Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman diklat, dan frekuensi Mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013

(1)

i

PENGARUH KEMAMPUAN TEKNOLOGI INFORMASI,

PENGALAMAN DIKLAT DAN FREKUENSI MENGAKSES

INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN

MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22

TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES

PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 PADA

SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Katarina Widya Rini Dwi Astuti NIM: 131334039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karya tulis sederhana ini saya persembahkan untuk:

Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus yang lebih besar Almamater saya, Universitas Sanata Dharma

Kedua orang tua saya, Bapak Marcus Sudibyo dan Ibu Emirita Sri Purwaningsih

Kakak saya tercinta, Yohanes Adimas Putra Purnama dan Vincentia Apriliani Indah Purwanti

Kakak saya tercinta, Dini Widiastuti

Teman dekat saya tercinta, Andreas Giovan Advenda

Teman seperjuangan saya “Meoong Nyekripsi”: Wiwit, Maesti, Stephanie, Melati, Lusia, Miltari, Fanny, Della, Kristin,

Dorus, Yovita, Mbak Herlin

Sahabat saya “Calon Istrimu”: Teti, Chelle, Febry, Heny

Sahabat “Domawa”: Mbak Agnes, Mbak Clara, Ajeng, Oyen, Nugroho

Sahabat saya “Bebancek”: Stella, Hyasinta, Mercy, Christine, Sabu

Sahabat saya Mita, Yohanes, Dasanta, Nona, Ria Teman-teman Pendidikan Akuntansi angkatan 2013

Teman-teman pengurus UKM Karawitan Universitas Sanata Dharma: Maria, Dhea, Yosafat, Andi, Aci, Budi

Teman-teman UKM Karawitan Universitas Sanata Dharma Teman-teman OMK St. Petrus Karang tersayang


(5)

v MOTTO

“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak,

sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Yohanes 15:5

“I believe in Christ, like I believe in the sun – not because I can see it, by it I can see everything else.”

C. S Lewis

Belajarlah, karena kita adalah pelajar seumur hidup.Natalina Premastuti B


(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juli 2017


(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahaisiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Katarina Widya Rini Dwi Astuti

Nomor Induk Mahasiswa : 131334039

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGARUH KEMAMPUAN TEKNOLOGI INFORMASI,

PENGALAMAN DIKLAT DAN FREKUENSI MENGAKSES INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 PADA SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA 2017.”

Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 25 Juli 2017 Yang menyatakan


(8)

viii ABSTRAK

PENGARUH KEMAMPUAN TEKNOLOGI INFORMASI,

PENGALAMAN DIKLAT DAN FREKUENSI MENGAKSES INTERNET TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 PADA SMA

NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA 2017 Katarina Widya Rini Dwi Astuti

Universitas Sanata Dharma 2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif kemampuan teknologi informasi terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran; (2) ada pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran; (3) ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian ex-post facto. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru pada 10 SMA Negeri di Kota Yogyakarta dengan jumlah 552 guru. Sampel yang diambil sebanyak 133 guru dengan menggunakan teknik

proportional sampling dan convenience sampling. Data diambil dengan

menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan teknik analisis Chi-Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif kemampuan teknologi informasi terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran ( hitung = 28,946, Asymp. Sig = 0,000, dengan derajat asosiasi sedang, C/Cmax sebesar 0,598); (2) tidak ada pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran (hitung = 2,345, Asymp. Sig = 0,126); (3) tidak ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran (x² hitung = 0,590, Asymp. Sig = 0,443).


(9)

ix ABSTRACT

THE INFLUENCE OF THE ABILITY OF USING INFORMATION TECHNOLOGY, EDUCATION AND TRAINING EXPERIENCE, AND

THE FRECUENCY OF INTERNET ACCESSMENT TOWARDS THE ABILITY IN IMPLEMENTING THE DECREE OF EDUCATION

MINISTER NUMBER 22, 2016 ABOUT LEARNING PROCESS STANDARD IN 2013 CURRICULUM IN STATE SENIOR HIGH

SCHOOLS IN YOGYAKARTA 2017 Katarina Widya Rini Dwi Astuti

Sanata Dharma University 2017

The research aims to know whether: (1) there is a positive influence of the ability of using information technology towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about learning process standard; (2) there is a positive influence of education and training experience towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about learning process standard; (3) there is a positive influence of the frecuency of internet accessment towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about learning process standard.

The type of this research is an ex-post facto research. The researh was carried out from January until March 2017. Population of this research were 552 teachers of 10 Senior High Schools. The samples were 133 teachers, and it taken by proportional sampling and convenience sampling technique. The data were collected by using questionnaires and analyzed by using Chi-Square analysis technique.

The results of this research show that: (1) there is a positive influence of the ability of using information technology towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about learning process standard (x² count = 28,946, Asymp. Sig = 0,000 with fair association standard, C/Cmax is 0,598); (2) there is no positive influence of education and training experience towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about the learning process standard (x² count = 2,345, Asymp. Sig = 0,126); (3) there is no positive influence of the frequency of internet accessment towards the ability in implementing The Decree of Education Minister Number 22, 2016 about learning process standard (x² count = 0,590; Asymp. Sig = 0,443).


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan berkatnya yang sangat melimpah, skripsi yang berjudul ”Pengaruh Kemampuan TI, Pengalaman Diklat dan Frekuensi Mengakses Internet Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013 Pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta 2017.” ini dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal.

Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak yang dengan tulus dan ikhlas membantu penulis dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam perjalanan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berterimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma,

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma,

4. Bapak Drs. F.X Muhadi, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang berkenan memberikan pengarahan selama menyusun skripsi ini,


(11)

xi

5. Seluruh SMA Negeri se-Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengambil data dan melaksanakan penelitian,

6. Bapak Ibu Guru serta seluruh karyawan SMA Negeri se-Kota Yogyakarta yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuannya selama pelaksanaan penelitian,

7. Bapak, Ibu dan Kakak tersayang yang selalu memberikan semangat serta dukungan moral dan materiil,

8. Teman-teman skripsi satu dosen bimbingan, teman-teman Pendidikan Akuntansi angkatan 2013, teman-teman UKM Karawitan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan,

9. Semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 25 Juli 2017 Penulis


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi


(13)

xiii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Batasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Teoritik ... 16

1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 16

a. Kurikulum ... 16

b. Perkembangan Kurikulum ... 18

c. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 39

2. Kemampuan TI (Teknologi Informasi) ... 45

3. Pengalaman Diklat ... 48

4. Frekuensi Mengakses Internet ... 52

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 56

C. Kerangka Berpikir ... 58


(14)

xiv BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 65

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 65

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 69

F. Teknik Pengumpulan Data ... 71

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 77

H. Teknik Analisis Data ... 86

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Responden ... 94

B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 96

1. Deskripsi Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran... 96

2. Deskripsi Kemampuan Teknologi Informasi ... 99

3. Deskripsi Pengalaman Diklat ... 102

4. Deskripsi Frekuensi Mengakses Internet ... 104

C. Uji Hipotesis ... 107

1. Hipotesis Pertama ... 108

2. Hipotesis Kedua ... 112

3. Hipotesis Ketiga ... 115


(15)

xv BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 126

B. Keterbatasan Penelitian ... 129

C. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(16)

xvi DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Data Sampel Guru SMA Negeri Yogyakarta ... 68

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner ... 72

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Guru Variabel

Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Pembelajaran (pertama) ... 80

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Guru Variabel

Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Pembelajaran (kedua) ... 82

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Kemampuan TI ... 83

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel

Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud

Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses


(17)

xvii

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel

Kemampuan TI ... 85

Tabel 3.8 Rentang Variabel Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 88

Tabel 3.9 Rentang Variabel Kemampuan TI ... 89

Tabel 3.10 Rentang Variabel Frekuensi Mengakses Internet ... 89

Tabel 3.11 Kriteria Rasio C/ Cmax ... 92

Tabel 4.1 Data Responden Penelitian ... 95

Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 95

Tabel 4.3 Deskripsi Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 98

Tabel 4.4 Nilai-Nilai Statistik Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 99

Tabel 4.5 Deskripsi Kemampuan TI ... 101


(18)

xviii

Tabel 4.7 Deskripsi Pengalaman Diklat ... 103

Tabel 4.8 Nilai-Nilai Statistik Pengalaman Diklat ... 104

Tabel 4.9 Deskripsi Frekuensi Mengakses Internet ... 106

Tabel 4.10 Nilai-Nilai Statistik Frekuensi Mengakses Internet ... 107

Tabel 4.11 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Kemampuan TI Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 109

Tabel 4.12 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Kemampuan TI Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 110

Tabel 4.13 Hasil Analisis Koefisien Kontingensi Pengaruh Kemampuan TI Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 111


(19)

xix Pengalaman Diklat Terhadap Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22

Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 113

Tabel 4.15 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Pengalaman Diklat

Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar

Proses Pembelajaran ... 115

Tabel 4.16 Tabel Kontingensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh Frekuensi

Mengakses Internet Terhadap Kemampuan

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22

Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran ... 116

Tabel 4.17 Hasil Analisis Chi-Square Pengaruh Frekuensi Mengakses

Internet Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar


(20)

xx DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 137

Lampiran 2 Data Induk dan Rangkuman Tabulasi Data ... 151

Lampiran 3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 167

Lampiran 4 Deskripsi Data ... 172

Lampiran 5 Pengujian Hipotesis ... 176

Lampiran 6 Surat Penelitian ... 184


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor paling berpengaruh dalam menentukan kualitas suatu bangsa. Sebagai tombak kemajuan suatu bangsa, maka pendidikan juga harus senantiasa diselaraskan dengan perkembangan jaman tanpa meninggalkan makna dan tujuan pokok dari pendidikan itu sendiri. Maka dari itu, baik sistem pendidikan maupun guru yang berperan sebagai mediator pendidikan harus saling melengkapi demi tercapainya tujuan dari pendidikan tersebut.

Definisi pendidikan itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia akan berjalan dengan sistematis, menggunakan perangkat atau yang biasa disebut kurikulum. Pengertian


(22)

kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 2) adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Penyusunan perangkat rencana dan peraturan ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Selain itu, menurut Dakir (2004: 3) kurikulum ialah: suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan.

Di Indonesia, kurikulum selalu diperbaharui dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan mengikuti perkembangan zaman. Perbaikan tersebut adalah perbaikan secara akademik dan perbaikan skill yang mendukung perbaikan secara akademik. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum pendidikan telah mengalami perubahan dan pembaharuan, mulai dari kurikulum 1947 atau yang sering disebut dengan Rencana Pembelajaran 1947 sampai dengan kurikulum 2013 yang direvisi pada tahun 2016 atau dikenal dengan Kurikulum 2013 edisi revisi 2016. Perubahan ini merupakan salah satu upaya


(23)

memperbaharui setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda.

Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep yang menyeimbangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Melalui konsep itu, keseimbangan antara hard skill dan soft skill dimulai dari Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian dapat diwujudkan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah

(scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi

mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Dengan begitu peserta didik didorong untuk lebih mandiri dalam belajar. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Melalui pendekatan itu, diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Upaya pendekatan scientific ilmiah dalam proses pembelajaran ini, kemudian melahirkan sistem evaluasi yang autentik atau dapat dipercaya. Pelaksanaan Kurikulum 2013 baru terjadi pada tahun 2014.

Saat ini Indonesia kembali melakukan perbaikan kurikulum yaitu dari Kurikulum 2013 lama ke Kurikulum 2013 edisi revisi. Kurikulum 2013 edisi


(24)

revisi tersebut sebenarnya telah dilakukan sejak bulan Januari 2015 hingga akhir bulan Oktober 2015, perevisian Kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan berbagai masukan dari publik para ahli dan para pegiat serta pemerhati pendidikan. Perubahan-perubahan yang terjadi dari Kurikulum 2013 yang lama, ke Kurikulum 2013 edisi revisi yaitu penilaian sikap Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran hanya agama dan PPKn namun Kompetensi Inti tetap dicantumkan dalam penulisan RPP. Jika ada 2 nilai praktek dalam 1 Kompetensi Dasar, maka yang diambil adalah nilai yang tertinggi. Untuk penghitungan nilai keterampilan dalam 1 Kompetensi Dasar ditotal (praktek, produk, dan portofolio) dan diambil nilai rata-rata untuk pengetahuan, bobot penilaian harian dan penilaian akhir semester itu sama. Pendekatan scientific approach 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan. Silabus Kurikulum 2013 edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom yaitu Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, UAS menjadi penilaian akhir semester untuk semester 1 dan penilaian akhir tahun untuk semester 2, dan sudah tidak ada lagi UTS, namun langsung penilaian akhir semester. Dalam RPP Kurikulum 2013 edisi revisi tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubik penilaian. Skala penilaian dalam Kurikulum 2013 edisi revisi 2016 menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk


(25)

predikat dan deskripsi. Remedial diberikan untuk yang kurang namun sebelumnya siswa diberikan pembelajaran ulang.

Dalam Kurikulum 2006 guru diberi peran sebagai pendamping serta sumber belajar, sehingga guru diharapkan lebih aktif ketika mengajar peserta didiknya, atau pembelajaran yang berpusat kepada guru. Berbeda dengan Kurikulum 2006 tetapi hampir sama dengan Kurikulum 2013, Kurikulum 2013 edisi revisi ini sebenarnya lebih menekankan pada kemandirian peserta didik dalam belajar, sehingga guru hanya sebagai mediator, pendamping belajar serta tempat bertanya ketika peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. Sebenarnya perubahan tersebut, bertujuan untuk mempermudah guru-guru dalam pelaksanaan pembelajaran, karena guru tidak harus berperan aktif ketika pembelajarn di kelas berlangsung. Namun sebaliknya, perubahan tersebut nampaknya justru secara tidak langsung memaksa guru untuk menjadi lebih terampil dalam menggunakan teknologi-teknologi terkini dan lebih up to date terhadap kejadian-kejadian atau isu-isu dalam dunia pendidikan yang kemudian justru memicu keluhan-keluhan. Terutama guru-guru yang lanjut usia, mereka sedikit lebih lambat memahami dan sedikit tertekan untuk melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang baru. Mereka “tersiksa” dengan kurikulum baru dan seakan-akan hendak bertahan dengan kebiasaan lama, sehingga membuat kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar


(26)

proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 edisi revisi menjadi kurang maksimal.

Dari permasalahan tersebut, peneliti menduga adanya beberapa faktor yang mempengaruhi guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran, yaitu pengalaman mengajar guru, tingkat pendidikan guru, kesibukan guru dalam kegiatan sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan teknologi informasi (TI), pengalaman diklat, frekuensi mengakses internet dan pangkat golongan guru.

Pergantian kurikulum yang terjadi harus diterima dengan tangan terbuka oleh guru. Bagaimanapun, mau ataupun tidak, guru tetap harus melaksakan perubahan peraturan mengenai kurikulum tersebut dengan semaksimal mungkin agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Guru yang sudah lama mengajar atau memiliki pengalaman mengajar yang banyak biasanya sehingga sudah terbiasa menghadapi perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Ketika seorang guru sudah terbiasa dengan perubahan kurikulum maka adaptasi atau penyesuaian dalam mengimplementasikan peraturan-peraturan baru yang mengatur kurikulum tersebut akan menjadi lebih mudah, khususnya menghadapi pergantian dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru, merupakan tolok ukur masyarakat dalam menilai kemampuan seorang guru dalam mengajar,


(27)

baik masyarakat dalam sekolah maupun masyarakat luar sekolah. Kemampuan guru dalam mengajar ini tentu tidak terlepas dari bagaimana kemampuan guru dalam mengimplementasikan kurikulum yang bersangkutan yang sudah diatur oleh pemerintah. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru, maka harapan masyarakatpun juga menjadi semakin tinggi terhadap kemampuan guru dalam mengajar.

Kesibukan yang dimiliki oleh guru dalam kegiatan sekolah merupakan faktor lain yang menurut peneliti mempengaruhi kemampuan seorang guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran. Seorang guru yang memiliki kesibukan lebih dalam kegiatan sekolah, berarti mempunyai pemahaman yang lebih pula dalam hal-hal yang menyangkut berbagai kegiatan di sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. KBM ini tentu diatur dalam peraturan pemerintah, dimana seorang guru hanya mengimplementasikan atau menerapkan peraturan pemerintah tersebut.

Proses kegiatan belajar (KBM) tentu tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya fasilitas yang mendukungnya. Salah satu fasilitas-fasilitas yang mendukung agar KBM terlaksana dengan baik dan lancar adalah ketersediaan sumber belajar. Ketersediaan sumber belajar suatu sekolah akan menunjang proses pembelajaran, baik pembelajaran yang terjadi di dalam kelas (antara guru dan peserta didik) maupun pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh peserta didik (mengerjakan tugas, mencari referensi lain dalam


(28)

belajar dan sebagainya). Baik guru maupun peserta didik sama-sama membutuhkan sumber belajar. Peserta didik membutuhkan sumber belajar untuk menunjang kegiatan pembelajaran di kelas maupun pembelajaran mandiri. Sedangkan seorang guru membutuhkan sumber belajar untuk menunjang KBM di kelas. Selain itu, saat Kurikulum 2013 edisi revisi yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran yang diterapkan di sekolah seharusnya buku teksnya sudah ada di dalam kelas karena begitu vital sebagai panduan pelaksanaan secara baik dan benar bagi guru. Jika buku teks tentang Kurikulum 2013 sangat vital sedangkan belum didistribusikan dnegan merata maka pendistribusian buku ke sekolah-sekolah juga harus diperbaiki.

Dalam era globalisasi ini, teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia khususnya dalam bidang pendidikan. Teknologi juga sangat membantu manusia dalam aktivitas sehari-harinya. Misalnya saja, jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, khususnya dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 20 sampai dengan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan guru untuk membuat administrasi pembelajaran dengan menggunakan teknologi atau lebih tepatnya komputer. Namun, ketika diklat saja guru diberi waktu yang terbatas untuk latihan membuat salah satu komponen administrasi pembelajaran yaitu RPP. Sama halnya dengan praktik yang sesungguhnya, waktu guru untuk membuat administrasi pembelajaran juga sangat terbatas, karena guru juga pasti


(29)

mempunyai kesibukan-kesibukan yang lain. Dengan waktu yang terbatas tersebut, maka secara tidak langsung, guru dituntut untuk dapat menguasai dasar penggunaan komputer (teknologi informasi) baik hardware maupun

software agar pekerjaan membuat administrasi pembelajaran dapat selesai

tepat waktu.

Pergantian kurikulum yang terlalu sering, khususnya pergantian dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi menjadi masalah karena harus memenuhi tugas administrasi dengan format baru dan lebih banyak. Di antaranya, membuat program tahunan, program semester, silabus, rencana pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang lebih rinci. Di sela-sela mengajar, guru akan direpotkan segudang tugas administrasi tersebut. Jika administrasinya kocar-kacir, guru akan kesulitan naik pangkat. Sebab administrasi mengajar merupakan syarat wajib penilaian kenaikan pangkat. Untuk mencegah terjadinya praktik pembuatan administrasi mengajar yang kurang baik, sebenarnya pemerintah telah mengupayakan pelatihan dan pendidikan (diklat), khususnya Diklat Kurikulum 2013 maupun Diklat Kurikulum 2013 edisi revisi. Namun kenyataannya Diklat Kurikulum 2013 edisi revisi dilaksanakan terlalu mepet dengan waktu masuk tahun ajaran baru. Hal tersebut membuat guru kurang persiapan dan pelaksanaan diklatpun terkesan tergesa-gesa, sehingga penataran berjalan dengan kurang maksimal. Pelaksanaan diklat yang terlalu mepet membuat diklat hanya dapat dilakukan beberapa kali saja sebelum tahun ajaran baru dimana perubahan kurikulum


(30)

tersebut akan dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan pengetahuan yang diperoleh guru menjadi kurang maksimal. Padahal seharusnya, semakin sering kegiatan diklat kurikulum yang diikuti seorang guru maka semakin banyak pula pengetahuan guru mengenai kurikulum yang bersangkutan, khususnya yang diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

Pada dasarnya keluhan-keluhan guru yang timbul dapat diatasi dengan lebih memahami bagaimana cara-cara mengimplementasikan Kurikulum 2013 edisi revisi. Untuk dapat memahami implementasi Kurikulum 2013 edisi revisi dengan baik, maka guru perlu memahami peraturan-peraturan yang tertera di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang sudah terpapar jelas. Permendikbud tersebut terdiri dari Permendikbud Nomor 20 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 21 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendikbud Nomor 22 tentang Standar Proses, Permendikbud Nomor 23 tentang Standar Penilaian, Permendikbud Nomor 24 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran.

Sebenarnya, perubahan kurikulum yang terjadi saat ini tidak begitu sulit untuk diimplementasikan karena perubahan kurikulum ini sudah dipersiapkan secara matang dan disesuaikan dengan pendidikan di Indonesia. Selain itu, perubahan dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2013 edisi revisi tidak terlalu signifikan atau tidak terlalu sulit untuk diterapkan. Inti


(31)

permasalahan berasal dari guru itu sendiri. Guru yang memiliki kemampuan kinerja yang baik, dia tidak akan kesulitan dalam mengimplementasikan peraturan-peraturan pendidikan Indonesia yang baru. Sedangkan, menurut peneliti, meskipun guru mengalami kesulitan dalam memahami serta mengimplementasikan Kurikulum 2013 edisi revisi, ada banyak cara untuk dapat lebih mendalami Kurikulum 2013 edisi revisi ini. Salah satu dari cara-cara tersebut misalnya adalah memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dengan mencari pengetahuan tambahan di internet. Internet dapat membantu kita untuk mencari informasi atau pengetahuan selain dari sumber hidup (manusia). Dengan menggunakan internet, informasi yang ingin kita ketahui dapat kita cari dengan cepat.

Faktor terakhir yang diduga peneliti mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 adalah pangkat golongan guru. Seorang guru dengan pangkat golongan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa guru tersebut juga memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mengajar. Maka, seperti yang sudah dipaparkan di atas, guru tersebut seharusnya memiliki kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran menjadi semakin baik karena sudah sering mengalami perubahan kurikulum.

Kenyataan di atas mendorong peneliti untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dengan mengangkat tema: “Kemampuan


(32)

Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang di paparkan di atas, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang muncul yang berkaitan dengan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran. Peneliti menduga kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran pada SMA Negeri se-Kota Yogyakarta dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: pengalaman mengajar guru, tingkat pendidikan guru, kesibukan guru dalam kegiatan sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan teknologi informasi (TI), pengalaman diklat, frekuensi mengakses internet dan pangkat golongan guru.

C. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini dan keterbatasan peneliti serta keterbatasan biaya, maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut: penelitian ini terbatas pada pengaruh kemampuan TI, pengalaman diklat, dan frekuensi mengakses internet


(33)

terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh positif kemampuan TI terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

2. Apakah ada pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

3. Apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada:

1. Pengaruh positif kemampuan TI terhadap kemampuan dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.


(34)

2. Pengaruh positif pengalaman diklat terhadap kemampuan dalam mengimplementasikan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

3. Pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kementerian Pendidikan dan Budaya

a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses.

b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan tambahan wacana dalam pendidikan terutama untuk mendukung gerakan peningkatan mutu pendidikan yang berkaitan dengan pengimplementasian Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses.

2. Bagi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Yogyakarta

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan wacana dalam rangka membangun pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana


(35)

meningkatkan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai daya dorong untuk para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah agar semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program kegiatan khususnya dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.

4. Bagi perguruan tinggi

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khazanah pustaka di perguruan tinggi tentang pengimplementasian Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran.


(36)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Tinjauan Teoritik

1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran

a. Kurikulum

Menurut Dakir (2004: 2), kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas

finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan

bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar. Dalam Dakir (2004: 3) kurikulum ialah: suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.


(37)

Pengertian menurut Dakir tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin (2011: 2), bahwa secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari“ dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada jaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam Bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. Program tersebut berisi mata pelajaran–mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian, secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk memperoleh ijasah.

Menurut Zainal Arifin (2011: 4), pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang terjadi di


(38)

dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada juga pengertian kurikulum yang lebih luas lagi yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1, butir 19, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang dapat memberikan pengaruh pada peserta didik untuk mencapai tujuan persekolahannya.

b. Perkembangan Kurikulum

Sholeh Hidayat (2013: 1) memaparkan bahwa kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu tahun 1947, 1952,


(39)

1964,1968,1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan IPTEK. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Hamalik (2003: 19) bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.

2) Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. 3) Keadaan lingkungan.

4) Kebutuhan pembangunan Poleksosbudhankam.

5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.

Kurikulum sebagai salah satu instrumental input dalam mencapai tujuan pendidikan nasional dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Semua kurikulum nasional dikembangkan mengacu pada landasan yuridis Pancasila dan UUD 1945, perbedaan tiap kurikulum terletak pada penekanan pokok dan tujuan pendidikan dan pendekatan dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut. (Sholeh Hidayat, 2013: 2).


(40)

Perkembangan kurikulum di Indonesia sebagai berikut: 1) Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada setelah Indonesia merdeka disebut rencana pembelajaran. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang berdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan masyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Rencana pelajaran 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar pengajaran.


(41)

2) Kurikulum 1952

Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rancangan Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di Sekolah Dasar. Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah, seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri-ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

3) Kurikulum 1964

Menurut Hamalik dalam Sholeh Hidayat (2013: 3), di penghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintahan kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran


(42)

kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah pemerintahan mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.

Fokus kurikulum 1964 ini pada perkembangan Pancawardhana, yaitu: Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4) Kurikulum 1968

Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum 1968 menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Dari segi tujuan


(43)

pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan, dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

5) Kurikulum 1975/1976

Pada kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.

Kurikulum 1975 sebagai pengganti Kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Berorientasi pada tujuan.

b) Menganut pendekatan integratif.

c) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

d) Menganut pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruktsional (PPSI).

e) Menekankan kepada stimulus respon dan latihan.

Sistem PPSI berpandangan bahwa proses belajar-mengajar merupakan suatu sistem yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan


(44)

pendekatan sistem instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam sistem pengajaran di Indonesia. Dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.

6) Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

b) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.

c) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.

d) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.

e) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.


(45)

f) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan, Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak sesuai lagi karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri:

a) Berorientasi kepada tujuan pembelajaran (instruksional). b) Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik

melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara optimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

c) Materi pembelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.

d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa


(46)

harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.

e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar.

f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.

7) Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode


(47)

tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagaian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut:

a) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.

b) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).

c) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan suatu sistem kurikulum untuk semua siswa diseluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat


(48)

mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

d) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar,baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

e) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian atara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

f) Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

g) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan sebagai akibat dari kecendrungan


(49)

kepada pendekatan penguasaan materi, di antaranya sebagai berikut:

a) Beban belajar siswa terlalu besar dikarenakan banyaknya mata pelajaran dan materinya.

b) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar dan kurang bermakna dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

8) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2002 dan 2004

Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.

Depdiknas Tahun 2002 (Wina Sanjaya, 2006:11) mengemukakan karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi secara lebih rinci sebagai berikut:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.


(50)

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi pada suatu mata pelajaran memuat rinci kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa dapat dilihat contohnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

9) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah mendorong penyelenggara pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.


(51)

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi-esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. 10)Kurikulum 2013

Menurut Mulyasa (2013:59), dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan pengembangan


(52)

kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, mau dibawa kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Perlunya perubahan kurikulum juga karena adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai berikut (diadaptasi dari materi sosialisasi kurikulum 2013):

a) Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.

b) Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.

c) Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

d) Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and

hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi


(53)

e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.

f) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.

g) Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.

Menurut Mulyasa (2013: 163) kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan terhadap kurikulum 2006, serta sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja. Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, kurikulum 2013 diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan. Kurikulum berbasis karakter dan kompetensi yang secara konseptual memiliki unggulan, keunggulan tersebut yakni:


(54)

a) Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (konstektual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing.

b) Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. c) Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang

dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,


(55)

kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

a) Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhan.

b) Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.

c) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.

d) Nilai (value); adalah suatu standar prilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam


(56)

pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).

e) Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar: Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya.

f) Minat (interest); adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

11)Kurikulum 2013 Edisi Revisi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan perbaikan terhadap kurikulum 2013. Setiap perbaikan dan pengembangan yang dilakukan pemerintah terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan untuk menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dari perbaikan yang telah dilakukan sepanjang 2015, terdapat empat poin perbaikan dalam dokumen kurikulum yaitu:

a) Penataan Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial pada Semua Mata Pelajaran.

Sebelum adanya perbaikan kurikulum, setiap guru mata pelajaran diberi beban formal untuk melakukan


(57)

pembelajaran dan penilaian terhadap kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Setelah dilakukan perbaikan, hanya 2 guru yang bisa memberikan penilaian sikap siswa secara langsung, yaitu guru Pendidikan Agama-Budi Perkerti dan guru PPKn. Sedangkan guru lain di luar mata pelajaran ini, dapat mengajarkan dan memberikan nilai secara tidak langsung.

b) Koherensi KI-KD dan Penyelarasan Dokumen.

Perbaikan Kurikulum 2013 dilakukan dengan bersifat evaluatif formatif, salah satunya dengan melakukan perbaikan pada dokumen Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), silabus, serta buku teks pelajaran. Perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan masukan-masukan yang diberikan masyarakat, seperti guru, pegiat pendidikan, praktisi, pemerhati pendidikan, serta masyarakat umum. Keselarasan KI dan KD. Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya pemahaman yang kurang tepat oleh masyarakat yang disebabkan oleh format penyajian dan nomenklatur dalam Kurikulum 2013, di antaranya Kompetensi Dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI) yang dianggap kurang logis dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran. Selain itu juga ditemukan indikasi adanya inkonsistensi antara


(58)

Kompetensi Dasar (KD) dengan silabus dan buku teks. Silabus inspiratif, merupakan salah satu prinsip perbaikan silabus untuk memudahkan guru memahaminya sehingga mudah diimplementasikan. Perbaikan silabus dilakukan antara lain dengan melakukan penataan penulisan dan format sehingga mudah dipahami oleh guru.

c) Pemberian Ruang Kreatif pada Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum.

Metode pembelajaran menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian dalam perbaikan Kurikulum 2013. Sebagian guru menganggap metode pembelajaran dengan proses berpikir 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau mencoba, mengasosiasi, mengkomunikasikan) bersifat prosedural dan mekanistik sehingga membelenggu ruang kreatif. Selama ini mereka mamandang metode tersebut sebagai satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran di semua mata pelajaran. Pemberian ruang kretif itu membuat guru memiliki otonomi dalam proses pembelajaran sehingga mendorong pembelajaran yang aktif. Perbaikan itu juga menekankan bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya pendekatan dalam pembelajaran.


(59)

d) Kemampuan Siswa Tidak Dibatasi Taksonomi Proses Berpikir.

Sejak dini siswa diajak kembangkan kemampuan berpikir kritis. Revisi Kurikulum 2013 menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi yang ingin dibangun sejak dini pada siswa jenjang pendidikan dasar. Sebelumnya pada Kurikulum 2013 sebelum revisi, kecakapan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS) diberikan mulai pada jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK). Dalam Kurikulum 2013 yang lalu, kompetensi dasar untuk siswa ditiap jenjang pendidikan berbeda, yaitu SD hanya sampai pada tingkat memahami, SMP menerapkan dan menganalisis, sedangkan SMA sampai tingkat mencipta. Pembatasan kompetensi dasar ini berdampak pada proses pembelajaran, seolah-olah siswa cukup sampai berpikir tingkat rendah, yaitu memahami, sedangkan berpikir tingkat tinggi baru dimulai pada level SMA/SMK.

c. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran

Menurut Kamus Bahasa Indonesia atau KBI (2008: 979) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan.


(60)

Seseorang yang memiliki kemampuan berarti memiliki kesanggupan, kecakapan dan kekuatan dalam melakukan suatu hal.

Pengertian mengimplementasikan menurut KBI (2008: 580) adalah melaksanakan atau menerapkan. Seseorang yang memiliki kemampuan mengimplementasikan berarti memiliki kesanggupan, kecakapan dan kekuuatan untuk melaksanakan atau menerapkan suatu hal.

Menurut Wina Sanjaya dan Andi Budimanjaya (2017: 59) yang dimaksud peran dalam mengimplementasikan kurikulum adalah peran yang dilakukan oleh guru dalam menerjemahkan kurikulum yang berlaku dalam tataran kelas (micro curriculum). Menurut Murray Print dalam Wina Sanjaya dan Andi Budimanjaya (2017: 60-61),sebagai implementers, guru berperan untuk mengimplementasikan kurikulum yang sudah ada, yang disusun oleh para pengembang kurikulum. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima dan menjalankan berbagai kebijakan perumus kurikulum. Dengan demikian, guru tidak memiliki ruang baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan proses pencapaiannya.

Ada beberapa ciri peran guru sebagai implementers, yakni:


(61)

a) Guru hanya melaksanakan kurikulum yang telah disusun oleh tim pengembang kurikulum. Dengan demikian, guru dianggap sebagai tenaga teknis yang tidak memiliki ruang untuk berimprovisasi baik dalam mengembangkan program pembelajaran maupun dalam proses pengelolaan pembelajaran. Mengajar adalah tugas rutin yang harus dikerjakan. Oleh karena itu, tidak heran kalau selama kurikulum itu berlaku guru selalu bertindak sama dari tahun ke tahun.

b) Sebagai implementers, guru dalam mengajar berpedoman pada kurikulum yang disusun secara terpusat yang bersifat uniform, sehingga tidak ada kesempatan bagi guru di sekolah untuk menyesuaikan bahan pelajaran dengan kebutuhan lokal lingkungan sekolah. Pengembangan kurikulum yang bersifat uniform tidak mempertimbangkan letak geografis seolah yang memiliki adat dan budaya yang berbeda. Akibatnya, apa yang dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya di setiap daerah sama, misalnya apa yang dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya pada waktu tertentu di bagian Indonesia Timur sama dengan apa yang dipelajari di bagian barat Indonesia.

c) Dalam memperlakukan siswa, guru menganggap semua siswa sama, baik bakat, minat, maupun kemampuan, bahkan lebih


(62)

jauh dalam proses pembelajaran guru tidak memperhatikan latar belakang sosial budaya siswa itu sendiri.

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur tentang standar proses pembelajaran yang ada pada Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran serta pengawasan proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 (2016: 5) dijelaskan bahwa perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian


(63)

pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap kajian mata pelajaran. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangakan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam mencapai Kompetensi Dasar (KD).

Pelaksanaan pembelajaran yang tertera dalam peraturan ini terdiri dari persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran (alokasi waktu jam tatap muka pembelajaran, rombongan belajar, buku teks pelajaran serta pengelolaan kelas dan laboratorium) dan pelaksanaan pembelajaran (kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup).

Penilaian proses pembelajaran dalam peraturan ini adalah penilaian proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses dan hasil belajar secara utuh. Hasil penilaian otentik digunakan guru untuk merencanakan program perbaikan


(64)

(remedial) pembelajaran, pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling (2016: 13).

Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan serta tindak lanjut berkala dan berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas.

Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ini diberlakukan, standar proses pendidikan di Indonesia menganut sistematika yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam menerjemahkan serta


(65)

menerapkan Permedikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pebelajaran yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran serta pengawasan proses pembelajaran.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses antara lain : (1) kemampuan TI, (2) pengalaman diklat, dan (3) frekuensi mengakses internet.

2. Kemampuan Teknologi Informasi (TI)

Kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (KBI, 2008: 979). Seseorang yang memiliki kemampuan berarti memiliki kesanggupan, kecakapan dan kekuatan dalam melakukan suatu hal.

Rias Van Wyk dalam Janer Simarmata (2006:2) berpendapat mengenai pengertian teknologi sebagai berikut: “Technology is a “set of means” created by people to facilitate human endeavor” , pengertian menurut Technology Plan 2004-2005 dalam Janer Simarmata (2006: 2), “Technology can be any tool, device, program, or system that when applied to the educational environment will increase productivity, creativity, and/or achievement of students, faculty, and staff and will prepare them for new roles in learning, living, and working”. Sedangkan pengertian informasi adalah penerangan, pemberitahuan (KBI, 2008: 586).


(66)

Pendapat Senn yang dikutip Janner Simarmata (2006: 3) menyatakan bahwa istilah TI digunakan mengacu pada suatu item yang bermacam-macam dan kemampuan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, dan penyebaran data serta informasi. Komponen utamanya ada tiga, yaitu komputer (computer), komunikasi (communication), dan keterampilan (know-how).

Menurut Aji Supriyanto (2005: 5), istilah teknologi informasi memang lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan maupun mengolah informasi, namun pada dasarnya masih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri. Teknologi informasi memang lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada teknologi komputer yang saat ini teknologinya terus berkembang sehubungan perkembangan teknologi lain yang dapat dikoneksikan dengan komputer itu sendiri.

Janner Simarmata (2006: 4-5) menjelaskan fungsi teknologi informasi sebagai berikut:

a. Capture: proses penyusunan rekord aktivitas yang terperinci

b. Processing: proses mengubah, menganalisis, menghitung, dan

mengumpulkan semua bentuk data atau informasi. 1) Pengolahan data

2) Pengolahan informasi 3) Pengolahan kata


(67)

4) Pengolahan gambar 5) Pengolahan suara

c. Generation: proses yang mengorganisir informasi ke dalam

bentuk yang bermanfaat, apakah sebagai angka-angka, teks, bunyi, atau gambar visual.

d. Storage dan Retrieval: storage adalah proses komputer penguat

informasi untuk penggunaan masa depan. Retrieval adalah proses dimana penematan komputer dan menyimpan salinan data atau informasi untuk pengolahan lebih lanjut atau ditransmisikan ke pengguna lain.

e. Transmission: proses komputer mendistribusikan informasi

melalui jaringan komunikasi.

1) Electronic Mail, atau E-Mail

2) Voice Messaging, atau Voice Mail

Dalam bagian yang berbeda, Janner Simarmata juga memberikan penjelasan bahwa TI (komputer) dapat dengan mudah digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan seperti mengakses informasi dan berbelanja, serta juga di bidang pendidikan ataupun perkantoran. Seseorang yang memiliki kemampuan TI dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan lebih cepat, tepat, dan akurat, sehingga pekerjaan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif.


(68)

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa kemampuan TI adalah kecakapan seseorang dalam mengolah informasi yang berbasis pada teknologi komputer.

Menurut peneliti, guru dapat memanfaatkan perangkat komputer untuk mempermudah dalam tugas administrasi guru yaitu kegiatan proses dan penilaian pembelajaran. Misalnya, penggunaan Microsoft Office, aplikasi yang terkait, jaringan internet baik untuk proses pembelajaran maupun penilaian menggunakan e-mail, e-learning maupun social media.

Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa semakin tinggi kemampuan TI guru, maka guru akan semakin mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dengan baik. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan TI guru, maka guru akan semakin kurang mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dengan baik.

3. Pengalaman Diklat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (1995: 22) pengalaman adalah yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb). Seseorang yang mempunyai pengalaman adalah seseorang yang pernah mengalami sesuatu atau suatu kejadian pernah dialami oleh seseorang.


(69)

Setiap lembaga, baik itu lembaga laba ataupun lembaga nirlaba pasti memiliki visi, misi dan sasaran tujuannya masing-masing. Tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan di Indonesia pasti juga memiliki visi, misi dan tujuannya sendiri. Subjek sumber daya manusia dalam pembahasan penelitian ini adalah guru yang merupakan salah satu aspek penting bagi suatu lembaga pendidikan untuk bisa mencapai visi, misi dan tujuannya. Oleh sebab itu, seorang guru perlu diberi pengembangan.

Pengembangan meliputi baik pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan tertentu maupun pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan umum dan pemahaman atas keseluruhan lingkungan (McGraw-Hill, 1988: 215).

Senada dengan itu, menurut Mansur Muslich (2007: 101-102), pendidikan dan pelatihan yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelengga diklat.

Pengertian pendidikan dan pelatihan yang terpisah dikemukakan oleh Agus M. Hardjana sebagai berikut: pendidikan atau education secara umum merupakan usaha yang sengaja diadakan dan dilakukan


(70)

secara sistematis serta terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan tingkatnya, guna menyampaikan, menumbuhkan dan mendapatkan pengetahuan, sikap, nilai, kecakapan atau keterampilan yang diikehendaki (Agus M. Hardjana, 2001: 13), dan training atau pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka (Agus M. Hardjana, 2001; 12).

Oleh sebab itu, masuk akal apabila penyelenggaran pendidikan dan pelatihan dianggap penting adanya. Pada umumnya, peserta pelatihan adalah orang-orang dewasa maka sebaiknya dalam penyelenggaraan pelatihan hendaknya diperhatikan pendidikan orang-orang dewasa pula. Berikut adalah prinsip-prinsip yang dimaksud menurut Agus M. Hardjana (2001: 24-26):

a. Belajar dari pengalaman.

Peserta pelatihan adalah orang dewasa yang mempunyai pengalaman, pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan sendiri. Belajar dari pengalaman berarti memanfaatkan segala sesuatu yang mereka miliki untuk dijadikan titik tolak guna dikembangkan dan diperkaya, atau dilepaskan dan diubah. Untuk itu, cara pelatihan pun sebaiknya juga melalui pengalaman. b. Melibatkan emosi dan budi.

Pelatihan melibatkan seluruh diri peserta. Oleh karena itu, peserta pelatihan tidak hanya diberikan berbagai informasi dan


(71)

pengetahuan, tetapi juga disentuh hati, perasaan dan emosi, serta dioleh perilakunya. Ini dilakukan dengn memberikan latihan berupa kegiatan yang pengerjaannya memerlukan pemikiran, perasaan, dan perbuatan konkret.

c. Melalui kebersamaan dan kerja sama.

Untuk mengubah perilaku, dibutuhkan motivasi. Motivasi tersebut akan lebih mudah dibangkitkan dan dipertahankan jika kegiatan yang mengubah perilaku itu dilakukan bersama-sama dengan orang lain. Dalam kelompok dan melalui kelompok, peserta dapat saling mengenal, saling berbagi pengalaman, mengadakan kegiatan, dan melakukan kerja untuk menyelesaikan tugas bersama. Dengan cara itu, peserta melatih diri dalam mengubah pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan dan keterampilan mereka.

d. Melihat dan menemukan sendiri relevansi pelatihan.

Seperti dalam belajar pada umumnya, dalam pelatihan peserta tidak dapat dipaksa, diancam dengan berbagai sangsi, diberi janji-janji, atau dijejali dengan petuah-petuah, agar mengubah pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan, dan keterampilan tetapi melalui penyajian kegiatan-kegiatan bermakna. Dengan menjalani dan mengalami sendiri kegiatan itu, peserta dibantu untuk menemukan sendiri pemahaman dan pemanfaatan dari kegiatan yang telah mereka lakukan. Dalam


(72)

pelatihan peserta dibantu untuk mengerti permasalahan dan mencari manfaat dari padanya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pribadi peserta.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diklat merupakan suatu hal yang penting untuk diselenggarakan agar dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja seseorang dalam suatu organisasi atau lembaga. Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa semakin sering guru mengikuti kegiatan diklat, guru akan semakin mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dengan baik. Sebaliknya semakin jarang guru mengikuti kegiatan diklat, maka guru akan semakin kurang mampu mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dengan baik.

4. Frekuensi Mengakses Internet

Frekuensi menurut KBI (2008: 423) diartikan sebagai jumlah kejadian yang lengkap atau fungsi muncul dalam satuan waktu. Menurut Belani Margi (2011) mengakses berasal dari kata akses, yang diberi imbuhan me- dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akses memiliki dua arti:

a) Akses berarti pencapaian berkas pada disket untuk penulisan untuk atau pembacaan data.


(73)

b) Akses berarti jalan masuk terusan.

Jadi mengakses adalah jalan untuk mencapai atau memasuki suatu berkas. Informasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar dan berita tentang sesuatu. Akses adalah kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari sesuatu atau hak untuk memperoleh sesuatu kekuasaan (Ribot dan Peluso:2003). Kata akses merupakan kosakata dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Inggris yaitu access yang berarti jalan masuk. Akses berarti jalan atau izin masuk dari suatu tempat/wilayah baik yang dapat dilihat dengan mata ataupun tidak dimana kita dapat berhubungan dengan sumber daya yang ada di wilayah tersebut sesuai dengan izin yang dimiliki.

Menurut Aji Supriyanto (2005: 336), internet adalah sebuah jaringan komputer global, yang terdiri dari jutaan komputer yang saling terhubung dengan menggunakan protokol yang sama untuk berbagi informasi secara bersamaan. Jadi, internet merupakan kumpulan atau penggabungan jaringan komputer lokal atau LAN menjadi jaringan komputer global atau WAN.

Marietta Tretter (1996: 6) menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan internet adalah sebagai berikut: pertama, internet adalah kumpulan yang luas dari jaringan komputer besar dan kecil yang saling bersambungan menggunakan jaringan komunikasi yang ada di seluruh dunia. Kedua, internet adalah seluruh manusia yang secara


(1)

213 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

214 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

215 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

216 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

217 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

218 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada guru di SMK Negeri se-Kota Yogyakarta 2017.

0 2 215

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar P

0 0 234

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada

0 3 213

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

0 0 3

Lampiran Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

0 1 15

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman pendidikan dan pelatihan, dan frekuensi mengakses internet guru terhadap kemampuan guru mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016 tent

0 0 277

Pengaruh pengalaman mengajar, tingkat pendidikan guru, dan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan implementasi PerMendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian pada

0 4 268

Pengaruh kesibukan guru di sekolah, frekuensi mengakses internet, pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

0 0 218

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar, dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016

0 0 246

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses

0 0 11