Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar, dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016

(1)

PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR GURU,

KETERSEDIAAN SUMBER BELAJAR, DAN FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN

MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 23

TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN DALAM

KURIKULUM 2013 PADA

SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh: Wiwit Yuliani NIM: 131334058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR GURU,

KETERSEDIAAN SUMBER BELAJAR, DAN FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN

MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 23

TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN DALAM

KURIKULUM 2013 PADA

SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh: Wiwit Yuliani NIM: 131334058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

Atas Ridho Allah SWT

Karya yang jauh dari sempurna ini kupersembahkan untuk: o ALLAH SWT

o Kedua orang Tuaku, Bapak Darsono dan Ibu Ramilah

o Ketiga kakakku, yaitu Ruswati, Sutikno S.Pd., dan Siswoyo S.Pd. o Kakek dan Nenek

o Sahabat skripsi (Stephani, Widya, Maesti, Miltari, Yovita, Melati, Lusi, Dorus, Dela, Fani, dan Kristin)

o Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2013


(6)

v

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan

(QS. Al Insyirah: 5)

Da Tuha

u berfir a : Berdoalah kepada

-Ku, niscaya akan Kuperkenankan

bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari

menyembah-Ku [berdoa kepada-menyembah-Ku]

aka asuk eraka Jaha a dala keadaa hi a di a.


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah,

Yogyakarta, 26 Juli 2017

Penulis


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Wiwit Yuliani Nomor Mahasiswa : 131334058

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR GURU,

KETERSEDIAAN SUMBER BELAJAR, DAN FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN

MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 23

TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN DALAM

KURIKULUM 2013 PADA

SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 26 Juli 2016

Yang menyatakan


(9)

viii

ABSTRAK

PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR GURU, KETERSEDIAAN SUMBER BELAJAR, DAN FREKUENSI MENGAKSES INTERNET

TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013 PADA SMA NEGERI SE-KOTA

YOGYAKARTA TAHUN 2017

Wiwit Yuliani Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pengalaman mengajar guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian; (2) ada pengaruh positif ketersediaan sumber belajar terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian; (3) ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian ex post facto. Penelitian ini dilaksanakan di 10 SMA Negeri se-Kota Yogyakarta pada bulan Januari - Maret 2017. Populasi penelitian ini adalah guru SMA Negeri se-Kota Yogyakarta dengan jumlah 552 guru. Sampel sebanyak 133 guru diambil dengan teknik proportional sampling dan convenience sampling. Data diambil dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan teknik analisis Chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif pengalaman mengajar guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian (x2 hitung= 6,247 dan Asymp. Sig 0,044, dengan derajat asosiasi rendah, C/Cmax =0,299 berada pada rentang 0,20-<40); (2)

ada pengaruh positif ketersediaan sumber belajar terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian (x2 hitung= 14,921 dan Asymp. Sig 0,005, dengan derajat asosiasi rendah, C/Cmax =0,390 berada pada rentang 0,20-<40); (3) ada pengaruh positif frekuensi

mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian (x2 hitung= 4,014, dan Asymp. Sig

sebesar 0,045, dengan derajat asosiasi sedang, C/Cmax =0,429 berada pada rentang


(10)

ix ABSTRACT

THE EF FECT OF TEACHING EXPERIENCE OF TEACHERS, THE AVAILABILITY OF LEARNING RESOURCES, AND THE F RECUENCY TO ACCESS INTERNET TOWARDS THE ABILITY TO APPLY THE DEGREE

OF EDUCATION MINISTER NUMBER 23, 2016 ABOUT THE ASESSMENT STANDARD OF 2013 CURRICULUM IN ALL PUBLIC

SENIOR HIGH SCHOOLS IN YOGYAKARTA 2017

Wiwit Yuliani Sanata Dharma University

2017

The goals of this research are to know whether: (1) there is a positive effect of teaching experience for the ability to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard; (2) there is a positive effect of the availability of the materials to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard; (3) there is a positive effect on the frecuency in accessing internet for the ability to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard.

The type of this research is, an ex post facto. This research was carried out in ten Public Senior High Schools in Yogyakarta, it was carried from January to March 2017. The population of this research were 552 teachers of Public Senior High Schools in Yogyakarta. The samples were 133 teachers, taken by proportional sampling technique and convenience sampling. Data were gathered by questionnaires and with Chi-Square analyzed techniques.

The result of the research shows that : (1) there is a positive experience of the teacher for the ability to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard (x2 count= 6,247 and Asymp. Sig 0,044, with a low degree of association, C/Cmax = 0,299 on range 0,20-< 40); (2) there is a positive effect of the availability of the materials to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard (x2 count= 14,921 and Asymp. Sig 0,005, with a low degree of association, C/Cmax = 0,390 on range 0,20-< 40); (3) there is a positive effect of the frecuency to access internet for the ability to apply the Degree of Education Minister Number 23, 2016 about the Asessment Standard (x2 count= 4,014, and Asymp. Sig as much 0,045, with a sufficient degree of association, C/Cmax = 0,429 on range 0,40-0,60).


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

ridho serta berkat limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini yang

berjudul “Pengaruh Pengalaman Mengajar Guru, Ketersediaan Sumber Belajar Dan Frekuensi Mengakses Internet Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Dalam

Kurikulum 2013 Pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta Tahun 2017” dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi. Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaiakan skripsi ini, penulis

mendapatkan bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,


(12)

xi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta;

4. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis dengan sabar, mengarahkan

untuk kemajuan skripsi penulis, dan dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaiakn skripsi ini dengan baik;

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai

pengetahuan dan pengalamannya selama proses perkuliahan;

6. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf sekertariat Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang

telah membantu dalam kelancaran proses belajar dan administrasi

kemahasiswaan;

7. Bapak dan Ibu tercinta Darsono dan Ramilah yang tiada henti selalu memberikan kasih sayang, mendo’akan, dukungan, memperhatikan dan memberi nasihat selama proses skripsi.

8. Ketiga kakakku tersayang Ruswati, Sutikno, S.Pd., Siswoyo, S.Pd., yang

selalu memberikan dukungan, perhatian, nasihat, dan do’a.

9. Seluruh keluarga besar Sanudji yang selalu mendo’akan dan memberi

semangat.

10. Sahabat skripsi satu dosen pembimbing: Stephani, Widya, Maesti, Miltari, Yovita, Melati, Lusi, Dorus, Fani, Dela dan Kristin yang telah bekerja sama,


(13)

xii

11. Sahabat sederhanaku: Miltari, Maesti, Dorus, dan Irma yang selalu mendukung, membantu, menyemangati dan saling melengkapi.

12. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2013 terimakasih atas kebersamaan selama 8 semester yang sudah dilalui ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

karena atas keterbatasan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan

skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga

bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 26 Juli 2016


(14)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xx

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7


(15)

xiv

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...10

A. Tinjauan Teoritik ...10

1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian...10

a. Pengertian Kurikulum ...10

b. Perkembangan Kurikulum ...12

c. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian ...31

2. Pengalaman Mengajar Guru ...46

3. Ketersediaan Sumber Belajar ...49

4. Frekuensi Mengakses Internet ...51

B. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ...53

C. Kerangka Berpikir ...55

D. Rumusan Hipotesis Penelitian ...59

BAB III METODE PENELITIAN ...60

A. Jenis Penelitian ...60

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...60

C. Subjek dan Objek Penelitian ...61

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ...61

E. Operasionalisasi Variabel ...65

F. Teknik Pengumpulan Data ...68


(16)

xv

H. Teknik Analisis Data ...77

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...87

A. Deskripsi Data ...87

B. Pengujian Hipotesis ...98

C. Pembahasan Hasil Penelitian ...113

BAB V PENUTUP ...123

A. Kesimpulan ...123

B. Keterbatasan Penelitian ...124

C. Saran ...124

DAFTAR PUSTAKA ...127


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Data Sampel Guru SMA Negeri Yogyakarta ...64

Tabel 3.2 Skor Pernyataan Sikap ...67

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner...69

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 tentang Standar Penilaian ...73

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 tentang Standar Penilaian (kedua) ...74

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Ketersediaan Sumber

Belajar ...75

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel

Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian ...76

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel

Ketersediaan Sumber Belajar ...77

Tabel 3.9 Rentang Variabel Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang


(18)

xvii

Tabel 3.10 Rentang Variabel Ketersediaan Sumber Belajar ...81

Tabel 3.11 Rentang Variabel Frekuensi Mengakses Internet ...81

Tabel 3.12 Interval Skor Pengalaman Mengajar Guru...82

Tabel 3.13 Rentang Variabel Pengalaman Mengajar Guru ...82

Tabel 3.14 Kriteria Rasio ...86

Tabel 4.1 Data Responden Guru ...88

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...89

Tabel 4.3 Berdasarkan Pengalaman Mengajar Guru...89

Tabel 4.4 Deskripsi Data Variabel Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian ...92

Tabel 4.5 Nilai-Nilai Statistika Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian ...93

Tabel 4.6 Deskripsi Variabel Ketersediaan Sumber Belajar ...94

Tabel 4.7 Nilai-Nilai Statistika Variabel Ketersediaan Sumber Belajar ...95

Tabel 4.8 Deskripsi Variabel Frekuensi Mengakses Internet ...97

Tabel 4.9 Nilai-Nilai Statistika Variabel Frekuensi Mengakses Internet ...97

Tabel 4.10 Tabel Kontingensi Pengaruh Pengalaman Mengajar Guru Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian ...99


(19)

xviii

Tabel 4.11 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Pengalaman Mengajar

Guru Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar

Penilaian ...101

Tabel 4.12 Hasil Analisis Koefisien Kontingensi Pengaruh Pengalaman

Mengajar Guru Terhadap Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 Tentang Standar Penilaian ...102

Tabel 4.13 Tabel Kontingensi Pengaruh Ketersediaan Sumber Belajar

Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar

Penilaian ...104

Tabel 4.14 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Ketersediaan Sumber

Belajar Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar

Penilaian ...106

Tabel 4.15 Hasil Analisis Koefisien Kontingensi Pengaruh Ketersediaan

Sumber Belajar Terhadap Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 Tentang Standar Penilaian ...107

Tabel 4.16 Tabel Kontingensi Pengaruh Frekunsi Mengakses Internet


(20)

xix

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar

Penilaian ...109

Tabel 4.17 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Frekuensi Mengakses

Internet Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar

Penilaian ...111

Tabel 4.18 Hasil Analisis Koefisien Kontingensi Pengaruh Frekuensi

Mengakses Internet Terhadap Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun


(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian

Pendidikan ...131

Lampiran 2 Kuisioner ...148

Lampiran 3 Data Induk Penelitian ...160

Lampiran 4 UJi Validitas dan Reliabilitas ...181

Lampiran 5 Deskripsi Data ...186

Lampiran 6 Uji Hipotesis ...191

Lampiran 7 Tabel r dan Tabel X² ...201

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian...210

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian ...218


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,

disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Salah satu tuntutan dan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada

saat ini dan ke depan adalah pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber

daya manusia yang memiliki kompetensi utuh, yaitu kompetensi sikap,

kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang terintegrasi.

Tentunya, tuntutan pendidikan tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya

kurikulum. Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah

pendidikan. Berhasil dan tidaknya sebuah pendidikan sangat bergantung dengan

kurikulum yang digunakan. Kurikulum adalah ujung tombak bagi terlaksananya

kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat

berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai yang diharapkan (Fadlillah, 2014:


(23)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana

dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2011:6). Kurikulum ialah suatu program

pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang

diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar

norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran

bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan

(Dakir, 2004:3). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah

sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang dapat memberikan pengaruh

kepada anak untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dari waktu ke waktu Indonesia selalu melakukan pengembangan

kurikulum. Salah satu contoh yang terbaru yaitu pengembangan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Pengembangan

kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian

pendidikan. Pengembangan kurikulum 2013 diorientasikan agar terjadi

peningkatan dan kesinambungan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan

(skill), dan pengetahuan (knowledge) (Majid & Rochman, 2014: 9). Belum lama

diberlakukan, kurikulum 2013 diperbaiki kembali dan menjadi kurikulum 2013

edisi revisi tahun 2016. Kurikulum 2013 edisi revisi mulai diterapkan di sekolah


(24)

Pada Kurikulum 2013 yang telah di revisi, standar penilaian menjadi fokus

yang utama. Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tentang Standar Penilaian Pendidikan

Tahun 2016. Dalam peraturan menteri ini, yang dimaksud dengan standar

penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip,

mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang

digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada

pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah proses

pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar

peserta didik. Beberapa perubahan penilaian yang terjadi pada kurikulum 2013

antara lain pada penilaian sikap, ketuntasan belajar, mekanisme dan prosedur

penilaian, pengolahan dan laporan hasil belajar.

Implementasi kurikulum tersebut tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan

dari komponen sekolah yang utama yaitu guru. Definisi guru diatur dalam

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah (Pasal 1 ayat 1). Tugas utama tersebut akan efektif jika guru memiliki

derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran,

kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik


(25)

tujuan pembelajaran disekolah. Perubahan kurikulum merupakan hal yang

lumrah, peraturan-peraturan mengenai pembelajaran merupakan kewajiban yang

sebaiknya dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi banyak guru yang menanggapi

perubahan tersebut dengan kurang persiapan.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, masalah yang muncul ketika guru

melaksanakan kegiatan penilaian yaitu kurangnya kemampuan guru

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar

Penilaian. Selain itu guru sulit menyesuaikan dan mengikuti standar penilaian

yang baru. Guru mengeluhkan penilaian pada kurikulum 2013 edisi revisi sangat

rumit. Di sisi lain, banyak aspek yang harus di nilai oleh guru dan setiap aspek

tersebut terdapat banyak unsur. Padahal, guru merupakan seseorang yang

bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di kelas dan sekaligus ditunjuk

untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 edisi revisi di sekolah. Guru

hendaknya melakukan langkah-langkah yang terdapat dalam Permendikbud

Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian tersebut dengan baik.

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat teratasi apabila ada kemauan

dari guru untuk mencoba memahami dengan benar isi dari Permendikbud Nomor

23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Dengan demikian guru mampu

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar

Penilaian dengan baik. Diduga, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kemampuan guru mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016


(26)

serta pangkat golongan guru. Masa kerja guru yang berdampak pada pengalaman

mengajar guru. Kemudian, kurangnya pelatihan-pelatihan atau diklat dan

kesibukan guru di sekolah yang menjadikan guru kurang berpengalaman.

Ketersediaan sumber belajar yang disediakan sekolah terbatas dan belum sesuai

dengan peraturan yang baru. Kemampuan guru dalam penguasaan TI yang rendah

dan kurangnya intensitas atau frekuensi guru dalam mengakses internet untuk

memperoleh informasi. Baik informasi mengenai pendidikan, informasi umum,

ataupun bahan ajar.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka peneliti berfokus untuk mengkaji

dan meneliti mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar

Penilaian. Faktor-faktor tersebut antara lain pengalaman mengajar guru,

ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet. Atas dasar

faktor-faktor tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Pengalaman Mengajar Guru, Ketersediaan Sumber Belajar, dan Frekuensi Mengakses Internet Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Dalam


(27)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang di kemukakan di atas, peneliti mengidentifikasi

permasalahan yang muncul dalam kaitannya dengan kemampuan

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar

Penilaian dalam Kurikulum 2013 Pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta Tahun

2017 dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat pendidikan guru, pangkat

golongan, pengalaman mengajar guru, pengalaman pelatihan atau diklat,

kesibukan guru di sekolah, ketersediaan sumber belajar, Kemampuan TI dan

frekuensi mengakses internet.

C. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup permasalahan diatas, keterbatasan

waktu, dan kesulitan dalam pengamatan, maka peneliti membatasi permasalahan

sebagai berikut:

Kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi ditinjau dari

pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar, dan frekuensi


(28)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh positif pengalaman mengajar guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian?

2. Apakah ada pengaruh positif ketersediaan sumber belajar terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian?

3. Apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pengalaman mengajar guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23

Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif ketersediaan sumber belajar terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor


(29)

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi Pemerintah

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu mengetahui kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 tentang Standar Penilaian.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan pemerintah.

2. Bagi sekolah

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang

Standar Penilaian.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hal-hal apa saja yang mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi kebijakan sekolah.


(30)

3. Bagi perguruan tinggi

a. Hasil penelitian ini dapat menambah kelengkapan khasanah pustaka pembaca di perpustakaan tentang kemampuan mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian pada

Kurikulum 2013 edisi revisi.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(31)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Tinjauan Teoritik

1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian.

a. Pengertian Kurikulum

Menurut Dakir (2004:2-3), kurikulum bukan berasal dari

bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata

dasarnya adalah currere, secara harafiah berarti lapangan

perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish.

Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa

bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai

diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai

bahan agar dapat mencapai gelar. Jadi, kurikulum ialah suatu

program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan

pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan

dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang

berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi

tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan

pendidikan.

Pengertian menurut Dakir tersebut senada dengan penjelasan


(32)

etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa

Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari“ dan curere yang berarti

“tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga,

terutama dalam bidang atletik pada jaman Romawi Kuno di

Yunani. Dalam Bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata

courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak

yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai

dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.

Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi

program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya.

Program tersebut berisi mata pelajaran – mata pelajaran (courses)

yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu

tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun),

SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian,

secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah

sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan

peserta didik disekolah untuk memperoleh ijasah.

Pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan

dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara

ilmiah baik yang terjadi didalam kelas, dihalaman sekolah maupun

diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan

pendidikan. Ada juga pengertian kurikulum yang lebih luas lagi


(33)

sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta

didik, baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab

sekolah untuk mencapai pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal

1, butir 19, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana

dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta

cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum

merupakan sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang

dapat memberikan pengaruh pada peserta didik untuk mencapai

tujuan pendidikannya.

b. Perkembangan Kurikulum

Hidayat (2013:1) menjelasakan bahwa kurikulum di

Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah

mengalami beberapa kali perubahan yaitu tahun 1947, 1952, 1964,

1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut

merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan

sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan IPTEK.


(34)

bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu:

1) Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada

gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan

kurikulum suatu satuan pendidikan.

2) Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat. 3) Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karatersitik

perkembangan peserta didik.

4) Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan

kebudayaan termasuk IPTEK (kultural), dan lingkungan

hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).

5) Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat,

hukum, hankam, dan sebagainya.

6) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.

Semua kurikulum nasional dikembangkan mengacu pada

landasan yuridis Pancasila dan UUD 1945, perbedaan tiap

kurikulum terletak pada penekanan pokok dan tujuan pendidikan

dan pendekatan dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut


(35)

1) Rencana Pelajaran 1947

Menurut Sholeh (2013:2-3) kurikulum pertama yang

lahir pada setelah Indonesia merdeka disebut rencana

pelajaran. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat

politis: dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan

nasional. Asas pendidikan ditetapkan pancasila. Rencana

pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan

kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan

intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan

suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut

kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada

pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan

berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara

dan masyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan

kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan

perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan

jasmani. Rencana pelajaran 1947 baru secara resmi

dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk

kurikulum ini memuat dua hal pokok: Daftar mata pelajaran

dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar


(36)

2) Kurikulum 1952

Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952

kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada

tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian

Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku

Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata

pelajaran kemudian diberi nama Rancangan Pelajaran Terurai

1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan

mengajar di Sekolah Dasar. Di dalamnya tercantum jenis-jenis

pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di

sekolah, seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah,

Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem

pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus

ciri-ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran

sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang

guru mengajar satu mata pelajaran.

3) Kurikulum 1964

Menurut Hamalik (Hidayat, 2013:3-13), dipenghujung

era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964,

pemerintahan kembali menyempurnakan sistem kurikulum di

Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan


(37)

1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah

pemerintahan mempunyai keinginan agar rakyat mendapat

pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,

sehingga pembelajaran dipusatkan pada program

Pancawardhana.

Fokus kurikulum 1964 ini pada perkembangan

Pancawardhana, yaitu: Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan

Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok

bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan

(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih

menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional

praktis.

4) Kurikulum 1968

Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari

Kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik

dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan

Orde Baru. Kurikulum 1968 menggantikan Rencana

Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur

kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan

organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa

pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah


(38)

pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk

membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat

jasmani,mempertinggi kecerdasan, dan keterampilan jasmani,

moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

5) Kurikulum 1975/1976

Kurikulum 1975 sebagai pengganti Kurikulum 1968

menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Berorientasi pada tujuan.

a) Menganut pendekatan integratif

b) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

c) Menganut pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruktsional (PPSI).

d) Dipengaruhi psikologi behaviorismedengan menekankan kepada strimulus respon (rangsang/jawab) dan latihan

(drill).

Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yang

meliputi unsur-unsur:

a) Tujuan institusional baik SD, SMP, dan SMA/SPG/SMEA/STM

b) Struktur program kurikulum


(39)

Dalam kurikulum ini, sistem yang digunakan adalah

sistem PPSI, dimana dalam sistem ini pemberian penilaian

dilakukan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan

pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan kurikulum 1975

dengan kurikulum sebelumnya.

6) Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke

kurikulum 1984 diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) 1983 yang belum tertampung ke dalam

kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

b) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.

c) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.

d) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.

e) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri

mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah

tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

f) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.


(40)

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun

1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan

perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap

pendidikan, Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak sesuai lagi

karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984

lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975.

Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri:

a) Berorientasi kepada tujuan pembelajaran (instruksional). b) Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik

melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah

pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental,

intelektual, dan emosional dengan harapan siswa

memperoleh pengalaman belajar secara optimal, baik

dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

c) Materi pembelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang

digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan

kedalaman dan keluasan materi pelajaran.

d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa

harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian


(41)

e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran

berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan

penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui

pendekatan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan

abstrak dengan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke

kesimpulan.

f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan

pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses

pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan

mengkomunikasikan perolehannya.

7) Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses

pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang

berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan

muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan

suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan) yang lebih mengutamakan teori tentang proses

belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah Tim Basic

Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan

kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa (isi) pelajaran


(42)

selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan

mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum

1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2

Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini

berdampak pada sistem pembagaian waktu pelajaran, yaitu

dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.

Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun

menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi

siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan

kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut:

a) Pembagian tahapan pelajaran disekolah dengan sistem caturwulan.

b) Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)

c) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan suatu sistem kurikulum untuk semua siswa diseluruh

Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga

daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran

sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan


(43)

d) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam

belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam

mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang

mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,

dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

e) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan

perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan

terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada

pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan

keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

f) Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke

hal yang kompleks.

g) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa

permasalahan sebagai akibat dari kecendrungan kepada

pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya

sebagai berikut:

a) Beban belajar siswa terlalu besar dikarenakan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.


(44)

b) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat pertimbangan berpikir siswa, dan kurang

bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan

sehari-hari.

8) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2002 dan 2004

Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi

kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural

dalam pemerintahan dari sentralistrik menjadi desantralistik

sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25

tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum yang

dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan

pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (komptensi)

tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah

ditetapkan.

Depdiknas Tahun 2002 (Sanjaya, 2006:11) mengemukakan

karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi secara lebih rinci

sebagai berikut:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.


(45)

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis

Kompetensi pada suatu mata pelajaran memuat rinci kompetensi

(kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan

dimiiki siswa dapat dilihat contohnya dalam mata pelajaran

Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal

peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan,

keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan

sastra Indonesia.

9) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Hidayat (2013:17-18) terbitnya Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2005, telah mendorong penyelenggara

pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam

bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan

pendidikan.

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(46)

yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi-esensi isi dan arah

pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya

paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah

subject matter), yaitu:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

10) Kurikulum 2013

Menurut Mulyasa (2013:59-68) dalam suatu sistem

pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu

dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti

perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian,

perubahan dan pengembangannya harus dilakukan secara

sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan

pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah


(47)

dengan kurikulum tersebut. Perlunya perubahan kurikulum juga

karena adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP

2006 sebagai berikut (diadaptasi dari materi sosialisasi kurikulum

2013):

a) Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak

materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat

perkembangan usia anak.

b) Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.

c) Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi

peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

d) Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter,

kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran

konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta

jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum.

e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional,

maupun global.

f) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang


(48)

penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada

pembelajaran yang berpusat pada guru.

g) Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi

dan pengayaan secara berkala.

Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum

berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun

2004. Beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep

kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan

identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan

pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan

kebutuhan.

b) Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru

yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki

pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi

peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara

efektif dan efisien.

c) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan


(49)

membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan

belajar kepada peserta didik.

d) Nilai (value); adalah suatu standar prilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.

Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran

(kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).

e) Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang

dari luar: Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan

terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya.

f) Minat (interest); adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk

mempelajari atau melakukan sesuatu.

11) Kurikulum 2013 edisi revisi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah

melakukan perbaikan terhadap kurikulum 2013. Setiap

perbaikan dan pengembangan yang dilakukan pemerintah

terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan untuk

menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi yaitu

sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari perbaikan yang

telah dilakukan sepanjang 2015, terdapat empat poin perbaikan


(50)

(http://bpmtv.kemdikbud.go.id/majalahs/UOBPcjV1vqZ65KU

Ql2wtQVDCMRqAkiVf6w5iQ0kl20161105143449.pdf) yaitu:

1. Penataan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial pada semua mata pelajaran.

Sebelum adanya perbaikan kurikulum, setiap guru mata

pelajaran diberi beban formal untuk melakukan pembelajaran

dan penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap

sosial siswa. Setelah dilakukan perbaikan, hanya dua guru

yang bisa memberikan penilaian sikap siswa secara langsung,

yaitu guru Pendidikan Agama-Budi Perkerti dan guru PPKn.

Sedangkan guru lain di luar mata pelajaran ini, dapat

mengajarkan dan memberikan nilai secara tidak langsung.

2. Koherensi KI-KD dan penyelarasan dokumen penyelarasan untuk ruang kreativitas guru

Perbaikan Kurikulum 2013 dilakukan dengan bersifat

evaluatif formatif, salah satunya dengan melakukan perbaikan

pada dokumen Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar

(KD), silabus, serta buku teks pelajaran. Perbaikan tersebut

dilakukan berdasarkan masukan-masukan yang diberikan

masyarakat, seperti guru, pegiat pendidikan, praktisi,

pemerhati pendidikan, serta masyarakat umum. Keselarasan

KI dan KD, berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya


(51)

disebabkan oleh format penyajian dan nomenklatur dalam

Kurikulum 2013, di antaranya Kompetensi Dasar (KD) pada

Kompetensi Inti (KI) yang dianggap kurang logis dikaitkan

dengan karakteristik mata pelajaran. Selain itu juga ditemukan

indikasi adanya inkonsistensi antara Kompetensi Dasar (KD)

dengan silabus dan buku teks. Silabus inspiratif, merupakan

salah satu prinsip perbaikan silabus untuk memudahkan guru

memahaminya sehingga mudah diimplementasikan. Perbaikan

silabus dilakukan antara lain dengan melakukan penataan

penulisan dan format sehingga mudah dipahami oleh guru.

3. Pemberian ruang kreatif pada guru.

Metode pembelajaran menjadi salah satu hal yang menjadi

perhatian dalam perbaikan Kurikulum 2013. Sebagian guru

menganggap metode pembelajaran dengan proses berpikir 5M

(mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau

mencoba, mengasosiasi, mengkomunikasikan) bersifat

prosedural dan mekanistik sehingga membelenggu ruang

kreatif. Selama ini mereka mamandang metode tersebut

sebagai satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran di

semua mata pelajaran. Pemberian ruang kretif itu membuat

guru memiliki otonomi dalam proses pembelajaran sehingga


(52)

menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya

pendekatan dalam pembelajaran.

4. Kemampuan siswa tidak dibatasi taksonomi proses berpikir Sejak dini siswa diajak kembangkan kemampuan berpikir

kritis. Revisi Kurikulum 2013 menuntut kecakapan berpikir

tingkat tinggi yang ingin dibangun sejak dini pada siswa

jenjang pendidikan dasar. Sebelumnya pada Kurikulum 2013

sebelum revisi, kecakapan berpikir tingkat tinggi atau High

Order Thinking Skill (HOTS) diberikan mulai pada jenjang

pendidikan menengah (SMA dan SMK). Dalam Kurikulum

2013 yang lalu, kompetensi dasar untuk siswa ditiap jenjang

pendidikan berbeda, yaitu SD hanya sampai pada tingkat

memahami, SMP menerapkan dan menganalisis, sedangkan

SMA sampai tingkat mencipta. Pembatasan kompetensi dasar

ini berdampak pada proses pembelajaran, seolah-olah siswa

cukup sampai berpikir tingkat rendah, yaitu memahami,

sedangkan berpikir tingkat tinggi baru dimulai pada level

SMA/SMK.

c. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian.

Mengimplementasikan kurikulum adalah peran yang


(53)

berlaku dalam tataran kelas (micro curriculum). Menurut Murray

Print (1993) (Sanjaya dan Budimanjaya, 2017 : 60-61) sebagai

Implementers, guru berperan untuk mengimplementasikan

kurikulum yang sudah ada, yang disusun oleh para pengembang

kurikulum. Dalam melaksanakan peranannya guru hanya

menerima dan menjalankan berbagai kebijakan perumus

kurikulum. Dengan demikian, guru tidak memiliki ruang baik

untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan proses

pencapaiannya.

Ada beberapa ciri peran guru sebagai implementers, yakni:

1. Guru hanya melaksanakan kurikulum yang telah disusun oleh tim pengembang kurikulum. Dengan demikian, guru dianggap

sebagai tenaga teknis yang tidak memiliki ruang untuk

berimprovisasi baik dalam mengembangkan program

pembelajaran maupun dalam proses pengelolaan pembelajaran.

Mengajar adalah tugas rutin yang harus dikerjakan. Oleh karena

itu, tidak heran kalau selama kurikulum itu berlaku guru selalu

bertindak sama dari tahun ke tahun.

2. Sebagai implementers, guru dalam mengajar berpedoman pada kurikulum yang disusun secara terpusat yang bersifat uniform,

sehingga tidak ada kesempatan bagi guru di sekolah untuk

menyesuaikan bahan pelajaran dengan kebutuhan lokal


(54)

uniform tidak mempertimbangkan letak geografis seolah yang

memiliki adat dan budaya yang berbeda. Akibatnya, apa yang

dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya di setiap daerah

sama, misalnya apa yang dipelajari dan bagaimana cara

mempelajarinya pada waktu tertentu di bagian Indonesia Timur

sama dengan apa yang dipelajari di bagian barat Indonesia.

3. Dalam memperlakukan siswa, guru menganggap semua siswa sama, baik bakat, minat, maupun kemampuan, bahkan lebih

jauh dalam proses pembelajaran guru tidak memperhatikan latar

belakang sosial budaya siswa itu sendiri.

Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian diatas, bahwa

peran guru sangat diperlukan dalam mengimplementasikan

kurikulum, terutama dalam mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Tentunya dalam

mengimplementasikan Permendikbud nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian, harus didukung dengan kemampuan

guru yang baik.

Pengertian Kemampuan menurut Kamus Bahasa Indonesia

(KBI) (2008: 979) yaitu kesanggupan, kecakapan, kekuatan

seseorang. Jadi, kemampuan merupakan kesanggupan, kecakapan,

kekuatan seseorang dalam segala hal. Sedangkan

mengimplementasikan menurut KBI (2008:580) yaitu


(55)

merupakan kegiatan melaksanakan dan menerapkan sesuatu hal

yang penting.

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 dapat dilihat pada

(lampiran 1) mengatur tentang Standar Penilaian pada kurikulum

2013 edisi revisi. Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud

dengan standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai

lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan

instrument penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan

sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada

pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah

proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur

pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran adalah proses

interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah

proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian Kompetensi

Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran

untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta

didik. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan yang dilakukan

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai

pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan

pendidikan. Kriteria ketuntasan minimal yang selanjutnya disebut

KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh


(56)

kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik,

karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan.

Lingkup penilaian terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik,

penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil

belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar peserta didik pada

pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

Tujuan penilaian yaitu penilaian hasil belajar oleh pendidik

bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan

belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara

berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan

bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan

untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh

Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian Kompetensi

Lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23

Tahun 2016 tentang Standar Penilaian merupakan kesanggupan

dan kecakapan seorang guru dalam menerapkan dan melaksanakan

Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

Adapun aspek-aspek penilaian pada Permendikbud Nomor

23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian terdiri dari penilaian


(57)

(http://www.izalmuslim.com/2016/12/panduan-penilaiansmasmka

-kurikulum.html).

1) Penilaian sikap

Penilaian sikap adalah penilaian terhadap

kecenderungan perilaku peserta didik sebagai hasil

pendidikan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Penilaian sikap memiliki karakteristik yang berbeda dengan

penilaian pengetahuan dan keterampilan, sehingga teknik

penilaian yang digunakan juga berbeda. Dalam hal ini,

penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian dan

membina perilaku serta budi pekerti peserta didik. Pada mata

pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP) dan

mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn), Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI)-1

dan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti-2 disusun secara

koheren dan linier dengan Kompetensi Dasar pada

Kompetensi Inti-3 dan Kompetensi Dasar pada Kompetensi

Inti-4. Dengan demikian aspek sikap untuk mata pelajaran

PABP dan PPKn dibelajarkan secara langsung (direct

teaching) maupun tidak langsung (indirect teaching) yang

memiliki dampak instruksional (instructional effect) dan

memiliki dampak pengiring (nurturant effect). Sedangkan


(58)

KI-2. Dengan demikian aspek sikap untuk mata pelajaran

selain PABP dan PPKn tidak dibelajarkan secara langsung dan

memiliki dampak pengiring dari pembelajaran KD pada KI-3

dan KD pada KI-4. Meskipun demikian penilaian sikap

spiritual dan sikap sosial harus dilakukan secara berkelanjutan

oleh semua guru, termasuk guru Bimbingan Konseling (BK)

dan wali kelas, melalui observasi dan informasi lain yang valid

dan relevan dari berbagai sumber. Penilaian sikap merupakan

bagian dari pembinaan dan penanaman/pembentukan sikap

spiritual dan sikap sosial peserta didik yang menjadi tugas dari

setiap pendidik. Penanaman sikap diintegrasikan pada setiap

pembelajaran KD dari KI-3 dan KI-4. Selain itu, dapat

dilakukan penilaian diri (self assessment) dan penilaian

antarteman (peer assessment) dalam rangka pembinaan dan

pembentukan karakter peserta didik, yang hasilnya dapat

dijadikan sebagai salah satu data untuk konfirmasi hasil

penilaian sikap oleh pendidik. Hasil penilaian sikap selama

periode satu semester dilaporkan dalam bentuk predikat sangat

baik, baik, cukup, atau kurang serta deskripsi yang

menggambarkan perilaku peserta didik.Teknik penilaian sikap


(59)

a) Observasi

Observasi dalam penilaian sikap peserta didik merupakan

teknik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui

pengamatan perilaku. Asumsinya setiap peserta didik pada

dasarnya berperilaku baik sehingga yang perlu dicatat

hanya perilaku yang sangat baik (positif) atau kurang baik

(negatif) yang muncul dari peserta didik. Catatan hal-hal

sangat baik (positif) digunakan untuk menguatkan perilaku

positif, sedangkan perilaku kurang baik (negatif) digunakan

untuk pembinaan. Hasil observasi dicatat dalam jurnal yang

dibuat selama satu semester oleh guru mata pelajaran, guru

BK, dan wali kelas.

b) Penilaian diri

Penilaian diri dilakukan dengan cara meminta peserta didik

untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya

dalam berperilaku. Selain itu penilaian diri juga dapat

digunakan untuk membentuk sikap peserta didik terhadap

mata pelajaran. Hasil penilaian diri peserta didik dapat

digunakan sebagai data konfirmasi.

c) Penilaian antar teman.

Penilaian antarteman adalah penilaian dengan cara peserta

didik saling menilai perilaku temannya. Penilaian


(60)

(b). empati, (c). mengapresiasi keragaman/perbedaan, dan

(d). refleksi diri.

2) Penilaian Pengetahuan.

Penilaian pengetahuan merupakan penilaian untuk mengukur

kemampuan peserta didik berupa pengetahuan faktual,

konseptual, prosedural, dan metakognitif, serta kecakapan

berpikir tingkat rendah sampai tinggi. Penilaian ini berkaitan

dengan ketercapaian KD pada KI-3 yang dilakukan oleh guru

mata pelajaran. Penilaian pengetahuan dilakukan dengan

berbagai teknik penilaian. Guru mata pelajaran menetapkan

teknik penilaian sesuai dengan karakteristik kompetensi yang

akan dinilai. Penilaian dimulai dengan perencanaan pada saat

menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

mengacu pada silabus. Penilaian pengetahuan, selain untuk

mengetahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan

belajar, juga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan

penguasaan pengetahuan peserta didik dalam proses

pembelajaran (diagnostic). Oleh karena itu, pemberian umpan

balik (feedback) kepada peserta didik oleh pendidik

merupakan hal yang sangat penting, sehingga hasil penilaian

dapat segera digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran.

Ketuntasan belajar untuk pengetahuan ditentukan oleh satuan


(61)

meningkatkan kriteria ketuntasan belajar dengan

mempertimbangkan potensi dan karakteristik masing-masing

satuan pendidikan sebagai bentuk peningkatan kualitas hasil

belajar.

Berbagai teknik penilaian pengetahuan dapat digunakan sesuai

dengan karakteristik masing-masing KD. Teknik yang biasa

digunakan adalah tes tertulis, tes lisan, dan penugasan.

a) Tes tertulis

Tes tertulis adalah tes dengan soal dan jawaban disajikan

secara tertulis untuk mengukur atau memperoleh informasi

tentang kemampuan peserta tes. Tes tertulis menuntut

respons dari peserta tes yang dapat dijadikan sebagai

representasi dari kemampuan yang dimiliki. Instrumen tes

tertulis dapat berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban

singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.

b) Tes lisan

Tes lisan merupakan pemberian soal/pertanyaan yang

menuntut peserta didik menjawab secara lisan, dan dapat

diberikan secara klasikal ketika pembelajaran. Jawaban

peserta didik dapat berupa kata, frase, kalimat maupun

paragraf. Tes lisan menumbuhkan sikap peserta didik untuk


(62)

c) Penugasan

Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik

untuk mengukur dan/atau meningkatkan pengetahuan.

Penugasan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan

(assessment of learning) dapat dilakukan setelah proses

pembelajaran sedangkan penugasan yang digunakan untuk

meningkatkan pengetahuan (assessment for learning)

diberikan sebelum dan/atau selama proses pembelajaran.

Penugasan dapat berupa proyek yang dikerjakan secara

individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

3) Penilaian Ketrampilan.

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk

menilai kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan

dalam melakukan tugas tertentu. Kaitannya dalam pemenuhan

kompetensi, penilaian keterampilan merupakan penilaian

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik

terhadap kompetensi dasar pada KI-4. Penilaian keterampilan

menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi

tertentu. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah

pengetahuan yang sudah dikuasai peserta didik dapat

digunakan untuk mengenal dan menyelesaikan masalah dalam

kehidupan sesungguhnya (real life). Ketuntasan belajar untuk


(63)

bertahap satuan pendidikan terus meningkatkan kriteria

ketuntasan belajar dengan mempertimbangkan potensi dan

karakteristik masing-masing satuan pendidikan sebagai bentuk

peningkatan kualitas hasil belajar. Penilaian keterampilan

dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain penilaian

praktik/kinerja, proyek, portofolio, atau produk. Teknik

penilaian lain dapat digunakan sesuai dengan karakteristik KD

pada KI-4 pada mata pelajaran yang akan diukur.

a) Penilaian Unjuk kerja/kinerja/praktik

Penilaian unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan dengan cara

mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan

sesuatu. Penilaian ini dapat digunakan untuk menilai

ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik

melakukan tugas tertentu seperti: praktikum di

laboratorium, praktik ibadah, praktik olahraga, presentasi,

bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan

membaca puisi/deklamasi.

b) Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap

suatu tugas meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan,

dan pelaporan, yang harus diselesaikan dalam

periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu


(64)

pengorganisasian, pengolahan, dan penyajian data.

Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui

pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, inovasi dan

kreativitas, kemampuan penyelidikan dan kemampuan

peserta didik menginformasikan mata pelajaran tertentu

secara jelas. Penilaian proyek dapat dilakukan dalam satu

atau lebih KD, satu mata pelajaran, beberapa mata pelajaran

serumpun atau lintas mata pelajaran yang bukan serumpun.

Penilaian proyek umumnya menggunakan metode belajar

pemecahan masalah sebagai langkah awal dalam

pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru

berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara

nyata.

c) Produk

Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta

didik membuat produk-produk teknologi dan/atau seni,

seperti: makanan (contoh: tempe, kue, asinan, baso, dan

nata de coco), pakaian, sarana kebersihan (contoh: sabun,

pasta gigi, cairan pembersih, dan sapu), alat-alat teknologi

(contoh: adaptor ac/dc dan bel listrik), hasil karya seni

(contoh: patung, lukisan, dan gambar), dan barang-barang


(65)

d) Penilaian Portofolio

Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan berdasarkan

kumpulan informasi yang bersifat reflektif-integratif yang

menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik

dalam satu periode tertentu. Ada beberapa tipe portofolio

yaitu portofolio dokumentasi, portofolio proses, dan

portofolio pameran. Pendidik dapat memilih tipe portofolio

sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar dan/atau

konteks mata pelajaran. Pada akhir suatu periode, hasil

karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh pendidik

bersama peserta didik. Berdasarkan hasil penilaian tersebut,

pendidik dan peserta didik dapat menilai perkembangan

kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan.

Dengan demikian portofolio dapat memperlihatkan

perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui

karyanya. Portofolio peserta didik disimpan dalam suatu

folder dan diberi tanggal pembuatan sehingga

perkembangan kualitasnya dapat dilihat dari waktu ke

waktu. Portofolio dapat digunakan sebagai salah satu bahan

penilaian. Hasil penilaian portofolio bersama dengan

penilaian lainnya dipertimbangkan untuk pengisian

rapor/laporan penilaian kompetensi peserta didik.


(66)

secara langsung dapat merepresentasikan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Penilaian

portofolio dilakukan untuk menilai karya-karya peserta

didik secara bertahap dan pada akhir suatu periode hasil

karya tersebut dikumpulkan dan dipilih bersama oleh guru

dan peserta didik. Karya-karya terbaik menurut pendidik

dan peserta didik disimpan dalam folder dokumen

portofolio. Pendidikdan peserta didik harus mempunyai

alasan yang sama mengapa karya-karya tersebut disimpan

di dalam dokumen portofolio. Setiap karya pada dokumen

portofolio harus memiliki makna atau kegunaan bagi

peserta didik, pendidik, dan orang tua peserta didik. Selain

itu, diperlukan komentar dan refleksi dari pendidik, dan

orangtua peserta didik. Karya peserta didik yang dapat

disimpan sebagai dokumen portofolio antara lain:

karangan, puisi, gambar/lukisan, surat

penghargaan/piagam, foto-foto prestasi, dan sejenisnya.

Dokumen portofolio dapat menumbuhkan rasa bangga bagi

peserta didik sehingga dapat mendorong untuk mencapai

hasil belajar yang lebih baik. Pendidik dapat memanfaatkan

portofolio untuk mendorong peserta didik mencapai sukses

dan membangun kebanggaan diri. Secara tidak langsung,


(67)

untuk mencapai tujuan individualnya. Di samping itu

pendidik merasa lebih mantap dalam mengambil keputusan

penilaian karena didukung oleh bukti-bukti autentik yang

telah dicapai dan dikumpulkan peserta didik.

Kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor

23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian perlu ditingkatkan.

Diduga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23

Tahun 2016 tentang Standar Penilaian antara lain: (1)

Pengalaman Mengajar Guru, (2) Ketersediaan Sumber Belajar,

(3) Frekuensi Mengakses Internet.

2. Pengalaman Mengajar Guru

Pengalaman berasal dari kata alam, mengalami yang berarti

merasai menjalani, menanggung suatu peristiwa. Sedangkan

pengalaman yaitu yang pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:26). Jadi, pengalaman adalah

sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai dan ditanggung

seseorang. Definisi guru diatur dalam Undang-undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,


(68)

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah (Pasal 1 ayat 1)

Pengalaman yang dialami guru lebih merujuk pada tugas

utamanya, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Subini, 2012:9).

Menurut Sardiman (1986: 47-48) mengajar adalah menyampaikan

pengetahuan pada anak didik. Dalam pengertian yang luas, mengajar

diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur

lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak,

sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan mengajar sebagai upaya

menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan

belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa

sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani

maupun rohani, baik fisik maupun mental. Perkembangan perilaku anak

dapat ditunjukkan oleh peserta didik yang dipengaruhi oleh latar

belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru

(Uno, 2007: 17).

Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan

tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan

surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah

dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan) (Masnur

Muslich, 2007:13). Pengalaman mengajar disesuaikan dengan lamanya


(69)

berambisi dalam karirnya. Ada keinginan mencapai supermasi dalam

hal ide. Sebaliknya, guru yang sudah lanjut usia, memiliki semangat

yang sedikit demi sedikit berkurang.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pengalaman mengajar guru adalah masa kerja guru dalam

melaksanakan tugas sebagai pendidik untuk menyampaikan

pengetahuan pada peserta didik. Guru dengan masa kerja yang lama

tentunya telah ahli dalam melaksanakan tugas-tugas yang harus

dilaksanakan oleh seorang guru. Mulai dari merencanakan

pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, hingga melakukan

penilaian pembelajaran. Agar penilaian pembelajaran sesuai dengan

peraturan, maka guru harus memiliki kemampuan

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang

Standar Penilaian. Berdasarkan penjelasan tersebut, diduga semakin

banyak pengalaman mengajar guru, semakin baik kemampuan

memahami kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016, dan semakin baik

kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun

2016 tentang standar penilaian. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit

pengalaman mengajar guru, semakin rendah kemampuan memahami

kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016, dan semakin rendah

kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23 Tahun


(70)

3. Ketersediaan Sumber Belajar

Menurut KBBI (1989:792) ketersediaan adalah kesiapan suatu

alat (tenaga, barang, modal, anggaran) untuk dapat digunakan atau

dioperasikan dalam waktu yang telah ditentukan. Menurut Jejen

Musfah (2011:101) sumber belajar atau sumber pembelajaran dapat

dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan

belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan. AECT (Sadiman,

1988: 141) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua

sumber baik yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat

digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun secara

terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan

belajarnya. Sumber belajar menurut AECT dibedakan menjadi 6 (enam)

jenis yaitu; pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar.

Pesan (message) adalah informasi yang ditransmisikan atau

diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna,

nilai dan data. Contoh: isi bidang studi yang dicantumkan dalam

kurikulum pendidikan formal, dan non formal maupun dalam

pendidikan informal.

Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari,

penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Contoh: guru, dosen, guru

pembimbing, guru Pembina, tutor, siswa, pemain, pembicara, instruktur


(71)

Bahan adalah sesuatu wujud tertentu yang mengandung pesan

atau ajaran untuk diasajikan dengan menggunakan alat atau bahan itu

sendiri tanpa alat penunjang apapun. Bahan ini sering disebut sebagai

media atau software, atau perangkat lunak.Contoh: buku, modul,

majalah, bahan pengajaran terprogram transparansi, film, video tapel,

pita audio (kaset audio), filmstrip,microfiche, dan sebagainya.

Alat adalah sesuatu perangakat yang digunakan untuk

menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan tadi. Alat ini biasa

disebut hardware atau perangkat keras. Contoh: proyektor slide,

proyektor film strip, proyektor overhead (OHP), monitor televise,

monitor computer, kaset rekorder, pesawat radio, dan lain-lain.

Sumber belajar selanjutnya adalah teknik. Dalam hal ini teknik

diartikan sebagai prosedur yang runtut atau acuan yang dipersiapkan

untuk menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan belajar

secara terkombinasi dan terkoordinasi untuk menyampaikan ajaran atau

materi pelajaran.Contoh: Keller Plan, belajar secara mandiri, belajar

jarak jauh, balajar secara kelopok. Simulasi, diskusi, ceramah,

pemecahan masalah, tanya jawab dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan

sumber belajar yaitu kesiapan sekolah dalam menyediakan sumber yang

dapat digunakan untuk memberikan kemudahan belajar sehingga

diperoleh sejumlah informasi, pengetahauan, pengalaman, dan


(72)

Tujuan kegiatan belajar mengajar tentunya akan tercapai dengan

tersedianya sumber belajar yang memadai. Sekolah seharusnya siap

dengan segala perubahan yang terjadi didalam pendidikan, terutama

dalam menyediakan sumber belajar yang sesuai dengan peraturan

pendidikan yang baru. Ketersediaan sumber belajar yang memadai akan

mempermudah guru mengimplementasikan Permendikbud Nomor 23

Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Berdasarkan penjelasan

tersebut, diduga bahwa dengan ketersediaan sumber belajar yang

memadai maka semakin baik kemampuan mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian.

Sebaliknya dengan ketersediaan sumber belajar yang kurang memadai

maka, semakin rendah kemampuan mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentng Standar Penilaian.

4. Frekuensi Mengakses Internet

Frekuensi menurut KBBI (1990:245) diartikan sebagai

kekerapan. Maka frekuensi dapat dipahami sebagai kekerapan

munculnya suatu hal dalam batasan tertentu. Sedangkan mengakses

adalah jalan untuk mencapai atau memasuki suatu berkas

(http://belanimargi.blogspot.co.id/2011/02/mengakses-internet-dalam-bahasa.htm). Internet adalah sumber daya informasi yang menjangkau

seluruh dunia (Sidharta, 1996:xv). Pengertian lain menyebutkan bahwa


(1)

220 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

221 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

222 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

223 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

224 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

225 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

PERSEPSI GURU TERHADAP PENILAIAN AUTENTIK YANG TELAH DISEMPURNAKAN DALAM PERMENDIKBUD NOMOR 23 TAHUN 2016 Persepsi Guru Terhadap Penilaian Autentik Yang Telah Disempurnakan Dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Di Sd Muhammadiyah Program Khusus Kottabar

0 5 12

PERSEPSI GURU TERHADAP PENILAIAN AUTENTIK YANG TELAH DISEMPURNAKAN DALAM PERMENDIKBUD NOMOR 23 TAHUN 2016 Persepsi Guru Terhadap Penilaian Autentik Yang Telah Disempurnakan Dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Di Sd Muhammadiyah Program Khusus Kottabar

0 2 15

PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA MENGAJAR DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA Pengaruh Ketersediaan Sarana Mengajar dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Sragen.

0 3 10

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada guru di SMK Negeri se-Kota Yogyakarta 2017.

0 2 215

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar P

0 0 234

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada

0 3 213

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman pendidikan dan pelatihan, dan frekuensi mengakses internet guru terhadap kemampuan guru mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016 tent

0 0 277

Pengaruh pengalaman mengajar, tingkat pendidikan guru, dan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan implementasi PerMendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian pada

0 4 268

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman diklat, dan frekuensi Mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013

1 1 238

Pengaruh kesibukan guru di sekolah, frekuensi mengakses internet, pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

0 0 218