Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar P

(1)

i

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI DALAM KEGIATAN

SEKOLAH , FREKUENSI MENGAKSES INTERNET, DAN

PANGKAT GOLONGAN GURU TERHADAP KEMAMPUAN

MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22

TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PADA GURU

SMK SE- KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Melati Intan Lamtiur

NIM: 131334023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:Tuhan Yesus Kristus.

Kedua orang tuaku Bapak Hoddy Hutabarat dan Mama Nisma Panjaitan , yang selalu memberikan dukungan dan semangat serta doanya.

Adikku Mario Suryo Abadi, yang memberikan dukungan dan semangat serta doanya.

Bang Alfredo Rido Pakpahan yang sudah sabar, selalu memberi dukungan dan doa.

Bang Emon dan kak Etha yang dari awal kuliah di Yogya selalu memberi dukungan

Teman- teman dekatku: Lusia Eka, Rosalia Yulinda M, Fanny Damayanti, Leo Yoga, dan Pondel.

Teman seperjuanganku meoong skripsi khususnya pejuang SMKTeman- teman seangkatan PAK 13

Keluargaku Siopat Pusoran yang sudah memberikan dukunganKeluargaku Tuan Dibangarna yang sudah memberikan dukungnAlmamaterku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(5)

v

MOTTO

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai dengan doa, Karena sesungguhnya

nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha

Ketika anda tidak pernah melakukan kesalahan, itu artinya anda tidak pernah berani untuk mencoba

Mendekatlah kepada Allah, dan ia akan mendekat kepadamu (Yakobus 4: 8)


(6)

(7)

(8)

viii

ABSTRAK

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI DALAM KEGIATAN SEKOLAH, FREKUENSI MENGAKSES INTERNET, DAN PANGKAT GOLONGAN

GURU TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PADA GURU SMK SE-KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2017

Melati Intan Lamtiur Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses (2) ada pengaruh positif frekuensi mengkases internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses (3) ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses.

Penelitian ini adalah penelitian ex post facto yang dilakukan di SMK se-Kota Yogyakarta yaitu di SMK N 1 Gedongtengen, SMK N 2 Jetis, SMK N 3 Jetis, SMK N 4 Umbulharjo, SMK N 5 Umbulharjo, SMK N 6 Umbulharjo, SMK N 7 Jetis. Dari populasi sebanyak 876 orang diambil sampel sebanyak 206 guru dengan teknik proportional random sampling. Data diambil dengan kuesioner dan diuji menggunakan statistik deskriptif Chi–Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2 hitung sebesar 23,091, dengan Asymp. Sig sebesar 0,000); (2) tidak ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2hitung sebesar 1,591, denganAsymp. Sig sebesar 0,451); (3) tidak ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada SMK N se-Kota Yogyakarta (x2hitung sebesar 5,753, dengan Asymp. Sigsebesar 0,218.)


(9)

ix

ABSTRACT

THE EFFECT OF TEACHER’SACTIVITIESIN THE SCHOOL’S OPERATION, FREQUENCY OF INTERNET ACCESSMENT, AND DEGREE OF TEACHERSCATEGORY TOWARDS THE ABILITY IN IMPLEMENTING THE DECREE OF EDUCATION MINISTER NUMBER

22 THE YEAR OF 2016 ABOUT THE PROCESS OF STANDARD OF TEACHERS OF VOCATIONAL HIGH SCHOOLS IN YOGYAKARTA, 2017

Melati Intan Lamtiur Sanata Dharma University

2017

This study aims to know whether: (1) there is positive impact of teacher’s activityin the school’soperation towards the ability of The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process, (2) there is positive impact of the frequency of internet accessment towards the ability in

implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process,(3) there is positive impact of the degree of the teacher’s category towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process.

The type of this study is an ex post facto research; it was conducted in Vocational High Schools in Yogyakarta. It was conducted in SMK N 1

Gedongtengen, SMK N 2 Jetis, SMK N 3 Jetis, SMK N 4 Umbulharjo, SMK N 5 Umbulharjo, SMK N 6 Umbulharjo, and SMK N 7 Jetis. The population were 876 people, the samples were 206 teachers taken by the proportional random

sampling technique. Data were collected by questionnaires and anylized by applying descriptive statistic Chi–square.

The result of the study shows that: (1) there is a positive impact of the teacher’s activity in the school’s operation towards the ability of The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process in Vocational Schools in Yogyakarta (x2count as much as 23,091 with Asymp. Sig is 0,000); (2) there is no positive impact of the frequency of internet accessment towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process in Vocational High Schools in Yogyakarta (x2count as much as 1,591 with Asymp. Sig is 0,451); (3) there is no positive impact of the degree of the teacher’s category towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22 the Year of 2016 about standard process in Vocational High Schools in Yogyakarta (x2count as much as 5,753, with Asymp. Sigis 0,218.)


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. Peneliti

menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini peneliti mendapatkan bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di Universitas Sanata Dharma Yoyakarta

2. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Drs. F.X. Muhadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan, saran bahkan masukan disaat peneliti sedan mengalami kesulitan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan selama saya mengikuti perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Hoddy Hutabarat dan Mama Nisma Panjaitan yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, materi, dan selalu mendengarkan keluh kesah selama mengerjakan skripsi.

7. Adikku Mario Suryo Abadi yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Bang Alfredo Ridho Pakpahan yang sudah mendukung dan mengajariku cara membuat skripsi


(11)

xi

9. Sapi family yaitu Lusia Eka, Fanny, Linda, Leo Yoga, dan Wahyu Dwi Candra yang sudah mendukung selama kuliah di Universitas Sanata Dharma

10. Teman-teman seperjuanganku Skripsi Meoong 11. Teman- teman seangkatan PAK’13

12. Untuk bang Emon dan kak Etha yan selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi

13. Untuk gang mawar cihuy yaitu Fanny, Mbak lilis, Lusia, Shinta, Rosa yang telah menjadi keluarga ku selama di Yogya

14. Dan untuk pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan penulis, baik dalam pengetahuan maupun pengalaman, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca.

Yogyakarta, 8 Juni 2017


(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS... 12

A. Kajian Pustaka... 12

1. Kurikulum ... 12

2. Implementasi Kurikulum 2013 ... 26

3. Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah ... 29

4. Frekuensi Mengakses Internet... 41


(13)

xiii

D. Rumusan Hipotesis... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Jenis Penelitian... 55

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 56

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 57

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 60

F. Teknik Pengumpulan Data ... 62

G. Uji Instrumen Penelitian ... 68

H. Teknik Analisis Data... 77

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 83

A. Deskripsi Data... 84

B. Pengujian Hipotesis ... 94

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 105

BAB V PENUTUP... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Keterbatasan Masalah ... 119

C. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA... 120

LAMPIRAN... 121

Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Kuesioner)... 122

Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 135

Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 174

Lampiran 4 Deskripsi Data Responden ... 181

Lampiran 5 Deskripsi Data Variabel ... 187

Lampiran 6 Analisis Chi Square ... 191


(14)

xiv

Tabel 2.1 Jenis Tugas Tambahan Guru ... 37

Tabel 2.2 Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka ... 38

Tabel 2.3 Golongan, Jenjang Pangkat dan Jenjang Jabatan ... 44

Tabel 3.1 Tempat Penelitian Guru SMKN di Yogykarta ... 56

Tabel 3.2 Data Populasi Guru SMK N dan SMA di Kota Yogyakarta... 57

Tabel 3.3 Data Sampel Guru SMK N di Kota Yogyakarta ... 60

Tabel 3.4 Skor Pernyataan Sikap ... 62

Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner ... 63

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses (Pertama) ... 70

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses (Kedua) ... 71

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru (Pertama) ... 72

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru (Kedua) ... 77

Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 75

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Standar Proses ... 76

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Reliabilitas Kuesioner Penelitian Guru Variabel Kesibukan Guru... 76

Tabel 3.13 Kriteria Derajat Asosiasi...……….. 82

Tabel 4.1 Daftar Responden Penelitian... 83

Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 84


(15)

xv

Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Pengalaman Diklat... 86 Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Pangkat Golongan... 87 Tabel 4.7 Deskripsi Implementasi Standar Proses ... 89 Tabel 4.8 Nilai -nilai Statistik Variabel Standar Proses

pembelajaran berdasarkan Permendikbud No 22 Tahun 2016

Tentang Standar Proses ... 90 Tabel 4.9 Deskripsi Kesibukan Tugas menurut Guru ... 91 Tabel 4.10 Nilai -nilai Statistik Variabel Kesibukan Guru

berdasarkan Permendikbud No 22 Tahun 2016

Tentang Standar Proses ... 92 Tabel 4.11 Deskripsi Implementasi Frekuensi Mengakses Internet ... 93 Tabel 4.12 Nilai-nilai Statistik Variabel Frekuensi Mengakses Internet ... 94 Tabel 4.13 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Kesibukan

Guru Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016

Tentang Standar Proses……….. 96

Tabel 4.14 Hasil AnalisisChi-SquarePengaruh Kesibukan Guru Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang

Standar Proses………... 97 Tabel 4.15 Hasil Analisis Koefisien Pengaruh Kesibukan Guru Di Dalam

Kegiatan Sekolah

Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses ...…98 Tabel 4.16 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Frekuensi

Mengakses Internet Terhadap Implementasi Permendikbud


(16)

xvi

Tabel 4.18 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Pangkat Golongan Terhadap Implementasi Permendikbud No 22

Tahun 2016 Tentang Standar Proses………..103 Tabel 4.19 Hasil AnalisisChi-SquarePengaruh Pangkat Golongan

Terhadap Implementasi Permendikbud No 22 Tahun 2016


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tuntutan dan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada saat ini dan ke depan adalah pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang utuh, yaitu kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang terintegrasi (Majid dan Rochman, 2014: 1). Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kualitas SDM bergantung pada kualitas pendidikan dan peran pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Selain itu, komponen dari sistem pendidikan nasional harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi, baik pada tingkat lokal, nasional maupun global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. UU Nomor 20


(18)

Tahun 2003 tentang Sisdiknas juga menjadi acuan untuk membuat kebijakan dan manajemen pendidikan baik pada tingkat nasional, regional, maupun tingkat sekolah.

Pendidikan di Indonesia akan berjalan baik apabila pelaksanaannya sesuai dengan kurikulum. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1989: 3), kurikulum merupakan niat & harapan yang dituangkan ke dalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana, sedangkan pelaksanaannya adalah proses belajar mengajar. Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Nomor 20 tahun 2003). Hal ini berarti kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Salah satu pelaksana kurikulum adalah guru.

Guru (UU Nomor 14 Tahun 2005) adalah seorang pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Di pundak gurulah dibebankan tugas yang tidak ringan untuk memenuhi panggilan hidup yakni memberikan pertolongan secara bertanggung jawab kepada para siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan demi terbentuknya seorang pribadi yang mandiri.


(19)

Saat ini kurikulum di Indonesia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hamalik (2003), menjelaskan bahwa terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan iptek merupakan konsekuensi dan implikasi dari perubahan kurikulum. Salah satu perubahan kurikulum yang terjadi yaitu perubahan KTSP ke Kurikulum 2013. Perubahan ini merupakan salah satu upaya memperbaiki pendidikan dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda.

Ada beberapa perbedaan kurikulum KTSP dan kurikulum 2013 yaitu yang pertama, pengurangan mata pelajaran dimana mata pelajaran pada kurikulum 2013 lebih sedikit daripada KTSP. Kedua, Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan sedangkan KTSP lebih menekankan pada pengetahuan. Melalui konsep itu, keseimbangan antara hardskill dan softskill dimulai dari Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian dapat diwujudkan. Yang ketiga, kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Di sisi lain, dalam KTSP, Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi.


(20)

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa, saat ini Indonesia kembali melakukan perbaikan kurikulum yaitu dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi. Revisi kurikulum 2013 telah dilakukan sejak bulan januari 2015 hingga akhir bulan oktober 2015. Revisi Kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan berbagai masukan dari publik para ahli dan para pegiat serta pemerhati pendidikan. Salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 adalah kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah.

Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah antara lain membuat administrasi guru, membimbing siswa, melatih siswa, dan masih banyak kesibukan guru pada kurikulum 2013 edisi revisi ini. Menurut peneliti, ada beberapa guru belum memanfaatkan secara optimal kesibukan guru tersebut untuk meningkatkan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud No 22 tahun 2106 tentang standar proses. Selain itu, kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah belum merata, masih ada guru yang belum aktif di dalam kegiatan sekolah. Selain kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, guru juga dituntut untuk lebihup to date dengan informasi terbaru yang berhubungan dengan pendidikan.

Cara pengajaran pada kurikulum 2013 edisi revisi menuntut guru menggunakan media elektronik dalam pengajarannya. Pada kenyataannya tidak semua guru bisa menggunakan media elektronik seperti laptop maupun komputer. Selain itu, banyak


(21)

guru menggunakan waktunya untuk mengakses internet tetapi tidak mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses. Masih ada beberapa guru mengakses internet untuk hal yang lain seperti membuka facebook, membuka web lain di luar implementasi Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses.

Banyaknya tuntutan yang diberikan kepada guru memicu keluhan-keluhan dan protes terutama dari guru yang lanjut usia, mereka kurang antusias untuk melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang baru. Beberapa guru lambat memahami perubahan kurikulum 2013 edisi revisi. Mereka lebih cenderung untuk bertahan pada kurikulum yang lama dan harus mempersiapkan administrasi untuk pensiun. Selain itu, ada juga beberapa komponen yang memengaruhi implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses yaitu pengalaman mengajar, tingkat pendidikan, ketersediaan sumber belajar, kemampuan IT, dan pengalaman diklat.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh

Kesibukan Guru di dalam Kegiatan Sekolah, Frekuensi Mengakses Internet, dan Pangkat Golongan Guru Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses dalam Kurikulum Edisi Revisi pada SMK Negeri se-Kota Yogyakarta”.


(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang dimunculkan dalam kaitannya dengan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses SMK Negeri Se-Kota Yogyakarta, di antaranya sebagai berikut:

1. Kurangnya kesiapan guru terhadap perubahan kurikulum.

2. Guru kurang memiliki keterampilan, pengetahuan, serta kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang diemban dan dilaksanakan.

3. Guru belum bisa memanfaatkan lebih optimal kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah ketersediaan sumber belajar yang kurang lengkap sehingga kurang menunjang pengetahuan guru dalam proses pembelajaran.

4. Beberapa guru kurang terampil dalam menggunakan IT

5. Guru belum menggunakan waktu luangnya untuk mengakses internet mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses

6. Pengalaman diklat guru yang berbeda yaitu lama dan sebentar

7. Beberapa guru belum memiliki antusias untuk mempelajari perkembangan informasi implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses.


(23)

C. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, serta keterbatasan pengetahuan, waktu, dan biaya maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Kemampuan guru mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses berdasarkan Kurikulum 2013 edisi revisi ditinjau dari kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru.

2. Responden penelitian terbatas pada guru-guru SMK di Kota Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

1. Masalah Umum

Apakah latar belakang guru mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 ?

2. Masalah Khusus

a. Apakah ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 ?


(24)

b. Apakah ada pengaruh positif frekuensi guru mengakses internet mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016?

c. Apakah ada pengaruh positif pangkat golongan guru mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Latar belakang guru terhadap kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016.

2. Mengetahui pengaruh frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016.


(25)

3. Mengatahui pengaruh pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud nomor 22 Tahun 2016.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

a. Dapat mengetahui bagaimana implementasi kurikulum 2013 revisi di lapangan, supaya dapat menjadi bahan kajian lebih serius tentang kurikulum yang baru ini.

b. Mampu memberikan perbandingan dan tambahan wacana dalam pendidikan terutama untuk mendukung gerakan peningkatan mutu pendidikan.

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam memperbaiki kurikulum.

d. Mengkaji kembali seberapa siap sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta dalam menerapkan Kurikulum 2013.

e. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk kementerian pendidikan dan budaya tentang mutu guru di Indonesia yang berkaiatan dengan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses intenet, dan pangkat golongan.


(26)

2. Bagi dinas pendidikan , pemuda dan olah raga

a. Membangun kembali pemahaman tentang penerapan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 terhadap guru,

b. Membantu ketercapainnya tujuan diterapkannya Kurikulum 2013

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkat mutu dan kualitas guru. 3. Bagi sekolah

a. Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan pendidikan, baik itu dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat tercapai,

b. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program kegiatan di Kurikulum 2013,

c. Membangun kembali pemahaman tentang penerapan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

d. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan pemberian tugas kepada guru di dalam kegiatan sekolah berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi. e. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan kemampuan guru dalam


(27)

f. Sebagai bahan pertimbangan sekolah terkait dengan pengaruh pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses.

g. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai evaluasi guru tentang proses pembelajaran.

h. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang nyata sejauh mana proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi telah dilaksanakan. i. Sebagai bahan refleksi untuk perbaikan proses pembelajaran.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca di perpustakaan tentang pemahaman implementasi Kurikulum 2013 edisi revisi.

b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru serta dapat menambah kepustakaan yang berguna bagi mahasiswa atau pihak lain yang membutuhkan.


(28)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Kurikulum

a. Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum berasal dari bahasa Latin curir yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Secara etimologis adalah tempat berlari. Kurikulum merupakan sesuatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis awal sampai dengan akhir. Dalam dunia pendidikan pengertian kurikulum adalah sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan (Imas Kurniasih, 2014: 3)

Menurut Association for Supervision Curriculum Developmet A Departement of the national Education Association (Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, 1986: 12) mengemukakan pengertian kurikulum adalah all learning opportunities by the scholl as potential contributions to the balanced development of learners.

Mengutip dari Nasution (1995), beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:

SaylordanAlexander(1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut, “The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning


(29)

usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstrakurikuler.

Menurut Albertycs (1965) kurikulum dipandang sebagai, “all of the activities that are provided for students by the school.” Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan – kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas,

yang berada dibawah yanggung jawab sekolah.

MenurutStanleydanShoresmemandangkurikulum sebagai, “a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thingking and action.

Pendapat- pendapat di atas senada dengan pengertian kurikulum dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Kurikulum dalam arti luas tidak hanya mencakup tentang rencana pembelajaran, akan tetapi juga mencakup tentang segala sesuatu yang nyata yang terjadi dalam proses pendidikan disekolah, baik di dalam ataupun di luar kelas. Kurikulum bisa diartikan juga sebagai entitas pendidikan yang mengatur tentang kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.


(30)

Kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah (Sukmadinata, 2013: 27), yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai system, dan kurikulum sebagai bidang studi. Konsep pertama, kurikulum sebagai substansi adalah kurikulum dipandang sebagai rencana pendidikan di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi tentang rumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi yang telah disepakati dan disetujui bersama oleh para penyusun kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat. Konsep kedua, kurikulum sebagai sistem adalah sisten kurikulum yang merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem masyarakat. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi bagaimana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis.Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan sistem kurikulum.

Secara umum kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Dari uraian di atas, kurikulum disimpulkan sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang dapat memberikan pengaruh kepada anak untuk mencapai tujuan persekolahannya.


(31)

b. Fungsi Kurikulum

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan tentang definisi kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut terdapat empat fungsi kurikulum (Reksoatmodjo, 2010: 4-5), yaitu:

1) Kurikulum sebagai rencana. Kegiatan sebagai rencana kegiatan belajar mengajar dikembangkan berdasarkan suatu tujuan yang ingin dicapai (Taba, 1962:11).

2) Kurikulum sebagai pengaturan. Pengaaturan dalam kurikulum dapat diartikan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran pada arah horizontal (ruang lingkup dan integrasi) dan vertikal (urutan dan kontinuitas).

3) Kurikulum sebagai cara. Pengorganisasian kurikulum mengisyaratkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan konteks pembelajaran. Pemilihan metode mengajar erat hubungannya dengan sifat materi pelajaran atau pratikum dan tingkat penguasaan yang ingin dicapai. 4) Kurikulum sebagai pedoman. Kurikulum sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran harus memiliki kejelasan tentang gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan kurikulum.


(32)

c. Perkembangan Kurikulum

Menurut Imas Kurniasih dalam buku yang berjudul “Implementasi

Kurikulum 2013 konsep dan penerapan” hal 10 Kurikulum yang diterapkan

sudah mengalami beberapa pergantian. Perubahan kurikulum dikelompokan berdasarkan tiga kelompok, yaitu rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi.

1) Kurikulum Rencana Pembelajaran (1947-1968)

Dari rentang waktu 1947-1968 telah terjadi beberapa pergantian kurikulum, di antaranya adalah:

(a) Kurikulum Tahun 1947 (Rencana Pembelajaran 1947)

Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa belanda leer plan (Imas Kurniasih:10). Rencana pembelajaran 1947 sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, karena hal itulah yang mendesak pada saat itu. Dalam kurikulum ini terdapat dua hal pokok yaitu :

(1) Daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya

(2) Garis–garis besar pengajaran

Rencana pembelajaran 1947 baru dilaksanakan oleh sekolah- sekolah pada tahun 1950.


(33)

(b) Kurikulum 1952 (Rencana Pembelajaran Terurai)

Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan (Imas Kurniasih :11). Pada tahun ini, Menteri P dan K yang dijabat oleh Mr.Soewandi melakukan usaha untuk mengubah sistem pendidkan dan pengajaran. Kemudian, menteri membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran dalam merangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Hasil kerja panitia tersebut terkait kurikulum rencana pembelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus mempertahankan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud 1979:108).

(1) Pendidikan pikiran harus dikurangi

(2) Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian

(3) Pendidikan watak

(4) Pendidikan jasmani

(5) Kewarganegaraan dan masyarakat

Setelah undang–undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 dikeluarkan, lahirlah beberapa hal penting:

(1) Kurikulum pendidikan rendah ditunjukkan untuk menyiapkan anak memiliki dasar–dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat dan kesukaannya.


(34)

(2) Kurikulum pendidikan menengah ditunjukkan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.

(3) Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajaran agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup kemasyarakatan.

(c) Rencana Pembelajaran 1964

Di penghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Rencana Pendidikan 1964 melahirkan kurikulum yang menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karya dan moral. Rencana pendidikan tersebut dikenal Pancawardhana, karena terdiri dari lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak (Imas Kuniasih:14).

(d) Kurikulum 1968

Pada kurikulum ini lebih menitikberatkan pada peningkatan mental-moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama,


(35)

mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yang kuat dan sehat (Imas Kurniasih :15)

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964. Pembaharuan kurikulum tersebut adalah dilakukannya perubahan struktur pendidikan dan Pancawardhana yang mencakup pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. Dilihat dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan dan menekankan pembentuk manusia Pancasila sejati, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:

(1) Kelompok pembinaan pancasila

(2) Pengetahuan dasar

(3) Kecakapan khusus (dengan total jumlah pelajaranya sembilan) 2) Kurikulum Berorentasi Pancapaian Tujuan (1975-1994)

Dari rentang waktu 1975-1994 telah terjadi beberapa pergantian kurikulum, di antaranya adalah:

(1) Kurikulum 1975

Pada kurikulum inilah (Imas Kurniasih :15) untuk pertama kalinya terlihat dengan jelas tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan intruksional umum, tujuan intruksional khusus dan berbagai


(36)

rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut.

Kurikulum 1975 dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah yang secara umum mengharapkan lulusannya: (a) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai negara yang baik,

(b) Sehat jasmani, dan rohani,

(c) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran

(d) Bekerja di masyarakat,

(e) Mengembangkan didri sesuai asas lingkungan hidup, (2) Kurikulum 1984

Pada dasarnya materi pada kurikulum 1984 (Imas Kurniasih :18) ini tidak banyak berbeda dengan materi kurikulum 1975, yang berbeda adalah organisasi pelaksanaannya saja. Dengan demikian, kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan buku-buku yang telah ada sebelumnya. Semua pendekatan dalam proses pembelajaran pada kurikulum sekolah dasar 1984 diarahkan guna membentuk keterampilan murid.

Hal yang menonjol dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah adanya cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sistem spiral. Di sini siswa akan lebih dilibatkan dalam pengembangan proses belajar mengajar. Meski sistem instruksional masih tetap dipertahankan


(37)

namun siswa diberi kebebasan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, ada pula sistem spiral yang setiap jenjang pendidikan mata pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka materi yang diberikan akan semakin dalam dan detail.

(3) Kurikulum 1994

Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Imas Kurniasih :19) maka dirasa perlu menyusun suatu kurikulum baru sebagai penyempurnaan dari Kurikulum 1984. Kurikulum ini dilaksanakan dan diberlakukan mulai tahun 1994/1995 dan secara bertahap. Pelaksanaan kurikulum tersebut dimulai pada tahun ajaran 1994/1995 untuk kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA . 3) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004

Kurikulum 1994 (Imas Kurniasih : 19) digantikan oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), seiring pergantian kekuasaan. Kurikulum ini mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan karena konsentrasi kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Imas Kurniasih :20) mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran


(38)

yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa mengusai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai.

4) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) ini (Imas Kurniaish :21) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich 2009:1). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolah masing-masing.

5) Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 (Imas Kurniasih: 21) menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara seimbang.

Terdapat empat aspek yang menjadi fokus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan Kurikulum 2013:

1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar yang menyangkut metodologi pembelajaran yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi baru mencapai rata-rata 46,66.


(39)

2. Kompetensi akademik dimana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.

3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asosial kepada siswa dan sederajat lainnya.

4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.

6) Kurikulum 2013 Edisi Revisi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi meluncurkan revisi Kurikulum 2013 di Depok pada tanggal 20 Februari 2016. Mulai Juli 2016, Kurikulum 2013 edisi revisi akan diberlakukan secara nasional. Perubahan Kurikulum 2013 pada tahun 2016 memiliki pokok bagian penting yang harus guru cermati. Berbagai perubahan kompetensi pada Kurikulum 2013 antara lain:

a. Perbaikan kurikulum 2013 penataan kompetensi sikap dan spiritual dan sikap sosial.

Hanya guru dua mata pelajaran yaitu guru PPKn dan guru agama yang menilai sikap spiritual dan sikap sosial siswa secara langsung. Sebelum adanya perbaikan kurikulum, guru setiap mata pelajaran diberi beban formal untuk melakukan pembelajaran dan penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Kini, kompetensi sikap sosial dan spiritual tidak lagi diberikan secara intrakurikuler pada semua mata pelajaran.


(40)

Ketentuan pembelajaran sikap spiritual dan sikap sosial setelah perbaikan kurikulum antara lain: 1) Pada mata pelajaran Pendidikan Agama- Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap spiritual dan social dilaksanakan melalui pembelajaran langsung dan tidak langsung. 2) Pada mata pelajaran selain mata pelajaran Pendidikan Agama- Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap spiritual dan sosial dilaksanakan melalui pembelajaran tidak langsung.

b. Koherensi KI-KD dan Penyelarasan Dokumen

Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya pemahaman yang kurang tepat oleh masyarakat yang disebabkan oleh format penyajian dan nomenklatur dalam kurikulum 2013, di antaranya Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI) yang dianggap kurang logis dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran. Selain juga, ditemukan adanya inkonsistensi antara kompetensi dasar dengan silabus dan buku teks.

c. Pemberian Ruang Kreatif pada Guru

Metode pembelajaran menjadi salah satu hal perhatian guru dalam perbaikan kurikulum 2013. Sebagian guru menganggap metode pembelajaran dengan proses berpikir 5M (mengamati, menanya,


(41)

mengumpulkan informasi atau mencoba, mengasosiasi, mengomunikasikan) bersifat prosedural dan mekanistik sehingga membelenggu ruang kreatif. Selama ini mereka memandang metode tersebut sebagai satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran di semua mata pelalajaran.

Pemberian ruang kreatif membuat guru memiliki otonomi dalam proses pembelajaran sehingga mendorong pembelajaran yang aktif. Perbaikan itu juga menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran. Proses berpikir 5M harus dipandang sebagai kemampuan atau proses berpikir yang perlu ditumbuhkan dan dibiasakan bagi siswa agar mereka terbiasa berpikir ilmiah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan menyampaikan, salah satu perbaikan kurikulum saat ini adalah mengubah peran guru sebagai fasilitator bagi siswanya. Melalui peran guru sebagai fasilitator pembelajar, siswa akan belajar secara aktif.


(42)

d. Kemampuan Siswa Tidak Dibatasi Taksonomi Proses Berpikir

Revisi kurikulum 2013 menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi yang ingin dibangun sejak dini pada siswa jenjang pendidikan dasar. Sebelumnya pada kurikulum 2013 sebelum revisi, kecakapan berpikir tingkat tinggi diberikan mulai pada jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK).

2. Implementasi Kurikulum 2013 1) Pengertian Implementasi

Arifin (2015) menyatakan bahwa Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Pengertian implementasi juga dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu:

(a) Pendapat Cleaves yang dikutip oleh Wahab (2008;187), secara tegas menyebutkan bahwa: Implementasi itu mencakup “Proses bergerak

menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah administratif dan politik”.

Keberhasilan atau kegagalan implementasi sebagai demikian dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumya. (b) Menurut Meter dan Horn (dalam Wahab, 2008: 65) Implementasi adalah


(43)

individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Secara umum, implementasi adalah suatu yang dijalankan berdasarkan kebijakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2) Implementasi Standar Proses Pembelajaran

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur Tentang Standar Proses pada Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah selanjutnya disebut Standar Proses Pembelajaran merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Dalam peraturan ini menjelaskan bahwa proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan (1) perencanaan pembelajaran yang terdiri dari penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) , penyiapan media dan sumber belajar, (2) pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari memeriksa kesiapan, melakukan presensi, memotivasi peserta didik, memberikan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan, sikap mulai


(44)

dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, sampai mengamalkan, pengetahuan, keterampilan, menemukan manfaat proses pembelajaran, memberi umpan balik, memberi tugas, menginformasikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya, (3) pengelolaan kelas dan laboratorium, (4) pengawasan proses pembelajaran, (5) perangkat penilaian pembelajaran pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ini diberlakukan, standar proses pendidikan di Indonesia menganut sistematika yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Seiring dengan diberlakukannya Permendikbud nomor 22 tahun 2016 maka diberlakukannya faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 antara lain : (1)


(45)

Kesibukan Guru di dalam kegiatan sekolah, (2) Frekuensi Mengakses Internet, dan (3) Pangkat Golongan Guru.

3. Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah

a. Pengertian Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 942), kesibukan berasal dari kata dasar sibuk yang berarti kegiatan sedangkan guru berarti orang yang kerjanya mengajar. Menurut Hamalik (2002: 40), guru bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pendidikan di dalam sekolah dalam arti memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah di sini adalah kegiatan yang dilakukan seseorang yang kerjanya memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa.

Dalam Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru (2008) Kewajiban guru sesuai Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat


(46)

pendidiknya. Di samping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).

b. Jam Kerja

Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester.

Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Di luar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktivitas


(47)

persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).

c. Uraian Tugas Guru

(1) Merencanakan Pembelajaran

Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.

(2) Melaksanakan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut.

a. Kegiatan awal tatap muka

Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiata pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.

Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang perlu disiapkan,


(48)

Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

b. Kegiatan tatap muka

Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan observasi/ekplorasi.

Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.

Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.

c. Membuat resume proses tatap muka

Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.

Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka. Kegiatan resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).


(49)

d. Menilai Hasil Pembelajaran

Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa.

1) Penilaian dengan tes.

Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan. Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam kelas. Penilaian hasil test, dilakukan di luar jadwal pelaksanaan test, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.

Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena waktu pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka. 2) Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.

Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat hasil pendidikan yang tidak dapat diukur lewat test tertulis atau lisan.


(50)

Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas menyatu dalam proses tatap muka pada jadwal yang ditentukan, dan atau di luar kelas. Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan di luar jadwal pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka.

3) Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.

Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau produk, portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri. Penilaian ada kalanya harus menghadirkan peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahanan dari guru mengingat cara penyampaian informasi dari siswa yang belum sempurna. Penilaian hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka, dengan beban yang berbeda antara satu mata pelajaran dengan yang lain. Tidak tertutup kemungkinan ada mata pelajaran yang nilai beban non tesnya sama dengan nol (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008). e. Membimbing dan Melatih Peserta Didik

Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intrakurikuler dan ekstrakurikuler.Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran

Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang dilakukan menyatu dengan proses pembelajaran atau tatap muka di kelas (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).


(51)

f. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler

Bimbingan kegiatan intrakurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan pada mata pelajaran yang diampu guru. Kegiatan remedial merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai. Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi. Pelaksanaan bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus, disesuaikan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan jadwal tetap setiap minggu. Beban kerja intrakurikuler sudah masuk dalam beban kerja tatap muka (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008). g. Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Ekstrakurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik,dapat disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya,pelaksanaan ekstrakurikuler dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai jadwal mingguan yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada sore hari.

Jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain adalah. (a) Pramuka

(b) Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa (c) Olahraga

(d) Kesenian

(e) Karya Ilmiah Remaja (f) Kerohanian


(52)

(g) Paskibra (h) Pecinta Alam (i) PMR

(j) Jurnalistik/Fotografi (k) UKS

Kegiatan ekstrakurikuler dapat disebut sebagai kegiatan tatap muka (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).

h. Melaksanakan Tugas Tambahan

Jabatan atau tugas tambahan (Pedoman Penetapan Peserta dan Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, 2008: 13) adalah jabatan atau tugas tambahan yang disandang oleh guru saat yang bersangkutan diusulkan mengikuti sertifikasi guru. Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus. Tugas tambahan struktural (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008)

(a) Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah,

(b) Jenis tugas tambahan sruktural dan wajib tatap muka guru seperti tercantum dalam Tabel 2.1


(53)

Tabel 2.1

Jenis Tugas Tambahan Guru

No Kategori Jenis Tugas Tambahan

Wajib Mengajar *

Ekuivalens i Jabatan

I Struktural 1. Kepala Sekolah 6 18

2. Wakil Kepala

Sekolah 12 12

3. Kepala

Perpustakaan 12 12

4. Kepala

Laboratorium 12 12

5. Ketua Jurusan

Program Keahlian 12 12

6. Kepala Bengkel 12 12

7. Dll ** 12 12

II Khusus 1.

Pembimbing Praktek Kerja Industri

12 12

2. Kepala Unit

Produksi 12 12

Catatan:

1. * nilai minimal

2. ** tergantung jenis sekolah i. Beban Tatap Muka

Jenis kegiatan guru yang dikategorikan tatap muka dan bukan tatap muka dicantumkan dalam Tabel 2.2. Dalam tabel tersebut juga dicantumkan ekuivalensi jam untuk kegiatan tatap muka selain kegiatan tatap muka di kelas (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).


(54)

Tabel 2.2

Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka

No Jenis Kegiatan Guru Kategori Ekuivalensijam/ minggu*Keterangan

TM BTM 1 Merencanakan Pembelajaran V 2 2. Melaksanakan pembelajaran:

a. Kegiatan awal tatap

Muka

V 2

b. Kegiatan tatap muka

di kelas

V

c. Membuat resume tatap

Muka

V 2

3. Menilai hasil

Pembelajaran

a. Penilaian tes V 0

b. Penilaian sikap V 2 Semua guru

c. Penilaian karya V 2 Mata

Pelajaran tertentu

4. Membimbing dan

melatih

a. Bimbingan pada tatap

muka V 0 b. Bimbingan intrakurikuler V 0 c. Bimbingan ekstrakurikuler V 2 5. Melaksanakantugas tambahan

a. Kepala sekolah 18

b. Wakil kepala sekolah 12

c. Kepala perpustakaan 12

d. Kepala laboratorium 12

e. Ketua jurusan/program 12

f. Kepala bengkel 12

g. Pembimbing praktek

kerja industri

12 Hanyadi

SMK

h. Kepala unit produksi 12 Hanya di

SMK

i. Tugas lain 6 Seuai


(55)

Catatan:

TM = Tatap Muka

BTM = Bukan Tatap Muka

* = beban kerja tidak dikalikan jumlah rombongan belajar j) Kondisi Penyebab Kekurangan Jam Mengajar.

Seorang guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sebanyak 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per minggu disebabkan salah satu atau beberapa kondisi sebagai berikut (Pedoman Perhitungan Beban Kerja Guru, 2008).

1) Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit

Jumlah peserta didik terlalu sedikit atau jumlah rombongan belajar juga sedikit, akan mengakibatkan jumlah jam tatap muka untuk mata pelajaran tertentu belum mencapai angka 24 jam per minggu. Agar jumlah beban mengajar mencapai 24 jam atau kelipatannya, dibutuhkan jumlah rombongan belajar yang memadai.

2) Jam pelajaran dalam kurikulum sedikit

Jumlah jam pelajaran mata pelajaran tertentu dalam struktur kurikulum ada yang hanya 2 jam per minggu antara lain Bahasa asing lain, Sejarah, Agama, Penjas, Kesenian, Kewirausahaan, Muatan Lokal, Keterampilan, dan Pengembangan Diri mengakibatkan guru yang mengajar pelajaran tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban minimal 24 jam tatap muka per minggu.


(56)

3) Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak 4) Kondisi ini biasanya terjadi kerena kesalahan dalam proses rekruitmen atau

karena perubahan beban mengajar guru dari 18 jam menjadi 24 jam pelajaran per minggu. Jumlah guru yang melebihi dari kebutuhan yang direncanakan, mengakibatkan ada guru yang tidak dapat mengajar 24 jam per minggu.

5) Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus.

Sekolah yang berlokasi di daerah terpencil biasanya memiliki jumlah peserta didik yang sedikit. Kondisi ini terjadi karena populasi penduduk juga sedikit.

Sekolah khusus yang karena kekhususan programnya, jumlah peserta didiknya sangat sedikit. Karena rombongan belajarnya sedikit, mengakibatkan guru mengajar tidak sampai 24 jam per minggu. Salah satu contoh adalah sekolah luar biasa, dimana jumlah muridnya memang sedikit. Contoh lain pada Program Keahlian Pedalangan di SMK. Animo terhadap program keahlian ini sangat sedikit, tapi memiliki nilai strategis melestarikan budaya seni tradisi. Animo pada program keahlian yang terkait dengan sektor pertanian pada daerah tertentu juga rendah.

Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah dapat mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Hal ini dikarenakan untuk melatih


(57)

siswa, membimbing siswa, menjadi kepala sekolah ataupun wakil kepala sekolah secara tidak langsung guru tersebut sudah mempersiapkan pengetahuan mereka. Berdasarkan uraian di atas, kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah dapat mempengaruhi implementasi kurikulum. Semakin banyak kesibukan guru di dalam kegaitan sekolah, semakin baik kemampuan guru untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016. Sebaliknya, semakin sedikit kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, semakin tidak baikkemampuan guru untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.

4. Frekuensi Mengakses Internet

Menurut kamus besar bahasa indonesia (1989: 283) Frekuensi diartikan sebagai kekerapan. Selain itu frekuensi juga berarti jumlah munculnya suatu kata atau bahasa dalam suatu teks. Masih banyak arti frekuensi yang diungkapkan oleh KBBI, namun secara umumnya frekuensi dipahami sebagai kekerapan munculnya suatu hal dalam batasan tertentu. Kata akses memiliki dua arti (Belani, 2011).

1. Pencapaian berkas pada disket untuk penulisan untuk atau pembacaan data. 2. Jalan masuk terusan

Mengakses adalah jalan untuk mencapai atau memasuki suatu berkas. Informasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar dan berita tentang sesuatu. Akses adalah kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari sesuatu atau hak untuk memperoleh suatu kekuasaan. Kata akses merupakan kosakata dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa


(58)

Inggris yaitu access yang berarti jalan masuk (Kartodihrjo, 2006: 30). Akses menurut KBBI (1990: 16) berarti jalan atau izin masuk dari suatu tempat/wilayah baik yang dapat dilihat dengan mata ataupun tidak dimana kita dapat berhubungan dengan sumber daya yang ada di wilayah tersebut sesuai dengan izin yang dimiliki. Guru untuk mendapatkan informasi mengenai pendidikan harus sering mengakses internet.

Internet berasal dari kata interconection networking yang mempunyai arti hubungan computer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang mencakup seluruh dunia (jaringan computer global) dengan melalui jalur telekomunikasi seperti telepon, radio link, satelit dan lainnya. Mengakses informasi melalui internet berarti jalan atau cara untuk mencapai suatu berita atau informasi melalui suatu sistem jaringan komputer (internet).

http://belanimargi.blogspot.co.id/2011/02/mengakses-internet-dalam-bahasa.html

Frekuensi mengakses internet bagi guru bermanfaat dalam memperoleh informasi tentang perubahan kurikulum dan cara mengimplementasikan permendikbud tersebut. Jadi, frekuensi mengakses internet yaitu seringnya guru dalam mendapatkan manfaat dan informasi dari penggunaan Jaringan internet. Semakin sering guru mengakses internet, maka semakin banyak informasi tentang implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 . Semakin jarang guru dalam mengakses internet, maka semakin sedikit informasi tentang implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.


(59)

5. Pangkat Golongan Guru

a. Pengertian Pangkat Golongan Guru

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (1989: 706), pangkat adalah tingkatan dalam kepegawaian ( ketentaraan dan sebagainya), kedudukan atau derajat kebangsawan dalam masyarakat. Golongan adalah kelompok (KBBI, 1989: 326), sedangkan guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Pangkat golongan guru yang dimaksud adalah orang yang kerjanya mengajar berada pada kelompok tingkat kepegawain tertentu. Pengertian pangkat dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002, adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/ 2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksud jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh PNS.


(60)

Tabel 2.3

Golongan, Jenjang Pangkat dan Jenjang Jabatan

No Golongan Jenjang Pangkat Jenjang Jabatan

1. III/a Penata Muda Guru Madya 2. III/b Penata Muda Tk.I Guru Madya Tk.I 3. III/c Penata Guru Dewasa 4. III/d Penata Tk.I Guru Dewasa Tk.I 5. IV/a Pembina Guru Pembina 6. IV/b Pembina Tk.I Guru Pembina Tk.I

7. IV/c Pembina Utama

Muda Guru Utama Muda

8. IV/d Pembina Utama

Madya Guru Utama Madya 9. IV/e Pembina Utama Guru Utama

b. Syarat Kenaikan Pangkat Golongan Guru PNS

Menurut undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu. Selain itu, syarat objektif untuk kenaikan pangkat golongan yaitu, tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, dan golongan. Persyaratan guru untuk memperoleh penyesuaian jabatan fungsional guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38 Tahun 2010, terdiri atas: (1) Memiliki pangkat dan golongan terakhir paling rendah penata muda, golongan III/a, dan jabatan guru


(61)

madya, (2) Memiliki penetapan angka kredit terakhir, (3) Masih aktif melaksanakan tugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, atau guru pembimbing.

Pada persyaratan kedua di atas disebutkan seorang guru harus memiliki penetapan angka kredit terakhir, angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. Dalam Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/ 2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 menyatakan bahwa seorang guru wajib menyiapkan bahan penilaian kredit dan disampaikan kepada atasan langsung, dan dalam Pasal 3 menyatakan unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri atas:

a) Unsur utama, yang terdiri atas: (1) Pendidikan;

(2) Pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah;

(3) Pengembangan keprofesian berkelanjutan.

b) Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas guru, terdiri atas:

(1) Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya;


(62)

(3) Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru, antara lain: (a) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan sejenisnya; (b) Menjadi anggota organisasi profesi/kepramukaan; (c) Menjadi tim penilai angkakredit; dan/atau (d) Menjadi tutor/pelatih/instruktur.

Kenaikan jabatan dan pangkat golongan seorang guru perlu didasari dengan profesionalisme sesuai dengan kompetensi prestasi kerjanya yang memenuhi angka kredit.

Berdasarkan uraian di atas, pangkat golongan guru dapat memengaruhi kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses, semakin tinggi pangkat golongan guru semakin tinggi kemampuan untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016. Sebaliknya semakin rendah pangkat golongan guru semakin rendah kemampuan guruuntuk mengimplementasikanPermendikbud Nomor 22 Tahun 2016.

B. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh kepemimpinan, kedisiplinan, beban kerja, dan motivasi kerja terhadap kinerja guru, telah diteliti oleh Arifin. Dalam penelitiannya, Arifin menggunakan penelitian studi kasus dengan populasi guru- guru Yayasan Kyai Ageng Giri Mranggen Demak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh arifin


(63)

menunjukkan bahwa kepemimpinan, kedisiplinan, beban kerja, dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru.

Selanjutnya, Arifin menjelaskan bahwa indikator kelelahan menyelesaikan tugas dalam variabel beban kerja memperoleh nilai terendah 3,66 dibandingkan dengan indikator lainnya yang ada pada variabel lain. Arifin juga menjelaskan bahwa, untuk meringankan kelelahan dalam menyelesaikan tugas, guru harus mengerjakan pekerjaan secara tepat waktu.

Perbedaan penelitian Arifin dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini terletak di Demak, sedangkan penelitian yang akan dilakukan terletak di Kota Yogyakarta. Selain itu, bidang kajian yang diteliti oleh arifin adalah kinerja guru, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah kesibukan guru dan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses.

http://eprints.dinus.ac.id/8480/1/jurnal_11574.pdf

2. Pengaruh pemanfaatan internet sebagai sumber belajar sejarah terhadap motivasi belajar siswa kelas XI IPS SMA N 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan tahun pelajaran 2011/2012, telah diteliti oleh Sultoni. Dalam penelitiannya, Sultoni menggunakan penelitian ex post facto dengan populasi siswa kelas XI IPS SMA N 1 Wiradesa . Hasil penelitian yang dilakukan oleh sultoni menunjukkan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar sejarah berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa kelas XI IPS SMA N 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan


(64)

tahun pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ex post facto. Pada siswa kelas XI IPS SMA N 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemanfaatan internet sebagai sumber belajar sejarah memengaruhi motivasi belajar, sehingga diharapkan informasi yang diperoleh mengenai pemanfaatan internet sebagai sumber belajar sejarah memengaruhi motivasi dijadikan sebagai masukan bagi pengambil keputusan.

Perbedaan penelitian Sultoni dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini terletak di Pekalongan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan terletak di Kota Yogyakarta. Selain itu, bidang kajian yang diteliti oleh Sultoni adalah pemanfaatan internet terhadap sumber belajar sedangkan, penelitian yang akan dilakukan adalah frekuensi mengakses internet dan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Persamaan penelitian sultoni dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian yang digunakan yaituex post facto.

Menurut persepsi siswa, pemanfaatan internet memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar. Siswa di SMA N 1 Wiradesa menggunakan internet untuk mencari informasi sumber belajar sejarah. Dengan menggunakan internet tersebut, guru akan mengatahui banyak hal mengenai sejarah. Dengan demikian, semakin tinggi pemanfaatan internet sebagai sumber belajar sejarah, semakin tinggi pula motivasi belajar siswa. Begitu juga dengan frekuensi mengakses


(65)

internet pada guru, jika guru sering mengakses internet mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses maka akan banyak pengetahuan yang guru tersebut dapatkan.

http://lib.unnes.ac.id/19021/1/3101408030.pdf

3. Pengaruh massa kerja, pangkat golongan terhadap motivasi kerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor SAR Pontianak, telah diteliti oleh Yasmin dan Suherman. Dalam penelitiannya, yasmin dan suherman menggunakan penelitian deskriptif dengan populasi PNS kantor SAR . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yasmin dan Suherman menunjukkan massa kerja, pangkat golongan berpengaruh terhadap motivasi kerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor SAR Pontianak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pangkat golongan dengan motivasi PNS. Perbedaan penelitian yasmin dan suherman dengan penelitian yang akan dilaukan terletak pada lokasi dan bidang kajiannya. Lokasi dalam penelitian ini teretak di Pontianak, sedangkan penelitian yang akan dilakukan terletak di Kota Ygyakarta. Selain itu, bidang kajian yang diteliti oleh Yasmin dan Suherman adlah motivasi kerja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah kesibukan guru dan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses.

http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jm_motivasi&page=article &op=view&path%5B%5D=59&path%5B%5D=pdf_13


(66)

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan teoritik dan kajian penelitian di atas, objek yang telah diteliti dijelaskan sebagai berikut.

1. Pengaruh Kesibukan Guru di Dalam Kegiatan Sekolah Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, sertamelaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah seperti membimbing ekstrakurikuler, melaksanakan tugas tambahan, melatih siswa, dll membutuhkan persiapan. Dengan persiapan tersebut secara tidak langsung guru sudah mempelajari implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Guru yang diberi tanggung jawab dengan banyak kegiatan di sekolah berarti guru tersebut sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami perubahan kurikulum. Diduga, Semakin sedikit kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah maka guru semakin kurang mampu


(67)

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Sebaliknya semakin banyak kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah maka guru semakin mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses.

2. Pengaruh Frekuensi Mengakses Internet terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Frekuensi mengakses internet itu sendiri yaitu seringnya guru dalam mendapatkan manfaat dan informasi dari penggunaan Jaringan internet. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses adalah guru harus sering menggunakan waktu luangnya untuk mengakses internet. Waktu luang yang dimiliki dimanfaatkan dengan mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses bukan untuk membuka hal-hal yang di luar implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Dengan demikian peneliti menduga, Semakin sering guru mengakses internet untuk mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses maka guru semakin mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Sebaliknya, semakin tidak sering guru mengakses internet untuk mencari informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun


(68)

2016 Tentang Standar Proses maka guru semakin kurang mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses.

3. Pengaruh Pangkat Golongan terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Pangkat golongan guru yang dimaksud adalah orang yang kerjanya mengajar berada pada kelompok tingkat kepegawain tertentu. Pengertian pangkat dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002, adalah kedudukan yang menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

Syarat untuk naik pangkat golongan salah satunya guru harus memiliki pengetahuan yang banyak mengenai pendidikan. Seharusnya, guru yang memiliki pangkat golongan tinggi akan lebih memahami cara mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Tetapi kebanyakan guru yang memiliki pangkat golongan tinggi sudah lanjut usia sehingga mereka sudah tidak antusias lagi untuk mempelajari implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Saat ini, guru lebih banyak dibebankan masalah administrasi guru. Namun demikian, guru yang memiliki pangkat golongan rendah juga dapat mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar


(69)

Proses. Alasannya, guru yang memiliki pangkat golongan rendah masih antusias untuk mempelajari dan mencoba mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Dengan demikian, guru yang memiliki pangkat golongan tinggi belum tentu bisa mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses. Sebaliknya guru dengan pangkat golongan rendah belum tentu tidak bisa mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses.

D. Rumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang belum final dan masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. 0 = Tidak ada pengaruh positif kesibukan guru dalam kegiatan sekolah

terhadap kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

1= Ada pengaruh positif kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap

kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

2. 0 = Tidak ada pengaruh positif frekuensi guru mengakses internet terhadap

kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016


(70)

1 = Ada pengaruh positif frekuensi guru mengakses internet guru terhadap

kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

3. 0 = Tidak ada pengaruh positif pangkat golongan guru terhadap kemampuan

mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

1 = Ada pengaruh positif pangkat golongan guru terhadap kemampuan

mengimplementasikan standar proses pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016


(71)

55

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Ex-post facto atau penelitian non-eksperimental. Menurut Kerlinger (dalam Emzir, 2008: 119) Penelitian Ex-post facto adalah penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena eksistensi dari variabel tersebut telah terjadi, atau karena variabel tersebut pada dasarnya tidak dimanipulasi. Kesimpulan tentang adanya hubungan di antara variabel tersebut dibuat berdasarkan perbedaan yang mengiringi variabel terikat, tanpa intervensi langsung. Penelitian ini akan mengungkap tentang kemampuan guru berdasarkan kesibukan, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru dalam mengimplementasikan standar proses menurut kurikulum 2013 yang sudah terjadi.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di 7 SMK Negeri yang ada di Kota Yogyakarta. Data SMK Negeri yang terdaftar di Dikpora Kota Yogyakarta yang tersaji pada Tabel 3.1 berikut ini.


(72)

Tabel 3.1

Tempat Penelitian SMK Negeri di Kota Yogyakarta

No Nama Sekolah Status Kecamatan

1. SMK N 1 Negeri Gedongtengen

2. SMK N 2 Negeri Jetis

3. SMK N 3 Negeri Jetis

4. SMK N 4 Negeri Umbulharjo

5. SMK N 5 Negeri Umbulharjo

6. SMK N 6 Negeri Umbulharjo

7. SMK N 7 Negeri Jetis

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan Bulan Februari Tahun 2017, sedangkan waktu pengumpulan datanya dilakukan pada Bulan Januari Tahun 2017.

C. Subjek Dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah guru SMK Se- Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilihat dari sudut pandang guru, sehingga guru dijadikan sebagai responden pada penelitian ini.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah kesibukan guru, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan terhadap implementasi Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses dalam kurikulum 2013 edisi revisi pada jenjang SMK.


(73)

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 215). Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang lebih besar, yang populasinya mancakup guru-guru SMA Negeri da SMK Negeri di Kota Yogyakarta yang jumlahnya 1.479 orang. Tabel 3.2 memuat data populasi guru di DIY.

Tabel 3.2.

Data Populasi Guru SMK Negeri dan SMA Negeri di Kota Yogyakarta

No Sekolah Populasi

A. Jumlah Guru di SMK Negeri Yogyakarta

1. SMK N 1 Yogyakarta 68 guru

2. SMK N 2 Yogyakarta 183 guru

3. SMK N 3 Yogyakarta 172 guru

4. SMK N 4 Yogyakarta 140 guru

5. SMK N 5 Yogyakarta 107 guru

6. SMK N 6 Yogyakarta 113 guru

7. SMK N 7 Yogyakarta 93 guru

Jumlah 876 guru

B. Jumlah Guru di SMA Negeri Yogyakarta

1. SMA N 1 Yogyakarta 57 guru

2. SMA N 2 Yogyakarta 65 guru

3. SMA N 3 Yogyakarta 66 guru

4. SMA N 4 Yogyakarta 51 guru

5. SMA N 5 Yogyakarta 57 guru

6. SMA N 6 Yogyakarta 52 guru

7. SMA N 7 Yogyakarta 51 guru

8. SMA N 8 Yogyakarta 50 guru

9. SMA N 9 Yogyakarta 42 guru

10. SMA N 10 Yogyakarta 51 guru

11. SMA N 11 Yogyakarta 61 guru

Jumlah 603 guru

Total 1.479 guru

(Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Sleman Data Siswa SMK Tahun 2016/2017)


(1)

213


(2)

214


(3)

215


(4)

216


(5)

217 217217


(6)

218


Dokumen yang terkait

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada guru di SMK Negeri se-Kota Yogyakarta 2017.

0 2 215

Pengaruh kreativitas, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, pangkat dan golongan ruang terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah.

0 0 2

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, dan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah.

0 1 177

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada

0 3 213

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman pendidikan dan pelatihan, dan frekuensi mengakses internet guru terhadap kemampuan guru mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016 tent

0 0 277

Pengaruh pengalaman mengajar, tingkat pendidikan guru, dan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan implementasi PerMendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian pada

0 4 268

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, dan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah

1 6 175

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman diklat, dan frekuensi Mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013

1 1 238

Pengaruh kesibukan guru di sekolah, frekuensi mengakses internet, pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

0 0 218

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar, dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016

0 0 246