko bahwa produk tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
b. Risiko fisik adalah risiko yang dialami oleh diri sendiri dan orang lain
yang ditimbulkan dari produk tersebut.
c. Risiko finansial adalah risiko bahwa produk yang dibeli tidak sebanding
dengan biaya yang dikeluarkan.
d. Risiko sosial adalah risiko bahwa pilihan produk yang buruk akan
(45)
e. Risiko psikologis adalah risiko bahwa pemilihan produk yang buruk
akan menjatuhkan ego konsumen.
f. Risiko waktu adalah risiko bahwa waktu yang dihabiskan dalam
pencarian produk menjadi sia-sia jika produk tidak seperti yang
diharapkan.
Tingkat risiko yang dirasakan oleh konsumen juga dipengaruhi
oleh situasi belanja, seperti toko tradisional, katalog, melalui surat
penawaran secara langsung, dan secara online (Schiffman et al., 2015).
Berkaitan dengan situasi belanja, Naiyi (2004) secara khusus
mengungkapkan tujuh dimensi persepsi risiko dalam berbelanja online.
Dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online tersebut, yaitu :
a. Risiko yang Bersumber dari Penjual
Risiko ini berkaitan dengan reliabilitas penjual dan pelayanan
setelah pembelian dari penjual (Naiyi, 2004). Reliabilitas penjual
berkaitan dengan keandalan penjual, seperti adanya pemberian garansi
atau penukaran produk dari penjual jika produk tidak sesuai dengan
harapan.
b. Risiko Pengiriman Produk
Persepsi risiko konsumen yang berkaitan dengan pengiriman
produk, yaitu meliputi kehilangan atau kerusakan barang yang mungkin
(46)
dialami adalah adanya kemungkinan kesalahan alamat dalam
pengiriman produk (Naiyi, 2004).
c. Risiko Finansial
Risiko finansial merupakan risiko yang dirasakan oleh konsumen
yang berkaitan dengan kerugian keuangan saat berbelanja online. Hal
ini terkait dengan adanya diskon yang lebih kecil dalam berbelanja
online dibandingkan dengan berbelanja di toko langsung. Selain itu,
konsumen juga perlu mengeluarkan biaya tambahan yang digunakan
untuk biaya pengiriman barang (ongkos kirim) dan biaya untuk
melakukan pembayaran dalam berbelanja online (Naiyi, 2014).
Menurut Masoud (2013), risiko keuangan merupakan persepsi bahwa
sejumlah uang tertentu mungkin dapat hilang atau dibutuhkan untuk
membuat produk bekerja dengan baik dan benar.
d. Risiko Kerugian karena Proses dan Waktu Pembelian
Kerugian tersebut berkaitan dengan kesulitan dan
ketidaknyamanan konsumen dalam berbelanja online (Naiyi, 2014).
Kesulitan dan ketidaknyaman konsumen dalam mengakses toko online
berakibat pada waktu yang digunakan semakin lama. Menurut Masoud
(2013) risiko waktu termasuk ketidaknyamanan yang timbul selama
transaksi online yang berasal dari adanya kesulitan dalam navigasi atau
penudaan pengiriman produk. Case (dalam Kumar dan Dange, 2014)
(47)
dihabiskan untuk pembelian produk dan waktu yang terbuang dalam
kasus pembelian produk yang buruk.
e. Risiko Kinerja Produk
Persepsi risiko konsumen yang berkaitan dengan kinerja produk,
meliputi kualitas produk dan kepalsuan atau ketidaksesuaian produk
yang ditawarkan dengan produk yang diterima oleh konsumen online
(Naiyi, 2004). Risiko kinerja produk terkait dengan aspek fungsional
produk (Kumar & Dange, 2014). Masoud (2013) juga mengungkapkan
bahwa risiko kinerja produk merupakan persepsi bahwa produk yang
dibeli mungkin tidak dapat berfungsi sesuai dengan harapan. Risiko ini
terjadi karena kesulitan konsumen untuk memeriksa barang secara
langsung, hanya mengandalkan informasi yang terbatas dan gambar
yang ditampilkan pada layar komputer.
f. Risiko Privasi
Risiko ini berkaitan dengan keamanan informasi pribadi
konsumen, meliputi alamat rumah konsumen, alamat e-mail, nomor
telepon, dan nomor credit card atau debit card (Naiyi, 2004).
g.Risiko Informasi dari Penjual
Risiko ini berkaitan dengan informasi yang disampaikan oleh
penjual online mengenai penjual dan produk yang dijual (Naiyi, 2014).
(48)
sebagai upaya untuk mengurangi persepsi risiko konsumen
(Ferrinadewi, 2008).
Teori persepsi risiko yang diacu oleh peneliti adalah teori dari
Naiyi (2004), karena dimensi-dimensi tersebut dianggap lebih relevan
dengan fenomena pengalaman risiko yang dialami oleh konsumen dalam
berbelanja online. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persepsi
risiko dalam berbelanja online memiliki tujuh dimensi, yaitu risiko yang
bersumber dari penjual, risiko pengiriman produk, risiko finansial, dan
risiko kinerja produk, risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian,
risiko privasi dan risiko informasi dari penjual.
3. Dampak Persepsi Risiko Berbelanja Online :
Dampak secara umum ketika konsumen merasakan risiko yang
tinggi dalam berbelanja online adalah konsumen akan memiliki
kepercayaan yang rendah terhadap belanja online (Firdayanti, 2012).
Kepercayaan yang rendah tersebut membuat konsumen menjadi ragu-ragu
dalam berbelanja online.
Secara terperinci, dampak yang muncul ketika konsumen
merasakan risiko yang bersumber dari penjual adalah konsumen khawatir
jika penjual tidak memberikan garansi atau penukaran barang apabila
(49)
Selanjutnya, dampak yang muncul dari adanya risiko pengiriman produk
adalah konsumen khawatir jika produk yang dibeli mungkin dapat rusak,
hilang atau tidak sampai tujuan (Naiyi, 2004; Masoud, 2013). Konsumen
merasa takut jika produk yang dibeli mungkin dapat rusak karena tidak
ada penanganan dan kemasan yang tepat ketika proses pengiriman produk.
Selain itu, konsumen juga takut jika pengiriman produk akan tertunda dan
mengalami keterlambatan (Masoud, 2013). Sedangkan dampak dari
adanya risiko finansial adalah konsumen merasa khawatir bahwa dirinya
akan mengalami kerugian keuangan saat berbelanja online (Kumar &
Dange, 2014).
Dimensi selanjutnya adalah risiko kinerja produk. Risiko kinerja
produk muncul karena ketidakmampuan konsumen untuk mengevaluasi
produk sebelum membeli (Comegys et al., 2009). Dampak dari adanya
risiko kinerja produk adalah konsumen merasa khawatir jika produk yang
dibeli tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya seperti yang
diharapkan (Firdayanti, 2012). Risiko produk akan dirasakan lebih tinggi
pada kategori produk yang perlu dicoba dan disentuh (Bhatnagar, Misra, &
Rao, 2000).
Selanjutnya, adanya kemungkinan bahwa konsumen akan
menghabiskan atau menguras banyak waktu untuk memperoleh produk
yang tidak sesuai dengan harapanya merupakan dampak dari adanya risiko
(50)
Waktu merupakan jumlah jam yang dihabiskan selama kegiatan belanja
(Cengel dalam Kumar & Dange, 2014). Sedangkan dampak dari adanya
risiko keamanan adalah konsumen merasa khawatir jika informasi pribadi
yang diberikan akan disalahgunakan oleh orang lain (Naiyi, 2004;
Miyazaki & Fernandez, 2001). Konsumen akan merasakan risiko ini tinggi
ketika konsumen diwajibkan untuk menyampaikan informasi pribadi
mereka (Comegys et al., 2009).
Dampak yang terakhir adalah dampak dari adanya risiko informasi
dari penjual. Dampak yang muncul ketika konsumen merasakan risiko ini
adalah konsumen merasa khawatir jika informasi dari penjual mengenai
penjual dan produk yang dijual tidak sesuai dengan kondisi yang
sesungguhnya (Naiyi, 2004).
C. WANITA DEWASA AWAL
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal
Individu dewasa merupakan individu yang bukan lagi menjadi
anak-anak namun telah menjadi pria atau wanita seutuhnya (Jahja,
2011). Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2008), dimulainya suatu
kedewasaan ditandai oleh adanya kontrol diri, otonomi, dan tanggung
jawab pribadi. Secara sosiologis, dewasa awal didefinisikan sebagai
individu yang telah mandiri/telah memilih karir dan telah
(51)
individu dewasa awal didefinisikan sebagai individu yang telah
menemukan identitas diri, mandiri, dan membangun hubungan.
Masa dewasa awal juga disebut sebagai masa pencarian
kemantapan dan masa reproduktif, yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah, ketegangan emosional, keterasingan sosial/isolasi, periode
komitmen, masa ketergantungan dan kreativitas, serta perubahan
nilai-nilai, dan penyesuaian diri terhadap pola hidup yang baru (Sumanto,
2014 ; Jahja, 2011).
Menurut Santrock (2002) masa dewasa awal dimulai pada usia
18 tahun hingga 40 tahun. Sedangkan menurut Dariyo (2008) masa
dewasa awal dimulai pada usia 20 tahun hingga 40 tahun.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa masa
dewasa awal dimulai pada usia 20 tahun hingga 40 tahun. Pada masa
ini, individu telah memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
mengalami pembentukan kemandirian secara pribadi dan ekonomi,
melalui berbagai peran baru, yaitu peran sebagai seorang istri/suami
dan peran dalam berkarir.
2. Perkembangan Wanita Pada Masa Dewasa Awal a. Perkembangan Sosial dan Emosi
Perkembangan sosial pada masa dewasa awal merupakan
puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Secara umum,
(52)
peran sebagai istri/suami, orang tua, dan pencari nafkah (Sumanto,
2014). Santrock (2002) juga mengungkapkan bahwa pada masa,
dewasa awal individu mengalami pembentukan kemandirian secara
pribadi maupun ekonomi, seperti perkembangan karir, pemilihan
pasangan, dan memulai keluarga.
Menurut Kartono (2006), kaum wanita pada masa ini
dianggap lebih aktif dan tegas, sehingga ketika mereka memilih
sesuatu dan memutuskan untuk melakukan sesuatu, dirinya tidak
akan bimbang untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya.
Namun, kaum wanita juga dianggap lebih emosionil dibandingkan
dengan kaum pria. Emosi wanita yang kuat mengakibatkan wanita
lebih cepat bereaksi dengan hati penuh ketegangan, lebih cepat kecil
hati, dan bingung, takut ataupun cemas (Kartono, 2006).
Selain itu Sumanto (2014) juga mengungkapkan bahwa,
individu dewasa awal juga memiliki perhatian terhadap penampilan,
pakaian, tata rias, dan lambang-lambang kedewasan. Minat terhadap
penampilan tersebut sangat nampak pada kaum wanita dewasa awal.
Hal tersebut dikarenakan, individu pada dewasa awal sangat sadar
bahwa keberhasilan dalam banyak hubungan sosial dan berbagi
bidang kegiatan banyak dipengaruhi oleh penampilan dan
perhiasannya (Mappire, 1983). Hal ini didukung dengan ungkapan
(53)
perhatian terhadap penampilan dirinya, melalui cara berhias dan
memperindah diri untuk menarik perhatian orang lain.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada
masa dewasa awal, kaum wanita telah memainkan berbagai peran
baru, yaitu peran dalam berkarir ataupun sebagai seorang istri. Pada
masa ini kaum wanita juga memiliki perhatian terhadap penampilan
dirinya, karena kaum wanita sangat sadar bahwa keberhasilan dalam
banyak hubungan sosial dan berbagi bidang kegiatan banyak
dipengaruhi oleh penampilan dan perhiasannya. Namun, kaum
wanita dianggap lebih emosionil dibandingkan dengan kaum pria.
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002), remaja dan dewasa
memiliki cara berpikir yang sama, pada tahap operasional formal.
Namun pada masa dewasa awal, individu mulai mengatur pemikiran
formal yang mereka miliki menjadi lebih sistematis. Individu pada
masa ini dianggap sudah mampu berpikir secara logis, pandai
mempertimbangkan segala sesuatu dengan adil, terbuka dan dapat
menilai semua pengalaman hidup (Jahja, 2011).
Menurut Kartono (2006) kaum wanita pada masa ini
dianggap lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat praktis. Kaum
wanita juga telah mulai merencanakan pola hidup bagi masa
(54)
perkembangan kognitif pada masa dewasa awal ditunjukkan dengan
individu sudah meniti karir yang matang sesuai dengan bakat yang
dijalani dan dicari selama remajanya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
wanita dewasa awal dianggap lebih tertarik pada hal-hal yang
bersifat praktis. Pada masa ini, kaum wanita juga telah mulai
merencanakan pola hidup bagi masa depannya dengan mulai meniti
karirnya.
3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Individu pada masa dewasa awal baik pria atau wanita
memiliki berbagai tugas perkembangan. Menurut Havigrust (dalam
Sumanto, 2014), tugas-tugas perkembangan dewasa awal, meliputi :
memulai suatu pekerjaan, memilih pasangan hidupnya, memulai
membentuk keluarga, belajar hidup dengan pasangan (suami/istri),
mengasuh anak, dan mengelola/menjalankan rumah tangga, serta
menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan menemukan
(55)
D. Dinamika Hubungan antara Dimensi-Dimensi Persepsi Risiko Berbelanja Online dan Niat Membeli Produk Fashion pada Wanita Dewasa Awal.
Perilaku belanja online merupakan proses pembelian barang atau
jasa yang dilakukan melalui internet (Masoud, 2013). Di Indonesia,
perkembangan belanja online diprediksi akan mengalami peningkatan 3
kali lipat di tahun 2016 (Setiawan, 2014). Produk fashion menjadi produk
yang paling diminati oleh konsumen ketika berbelanja online (Setiawan,
2014; Triananda,2015). Menurut survei BMI (2014), kebiasaan berbelanja
online lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita (53%) dan konsumen
berusia 24 tahun hingga 40 tahun (69%) (Triananda, 2015). Konsumen
tersebut dalam tahap perkembangannya termasuk dalam tahapan
perkembangan dewasa awal.
Menurut hasil survei Visa (2014), kenyamanan dan kemudahan
menjadi alasan konsumen untuk memilih berbelanja online (Akhir, 2014).
Namun, belanja online juga memiliki berbagai keterbatasan. Hal tersebut
karena, ketika berbelanja online konsumen tidak dapat mencoba atau
membandingkan produk secara langsung sebelum membeli. Konsumen
juga tidak dapat bertatap muka dengan penjual (Comegys et al., 2009).
Selain itu, banyak pula penjual yang melakukan hal curang dalam
transaksi (Cho et al, dalam Putra, 2014). Hasil survei Rakunten Belanja
(56)
konsumen tidak puas dengan pengalaman belanjanya
(www.indotelko.com, 2013). Selain itu, survei BMI (2014) juga
menunjukkan bahwa, 36% tidak percaya dengan transaksi jual beli online.
Ketidakpercayaan tersebut didukung oleh beberapa kekhawatiran seperti
risiko perbedaan produk di foto dengan aslinya, dan proses pengiriman
yang terkadang terlambat, atau bahkan penipuan (Caesarlita, 2015). Hal
tersebutlah yang membuat konsumen rentan merasakan risiko dalam
berbelanja online.
Risiko yang dirasakan konsumen tersebut disebut dengan persepsi
risiko (perceived risk). Persepsi risiko merupakan kombinasi dari
ketidakpastian dan kemungkinan dari suatu hasil yang serius. Persepsi
risiko dalam berbelanja online didefinisikan sebagai potensi kerugian
dalam mengejar hasil yang diinginkan dalam berbelanja online (Ko et al.,
dalam Masoud, 2013). Menurut Lee dan Tan (dalam Masoud, 2013),
konsumen mempersepsikan tingkat risiko yang lebih tinggi ketika
berbelanja online dibandingkan berbelanja di toko secara langsung.
Persepsi risiko dalam belanja online memiliki tujuh dimensi, yaitu dimensi
risiko yang bersumber dari penjual, risiko finansial, pengiriman produk,
risiko kinerja produk, risiko kerugian karena proses dan waktu pembelian,
risiko privasi, dan risiko informasi dari penjual.
Theory of Planned Behavior dari Ajzen telah banyak digunakan
(57)
konsumen online (Delafrooz et al., 2011; Lin, 2007; Heijden, Verhagen, &
Creemers; 2001). Dalam TPB dijelaskan bahwa, niat individu untuk
melakukan suatu perilaku ditentukan oleh tiga penentu, yaitu sikap
terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi control perilaku (Ajzen,
2005).
Ajzen (1991; 2005) menjelaskan bahwa, sikap terhadap perilaku,
norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku merupakan tiga konsep
independen. Namun ketiga konsep tersebut dapat membuat kontribusi
yang independent sebagai penentu niat. Maka ketiga konsep tersebut dapat
saling berhubungan. Apabila individu yakin bahwa perilaku tersebut
memberikan keuntungan, maka individu akan memiliki evaluasi positif
dan akan menganggap bahwa lingkungan sosial akan mendukungnya, dan
kontrol perilaku yang dirasakan tinggi.
Secara umum, konsumen yang memiliki kepercayaan tinggi
terhadap belanja online, akan merasakan risiko yang rendah dalam
berbelanja online, demikian pula sebaliknya konsumen yang memiliki
kepercayaan yang rendah, akan merasakan risiko yang tinggi dalam
berbelanja online (Firdayanti, 2012). Kepercayaan yang tinggi terhadap
belanja online akan memunculkan rasa percaya pada diri konsumen,
sehingga konsumen akan merasakan risiko yang rendah dalam berbelanja
(58)
akan merasa ragu-ragu dalam berbelanja online, sehingga konsumen akan
merasakan risiko yang tinggi dalam berbelanja online.
Konsumen yang merasakan risiko yang tinggi dalam berbelanja
online, akan memiliki evaluasi negatif terhadap belanja online yang
akhirnya akan membentuk sikap negatif terhadap belanja online dan
anggapan bahwa lingkungan sosialnya tidak akan mendukung perilaku
yang akan dilakukan, dan kontrol perilaku yang dirasakan individu rendah,
maka individu akan memiliki niat membeli produk fashion yang rendah.
Demikian pula sebaliknya, konsumen yang merasakan risiko yang rendah
dalam berbelanja online, akan memiliki evaluasi positif terhadap belanja
online yang akhirnya akan membentuk sikap positif terhadap belanja online dan anggapan bahwa lingkungan sosialnya akan mendukung
perilaku yang akan dilakukan, dan kontrol perilaku yang dirasakan
individu tinggi, maka individu akan memiliki niat membeli produk
fashion yang tinggi. Niat membeli produk fashion merupakan keinginan
wanita dewasa awal untuk membeli sesuatu yang ditawarkan penjual yang
berkaitan dengan sesuatu yang dikenakan untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya.
Persepsi risiko dalam berbelanja online memiliki beberapa
dimensi. Secara terperinci, dimensi persepsi risiko yang pertama adalah
risiko yang bersumber dari penjual. Risiko yang bersumber dari penjual
(59)
pembelian dari penjual (Naiyi, 2004). Ketika konsumen merasa khawatir
jika penjual tidak memberikan garansi atau penukaran barang apabila
produk yang dibeli tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka konsumen
akan merasakan risiko ini tinggi. Konsumen yang merasakan risiko ini
tinggi, akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian menimbulkan sikap
negatif terhadap belanja online dan anggapan bahwa lingkungan sosialnya
tidak akan mendukung perilakunya, dan kontrol perilaku yang dirasakan
rendah, sehingga konsumen wanita dewasa awal akan memiliki niat
membeli produk fashion yang rendah, demikian pula sebaliknya.
Dimensi selanjutnya yaitu, risiko pengiriman produk, risiko ini
berkaitan dengan proses pengiriman produk (Naiyi, 2004). Ketika
konsumen merasa bahwa ada kemungkinan produk yang dibeli akan rusak,
hilang, atau mungkin terlambat atau tidak sampai tujuan, maka konsumen
akan merasakan risiko ini tinggi. Konsumen yang merasakan risiko ini
tinggi, akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian menimbulkan sikap
negatif terhadap belanja online dan anggapan bahwa lingkungan sosialnya
tidak akan mendukung perilakunya, dan kontrol perilaku yang dirasakan
rendah, sehingga konsumen wanita dewasa awal akan memiliki niat
membeli produk fashion yang rendah, demikian pula sebaliknya.
Risiko finansial merupakan risiko yang dirasakan konsumen yang
berkaitan dengan kerugian keuangan saat berbelanja online (Naiyi, 2004).
(60)
kerugian keuangan saat berbelanja online, maka konsumen akan
merasakan risiko ini tinggi. Konsumen yang merasakan risiko ini tinggi,
akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian menimbulkan sikap negatif
terhadap belanja online dan anggapan bahwa lingkungan sosialnya tidak
akan mendukung perilakunya, dan kontrol perilaku yang dirasakan rendah,
sehingga konsumen akan memiliki niat membeli produk fashion yang
rendah, demikian pula sebaliknya.
Dimensi selanjutnya adalah risiko kinerja produk (Naiyi, 2004).
Ketika konsumen merasa bahwa kemungkinan produk yang dibeli tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya sesuai dengan harapannya, maka
konsumen akan merasakan risiko ini tinggi. Konsumen yang merasakan
risiko ini tinggi, akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian
menimbulkan sikap negatif terhadap belanja online dan anggapan bahwa
lingkungan sosialnya tidak akan mendukung perilakunya, dan kontrol
perilaku yang dirasakan rendah, sehingga konsumen akan memiliki niat
membeli produk fashion yang rendah, demikian pula sebaliknya.
Konsumen juga mungkin merasakan adanya risiko kerugian karena
proses dan waktu pembelian. Risiko ini berkaitan dengan kesulitan dan
kenyamanan konsumen dalam berbelanja online (Naiyi, 2004). Ketika
konsumen merasa bahwa dirinya menghabiskan atau menguras banyak
waktu untuk memperoleh produk yang tidak sesuai dengan harapannya,
(61)
merasakan risiko ini tinggi, akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian
menimbulkan sikap negatif terhadap belanja online dan anggapan bahwa
lingkungan sosialnya tidak akan mendukung perilakunya, dan kontrol
perilaku yang dirasakan rendah, sehingga konsumen akan memiliki niat
membeli produk fashion yang rendah, demikian pula sebaliknya.
Risiko privasi berkaitan dengan keamanan informasi pribadi
konsumen (Naiyi, 2004). Ketika konsumen merasa khawatir jika informasi
pribadi yang diberikan akan disalahgunakan oleh penjual atau orang lain,
maka konsumen akan merasakan risiko ini tinggi. Konsumen yang
merasakan risiko ini tinggi, akan memiliki evaluasi negatif yang kemudian
menimbulkan sikap negatif terhadap belanja online dan anggapan bahwa
lingkungan sosialnya tidak akan mendukung perilakunya, dan kontrol
perilaku yang dirasakan rendah, sehingga konsumen akan memiliki niat
membeli produk fashion yang rendah, demikian pula sebaliknya.
Dimensi yang terakhir adalah dimensi risiko informasi dari penjual
(Naiyi, 2004). Ketika konsumen merasa bahwa informasi mengenai
penjual dan produk yang dijual tidak sesuai dengan kondisi yang
sesungguhnya, maka konsumen akan merasakan risiko ini tinggi.
Konsumen yang merasakan risiko ini tinggi, akan memiliki evaluasi
negatif yang kemudian menimbulkan sikap negatif terhadap belanja online
dan anggapan bahwa lingkungan sosialnya tidak akan mendukung
(62)
konsumen memiliki niat membeli produk fashion yang rendah, demikian
pula sebaliknya.
Bagan 2. Skema Hubungan antara dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online dan niat membeli produk fashion pada wanita dewasa awal. Dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online tinggi Niat membeli produk fashion rendah pada wanita dewasa awal Muncul keraguan pada diri konsumen Dimensi-dimensi persepsi risiko berbelanja online rendah Muncul perilaku percaya pada diri konsumen Niat membeli produk fashion tinggi pada wanita dewasa awal Sikap terhadap belanja online positif Norma subjektif positif (memperoleh dukungan sosial) Persepsi kontrol perilaku tinggi Sikap terhadap belanja online negatif Persepsi kontrol perilaku rendah Norma subjektif negatif (tidak memperoleh dukungan sosial)
(63)
Bagan 3. Skema Hubungan antara dimensi risiko yang bersumber dari penjual dan niat membeli produk fashion
Konsumen merasa khawatir jika barang tidak bergaransi/tidak dapat ditukar jika
tidak sesuai harapan Dimensi risiko yang bersumber dari penjual tinggi Dimensi risiko yang bersumber dari penjual rendah Konsumen merasa aman karena penjual memberikan jaminan jika produk tidak sesuai harapan Niat membeli produk fashion
tinggi pada wanita dewasa awal Niat membeli produk fashion rendah pada wanita dewasa awal Sikap terhadap belanja online negatif Persepsi kontrol perilaku rendah Persepsi kontrol perilaku tinggi Sikap terhadap belanja online positif Norma subjektif negatif (tidak memperoleh dukungan sosial) Norma subjektif positif (memperoleh dukungan sosial)
(64)
Bagan 4. Skema Hubungan antara dimensi risiko pengiriman produk dan niat membeli produk fashion
Dimensi risiko pengiriman produk rendah Konsumen merasa bahwa ada kemungkinan produk akan rusak
atau hilang; atau tidak sampai tujuan dan terlambat Dimensi risiko pengiriman produk tinggi Konsumen merasa jika produk sampai dalam kondisi baik dan tepat
waktu Niat membeli produk fashion tinggi pada wanita dewasa awal Niat membeli produk fashion rendah pada wanita dewasa awal Sikap terhadap belanja online positif Sikap terhadap belanja online negatif Persepsi kontrol perilaku rendah Persepsi kontrol perilaku tinggi Norma subjektif negatif (tidak memperoleh dukungan sosial) Norma subjektif positif (tmemperoleh dukungan sosial)
(1)
One-Sample Test
Test Value = 15
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Kerugian -8.192 153 .000 -2.03896 -2.5307 -1.5472
F. Hasil uji one sample t-test dimensi risiko privasi
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Privasi 154 14.3442 2.96688 .23908
One-Sample Test
Test Value = 15
T df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
(2)
168
G. Hasil uji one sample t-test dimensi informasi dari penjual
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Informasi 154 14.3571 2.66833 .21502
One-Sample Test
Test Value = 15
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Informasi -2.990 153 .003 -.64286 -1.0676 -.2181
(3)
I. Hasil uji one sample t-test Niat Membeli One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Niat_membeli 154 21.46 8.114 .654
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean PersepsiRisiko 154 93.7987 14.54467 1.17204
One-Sample Test
Test Value = 97.5
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
(4)
170
One-Sample Test
Test Value = 20
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
(5)
171
(6)
172
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Penjual 154 6.00 19.00 12.4351 2.56147
Pengiriman 154 6.00 17.00 12.1234 2.08426
Finansial 154 7.00 19.00 12.0909 2.18541
Kinerja 154 8.00 21.00 15.4870 3.04699
Kerugian 154 6.00 21.00 12.9610 3.08884
Privasi 154 7.00 21.00 14.3442 2.96688
Informasi 154 8.00 20.00 14.3571 2.66833
PersepsiRisiko 154 58.00 131.00 93.7987 14.54467
Niat_membeli 154 4.00 36.00 21.4610 8.11368