Pengaruh kesibukan guru di sekolah, frekuensi mengakses internet, pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016

(1)

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN

TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM

2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Kristin Ana Maria Ambarita NIM: 131334092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN

TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM

2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Kristin Ana Maria Ambarita NIM: 131334092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

ii

SKRIPSI

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN

TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM

2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA

Oleh:

Kristin Ana Maria Ambarita NIM : 131334092

Telah disetujui oleh:

Pembimbing,


(4)

iii SKRIPSI

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN

TERHADAP KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN

PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM

2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Kristin Ana Maria Ambarita

NIM: 131334092

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 26 Juli 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji,

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. ………..

Sekretaris Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. ………..

Anggota Drs. FX. Muhadi M.Pd. ………..

Anggota Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. ………..

Anggota Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. ………..

Yogyakarta, 26 Juli 2017

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Bapa dan Tuhan Yesus Kristus

Kedua orang tuaku tercinta

Riris, Jona, Rian yang selalu menyemangatiku

Semua keluarga besarku, sahabat-sahabat, teman-temanku,

dan almamaterku Universitas Sanata Dharma


(6)

v

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku.

( Kolose 4 : 13)

Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan

usaha menjaring angin.

(Pengkhotbah 4 : 6)

“if you want to live a happy life, tie it to a goal, not to people or objects. (Albert Einstein)


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Juli 2017 Penulis


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Kristin Ana Maria Ambarita

Nomor Mahasiswa : 131334092

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI

MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN TERHADAP

KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD

NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES

PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 26 Juli 2017 Yang menyatakan


(9)

viii ABSTRAK

PENGARUH KESIBUKAN GURU DI SEKOLAH, FREKUENSI MENGAKSES INTERNET, PANGKAT GOLONGAN TERHADAP

KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI

SE-KOTA YOGYAKARTA

Kristin Ana Maria Ambarita Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2017

Penelitian ini untuk mengetahui: (1) ada pengaruh positif kesibukan guru di sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran; (2) ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Sandar Proses Pembelajaran; (3) ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran.

Jenis penelitian ini adalah penelitian ex-post facto yang dilaksanakan pada bulan Januari 2017 - Maret 2017. Dari 552 guru di 10 SMA Negeri se-Kota Yogyakarta diambil 133 sampel dengan teknik proportional sampling dan convenience sampling. Data diambil menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan teknik analisis Chi Square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif dan signifikan kesibukan guru di sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran (x2 hitungsebesar 12,801, nilai Asymp. Sig sebesar 0,005, C/Cmax = 0,418 berada pada kategori sedang); (2) tidak ada pengaruh frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran (x2 hitung sebesar 0,915, nilai Asymp. Sig sebesar 0,339); (3) tidak ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran (x2 hitung sebesar 6,472, nilai Asymp. Sig sebesar 0,091).


(10)

ix ABSTRACT

THE INFLUENCE OF THE ACTIVITIES OF TEACHERS IN SCHOOL, FREQUENCY OF INTERNET ACCESS, RANK STATUS TOWARD THE

IMPLEMENTATION OF THE DECREE OF EDUCATION MINISTER NUMBER 22, 2016 ABOUT THE PROCESS STANDARD OF LEARNING

IN 2013 CURRICULUM OF STATE SENIOR HIGH SCHOOLS IN YOGYAKARTA

Kristin Ana Maria Ambarita Sanata Dharma University Yogyakarta

2017

The aims of this research are to know whether: (1) there is a positive influence of the activities of teachers in school toward the implementation of the decree of education minister number 22, 2016 about the process standard of learning; (2) there is a positive influence of the frequency of internet access toward the implementation of the decree of education minister number 22, 2016 about the process standard of learning; (3) there is a positive influence of rank status toward the implementation of the decree of education minister number 22, 2016 about the process standard of learning.

The type this research is an ex-post facto research conducted from January 2017 to March 2017. The population of the research were 552 teachers of 10 State Senior High Schools in Yogyakarta. The samples were 133 taken by proportional sampling and convenience sampling technique. Data were collected by using questionnaires and analyzed by chi-square analysis technique.

The result of the research shows that: (1) there is a positive and significant influence of the activities of teachers in school toward the process standard of learning (x2 count = 12,801, Asymp. Sig = 0,005, C/Cmax = 0,418. It belongs to medium category); (2) there is no effect of frequency internet access toward the implementation of the decree of education minister number 22, 2016 about the process standard of learning (x2 count = 0,915, Asymp. Sig = 0,339); (3) there is no positive influence of rank status toward the implementation of the decree of education minister number 22, 2016 about the process standard of learning (x2 = 6,472, Asymp. Sig = 0,091).


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur Tuhan Yang Maha Esa telah limpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul Pengharuh Kesibukan Guru Di Sekolah, Frekuensi Mengakses Internet, Pangkat Golongan Terhadap Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013 Di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta Tahun 2017”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah berperan penting dalam memberikan masukan, kritik serta memotivasi peneliti untuk bersemangat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si selaku ketua jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(12)

xi

3. Bapak Drs. FX. Muhadi., M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang dengan sebar membimbing, mengarahkan, serta memberi masukan demi penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr. S. Widanarto P.,M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi selama perkuliahan. 5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus

Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan selama saya mengikuti perkuliahan.

6. Ibu Theresia Aris Sudarsilah, selaku staf sekretariat Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah membantu kelancaran proses administrasi selama perkuliahan dan penelitian.

7. Guru-guru SMA Negeri 1 Yogyakarta, SMA Negeri 2 Yogyakarta, SMA Negeri 3 Yogyakarta, SMA Negeri 5 Yogyakarta, SMA Negeri 6 Yogyakarta, SMA Negeri 7 Yogyakarta, SMA Negeri 8 Yogyakarta, SMA Negeri 9 Yogyakarta, SMA Negeri 10 Yogyakarta, dan SMA Negeri 11 Yogyakarta yang telah bersedia sebagai responden penelitian.

8. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Rajamin Ambarita dan Ibu Helena Sitanggang yang membesarkanku dengan penuh kasih sayang sampai saat ini, mendoakan, mendukung, menyemangati, baik secara moral dan material, selalu mendengarkan keluh kesah, serta yang menjadi semangat hidupku. 9. Kakak ku terkasih Riris Lastium Ambarita, dan adik-adik ku tersayang Jona

Fandia Ambarita dan Riandi Fratama Ambarita. Terimakasih atas kasih, doa, dukungan, nasehat, bantuan dan semangatnya selama ini.


(13)

xii

10. Teman-teman seperjuangan: Della, Maesti, Wiwit, Nyoti, Stefani, Fanny, Miltari, Melati, Lusi, Dorus, dan Yovita. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

11. Sahabat-sahabatku: Agnes, Ephy, dan Santy. Terimakasih atas dukungan, semangat, doa, bersedia menjadi tempat curhat, dan untuk kebersamaannya selama ini. Semoga kita jadi sahabat selamanya.

12. Teman-teman Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi Angkatan 2013, terima kasih untuk kebersamaan kita yang sangat indah dan tidak akan terlupakan selama ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikian ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan. Peneliti menyadari skripsi ini memang jauh dari kesempurnaan, ada banyak sekali kekurangan. Maka segala kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan karya-karya selanjutnya. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan yang layak bagi semua pihak yang membaca.

Yogyakarta, 10 Juli 2017 Penulis,


(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 8

A. Tinjauan Teoritik ... 8 1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22


(15)

xiv

Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 8

b. Kurikulum ... 8

c. Perkembangan Kurikulum ... 10

d. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 27

1. Kesibukan Guru di Sekolah ... 33

2. Frekuensi Mengakses Internet... 46

3. Pangkat Golongan Guru ... 48

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 49

C. Kerangka Berpikir ... 51

D. Rumusan Hipotesis ... 56

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 59

D. Populasi dan Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 59

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 63

F. Teknik Pengumpulan Data ... 65

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 69

H. Teknik Analisis Data ... 77

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 85

A. Deskriptif Data ... 85

B. Pengujian Hipotesis ... 96

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASANA DAN SARAN ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Keterbatasan Masalah ... 118

C. Saran ... 119


(16)

xv

LAMPIRAN ... 123

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Tugas Tambahan Guru ... 41

Tabel 2.2 Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka ... 42

Tabel 2.3 Golongan, Jenjang Pangkat dan Jenjang Jabatan ... 48

Tabel 3.1 Data Populasi Guru SMK dan SMA Negeri

di Kota Yogyakarta ... 60

Tabel 3.2 Data Sampel Guru SMA Negeri Se-Kota Yogyakarta ... 63

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner ... 66

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Instrumen variabel

Standar Proses Pembelajaran ... 71

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Veriabel Implementasi

Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses

Pembelajaran (kedua) ... 73

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel

Kesibukan Guru di Sekolah ... 74


(17)

xvi

Standar Proses Pembelajaran ... 76

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Kesibukan Guru di Sekolah ... 77

Tabel 3.9 Rentang Variabel Proses Pembelajaran ... 79

Tabel 3.10 Rentang Variabel Kesibukan Guru di Sekolah ... 80

Tabel 3.11 Rentang Variabel Frekuensi Mengakses Internet ... 80

Tabel 3.12 Kriteria Rasio C/Cmax ... 84

Tabel 4.1 Data Responden Penilitian Guru ... 86

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 87

Tabel 4.3 Deskripsi Variabel Implementasi Permendikbud No. 22 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 89

Tabel 4.4 Nilai-Nilai Statistikan Variabel Implementasi Permendibud No. 22 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 90

Tabel 4.5 Deskripsi Variabel Kesibukan Guru ... 92

Tabel 4.6 Nilai-Nilai Statistikan Variabel Kesibukan Guru ... 92

Tabel 4.7 Deskripsi Variabel Frekuensi Mengakses Internet ... 94


(18)

xvii

Tabel 4.9 Deskripsi Variabel Pangkat Golongan ... 96

Tabel 4.10 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh

Kesibukan Guru terhadap Implementasi Permendikbud No. 22

Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 97

Tabel 4.11 Hasil Analisis Chis-Square Pengaruh Kesibukan Guru

terhadap Implementasi Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang

Standar Proses Pembelajaran ... 99

Tabel 4.12 Symmetric Measures ... 99

Tabel 4.13 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh

Frekuensi Mengakses Internet terhadap Implementasi

Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar

Proses Pembelajaran ... 101

Tabel 4.14 Hasil Analisis Chis-Square Frekuensi Mengakes Internet terhadap

Implementasi Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang

Standar Proses Pembelajaran ... 103

Tabel 4.15 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh


(19)

xviii

No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 104

Tabel 4.16 Hasil Analisis Chis-Square Pangkat Golongan Guru terhadap Implementasi Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ... 106

LAMPIRAN Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 123

Lampiran 2 Tabulasi ... 130

Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 153

Lampiran 4 Deskripsi Data ... 159

Lampiran 5 Uji Hipotesis ... 163

Lampiran 6 Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah ... 174


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam dunia pendidikan, kurikulum merupakan alat yang sangat penting guna meningkatkan kualitas lulusan yang baik. Karena pentingnya, kurikulum selalu di evaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena perkembangan teknologi yang pesat ini, tidak mungkin suatu instansi pendidikan tetap mempertahankan kurikulum lama. Hal ini dikhawatirkan akan membuat suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kurikulum itu sendiri adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan (KBBI,2008:845). Sedangkan menurut Abdullah (2016;31) kurikulum sebagai bahan belajar (subject matter) adalah gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan suatu kurikulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi (content) yang diajarkan.

Dalam sejarah, Indonesia sudah mengalami banyak pergantian kurikulum. menurut Sholeh (2013:1) pembahasan tentang sejarah singkat perkembangan kurikulum di Indonesia diturunkan dari buku Lima Puluh Tahun Pendidikan Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1996. Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan tahun 2006. Pada buku


(21)

Pengembangan kurikulum yang ditulis oleh Abdullah (2016;25) menjelaskan bahwa setelah perubahan kurikulum pada tahun 2006, terjadi lagi perubahan. Perubahan tersebut yaitu perubahan kurikulum 2006 atau yang biasa disebut kurikulum KTSP ke kurikulum 2013.

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa setelah Indonesia menerapkan kurikulum 2013 baru-baru ini pada tahun 2016 Indonesia kembali melakukan perbaikan kurikulum. Perbaikan kurikulum tersebut yaitu dari kurkulum 2013 lama ke kurikulum baru (kurikulum 2013 edisi revisi). Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hamalik tahun 2003 di dalam buku Sholeh (2013:1-2) bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kurikulum tesebut adalah tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan. Faktor selanjutnya ialah sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, keadaan lingkungan, dan faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.

Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa perubahan kulikulum merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Perubahan ini juga bermanfaat untuk lebih meningkatkan kemampuan pendidik dalam hal ini adalah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ketika


(22)

proses pembelajaran berjalan dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan guru akan lebih mampu meningkatkan standar proses pembelajaran dan meningkatkan standar penilaian pembelajaran yang telah ditetapkan dalam suatu instansi pendidikan. Namun pada faktanya, perubahan tersebut tidak seluruhnya memberikan dampak yang baik oleh tenaga pendidik. Dengan adanya perubahan ini, banyak keluhan yang dirasakan oleh para tenaga pendidik. Guru-guru yang banyak mengutarakan keluhannya seperti guru-guru yang sudah lanjut usia. Karena faktor usia yang terbilang sudah lanjut usia, mereka lambat memahami dan stress untuk penyesuaian diri terhadap kurikulum yang baru. Karena mereka menganggap bahwa penerapan kurikulum baru ini sangat jauh berbeda dan lebih berat tugasnya jika dibandingkan dengan penerapan kurikulum lama. Pergantian kurikulum yang terlalu sering menurut pengamatan peneliti menjadi masalah juga bagi guru yang harus memenuhi tugas administrasi yang diminta oleh kurikulum baru ini. Mereka harus membuat program tahunan sendiri, program semester, silabus, rencana pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang pada kurikulum lama sudah dibuat oleh sekolah. Oleh karena banyaknya kewajiban yang harus dipenuhi oleh guru tersebut membuat tugas nya dalam mengajar anak didik menjadi kurang maksimal. Karena kurang maksimalnya guru dalam mengajar membuat proses pembelajaranpun tidak berjalan dengan maksimal pula dan selanjutnya akan berdampak pada hasil dari penilaian yang dilakukan oleh guru. Dengan kata lain ketidakmampuan guru dalam meningkatkan standar proses dalam pembelajaran akan mendapatkan hasil dari proses pembelajaran yang


(23)

kurang baik pula seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya (Permendikbud) No. 22 tentang standar proses pembelajaran.

Berdasarkan problematika yang dijelaskan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kemampuan mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya (Permendikbud) Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 edisi revisi. Melihat penjelasan di atas, peneliti menduga ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi guru dalam meningkatkan kemapuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 edisi revisi. Faktor-faktor tersebut seperti masa kerja guru, tingkat pendidikan, kesibukan guru di sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan Teknologi Informasi (TI), pengalaman diklat, dan frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan. Atas dasar hal tersebut jugalah yang mendorong peneliti untuk mengangkat tema dalam penelitian yang akan dilaksanakan di kota Yogyakarta. Tema penelitian tersebut

adalah “KEMAMPUAN MENGIMPLEMENTASIKAN PERMENDIKBUD

NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA”.


(24)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang di kemukakan di atas, penulis mengidentifikasi munculnya permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta yaitu masa kerja guru, tingkat pendidikan, kesibukan guru di sekolah, ketersediaan sumber belajar, kemampuan Teknologi Informasi (TI), pengalaman diklat, dan frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan.

C. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang telah diuraikan di atas dan mengingat adanya keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan peneliti, maka peneliti membatasi variabel yang akan di teliti, yaitu variabel kesibukan guru di sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:


(25)

1. Apakah ada pengaruh positif kesibukan guru di sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta?

2. Apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta?

3. Apakah ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Apakah ada pengaruh positif kesibukan guru di sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta.

2. Apakah ada pengaruh positif frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016


(26)

tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta.

3. Apakah ada pengaruh positif pangkat golongan terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kementrian Pendidikan dan Budaya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan implentasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri Se-Kota Yogyakarta. 2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan Pertimbangan membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. 3. Bagi Perguruan Tinggi

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca di perpustakaan tentang pemahaman implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.


(27)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.Tinjauan Teoritik

1. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

a. Kurikulum

Menurut Arifin (2011:2-3) Secara etimologis istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya

“pelari“ dan curere yang berarti “ tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia oleh raga, terutama dalam bidang atletik pada jaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam Bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya. Curriculum is the entire school program and all the people involved in it. Program tersebut berisi mata pelajaran – mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya. Dengan demikian, secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik disekolah untuk memperoleh ijasah.


(28)

Menurut B. Othanel Smith, W.O Stanlay dan J. Harlan Shores dalam buku Arifin (2011:3-4) memandang kurikulum sebagai a sqquence of potential experiences set up in the school for the pupose of disciplining children and youth in group ways og thingking and acting. Pengertian ini menunjukkan kurikulum bukan hanya mata pelajaran, tetapi juga pengalaman-pengalaman potensial yang dapat diberikan kepada peserta didik.

Menurut Arifin (2011:4) kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang terjadi didalam kelas, dihalaman sekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada juga pengertian kurikulum yang lebih luas lagi yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik disekolah maupun diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 19, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu (Arifin,2011:16).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang direncanakan sebagai pedoman yang dapat


(29)

memberikan pengaruh pada peserta didik untuk mencapai tujuan persekolahannya.

b. Perkembangan Kurikulum

Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu tahun 1947, 1952, 1964,1968,1975, 1984, 1994, 2004, 2006 (Sholeh,2013:1), selanjutnya Abdullah (2016:25) menjelaskan bahwa terjadi lagi perubahan dari kurikulum 2013 ke kurikulum 2013. Setelah 2013 di terapkan, terjadi lagi perubaan dari kurikulum 2013 ke kurikulum 2013 edisi revisi. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dan implikasi dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan perkembangan (ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Hamalik tahun 2003 dalam buku Sholeh (2013:1-2) bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar

untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan. 2) Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

3) Keadaan lingkungan.

4) Kebutuhan pembangunan Poleksosbudhankam.

5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.


(30)

Semua kurikulum nasional dikembangkan mengacu pada landasan yuridis Pancasila dan UUD 1945, perbedaan tiap kurikulum terletak pada penekanan pokok dan tujuan pendidikan dan pendekatan dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut (Sholeh, 2013:2).

1) Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada setelah Indonesia merdeka disebut rencana pembelajaran. Perubahan orientasi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda kepada kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan pancasila. Rencana pelajaran 1047 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan intelektual. Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang berdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan masyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan jasmani. Rencana pelajaran 1947 baru secara resmi dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950. Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, disertai dengan garis-garis besar pengajaran.


(31)

Setelah rencana pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rancangan Pemlajaran Teriurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di Sekolah Dasar. Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di sekolah, seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi dan Sejarah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri-ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajar. 3) Kurikulum 1964

Dipenghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, pemerintahan kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah pemerintahan mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga


(32)

pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004).

Fokus kurikulum 1964 ini pada perkembangan Pancawardhana, yaitu: Daya cipta, Rasa, Karsa, Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4) Kurikulum 1968

Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari Kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum 1968 menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan, dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.


(33)

Pada kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun.

Kurikulum 1975 sebagai pengganti Kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Berorientasi pada tujuan. b) Menganut pendekatan integratif

c) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

d) Menganut pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruktsional (PPSI).

e) Menekankan kepada strimulus respon dan latihan.

Sistem PPSI berpandangan bahwa proses belajar-mengajar merupakan suatu sistem yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan. Sistem pembelajaran dengan pendekatan sistem instruksional inilah yang merupakan pembaharuan dalam sistem pengajaran di Indonesia. Dengan melaksanakan PPSI, penilaian diberikan pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu. Inilah yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.


(34)

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. b) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang

studi dengan kemampuan anak didik.

c) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.

d) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir disetiap jenjang.

e) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

f) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan, Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak sesuai lagi karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri:


(35)

b) Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara optimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. c) Materi pembelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan

spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.

d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. e) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan

siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar.

f) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.

7) Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi


(36)

pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagaian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut:

a) Pembagian tahapan pelajaran disekolah dengan sistem caturwulan. b) Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi pelajaran yang


(37)

c) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan suatu sistem kurikulum untuk semua siswa diseluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

d) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar,baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

e) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian atara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

f) Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

g) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.


(38)

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan sebagai akibat dari kecendrungan kepada pendekatan penguasaan materi, di antaranya sebagai berikut:

a) Beban belajar siswa terlalu besar dikarenakan banyaknya mata pelajaran dan materinya.

b) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar dan kurang bermakna dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

8) Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2002 dan 2004

Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistrik menjadi desantralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kurikulum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (komptensi) tugas-tugas tertentu sesaui dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten.


(39)

Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur: 2000).

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah/madrasah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

a) Pemilihan kompetensi yang sesuai.

b) Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;

c) Pengembangan sistem pembelajaran.


(40)

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. (Puskur: 2002a).

Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi pada suatu mata pelajaran memuat rinci kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiiki siswa dapat dilihat contohnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

9) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah mendorong penyelenggara pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.


(41)

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi-esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

10) Kurikulum 2013

Menurut Mulyasa (2013:59) Dalam suatu sistem pendiidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah


(42)

yang jelas, mau dibawa ke mana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Perlunya perubahan kurikulum juga karena adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai berikut (diadaptasi dari materi sosialisasi kurikulum 2013): a) Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang

ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.

b) Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.

c) Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik ( pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

d) Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum.

e) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. f) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan


(43)

yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.

g) Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.

Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan terhadap kurikulum 2006, serta sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja. Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, kurikulum 2013 diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan (Mulyasa, 2013:163). Menurut Mulyasa (2013:163-164) Kurikulum berbasis karakter dan kompetensi yang secara konseptual memiliki unggulan, keunggulan tersebut yakni:

a) Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (konstektual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing.

b) Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kommpetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain.


(44)

Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. c) Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam

pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

a) Pengetahuan (knowleddge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhan.

b) Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik


(45)

tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.

c) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.

d) Nilai (value); adalah suatu standar prilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).

e) Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar: Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya.

f) Minat (interest); adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

11) Kurikulum 2013 edisi revisi

Menurut Anbarini (2016:3) sepanjang 2015 kurikulum 2013 mengalami perbakan. Perbaikan itu dilakukan karena dalam pelaksanaannya sejak pertama kali diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014 di beberapa sekolah percontohan masih terdapat sejumlah


(46)

masalah yang memberatkan guru. Misalnya dalam hal penilaian, model pembelajaran, dan pembatasan taksonomi proses berpikir siswa. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan perbaikan terhadap Kurikulum 2013. Setiap perbaikan dan pengembangan yang dilakukan pemerintah terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan untuk menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi, yaitu sikap, keterampilan, dan pengahuan. Dari perbaikan yang telah dilakukan sepanjang 2015, terdapat empat poin perbaikan dalam dokumen kurikulum (Anbarini, 2016:6). Empat point tersebut yaitu:

(1) Kompleksitas pembelajaran dan penilaian pada sikap spiritual dan sikap sosial

(2) Ketidak selarasan antara KI-KD dengan silabus dan buku

(3) Penerapan proses berpikir 5M sebagai metode pembelajaran yang bersifat procedural dan mekanistik.

(4) Pembatasan kemampuan siswa melalui pemenggalan taksonomi proses berpikir antar jenjang.

c. Kemampuan Mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013

Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai pelaksanaan (KBBI, 2008:580). Menurut Fullan (1991) dalam Abdul (2014:6), implementasi adalah proses mempraktekkan atau


(47)

suatu gagasan, program, atau kumpulan kegiatan yang baru bagi orang-orang yang berusaha atau diharapkan untuk berubah.

(1)Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum

Wina Sanjaya (Abdul, 2014:21) menjelaskan bahwa guru merupakan salah satu faktor penting dalam mengimplementasikan kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurkulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam mengimplementasikan kurikulum memegang posisi kunci. Menurt Murray Print tahun 1993 (Abdul, 2014:21), ada empat peran guru dalam level ini, level tersebut antara lain:

a) Implementers b) Adapters c) Developers d) Researchers

Pertama, sebagai implementer, guru berperan untuk mengimplementasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Dengan demikian, guru tidak memiliki ruang baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Pada fase bagai implementator kurikulum, peran guru


(48)

dalam pengembangan kurikulum sebatas hanya menjelaskan kurikulum yang telah disusun. Dalam pengembangan kurikulum guru diangga sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Oleh karena guru hanya sekedar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreativitas dan inovasi guru dalam merekayasa pemblajaran sangatlah lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaru. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesioanl, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.

Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Dalam fase ini, guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Dengan demikian, peran guru sebagai adapetrs lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.

Ketiga, peran guru sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam menedesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta


(49)

sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat kita lihat dalam pengembangan Kurikulum Muatan Lokal (Mulok) sebagai bagian dari struktur kurikulum. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal, sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan. Oleh sebab itu, bisa terjadi Kurikulum Mulok antar sekolah berbeda. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Ada Keempat, sebagai fase terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curruculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam pelaksanaan peran sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi dan model pembelajaran, dan lain sebagainya termasuk mengumulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.

Dalam KBBI (2008:979) kemampuan diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Seseorang yang memiliki kemampuan berarti memiliki kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan dalam melaksanakan suatu hal.

Telah dijelaskan di atas bahwa menurut Fullan (1991) dalam Abdul (2014:6), pengertian implementasi itu sendiri adalah proses mempraktekkan atau suatu gagasan, program, atau kumpulan kegiatan


(50)

yang baru bagi orang-orang yang berusaha atau diharapkan untuk berubah. Sedangkan pengertian mengimplementasikan menurut KBBI (2008:580) yaitu melaksanakan, menerapkan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya yang biaya disingkat dengan istilah Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur tentang Standar Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah selanjutnya disebut Standar Proses Pembelajaran merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan. Dalam peraturan ini menjelaskan bahwa proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran ini diberlakukan, standar proses pendidikan di Indonesia menganut sistematika yang dijelaskan pada Peraturan Menteri


(51)

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses pembelajaran untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Berdasarkan penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud kemampuan mengimplementasikan standar proses pembelajaran merupakan kesanggupan dan kecakapan dalam melaksanakan dan menerapkan kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar atau satuan pendidikan menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keberhasilan dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 antara lain: (1) kesibukan guru di sekolah, (2) frekuensi mengakses internet, dan (3) pangkat golongan.


(52)

2. Kesibukan Guru di Sekolah 1) Pengertian

Kesibukan menurut KBBI (1990:837) diartikan sebagai sesuatu (usaha dsb) yang harus dikerjakan atau dengan kata lain kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang guru disekolah. Guru menurut KBBI (1990:288) adalah orang yang pekerjaanya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sedangkan sekolah menurut KBBI (1990:796) adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatannya, dsb).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesibukan guru di sekolah adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang yang berprofesi mengajar dalam suatu lembaga sebagai tempat menerima dan memberi pelajaran.

2) Ruang lingkup

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.


(53)

Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), Ujian Sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.

1) Jam Kerja

Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester.

Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan,


(54)

tapi mengunakan sistem blok atau perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.

2) Uraian Tugas Guru

a) Merencanakan Pembelajaran

Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegiatan penyusunan RPP ini diperkirakan berlangsung selama 2 (dua) minggu atau 12 hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap muka.

b) Melaksanakan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan tahapan kegiatan berikut: (1) Kegiatan awal tatap muka

Kegiatan awal tatap muka antara lain mencakup kegiatan pengecekan dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.


(55)

Kegiatan awal tatap muka dilakukan sebelum jadwal pelajaran yang ditentukan, bisa sesaat sebelum jadwal waktu atau beberapa waktu sebelumnya tergantung masalah yang perlu disiapkan. Kegiatan awal tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

(2) Kegiatan tatap muka

Dalam kegiatan tatap muka terjadi interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru dapat dilakukan secara face to face atau menggunakan media lain seperti video, modul mandiri, kegiatan observasi/ekplorasi.

Kegiatan tatap muka atau pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan.

Waktu pelaksanaan atau beban kegiatan pelaksanaan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.

(3) Membuat resume proses tatap muka

Resume merupakan catatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tatap muka yang telah dilaksanakan. Catatan tersebut dapat merupakan refleksi, rangkuman, dan rencana tindak lanjut.


(56)

Penyusunan resume dapat dilaksanakan di ruang guru atau ruang lain yang disediakan di sekolah dan dilaksanakan setelah kegiatan tatap muka.

Kegiatan resume proses tatap muka diperhitungan setara dengan 1 jam pelajaran.

c) Menilai Hasil Pembelajaran

Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa. (1) Penilaian dengan tes

Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan. Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam kelas. Penilaian hasil test, dilakukan diluar jadwal pelaksanaan test, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.


(57)

Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena waktu pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka.

(2) Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat hasil pendidikan yang tidak dapat diukur lewat test tertulis atau lisan.

Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas menyatu dalam proses tatapmuka pada jadwal yang ditentukan, dan atau di luar kelas. Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan diluar jadual pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka.

(3) Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya

Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau produk, portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri. Penilaian ada kalanya harus menghadirkan peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahanan dari guru mengingat cara penyampaian informasi dari siswa yang belum sempurna. Penilaian hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka, dengan beban yang berbeda antara satu mata pelajaran dengan yang


(58)

lain. Tidak tertutup kemungkinan ada mata pelajaran yang nilai beban non tesnya sama dengan nol.

d) Membimbing dan Melatih Peserta Didik

Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler.

e) Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran.

Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang dilakukan menyatu dengan proses pembelajaran atau tatap muka di kelas.

f) Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler

Bimbingan kegiatan intrakurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan pada mata pelajaran yang diampu guru. Kegiatan remedial merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai. Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi. Pelaksanaan bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus, disesuaikan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan jadwal tetap setiap minggu. Beban kerja intrakurikuler sudah masuk dalam beban kerja tatap muka.


(59)

Ekstrakurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik, dapat disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya, pelaksanaan ekstrakurikuler dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai jadwal mingguan yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada sore hari.

Jenis kegiatan ekstrakurikuler antara lain adalah. (1) Pramuka

(2) Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa (3) Olahraga

(4) Kesenian

(5) Karya Ilmiah Remaja (6) Kerohanian

(7) Paskibra (8) Pecinta Alam (9) PMR

(10) Jurnalistik/Fotografi (11) UKS

(12) dan sebagainya

Kegiatan ekstrakurikuler dapat disebut sebagai kegiatan tatap muka.

h) Melaksanakan Tugas Tambahan

Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.


(60)

Tugas tambahan struktural

a) Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah,

b)Jenis tugas tambahan sruktural dan wajib tatap muka guru seperti tercantum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Jenis Tugas Tambahan Guru.

No Kategori Jenis Tugas Tambahan

Wajib Mengajar *

Ekuivalensi Jabatan I Struktural 1. Kepala Sekolah 6 18

2. Wakil Kepala

Sekolah 12 12

3. Kepala Perpustakaan 12 12 4. Kepala

Laboratorium 12 12 5.

Ketua Jurusan Program Keahlian

12 12

6. Kepala Bengkel 12 12 7. Dll ** 12 12 II Khusus 1.

Pembimbing Praktek Kerja Industri

12 12

2. Kepala Unit

Produksi 12 12

Catatan:

1. * nilai minimal


(61)

i) Beban Tatap Muka

Jenis kegiatan guru yang dikategorikan tatap muka dan bukan tatap muka dicantumkan dalam Tabel 2.2. Dalam tabel tersebut juga dicantumkan ekuivalensi jam untuk kegiatan tatap muka selain kegiatan tatap muka di kelas.

Tabel 2.2

Jenis Kegiatan Guru dan Beban Tatap Muka

No Jenis Kegiatan Guru

Kategori Ekuivalensi jam/ minggu*

Keterangan TM BTM

1 Merencanakan pembelajaran

V 2

2. Melaksanakan pembelajaran: a. Kegiatan awal

tatap muka

V 2

b. Kegiatan tatap muka di kelas

V c. Membuat

resume tatap muka

V 2

3. Menilai hasil pembelajaran

a. Penilaian tes V 0

b. Penilaian sikap V 2 Semua guru c. Penilaian karya V 2 Mata

pelajaran tertentu 4. Membimbing

dan melatih a. Bimbingan pada

tatap muka

v 0

b. Bimbingan intrakurikuler

v 0

c. Bimbingan ekstrakurikuler

V 2

5. Melaksanakan tugas tambahan


(62)

b. Wakil kepala sekolah

12 c. Kepala

perpustakaan

12 d. Kepala

laboratorium

12 e. Ketua

jurusan/program

12 f. Kepala bengkel 12 g. Pembimbing

praktek kerja industri

12 Hanya di SMK h. Kepala unit

produksi

12 Hanya di SMK i. Tugas lain 6 Seuai

kebutuhan sekolah

Catatan:

TM = Tatap Muka

BTM = Bukan Tatap Muka

* = beban kerja tidak dikalikan jumlah rombongan belajar

3) Kondisi Penyebab Kekurangan Jam Mengajar.

Seorang guru tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sebanyak 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per minggu disebabkan salah satu atau beberapa kondisi sebagai berikut.

1) Jumlah peserta didik dan rombongan belajar terlalu sedikit

Jumlah peserta didik terlalu sedikit atau jumlah rombongan belajar juga sedikit, akan mengakibatkan jumlah jam tatap muka untuk mata pelajaran tertentu belum mencapai angka 24 jam per minggu. Agar


(63)

jumlah beban mengajar mencapai 24 jam atau kelipatannya, dibutuhkan jumlah rombongan belajar yang memadai.

2) Jam pelajaran dalam kurikulum sedikit

Jumlah jam pelajaran mata pelajaran tertentu dalam struktur kurikulum ada yang hanya 2 jam per minggu antara lain Bahasa asing lain, Sejarah, Agama, Penjas, Kesenian, Kewirausahaan, Muatan Lokal, Keterampilan, dan Pengembangan Diri mengakibatkan guru yang mengajar pelajaran tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban minimal 24 jam tatap muka per minggu.

3) Jumlah guru di satu sekolah untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak.

4) Kondisi ini biasanya terjadi kerena kesalahan dalam proses rekruitmen atau karena perubahan beban mengajar guru dari 18 jam menjadi 24 jam pelajaran per minggu. Jumlah guru yang melebihi dari kebutuhan yang direncanakan, mengakibatkan ada guru yang tidak dapat mengajar 24 jam per minggu.

5) Sekolah pada daerah terpencil atau sekolah khusus.

Sekolah yang berlokasi di daerah terpencil biasanya memiliki jumlah peserta didik yang sedikit. Kondisi ini terjadi karena populasi penduduk juga sedikit.

Sekolah khusus yang karena kekhususan programnya, jumlah peserta didiknya sangat sedikit. Karena rombongan belajarnya sedikit, mengakibatkan guru mengajar tidak sampai 24 jam per minggu. Salah


(64)

satu contoh adalah sekolah luar biasa, dimana jumlah muridnya memang sedikit. Contoh lain pada Program Keahlian Pedalangan di SMK. Animo terhadap program keahlian ini sangat sedikit, tapi memiliki nilai strategis melestarikan budaya seni tradisi. Animo pada program keahlian yang terkait dengan sektor pertanian pada daerah tertentu juga rendah.

Di sekolah setiap guru pastinya memiliki kesibukan yang berbeda-beda, tidak hanya menjalankan tugas pokok sebagai guru melainkan ada tugas tambahan yang harus mereka kerjakan. Tugas tambahan yang telah diuraikan diatas menjadikan kesibukan guru bertambah. Guru yang terlalu sibuk dengan tugas tambahan di sekolah akan meningkatkan pengalaman dan kemahiran dalam menjalankan tugas pokoknya yang juga telah diuraikan diatas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesibukkan guru di sekolah dapat memperkaya pengalaman dan kemahiran guru dalam memahami perubahan kurikulum. Maka peneliti menduga semakin banyak kesibukan guru di sekolah, semakin mampu guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Sebaliknya semakin sedikit kesibukkan guru di sekolah, semakin rendah kemampuan guru untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013.


(65)

3. Frekuensi Mengakses Internet

Frekuensi menurut KBBI (1990:245) diartikan sebagai kekerapan. Selain itu, frekuensi juga berarti jumlah munculnya suatu kata atau bahasa dalam suatu teks. Masih banyak arti frekuensi yang diungkapkan oleh KBBI, namun secara umumnya frekuensi dipahami sebagai kekerapan munculnya suatu hal dalam batasan tertentu.

Mengakses berasal dari kata akses, yang diberi imbuhan me- dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akses memiliki dua arti :

a. Akses berarti pencapaian berkas pada disket untuk penulisan untuk atau pembacaan data.

b. Akses berarti jalan masuk terusan

Jadi, mengakses adalah jalan untuk mencapai atau memasuki suatu berkas. Informasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar dan berita tentang sesuatu. Kata akses merupakan kosakata dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Inggris yaitu access yang berarti jalan masuk. Akses berarti jalan atau izin masuk dari suatu tempat/wilayah baik yang dapat dilihat dengan mata ataupun tidak dimana kita dapat berhubungan dengan sumber daya yang ada di wilayah tersebut sesuai dengan izin yang dimiliki.

Menurut Khoe (1997:4) internet adalah jaringan komputer dalam perusahaan yang menggunakan komunikasi data standar seperti dalam


(66)

internet. Artinya, kita dapat menggunakan semua fasilitas internet untuk kebutuhan dalam perusahaan (Khoe,1997:4). Jadi, frekuensi mengakses internet yaitu seringnya seseorang melakukan kegaiatan untuk mendapatkan manfaat dan informasi dari penggunaan jaringan internet yang dalam hal ini adalah guru.

Di sekolah guru mengakses internet untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan pendidikan, untuk mencari bahan ajar, dan untuk melakukan pembelajaran online. Semakin sering guru dalam mengakses internet maka semakin banyak informasi yang diperoleh, terutama informasi mengenai implementasi Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin sering guru dalam mengakses internet maka semakin banyak wawasan yang dimiliki yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti menduga bahwa semakin sering guru dalam mengakses internet, maka semakin tinggi kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Sebaliknya, semakin jarang guru dalam mngakses internet maka semakin rendah kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013.


(67)

4. Pangkat Golongan Guru

Menurut KBBI (1990:644) pangkat adalah tingkatan dijabatan kepegawaian, sedangkan golongan dalam KBBI (1990:281) adalah kelompok (orang). Jadi pangkat golongan guru adalah kelompok seorang pendidik yang memiliki berbagai tugas pada tingkat jabatan

kepegawaiannya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38 Tahun 2010 tentang penyesuaian jabatan fungsional guru menjelaskan bahwa jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pedidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Tabel 2.3

Golongan, Jenjang Pangkat dan Jenjang Jabatan.

No Golongan Jenjang Pangkat Jenjang Jabatan 1. III/a Penata Muda Guru Pertama 2. III/b Penata Muda TK I Guru Pertama 3. III/c Penata Guru Muda 4. III/d Penata TK I Guru Muda 5. IV/a Pembina Guru Madya 6. IV/b Pembina TK I Guru Madya 7. IV/c Pembina Utama Guru Madya 8. IV/d Pembina Utama

Madya Guru Utama 9. IV/e Pembina Utama Guru Utama


(68)

Berdasarkan tabel 2.3 di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pangkat golongan seorang guru, maka semakin baik guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Maka peneliti menduga semakin tinggi pangkat golongan guru semakin tinggi kemampuan untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Sebaliknya semakin rendah pangkat golongan guru semakin rendah kemampuan guru untuk

mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013.

B.Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian bersama yang dilakukan oleh Alfonsia Prayudewi Surya Wulan, dkk (2015) tentang Evaluasi Terhadap Implementasi Proses Pembelajaran Dan Penilaian Berdasarkan Kurikulum 2013. Penelitian dilakukan pada 27 November 2014 sampai dengan 27 Februari 2015 dengan subyek penelitian adalah adalah siswa-siswi kelas XI Program Keahlian Akuntansi dan Guru mata Pelajaran Akuntansi SMK Bidang Keahlian Bisnis Dan Manajemen Program Keahlian Akuntansi Se-Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel penelitian sebanyak 690 siswa dan 63 guru. Jenis penelitian adalah deskriptif. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah non-Tes yaitu kuesioner tertutup. Teknik analisis adata menggunakan statistika deskriptif.


(69)

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut persepsi siswa dan guru, proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 sudah dapat diimplementasikan dengan baik pada SMK Negeri dan Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen se-Kabupaten Sleman dan penilaian berdasarkan kurikulum 2013 sudah dapat diimplementasikan dengan sangat baik pada SMK Negeri dan Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen se-Kabupaten Sleman.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Vincentia Prima Sari yang berjudul Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, dan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah yang dilaksanakan di SMA Negeri dan Swasta Se-Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta pada tanggal 11 Februari – 12 Mei 2014. Populasi penelitian ini adalah guru tetap SMA Negeri dan Swasta Se-Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta sebanyak 732 guru. Sampel sebanyaj 277 guru. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner. Teknik pengambila sampel adalah Purposive Sampling. Teknik analisis data adalah uji Regresi Linear sederhana dan One Way Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif dan signifikan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah (R=0,948: Asymp.Sig. = 0,000 < α = 0,05;β = 1,346); (2) ada pengaruh negatif dan signifikan kesibukan guru di luar kegiatan sekolah terhadap minat melakukan penulisan kayra ilmiah (R=0,136: Asymp.Sig. = 0,031 < α = 0,05;β = 0,220); (3) tidak ada pengaruh


(70)

positif dan signifikan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah (Asymp.Sig. = 0,268 > α = 0,05)

C.Kerangka Berpikir

Sebelum peneliti merumuskan hipotesis, peneliti membuat kerangka berfikit terlebih dauhulu:

1. Pengaruh postif kesibukan guru di sekolah terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri se-Kota Yogyakarta

Dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur tentang Standar Proses Pembelajaran dalam kurikulum 2013 baru atau yang biasa disebut kurikulum 2013. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada guru di SMK Negeri se-Kota Yogyakarta 2017.

0 2 215

Pengaruh kreativitas, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, pangkat dan golongan ruang terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah.

0 0 2

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, dan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah.

0 1 177

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, frekuensi mengakses internet, dan pangkat golongan guru terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar P

0 0 234

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pada

0 3 213

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman pendidikan dan pelatihan, dan frekuensi mengakses internet guru terhadap kemampuan guru mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016 tent

0 0 277

Pengaruh pengalaman mengajar, tingkat pendidikan guru, dan kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah terhadap kemampuan implementasi PerMendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian pada

0 4 268

Pengaruh kesibukan guru di dalam kegiatan sekolah, kesibukan guru di luar kegiatan sekolah, dan status sekolah tempat guru mengajar terhadap minat melakukan penulisan karya ilmiah

1 6 175

Pengaruh kemampuan teknologi informasi, pengalaman diklat, dan frekuensi Mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013

1 1 238

Pengaruh pengalaman mengajar guru, ketersediaan sumber belajar, dan frekuensi mengakses internet terhadap kemampuan mengimplementasikan PerMendikbud Nomor 23 tahun 2016

0 0 246