Rekalkulasi kekuatan material dan sistem pergerakan pada lift arm underground loader R1700G SBR.

(1)

i

REKALKULASI KEKUATAN MATERIAL DAN SISTEM

PERGERAKAN PADA LIFT ARM UNDERGROUND LOADER

R1700G SBR

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan oleh :

RAFIKA ADI HENDRIYAWAN NIM : 095214023

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii

RECALCULATION OF MATERIAL STRENGTH AND MOVEMENT

SYSTEM ON LIFT ARM UNDERGROUND LOADER R1700G SBR

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree Mechanical Engineering Study Program

By:

RAFIKA ADI HENDRIYAWAN NIM : 095214023

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2013


(3)

iii


(4)

iv


(5)

(6)

(7)

vii

INTISARI

Underground loader merupakan alat berat yang digunakan pada pertambangan bawah tanah dan berfungsi untuk memuat, mengangkut , dan memindahkan material, hal tersebut dilakukan dengan bantuan sistem hidrolik dan implement, sehingga diperlukan perhatian yang lebih terhadap kedua hal tersebut, agar pengendalian pergerakan serta kerusakan yang terjadi dapat diminimalkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergerakan implement, distribusi gaya, tekanan permukaan dan tegangan geser pada pin dan bantalan, praduga serta alternatif penanggulangan crack, dan pengaruh penambahan plat pada lift arm.

Implement merupakan komponen major yang terdiri dari lift arm, pin, bantalan, dan lain-lain. Terdapat tiga metode perhitungan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu metode komputerize yang digunakan untuk pemeriksaan lift arm, metode grafis dan metode numerik yang digunakan untuk perhitungan dan pemeriksaan pin serta bantalan lift arm. Data-data awal untuk perhitungan dan analisa diperoleh berdasarkan wawancara, pengukuran, dan spesifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan permukaan bantalan front sebesar 22417,21 kPa, bantalan center lift 66105 kPa, dan bantalan rear 27561,96 kPa, sedangkan tegangan geser maksimum pinfront sebesar 21816,9 kPa, pin center lift 57994,7 kPa, dan pin rear 27402,4. Crack pada lift arm dapat disebabkan oleh cacat struktur, gejala fatik, pengoperasian yang tidak sesuai SOP, serta pengaruh lingkungan dan alternatif penanggulangan crack dapat dilakukan dengan mendesain ulang lift arm dan plat terutama pada bagian bore center lift, dimana prosentase penurunan tegangan maksimum yang terjadi adalah 49%, sedangkan untuk rata-rata prosentase penurunan tegangan yang berada diantara 5% hingga 10% adalah 18,57%, dan yang lebih dari 10% adalah 57,14%, sedangkan prosentase penurunan tegangan maksimum yang terjadi setelah diberi tambahan plat adalah 48%, akan tetapi jika dirata-rata penurunan tegangan yang berada diantara 5% hingga 10% adalah 18,57% dan yang lebih dari 10% adalah 30%, sehingga dapat dikatakan penambahan plat tidak dapat meminimalkan terjadinya crack dan tegangan.

Kata Kunci : underground loader, implement, tekanan permukaan, bantalan, lift arm, pin, crack, metode, tegangan geser maksimum.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat yang diberikan dalam penyusunan Tugas Akhir ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan sebagai salah satu syarat yang wajib untuk setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin. Tugas Akhir ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berkat bimbingan, dukungan dan nasihat dari berbagai pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ir. Rines, M.T., sebagai Dosen Pembimbing I Tugas Akhir.

4. RB. Dwiseno Wihadi, S.T., MSi., sebagai Dosen Pembimbing II Tugas Akhir. 5. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Berton Halasan P. Gurning selaku GOM - Branch Manager PT. Trakindo Utama Divisi Tembagapura.

7. Ivan Dongan Gultom selaku Senior Supervisior dan pembimbing kerja praktek.

8. Leo Yohanes Muryanto dan Kartini Tarek, selaku orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir.

9. Georgiana Natalia Doq, selaku istri dari penulis yang memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

10.Segenap staff dan karyawan PT. Trakindo Utama Devisi Tembagapura yang telah memberikan kesempatan, bantuan, serta kontribusi baik moral maupun material.

11.Seluruh dosen dan staff Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan berbagai pengetahuan kepada penulis.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESEHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... vi

INTISARI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan ... 2

1.4Manfaat ... 3

1.5Batasan Masalah ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 5

2.1Alat Berat ... 5

2.1.1 Klasifikasi Alat Berat ... 5

2.1.2 Loader ... 6

2.2Sistem Hidrolik ... 7

2.2.1 Komponen Utama Sistem Hidrolik ... 9

2.2.2 Fluida Hidrolik ... 16

2.2.3 Simbol daya Fluida ... 19


(11)

xi

2.3Tekanan Bantalan ... 21

2.4Tegangan dan Regangan ... 24

2.4.1 Pengujian Tarik Statik ... 26

2.4.2 Pengujian Impact ... 29

2.4.3 Tegangan Von Misses ... 30

2.4.4 Tegangan-Tegangan Umum pada Sebuah Titik ... 30

2.4.5 Tegangan Geser Maksimum ... 31

2.4.6 Kelelahan ... 32

2.5Prediksi Kegagalan ... 33

2.5.1 Metode Von Misses ... 33

2.5.2 Metode Tresca ... 34

2.6Metode Perolehan Data ... 34

2.6.1 Wawancara ... 34

2.6.2 Pengukuran ... 35

2.6.3 Spesifikasi ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1Definisi Machine ... 36

3.2Spesifikasi Machine ... 36

3.2.1 Spesifikasi Umum ... 37

3.2.2 Sistem dan Komponen Utama ... 37

3.3Metode Numerik dan Grafis ... 56

3.4Metode Komputerize ... 57

3.4.1 Penetapan Data Input ... 57

3.4.2 Pengolahan Data Input ... 63

3.4.3 Analisa pada Lift Arm ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1Hasil Perhitungan ... 70

4.1.1 Gaya Silinder Hidrolik ... 70

4.1.2 Komponen Gaya ... 72


(12)

xii

4.1.4 Nilai pV Bantalan ... 111

4.1.5 Tegangan Geser Maksimum ... 116

4.2Hasil Pengujian ... 118

4.2.1 Assembly Lift Arm Tanpa Plat ... 118

4.2.2 Assembly Lift Arm Dengan Plat ... 174

4.3Hasil Observasi ... 229

4.4Analisa ... 230

4.4.1 Analisa Hasil Pengujian ... 230

4.4.2 Analisa Bagian Crack ... 233

4.4.3 Analisa Faktor Keamanan ... 235

4.4.4 Faktor-Faktor Penyebab Crack ... 237

4.4.5 Alternatif Penanggulangan Crack ... 240

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 244

5.1Kesimpulan ... 244

5.2Saran ... 245

DAFTAR PUSTAKA ... 246


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Caterpillar loader 992K ... 6

Gambar 2.2. Underground loader R1700G SBR ... 7

Gambar 2.3. Gear pump ... 11

Gambar 2.4. Vane pump ... 12

Gambar 2.5. Axial piston pump ... 13

Gambar 2.6. Silinder hidrolik kerja tunggal ... 15

Gambar 2.7. Silinder hidrolik kerja ganda ... 16

Gambar 2.8.Bejana bertekanan ... 19

Gambar 2.9. Bejana berhubungan ... 20

Gambar 2.10. Silinder hidrolik head end (extend) ... 21

Gambar 2.11. Silinder hidrolik rod end (retrack) ... 21

Gambar 2.12. Tarikan pada batang logam ... 24

Gambar 2.13. Tekanan pada batang logam ... 25

Gambar 2.14. Keadaan benda bertambah panjang sejauh akibat gaya F ... 26

Gambar 2.15. Diagram tegangan-regangan untuk material baja lunak ... 27

Gambar 2.16. Ilustrasi skematis pengujian impact dengan benda uji Charpy ... 29

Gambar 2.17. Orientasi tegangan-tegangan pada sebuah titik ... 31

Gambar 2.18. Baut CD yang mengalami tegangan geser tunggal ... 32

Gambar 2.19. Baut EG yang mengalami tegangan geser ganda ... 32

Gambar 3.1. Komponen sistem parking brake dan service brake ... 37

Gambar 3.2. Engine C11 underground loader R1700G SBR ... 38

Gambar 3.3. Unit rear frame yang telah terpasang ... 39

Gambar 3.4. Front frame ... 39

Gambar 3.5. Monitor dan stick bucket ... 40

Gambar 3.6. Mekanisme hinge pada sistem steering ... 41

Gambar 3.7. Lift arm ... 42

Gambar 3.8. Plat ... 43

Gambar 3.9. Implement underground loader R1700G SBR ... 43

Gambar 3.10. Pin dan bantalan implement ... 44

Gambar 3.11. Tangki minyak hidrolik ... 45


(14)

xiv

Gambar 3.13. Pompa hidrolik implement ... 47

Gambar 3.14. Pompa hidrolik implement yang telah terpasang ... 47

Gambar 3.15. Main control valve ... 49

Gambar 3.16. Silinder tilt ... 50

Gambar 3.17. Silinder lift ... 50

Gambar 3.18. Silinder steering ... 51

Gambar 3.19. Hydrolic flexible hose yang terhubung dengan silinder tilt ... 51

Gambar 3.20. Diagram hidrolik implement ... 52

Gambar 3.21. Posisi center point bore pin bucket 0,3 meter dari permukaan tanah ... 58

Gambar 3.22. Posisi center point bore pin bucket 0,5 meter dari permukaan tanah ... 58

Gambar 3.23. Posisi center point bore pin bucket 0,7 meter dari permukaan tanah ... 58

Gambar 3.24. Posisi center point bore pin bucket 2 meter dari permukaan tanah ... 59

Gambar 3.25. Posisi center point bore pin bucket 4,014 meter dari permukaan tanah ... 59

Gambar 3.26. Posisi lift arm dilihat berdasarkan sumbu X, Y, dan Z ... 61

Gambar 3.27. Letak beban pada bore pin bucket sumbu negatif Y ... 61

Gambar 3.28. Letak beban pada bore pin lift silinder sumbu negatif Y ... 61

Gambar 3.29. Letak beban pada bore pin lift silinder sumbu positif X ... 62

Gambar 3.30. Letak Beban Pada Bore Pin Bucket Sumbu Positif X ... 62

Gambar 3.31. Letak beban pada sisi samping bore pin bucket sumbu negatif Z ... 62

Gambar 3.32. Assembly lift arm dengan plat ... 63

Gambar 3.33. Option proses perhitungan ... 66

Gambar 3.34. Solid body ... 66

Gambar 4.1. Komponen gaya posisi 1, (a) Kondisi rod end, (b) Kondisi head end ... 72

Gambar 4.2. Distribusi gaya akibat pembebanan pada posisi 1 ... 75

Gambar 4.3. Distribusi gaya akibat pembebanan pada posisi 2 ... 75

Gambar 4.4. Distribusi gaya akibat pembebanan pada posisi 3 ... 76


(15)

xv

Gambar 4.6. Distribusi gaya akibat pembebanan pada posisi 5 ... 78 Gambar 4.7. Distribusi gaya akibat gaya silinder lift pada posisi 1 ... 79 Gambar 4.8. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 1 ... 80 Gambar 4.9. Distribusi gaya akibat gaya silinder lift pada posisi 2 ... 82 Gambar 4.10. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 2 ... 82 Gambar 4.11. Distribusi gaya akibat gaya silinder lift pada posisi 3 ... 84 Gambar 4.12. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 3 ... 85 Gambar 4.13. Distribusi gaya akibat gaya silinder lift pada posisi 4 ... 87 Gambar 4.14. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 4 ... 87 Gambar 4.15. Distribusi gaya akibat gaya silinder lift pada posisi 5 ... 89 Gambar 4.16. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 5 ... 90 Gambar 4.17. Gaya silinder lift yang tersedia pada posisi 1 ... 92 Gambar 4.18. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 1 ... 93 Gambar 4.19. Gaya silinder lift yang tersedia pada posisi 2 ... 95 Gambar 4.20. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 2 ... 95 Gambar 4.21. Gaya silinder lift yang tersedia pada posisi 3 ... 97 Gambar 4.22. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 3 ... 98 Gambar 4.23. Gaya silinder lift yang tersedia pada posisi 4 ... 100 Gambar 4.24. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 4 ... 100 Gambar 4.25. Gaya silinder lift yang tersedia pada posisi 5 ... 102 Gambar 4.26. (a) Poligon gaya, (b) Free body diagram akibat distribusi

gaya silinder lift pada posisi 5 ... 103 Gambar 4.27. Gaya digging yang tersedia pada posisi 1 ... 105 Gambar 4.28. Gaya digging yang tersedia pada posisi 2 ... 107


(16)

xvi

Gambar 4.29. Gaya digging yang tersedia pada posisi 3 ... 108

Gambar 4.30. Gaya digging yang tersedia pada posisi 4 ... 110

Gambar 4.31. Gaya digging yang tersedia pada posisi 5 ... 111

Gambar 4.32. (a) Posisi 1, (b) Perubahan posisi lift arm ... 113

Gambar 4.33. Tegangan Von Misses untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 119

Gambar 4.34. Displacement untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 119

Gambar 4.35. Strain untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 120

Gambar 4.36. Tegangan geser XY untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 120

Gambar 4.37. Tegangan geser XZ untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 121

Gambar 4.38. Tegangan geser YZ untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 121

Gambar 4.39. Tegangan normal X untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 122

Gambar 4.40. Tegangan normal Y untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 122

Gambar 4.41. Tegangan normal Z untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 123

Gambar 4.42. FOS von misses untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 123

Gambar 4.43. FOS tresca untuk kode 1 C lift arm tanpa plat ... 124

Gambar 4.44. Tegangan Von Misses untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 124

Gambar 4.45. Displacement untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 125

Gambar 4.46. Strain untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 125

Gambar 4.47. Tegangan geser XY untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 126

Gambar 4.48. Tegangan geser XZ untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 126

Gambar 4.49. Tegangan geser YZ untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 127

Gambar 4.50. Tegangan normal X untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 127

Gambar 4.51. Tegangan normal Y untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 128

Gambar 4.52. Tegangan normal Z untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 128

Gambar 4.53. FOS von misses untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 129

Gambar 4.54. FOS tresca untuk kode 1 CX lift arm tanpa plat ... 129

Gambar 4.55. Tegangan Von Misses untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 130

Gambar 4.56. Displacement untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 130

Gambar 4.57. Strain untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 131

Gambar 4.58. Tegangan geser XY untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 131

Gambar 4.59. Tegangan geser XZ untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 132

Gambar 4.60. Tegangan geser YZ untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 132


(17)

xvii

Gambar 4.62. Tegangan normal Y untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 133

Gambar 4.63. Tegangan normal Z untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 134

Gambar 4.64. FOS von misses untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 134

Gambar 4.65. FOS tresca untuk kode 1 BD lift arm tanpa plat ... 135

Gambar 4.66. Tegangan Von Misses untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 135

Gambar 4.67. Displacement untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 136

Gambar 4.68. Strain untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 136

Gambar 4.69. Tegangan geser XY untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 137

Gambar 4.70. Tegangan geser XZ untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 137

Gambar 4.71. Tegangan geser YZ untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 138

Gambar 4.72. Tegangan normal X untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 138

Gambar 4.73. Tegangan normal Y untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 139

Gambar 4.74. Tegangan normal Z untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 139

Gambar 4.75. FOS von misses untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 140

Gambar 4.76. FOS tresca untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 140

Gambar 4.77. Tegangan Von Misses untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 141

Gambar 4.78. Displacement untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 141

Gambar 4.79. Strain untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 142

Gambar 4.80. Tegangan geser XY untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 142

Gambar 4.81. Tegangan geser XZ untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 143

Gambar 4.82. Tegangan geser YZ untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 143

Gambar 4.83. Tegangan normal X untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 144

Gambar 4.84. Tegangan normal Y untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 144

Gambar 4.85. Tegangan normal Z untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 145

Gambar 4.86. FOS von misses untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 145

Gambar 4.87. FOS tresca untuk kode 2 CX lift arm tanpa plat ... 146

Gambar 4.88. Tegangan Von Misses untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 146

Gambar 4.89. Displacement untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 147

Gambar 4.90. Strain untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 147

Gambar 4.91. Tegangan geser XY untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 148

Gambar 4.92. Tegangan geser XZ untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 148

Gambar 4.93. Tegangan geser YZ untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 149


(18)

xviii

Gambar 4.95. Tegangan normal Y untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 150

Gambar 4.96. Tegangan normal Z untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 150

Gambar 4.97. FOS von misses untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 151

Gambar 4.98. FOS tresca untuk kode 2 BD lift arm tanpa plat ... 151

Gambar 4.99. Tegangan Von Misses untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 152

Gambar 4.100. Displacement untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 152

Gambar 4.101. Strain untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 153

Gambar 4.102. Tegangan geser XY untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 153

Gambar 4.103. Tegangan geser XZ untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 154

Gambar 4.104. Tegangan geser YZ untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 154

Gambar 4.105. Tegangan normal X untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 155

Gambar 4.106. Tegangan normal Y untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 155

Gambar 4.107. Tegangan normal Z untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 156

Gambar 4.108. FOS von misses untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 156

Gambar 4.109. FOS tresca untuk kode 3 CX lift arm tanpa plat ... 157

Gambar 4.110. Tegangan Von Misses untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 157

Gambar 4.111. Displacement untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 158

Gambar 4.112. Strain untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 158

Gambar 4.113. Tegangan geser XY untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 159

Gambar 4.114. Tegangan geser XZ untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 159

Gambar 4.115. Tegangan geser YZ untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 160

Gambar 4.116. Tegangan normal X untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 160

Gambar 4.117. Tegangan normal Y untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 161

Gambar 4.118. Tegangan normal Z untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 161

Gambar 4.119. FOS von misses untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 162

Gambar 4.120. FOS tresca untuk kode 3 A lift arm tanpa plat ... 162

Gambar 4.121. Tegangan Von Misses untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 163

Gambar 4.122. Displacement untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 163

Gambar 4.123. Strain untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 164

Gambar 4.124. Tegangan geser XY untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 164

Gambar 4.125. Tegangan geser XZ untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 165

Gambar 4.126. Tegangan geser YZ untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 165


(19)

xix

Gambar 4.128. Tegangan normal Y untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 166

Gambar 4.129. Tegangan normal Z untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 167

Gambar 4.130. FOS von misses untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 167

Gambar 4.131. FOS tresca untuk kode 4 A lift arm tanpa plat ... 168

Gambar 4.132. Tegangan Von Misses untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 168

Gambar 4.133. Displacement untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 169

Gambar 4.134. Strain untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 169

Gambar 4.135. Tegangan geser XY untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 170

Gambar 4.136. Tegangan geser XZ untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 170

Gambar 4.137. Tegangan geser YZ untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 171

Gambar 4.138. Tegangan normal X untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 171

Gambar 4.139. Tegangan normal Y untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 172

Gambar 4.140. Tegangan normal Z untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 172

Gambar 4.141. FOS von misses untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 173

Gambar 4.142. FOS tresca untuk kode 5 A lift arm tanpa plat ... 173

Gambar 4.143. Tegangan Von Misses untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 174

Gambar 4.144. Displacement untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 174

Gambar 4.145. Strain untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 175

Gambar 4.146. Tegangan geser XY untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 175

Gambar 4.147. Tegangan geser XZ untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 176

Gambar 4.148. Tegangan geser YZ untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 176

Gambar 4.149. Tegangan normal X untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 177

Gambar 4.150. Tegangan normal Y untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 177

Gambar 4.151. Tegangan normal Z untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 178

Gambar 4.152. FOS von misses untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 178

Gambar 4.153. FOS tresca untuk kode 1 C lift arm dengan plat ... 179

Gambar 4.154. Tegangan Von Misses untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 179

Gambar 4.155. Displacement untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 180

Gambar 4.156. Strain untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 180

Gambar 4.167. Tegangan geser XY untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 181

Gambar 4.158. Tegangan geser XZ untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 181

Gambar 4.159. Tegangan geser YZ untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 182


(20)

xx

Gambar 4.161. Tegangan normal Y untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 183

Gambar 4.162. Tegangan normal Z untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 183

Gambar 4.163. FOS von misses untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 184

Gambar 4.164. FOS tresca untuk kode 1 CX lift arm dengan plat ... 184

Gambar 4.165. Tegangan Von Misses untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 185

Gambar 4.166. Displacement untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 185

Gambar 4.167. Strain untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 186

Gambar 4.168. Tegangan geser XY untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 186

Gambar 4.170. Tegangan geser XZ untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 187

Gambar 4.171. Tegangan geser YZ untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 187

Gambar 4.172. Tegangan normal X untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 188

Gambar 4.173. Tegangan normal Y untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 188

Gambar 4.174. Tegangan normal Z untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 189

Gambar 4.175. FOS von misses untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 189

Gambar 4.176. FOS tresca untuk kode 1 BD lift arm dengan plat ... 190

Gambar 4.177. Tegangan Von Misses untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 190

Gambar 4.178. Displacement untuk kode 2 C lift arm tanpa plat ... 191

Gambar 4.179. Strain untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 191

Gambar 4.180. Tegangan geser XY untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 192

Gambar 4.181. Tegangan geser XZ untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 192

Gambar 4.182. Tegangan geser YZ untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 193

Gambar 4.183. Tegangan normal X untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 193

Gambar 4.184. Tegangan normal Y untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 194

Gambar 4.185. Tegangan normal Z untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 194

Gambar 4.186. FOS von misses untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 195

Gambar 4.187. FOS tresca untuk kode 2 C lift arm dengan plat ... 195

Gambar 4.188. Tegangan Von Misses untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 196

Gambar 4.189. Displacement untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 196

Gambar 4.190. Strain untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 197

Gambar 4.191. Tegangan geser XY untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 197

Gambar 4.192. Tegangan geser XZ untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 198

Gambar 4.193. Tegangan geser YZ untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 198


(21)

xxi

Gambar 4.195. Tegangan normal Y untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 199

Gambar 4.196. Tegangan normal Z untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 200

Gambar 4.197. FOS von misses untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 200

Gambar 4.198. FOS tresca untuk kode 2 CX lift arm dengan plat ... 201

Gambar 4.199. Tegangan Von Misses untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 201

Gambar 4.200. Displacement untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 202

Gambar 4.201. Strain untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 202

Gambar 4.202. Tegangan geser XY untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 203

Gambar 4.203. Tegangan geser XZ untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 203

Gambar 4.204. Tegangan geser YZ untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 204

Gambar 4.205. Tegangan normal X untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 204

Gambar 4.206. Tegangan normal Y untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 205

Gambar 4.207. Tegangan normal Z untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 205

Gambar 4.208. FOS von misses untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 206

Gambar 4.209. FOS tresca untuk kode 2 BD lift arm dengan plat ... 206

Gambar 4.210. Tegangan Von Misses untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 207

Gambar 4.211. Displacement untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 207

Gambar 4.212. Strain untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 208

Gambar 4.213. Tegangan geser XY untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 208

Gambar 4.214. Tegangan geser XZ untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 209

Gambar 4.215. Tegangan geser YZ untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 209

Gambar 4.216. Tegangan normal X untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 210

Gambar 4.217. Tegangan normal Y untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 210

Gambar 4.218. Tegangan normal Z untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 211

Gambar 4.219. FOS von misses untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 211

Gambar 4.220. FOS tresca untuk kode 3 CX lift arm dengan plat ... 212

Gambar 4.221. Tegangan Von Misses untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 212

Gambar 4.222. Displacement untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 213

Gambar 4.223. Strain untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 213

Gambar 4.224. Tegangan geser XY untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 214

Gambar 4.225. Tegangan geser XZ untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 214

Gambar 4.226. Tegangan geser YZ untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 215


(22)

xxii

Gambar 4.228. Tegangan normal Y untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 216 Gambar 4.229. Tegangan normal Z untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 216 Gambar 4.230. FOS von misses untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 217 Gambar 4.231. FOS tresca untuk kode 3 A lift arm dengan plat ... 217 Gambar 4.232. Tegangan Von Misses untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 218 Gambar 4.233. Displacement untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 218 Gambar 4.234. Strain untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 219 Gambar 4.235. Tegangan geser XY untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 219 Gambar 4.236. Tegangan geser XZ untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 220 Gambar 4.237. Tegangan geser YZ untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 220 Gambar 4.238. Tegangan normal X untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 221 Gambar 4.239. Tegangan normal Y untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 221 Gambar 4.240. Tegangan normal Z untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 222 Gambar 4.241. FOS von misses untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 222 Gambar 4.242. FOS tresca untuk kode 4 A lift arm dengan plat ... 223 Gambar 4.243. Tegangan Von Misses untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 223 Gambar 4.244. Displacement untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 223 Gambar 4.245. Strain untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 223 Gambar 4.246. Tegangan geser XY untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 225 Gambar 4.247. Tegangan geser XZ untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 225 Gambar 4.248. Tegangan geser YZ untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 226 Gambar 4.249. Tegangan normal X untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 226 Gambar 4.250. Tegangan normal Y untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 227 Gambar 4.251. Tegangan normal Z untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 227 Gambar 4.252. FOS von misses untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 228 Gambar 4.253. FOS tresca untuk kode 5 A lift arm dengan plat ... 228


(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Parameter untuk kerja yang lazim untuk bahan-bahan bantalan

dalam pelumasan batas pada suhu ruangan ... 22 Tabel 3.1. Part number pin dan bantalan pada implement ... 44 Tabel 3.2a. Spesifikasi pompa hidrolik ... 46 Tabel 3.2b. (Lanjutan) Spesifikasi pompa hidrolik ... 47 Tabel 3.3a. Variasi beban pengujian berdasarkan asumsi bekerjanya

gaya untuk posisi kerja digging dan loading ... 64 Tabel 3.3b. (Lanjutan)Variasi beban pengujian berdasarkan asumsi bekerjanya

gaya untuk posisi kerja digging dan loading ... 65 Tabel 3.4. Spesifikasi material alloy steel ... 67 Tabel 4.1. Spesifikasi pressure setting implement ... 71 Tabel 4.2. Gaya Silinder Hidrolik ... 72 Tabel 4.3a. Komponen gaya silinder lift pada posisi pengujian 1, 2, dan 3 ... 73 Tabel 4.3b. Komponen gaya silinder lift pada posisi pengujian 4 dan 5 ... 73 Tabel 4.4. Spesifikasi bantalan lift arm ... 112 Tabel 4.5. Spesifikasi perubahan sudut kontak bantalan center lift dan

rear akibat perubahan posisi dalam waktu tertentu ... 112 Tabel 4.6. Pengolahan data ... 115 Tabel 4.7. Pemeriksaan keamanan bantalan lift arm ... 115 Tabel 4.8. Tegangan geser maksimum pada pin lift arm ... 117 Tabel 4.9. Pemeriksaan keamanan pin lift arm ... 117 Tabel 4.10a. Data penguji untuk assembly lift arm tanpa plat

posisi 1 dan posisi 2 ... 231 Tabel 4.10b. Data penguji untuk assembly lift arm tanpa plat

posisi 3 dan posisi 4 ... 231 Tabel 4.10c. Data penguji untuk assembly lift arm tanpa plat posisi 5 ... 231 Tabel 4.11a. Data penguji untuk assembly lift arm dengan plat

posisi 1 dan posisi 2 ... 232 Tabel 4.11b. Data penguji untuk assembly lift arm dengan plat

posisi 3 dan posisi 4 ... 232 Tabel 4.11c. Data penguji untuk assembly lift arm dengan plat posisi 5 ... 232


(24)

xxiv

Tabel 4.12a. Nilai faktor keamanan assembly lift arm tanpa plat

Posisi 1 hingga posisi 3 ... 235 Tabel 4.12b. Nilai faktor keamanan assembly lift arm tanpa plat posisi 4 dan

posisi 5 ... 235 Tabel 4.13a. Nilai faktor keamanan assembly lift arm dengan plat

Posisi 1 hingga posisi 3 ... 236 Tabel 4.13b. Nilai faktor keamanan assembly lift arm dengan plat posisi 4 dan

Posisi 5 ... 236 Tabel 4.14a. Data penguji untuk perubahan desain lift arm

posisi 1 dan posisi 2 ... 241 Tabel 4.14b. Data penguji untuk perubahan desain lift arm

posisi 3 dan posisi 4 ... 242 Tabel 4.14c. Data penguji untuk perubahan desain lift arm posisi 5 ... 242 Tabel 4.15a. Nilai faktor keamanan untuk perubahan desain lift arm

posisi 1 hingga 3 ... 242 Tabel 4.15b. Nilai faktor keamanan untuk perubahan desain lift arm


(25)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar L.1a. Profil loader R1700G SBR ... 249 Gambar L.1b. Profil loader R1700G SBR ... 249 Gambar L.1c. Profil loader R1700G SBR ... 250 Gambar L.1d. Profil loader R1700G SBR ... 250 Gambar L.2a. Spesifikasi Machine ... 251 Gambar L.2b. Spesifikasi Machine ... 251 Gambar L.3a. Spesifikasi Underground Loader R1700G SBR ... 252 Gambar L.3b. Spesifikasi Underground Loader R1700G SBR ... 253 Gambar L.3c. Spesifikasi underground loader R1700G SBR ... 254 Gambar L.4. Crack Pada Lift Arm Underground Loader R1700G SBR ... 255 Gambar L.5. Bagian 1 ... 256 Gambar L.6. Bagian 2 ... 256 Gambar L.7. Bagian 3 ... 257 Gambar L.8. Bagian 4 ... 257 Gambar L.9. Bagian 5 ... 258 Gambar L.10. Bagian 6 ... 258 Gambar L.11. Bagian 7 ... 259 Gambar L.12. Bagian 8 ... 259 Gambar L.13. Bagian 9 ... 260 Gambar L.14. Bagian 10 ... 260 Gambar L.15. Bagian 11 ... 261 Gambar L.16. Bagian 12 ... 261 Gambar L.17. Bagian 13 ... 262 Gambar L.18. Lift armunderground loader R1700G tanpa plat ... 262 Gambar L.19. Lift arm underground loader R1700G dengan plat ... 263 Gambar L.20. Dimensi lift arm ... 263 Gambar L.21. Item 2 ... 264 Gambar L.22. Lift arm redesign ... 264 Gambar L.23. Plat ... 265 Gambar L.24. Plat redesign ... 265 Gambar L.25. Item 2 redesign ... 266


(26)

xxvi

Gambar L.26a. Simbol daya Fluida ... 266 Gambar L.26b. Simbol daya Fluida ... 267 Gambar L.26c. Simbol daya Fluida ... 268 Gambar L.27. Haul Distance Chart ... 269


(27)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Underground loader merupakan salah satu jenis alat berat yang digunakan pada pertambangan bawah tanah dan berfungsi untuk memuat, mengangkut, dan memindahkan material dari stockpile (tempat penimbunan) ke tempat penampungan atau ke kendaraan pengangkut seperti articulated dump truck, beban yang mampu diangkutnya pun dapat mencapai 20 ton. Underground loader termasuk alat yang penting dalam proses pertambangan bawah tanah, karena didesain mampu beroperasi secara optimal pada lingkungan tersebut dibanding alat pengangkut lainnya yang sejenis.

Secara umum sistem dan komponen yang terdapat pada Underground loader sama seperti alat berat lainya, seperti operating environment, frames and structures, transmission, hydraulic system, engine system, power train, braking system, electric system, dan steering system. Kemampuan underground loader untuk melakukan fungsinya sangat didukung oleh sistem hidrolik dan strukturnya. Sistem hidrolik merupakan suatu sistem/peralatan yang bekerja berdasarkan sifat dan potensi atau kemampuan yang ada pada zat cair, serta dapat melipat gandakan gaya atau torsi yang dihasilkan, sehingga mampu menerima beban kerja yang lebih besar dibanding gaya yang diberikan. Struktur yang dimaksud adalah implement yang merupakan kumpulan dari komponen-komponen utama pengangkutan seperti pin, bantalan, lift arm, dan lain-lain.

Dalam penggunaanya di dunia industri kedua hal tersebut sangatlah penting, dimana untuk memahami pergerakan pada implement perlu adanya pemahaman mengenai sistem hidrolik dan komponen kerjanya, dengan demikian perakitan, penyetelan, pengendalian, analisis kerusakan, dan perbaikan sistem hidrolik dapat dilakukan secara optimal. Begitu pula untuk implement terutama pin, bantalan dan lift arm yang memerlukan perhatian lebih karena berfungsi sebagai penopang dari beban atau material yang diangkut, oleh karena itu kemungkinan akan terjadinya kerusakan seperti keausan serta retakan sangatlah besar.


(28)

2

Sebagai contoh pada lift arm, kerusakan yang sering terjadi adalah munculnya retakan-retakan pada beberapa bagiannya, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah beban pengangkutan, pengoperasian, kondisi lingkungan kerja dan lain-lain. Akan tetapi kepastian akan penyebabnya belum dapat diketahui. Sama seperti halnya untuk pin dan bantalan yang mengalami keausan dan retakan, maka perlu dilakukan penelitian serta perhitungan yang ditujukan terhadap ketiga komponen tersebut, agar dapat diketahui penyebab terjadinya kerusakan, prediksi kegagalan, serta keamanan komponen, sehingga dapat dilakukan penanggulangan dan pengendalian untuk meminimalkan kerusakan yang terjadi.

1.2Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Underground loader merupakan alat berat yang digunakan pada pertambangan bawah tanah dan berfungsi untuk memuat, mengangkut, dan memindahkan material dari stockpile (tempat penimbunan) ke tempat penampungan atau ke kendaraan pengangkut seperti articulated dump truck.

2. Kemampuan Underground loader untuk melakukan fungsinya sangat didukung oleh sistem hidrolik dan strukturnya.

3. Untuk dapat memahami pergerakan implement, diperlukan pemahaman mengenai sistem hidrolik dan komponen kerjanya.

4. Pin, bantalan dan lift arm merupakan komponen dari underground loader yang berfungsi sebagai penopang beban atau material yang diangkut.

5. Keausan dan retakan merupakan kerusakan yang dialami oleh pin, bantalan dan lift arm.

1.3Tujuan

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

1. Mengetahui cara kerja sistem pergerakan pada implementunderground loader. 2. Mengetahui distribusi gaya yang bekerja pada lift arm akibat pembebanan dan

gaya silinder hidrolik melalui perhitungan kesetimbangan gaya dan penggambaran poligon gaya.


(29)

3

3. Mengetahui tekanan permukaan serta tegangan geser maksimum yang terjadi pada pin dan bantalan lift arm akibat pembebanan.

4. Memberikan praduga perilaku terjadinya crack dan alternatif penanggulangannya.

5. Mengetahui pengaruh penambahan plat pada lift arm dalam meminimalkan terjadinya crack dan tegangan.

1.4Manfaat

Manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan dalam hal cara kerja sistem pergerakan pada implement underground loader serta prilaku struktur akibat pembebanan.

2. Menambah pengetahuan mengenai sistem hidrolik dan komponen kerjanya. 3. Latihan praktis dalam penerapan teori-teori yang diperoleh saat perkuliahan. 4. Latihan praktis dalam proses penelitian suatu kerusakan struktur.

5. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai permasalahan dan penanggulangan kerusakan pada implement underground loader R1700G SBR. 6. Menjadi sumber referensi bagi masyarakat dalam hal penelitian kerusakan pada

implement underground loader R1700G SBR.

7. Dapat meminimalkan dan memberikan solusi yang efektif dalam menanggulangi terjadinya crack dan kerusakan pada implement.

1.5Batasan Masalah

Batasan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis Underground loader yang digunakan adalah R1700G SBR.

2. Bagian utama implement yang diteliti adalah lift arm, pin, bantalan, dan sistem hidrolik.

3. Besar pembebanan diperoleh berdasarkan penjumlahan beban pengangkutan nominal dan berat bucket standar.

4. Gaya silinder hidrolik yang diperhitungkan, diperoleh berdasarkan pada gaya yang dihasilkan oleh silinder lift.


(30)

4

6. Komponen yang dicari nilai tegangan geser maksimumnya adalah pin implement, sedangkan untuk tekanan permukaan adalah bantalan implement. 7. Software solidworks digunakan sebagai alat bantu penelitian metode

komputerize.

8. Penelitian terhadap lift arm dilakukan dengan metode pengujian statik yang terdapat pada software solidworks.

9. Material yang digunakan untuk lift arm adalah alloy steel dengan spesifikasi berdasarkan pada solidworks material spesification.

10.Pada penelitian dengan metode simulasi, beban yang digunakan berdasarkan pada beban pengangkutan nominal, berat bucket standar, perhitungan gaya digging, komponen gaya, dan asumsi beban kristis operasional.

11.Analisa kekuatan dilakukan untuk lima posisi pembebanan yang dianggap kritis.

12.Pembebanan diberikan pada daerah bore bucketlift arm dan bore silinder lift. 13.Model yang digunakan pada pengujian lift arm adalah assembly lift arm tanpa

plat dan assemblylift arm dengan plat.

14.Posisi bucket yang digunakan adalah posisi bucketloading dan digging.

15.Dimensi implement diperoleh dari hasil pengukuran langsung, kecuali jarak antar bore pada lift arm yang diperoleh dari data spesifikasi komponen.

16.Metode prediksi kegagalan yang digunakan adalah metode von misses dan metode tresca.

17.Penggambaran polygon gaya digunakan untuk gaya silinder lift yang tersedia serta akibat gaya silinder lift pada perhitungan distribusi gaya.


(31)

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1Alat Berat

Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek-proyek konstruksi dengan skala besar. Tujuan penggunaan alat berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah dan pada waktu yang relatif lebih singkat.

2.1.1Klasifikasi Alat Berat

Alat berat dapat dikategorikan ke dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi tersebut adalah klasifikasi fungsional alat berat dan klasifikasi operasional alat berat.

1 Klasifikasi fungsional alat berat

Klasifikasi fungsional alat berat adalah pembagian alat berdasarkan fungsi-fungsi utama alat. Berdasarkan fungsinya alat berat dapat dibagi sebagai berikut:

a. Alat pengolah lahan, seperti dozer, scraper, dan motor grader.

b. Alat penggali, seperti excavator, front shovel, backhoe, dragline, dan clamshell. c. Alat pengangkut material, seperti belt truck dan wagon.

d. Alat pemindah material, seperti loader dan dozer.

e. Alat pemadat, seperti tamping roller, pneumatic-tired roller, compactor, dan lain-lain.

f. Alat penempatan akhir material, seperti concrete spreader, asphalt paver, motor grader, dan alat pemadat.

2 Klasifikasi operasional alat berat

Alat-alat berat dalam pengoperasiannya dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain atau tidak dapat digerakkan (statis). Jadi klasifikasi alat berat berdasarkan penggeraknya dapat dibagi sebagai berikut:

a. Alat dengan penggerak, seperti crawler atau roda kelabang dan ban karet. b. Alat statis, seperti tower crane, batching plant, dan crusher plant.


(32)

6

2.1.2 Loader

Pada penelitian ini alat berat yang menjadi obyek adalah salah satu jenis dari loader, dimana loader merupakan alat berat yang umumnya digunakan dalam proyek konstruksi dan pertambangan untuk melakukan pekerjaan seperti memuat, mengakut, dan memindahkan material hasil penggalian dari stockpile (tempat penimbunan) kedalam truk atau membuat timbunan material. Selain itu loader juga digunakan untuk cleaning ringan, menggusur bongkaran, menggusur tonggak kayu kecil, menggali fondasi basement dan memuat material yang telah diledakkan. Pada bagian depan loader terdapat bucket sehingga alat ini umumnya disebut front-end loader. Pada saat pengangkatan material, bagian bawah material harus mempunyai ketinggian setinggi permukaan tempat alat tersebut berada, selain itu bagian yang diangkat haruslah material yang lepas, karena dibagian bawah loader tidak terdapat alat pemutar maka pada saat pembongkaran muatannya, loader harus melakukan banyak gerakan.

Pada Gambar 2.1 dan 2.2 terdapat dua jenis loader merek Caterpillar yang dibedakan berdasarkan daerah pengoperasian atau penggunaannya. Gambar 2.1 terlihat jenis loader earth moving dengan seri 992K yang digunakan pada pertambangan atau pekerjaan tambang terbuka, dan untuk Gambar 2.2 merupakan jenis underground loader dengan seri R1700G SBR yang digunakan pada pertambangan atau pekerjaan tambang bawah tanah, dan digunakan sebagai obyek utama yang diteliti pada penelitian ini.

Gambar 2.1. Caterpillar loader 992K.


(33)

7

Gambar 2.2. Underground loader R1700G SBR. (Atas ijin PT.Trakindo Utama Devisi Tembagapura)

2.2Sistem Hidrolik

Loader didesain dengan kendali sistem hidrolik untuk mengoperasikan bucket, implement, pengendalian arah, dan melakukan fungsinya. Sistem hidrolik adalah sistem yang membangkitkan tenaga (gaya), dan gerakan dengan menggunakan fluida cair. Fluida cair berperan sebagai media untuk memindahkan tenaga. Sistem hidrolik memiliki aplikasi yang sangat luas yang dapat digunakan di dalam teknologi otomasi modern. Aplikasi sistem hidrolik dapat secara mendasar dibedakan menjadi dua bagian besar:

1. Sistem hidrolik tetap atau tidak berpindah (stationary hydraulic). 2. Sistem hidrolik berpindah (mobile hydraulic).

Sistem hidrolik yang dapat berpindah bergerak dengan menggunakan roda atau lintasan. Berbeda dengan sistem hidrolik yang tetap atau tidak berpindah. Pada sistem hidrolik tetap sebagian besar katup yang digunakan adalah katup yang diaktifkan secara elektrik dengan menggunakan solenoid. Berikut beberapa contoh aplikasi dari sistem hidrolik tetap:

1. Beberapa tipe mesin-mesin produksi dan perakitan. 2. Peralatan pengangkat dan pengangkut.


(34)

8 4. Mesin-mesin cetak injeksi.

5. Penggulung pipa.

Beberapa bidang yang termasuk dalam aplikasi sistem hidrolik berpindah adalah: 1. Mesin-mesin konstruksi.

2. Eskavator.

3. Mesin-mesin pertanian.

4. Peralatan pengangkat dan pengangkut.

Underground loader termasuk dalam aplikasi sistem hidrolik berpindah karena memiliki roda yang berfungsi untuk berpindah posisi. Terdapat beberapa macam aplikasi dari sistem hidrolik dalam industri mesin konstruksi. Sebagai contoh pada sebuah eskavator, tidak hanya pada gerakan kerja saja (seperti mengangkat, mencekam, gerakan mengayun) yang digerakkan secara hidrolik, tetapi mekanisme penggerak juga dikontrol secara hidrolik. Gerakan lurus juga dihasilkan dari actuator linier (silinder hidrolik) dan gerakan berputar dihasilkan oleh actuator rotary (motor hidrolik). Terdapat teknologi-teknologi lain disamping sistem hidrolik yang dapat digunkan untuk membangkitkan gaya, gerakan, dan sinyal, seperti sistem mekanik, sistem elektrik, dan sistem pnuematik.

Sistem hidrolik memiliki beberapa keuntungan dan kerugian, keuntungan dari sistem hidrolik adalah:

1. Dapat menghantarkan gaya yang besar menggunakan komponen yang kecil. 2. Memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dalam memposisikan beban. 3. Dapat memulai pekerjaan dengan awalan pada beban yang berat.

4. Pergerakan tidak tergantung pada beban, karena fluida kerja hampir tidak dapat dimampatkan dan digunakan katup kontrol aliran pada sistem.

5. Memiliki pergerakan yang halus.

6. Memiliki perlindungan otomatis terhadap beban berlebih. 7. Mampu menyerap atau menghilangkan panas.

Dibandingkan dengan sistem-sistem yang lain, sistem hidrolik juga memiliki beberapa kerugian:

1. Fluida kerja sisa (oli buangan) dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, serta dapat menyebabkan kebakaran dan kecelakaan.


(35)

9 2. Sistem sangat peka terhadap kotoran.

3. Bahaya yang disebabkan dari tekanan yang berlebihan (akan memecahkan selang atau pipa hidrolik).

4. Ketergantungan terhadap suhu (suhu yang tinggi akan mengubah kekentalan dari fluida kerja).

5. Faktor efisiensi yang kurang baik.

2.2.1 Komponen Utama Sistem Hidrolik

Sistem hidrolik terdiri dari beberapa komponen utama yang berfungsi untuk mendukung proses kerjanya, masing-masing komponen tersebut memiliki fungsi dan cara kerja yang berbeda-beda, beberapa komponen utama tersebut adalah:

1. Tangki

Tangki yang terkadang disebut reservoir atau bak penampung berfungsi untuk menyimpan cairan atau minyak hidrolik yang digunakan untuk pergerakkan aktuator (silinder hidrolik).

2. Pompa

Pompa digunakan untuk memaksa cairan atau minyak hidrolik masuk kedalam sistem (sistem hidrolik). Pompa hanya bertugas untuk mengasilkan aliran (flow) dan tidak menghasilkan tekanan (pressure). Pada dasarnya pompa diklasifikasikan menjadi 2, berdasarkan jenis dan tipenya.

a Klasifikasi pompa berdasarkan jenisnya 1. Fixed displacement pump

Fixed displacement pump merupakan jenis pompa yang jumlah aliran per putaran porosnya tidak dapat diubah atau dapat dikatakan tetap.

2. Variable displacement pump

Variable displacement pump merupakan jenis pompa yang jumlah aliran per putaran porosnya dapat diubah-ubah.

b Klasifikasi pompa berdasarkan tipenya

1 Pompa hidrodinamis (Non positive displacement pumps)

Pompa hidrodinamis adalah pompa yang desainnya menyebabkan tingkat kebocoran (pumping loss) tinggi, penghentian aliran oli keluar selama pompa


(36)

10

bekerja tidak akan menyebabkan kerusakan pada pompa. Contoh pompa hidrodinamis adalah pompa sentrifugal. Dibawah ini terdapat beberapa sifat atau kriteria pompa hidrodinamis, yaitu:

a Tekanan rendah (berkisar 200-300 psi) . b Digunakan untuk fluid transport system. c Jarang digunakan untuk fluid power system. 2 Pompa Hidrostatis (Positive Displacement Pumps)

Pompa hidrostatis adalah pompa yang desainnya menyebabkan tingkat kebocoran (pumping loss) rendah dan akan selalu mengalirkan oli selama bekerja. Model pompa seperti ini biasanya dipasang pada sistem open center. Penghentian aliran keluaran selama pompa bekerja akan menyebabkan kerusakan pada pompa. Dibawah ini terdapat beberapa sifat atau kriteria Pompa hidrostatis, yaitu:

a Tekanan tinggi (s.d 10000 psi).

b Umumnya digunakan untuk fluid power system.

c Efisiensi volumetris tinggi dan relatif tetap terhadap perubahan tekanan. d Menyediakan jangkauan tekanan dan kecepatan yang sangat luas. Karena dalam pekerjaan yang berat memerlukan daya yang besar, maka jenis pompa yang sering digunakan adalah pompa hidrostatis. Pompa hidrostatis dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

a. Gear Pump

Gear pump dapat dilihat pada Gambar 2.3 bekerja dengan cara mengalirkan fluida melalui celah-celah antara roda gigi dengan dinding, kemudian fluida tersebut dikeluarkan melalui saluran discharge, dikarenakan sifat pasangan roda gigi yang selalu memiliki titik kontak. Gear pump terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya adalah:


(37)

11 2. Internal gear pump 3. Lobe pump

4. Screw pump

Gambar 2.3. Gear pump.

(Sumber : http://www.netpumps.com/gear-pumps.html)

b. Vane Pump

Vane pump dapat dilihat pada Gambar 2.4, memiliki prinsip kerja sebagai berikut, sumbu rotor yang diposisikan eksentrik (tak sejajar) terhadap sumbu ring cam yang merupakan jalur berputarnya rotor. Vane yang terdapat pada rotor akan bergerak keluar akibat gaya sentrifugal yang memungkinkan terjadinya kontak antara ujung vane dengan dinding bagian dalam ring cam. Kontak tersebut bersifat sebagai seal terhadap minyak serta pemisah antara minyak yang masuk dan keluar pompa. Akibat kontak tersebut pula, terbentuk ruang antara vane dan ring cam, pada ruang tersebut akan mengalami perubahan volume akibat berputarnya rotor terhadap ring cam, hal tersebut mengakibatkan minyak dapat terhisap dan terdorong keluar pompa secara kontinyu. Terdapat dua tipe vane pump, yaitu:


(38)

12

1. Unbalanced vane pump (fixed dan variable displacement) 2. Balanced vane pump (fixed displacement)

Gambar 2.4. Vane pump.

(Sumber : http://constructionmanuals.tpub.com/14050/css/14050_228.htm)

c. Piston Pump

Pada piston pump dapat dilihat pada Gambar 2.5, bekerjanya pompa dipengaruhi oleh gerakan piston yang berada di dalam lubang silinder pada blok silinder, dengan adanya piston tersebut dapat memungkinkan minyak terhisap kedalam pompa saat langkah hisap (piston retract) dan minyak terdorong keluar pompa saat langkah tekan (piston extend). Terdapat dua tipe piston pump, yaitu:

1. Axial piston pump 2. Radial piston pump


(39)

13

Gambar 2.5. Axial piston pump.

(Sumber : http://www.mekanizmalar.com/fixed_displacement_piston_pump.html)

3. Katup-Katup

Katup Merupakan komponen hidrolik yang berfungsi sebagai pengendali arah (directional control valve), tekanan (pressure control valve), dan laju aliran (flow control valve) minyak hidrolik. Pada penggunaannya dalam sistem hidrolik, pengendali-pengendali tersebut dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Directional Control Valve

Directional control valve berfungsi untuk mengontrol arah aliran fluida kerja dan juga arah gerakan serta posisi dari komponen kerja. Katup kontrol arah dapat diaktifkan secara manual, mekanik, elektrik, dan secara pnuematik atau hidrolik. Beberapa macam contoh directional control valve:

1. Check valve

2. Pilot operated check valve

3. Four way, spring centered, three position, manually actuated, directional control valve

4. Four way, spring offset, two position, mechanically actuated, directional control valve


(40)

14

5. Four way, spring centered, three position, air pilot actuated, directional control valve

6. Four way, spring centered, three position, selenoid actuated, directional control valve

7. Four way, spring centered, two position, single selenoid actuated, directional control valve

8. Four way, spring centered, three position, Solenoid controlled, pilot operated, directional control valve

b. Pressure Control Valve

Pressure control valve berfungsi untuk mempengaruhi tekanan di dalam sistem atau pada bagian tertentu dari sistem. Metode pengoperasian dari katup ini berdasarkan pada tekanan kerja efektif dari sistem yang bekerja pada permukaan katup. Gaya resultan yang dihasilkan sama dengan pegas penyeimbang. Beberapa contoh pressure control valve:

1. Pressure relief valve 2. Direct type reliev valve

3. Compound pressure relief valve 4. Pressure reducing valve

5. Unloadind valve 6. Sequence valve

7. Counter balance valve c. Flow Control Valve

Flow control valve berfungsi untuk untuk mengatur kecepatan silinder-silinder dan motor-motor hidrolik dengan cara mengendalikan laju aliran yang menuju ke aktuator-aktuator tersebut. Bekerjanya flow control valve untuk mengatur laju aliran saling berpengaruh dengan katup tekanan.

Pada katup kontrol aliran dua arah terhadap dua pembatas, yang pertama tidak terpengaruh oleh viskositas (orifice), dan yang lain katup penghambat yang dapat diatur. Celah pada katup penghambat dapat diubah dan akan berpengaruh pada perubahan tekanan. Katup penghambat yang dapat diatur ini disebut juga sebagai penyeimbang tekanan. Terdapat dua tipe dasar untuk flow control valve, yaitu:


(41)

15 1. Non pressure compensated

2. Pressure compensated

4. Aktuator

Aktuator adalah media yang mengkonversi energi cairan kedalam gaya atau torsi mekanis untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, contoh aktuator adalah motor hidrolik dan silinder hidrolik.

a. Silinder Hidrolik

Silinder hidrolik adalah komponen hidrolik yang mengubah tekanan hidrolik menjadi gerak lurus (linier). Terdapat dua jenis silinder hidrolik, yaitu:

1. Silinder Kerja Tunggal (Single Acting Cylinder)

Silinder kerja tunggal seperti terlihat pada Gambar 2.6, Fluida bertekanan akan mendorong silinder dari satu arah, kemudian gerakan balik dari silinder dihasilkan dari pegas balik pada silinder atau gaya dari luar silinder.

Gambar 2.6. Silinder hidrolik kerja tunggal.

(Sumber : http://www.about-air-compressors.com/singleacting.html)

2. Silinder Kerja Ganda (Double Acting Cylinder)

Silinder kerja ganda seperti terlihat pada Gambar 2.7, untuk mengerakkan silinder dibutuhkan dua sinyal hidrolik. Untuk gerakan maju dan gerakan mundur menggunakan fluida bertekanan dari kedua ujung silinder.


(42)

16

Gambar 2.7. Silinder hidrolik kerja ganda.

(Sumber : http://www.maritime.org/fleetsub/hydr/chap1.htm)

b. Motor Hidrolik

Seperti halnya silinder, motor hidrolik adalah komponen tergerak yang dikontrol oleh katup. Komponen ini juga mengubah tenaga hidrolik menjadi tenaga mekanik. Perbedaannya terhadap silinder hidrolik adalah motor hidrolik menghasilkan gerakan berputar atau gerakan mengayun sedangkan silinder hidrolik menghasilkan gerakan lurus.

5. Sumber Penggerak Pompa

Sumber penggerak yang dimaksud adalah sumber yang memberikan daya kepada pompa, agar pompa dapat bekerja serta mengalirkan minyak kedalam sistem hidrolik.

6. Pipa-pipa

Pipa-pipa yang dimaksud adalah pipa-pipa hidrolik yang digunakan untuk membawa cairan dari satu lokasi ke lokasi lainnya (di dalam sistem hidrolik).

2.2.2 Fluida Hidrolik

Setiap sistem hidrolik pasti menggunakan minimal satu fluida atau lebih. Dalam sistem hidrolik, fluida kerja mempunyai fungsi utama yaitu mentransmisikan daya dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain. Digunakannya fluida dalam sistem tenaga hidrolik dengan


(43)

17

pertimbangan bahwa fluida mempunyai sifat incompressible atau volume tidak akan berubah (berubah tetapi sangat kecil), saat tekanan bekerja pada fluida.

Selain incompressible, fluida hidrolik yang baik harus mempunyai sifat-sifat utama yaitu: 1. Mempunyai stabilitas kimia (chemical stability), untuk mencegah timbulnya

kotoran, karbon atau hasil yang lain dari reaksi kimia, karena kotoran-kotoran tersebut akan dapat menyumbat saluran, menimbulkan kebocoran pada valve dan piston dan mengakibatkan pelumasan yang buruk pada bagian-bagian yang bergerak.

2. Bebas dari sifat asam (freedom from acidity), sehingga fluida tidak bersifat korosif terhadap baja didalam sistem.

3. Mempunyai sifat melumasi (lubricating property), dapat menjaga ketetapan jarak antara dua bagian untuk mencegah timbulnya goresan pada bagian tersebut. Lapisan film yang dibentuk fluida harus cukup untuk fluida hilang atau tertekan dari dua permukaan yang bergesekan. Jika lapisan film (film strength) ini hilang, maka oli tidak akan dapat melumasi bagian tersebut.

4. Mempunyai viskositas dan viskositas indeks yang baik (satisfactory viscosity and viscosity indekx), sehingga fluida akan tetap stabil terhadap range temperatur normal mesin. Viskositas adalah hambatan yang dimiliki fluida untuk mengalir. Fluida dengan viskositas yang tinggi akan menyebabkan fluida sukar mengalir sehingga daya yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida semakin besar. Fluida dengan viskositas yang rendah berarti fluida mudah mengalir sehingga daya yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida akan semakin kecil. Fluida dengan viskositas rendah akan lebih mudah untuk bocor. Viskositas yang baik adalah sekitar 150 SSU pada suhu kerjanya. Jika temperatur dalam fluida turun maka viskositas fluida akan naik demikian pula sebaliknya. Viskositas indeks adalah suatu harga yang menunjukkan bagaimana temperatur tersebut berpengaruh terhadap fluida, semakin kecil harga viskositas indeks maka viskositas fluida akan sangat besar perubahannya terhadap perubahan temperatur.

5. Poor point yang baik. Yaitu poor point harus berada dibawah suhu minimal yang diperkirakan saat beroperasi normal. Poor point adalah temperatur dimana suatu fluida akan membeku. Semakin rendah poor point akan semakin baik.


(44)

18

6. Flash poin yang tinggi, untuk mencegah terjadinya penguapan. Flash point adalah temperatur dimana suatu campuran uap, minyak dan udara akan terbakar dengan nyala api.

7. Tidak beracun atau racun yang ada pada fluida seminimal mungkin (minimum toxicity) sehingga tidak membahayakan dalam penanganannya.

Disamping sifat-sifat diatas, fluida hidrolik juga harus mempunyai sifat-sifat:

1. Good resistance for foaming (ketahanan minyak dalam pembentukan buih yang baik).

Terbentuknya buih dalam minyak akan menimbulkan banyak kerugian antara lain: a. Berkurangnya daya dukung lapisan film,

b. Ketidak cermatan pengendalian, dan c. Sifat incompresible menurun.

2. Mempunyai sifat anti karat yang baik (good antirust properties).

3. Kemampuan memisahkan air yang baik (good water separating ability). 4. Ketahanan terhadap oksidasi yang tinggi (good oxidation resistence).

Dalam dunia industri dikenal beberapa macam fluida. Fluida yang digunakan pada sistem hidrolis yaitu:

1. Petroleum oil

Petrolium oil didapatkan dari pengelolahan minyak bumi dan dengan ditambah bahan-bahan aditif untuk meningkatkan sifat pelumasannya, viskositas indeks dan ketahanan terhadap oksidasi.

2. Fire resistance fluid

Pada sistem hidrolik fire resistance fluid ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Water glycol solutions

Tipe ini merupakan campuran dari 40% air dan 60% glycol. b. Water in oil emultions

Tipe ini mengandung 35-40% air yang didispersikan dalam petrolium oil. c. Straight sysnthetics

Tipe ini diformulasikan secara kimia untuk menghambat penguapan dan secara umum mempunyai ketahanan terhadap temperatur yang tinggi.


(45)

19

2.2.3 Simbol Daya Fluida

Simbol daya fluida dapat dilihat pada lampiran Gambar L.27 merupakan simbol yang berfungsi untuk menunjukkan bentuk, fungsi, dan cara kerja dari komponen hidrolik, untuk mempermudah dalam pemahaman mengenai fungsi dan cara kerja sistem hidrolik. Pada penelitian ini simbol daya fluida akan digunakan untuk membantu proses analisa sistem pergerakan lift armunderground loader R1700G SBR.

2.2.4 Tekanan

Pengertian tekanan adalah besar gaya yang bekerja pada suatu permukaan persatuan luas permukaan, dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8.Bejana bertekanan.

Berdasarkan Gambar 2.8 diatas dapat dilihat bahwa gaya F bekerja pada penampang penutup bagian luar, dimana luasan penampang bawah penutup seluas A, maka tekanan yang diberikan fluida adalah:

(2.1)

dengan:

P = Tekanan (N/m²) F = Beban (N)

A = Luasan penampang yang menerima gaya (m²) D = Diameter (m)

F

?

A


(46)

20

Jika dikaitkan dengan hukum pascal yang menyatakan bahwa tekanan yang diberikan pada suatu zat cair dalam ruang tertutup diteruskan kesegala arah dengan besar yang sama, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Bejana berhubungan.

(Sumber : http://iksan35.wordpress.com/fisika-xi2/fluida/hukum-pascal/)

Berdasarkan Gambar 2.9 dan persamaan 2.1 diatas, maka dapat ditulis persamaan sebagai berikut:

(2.2)

(2.3)

(2.4)

Jika persamaan 2.1 diaplikasikan pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 maka akan menjadi:

(2.5)

(2.6)

dimana

:

= (2.7)

= ( ) (2.8)

dengan: π = 3,14

= Diameter penampang Piston ( ) = Diameter penampang Rod ( )


(47)

21

Gambar 2.10. Silinder hidrolik head end (extend).

Gambar 2.11. Silinder hidrolik rod end (retrack).

2.3Tekanan Bantalan

Tekanan bantalan atau kapasitas beban merupakan besar gaya radial yang bekerja pada luasan bantalan tertentu, atau dapat dituliskan menjadi persamaan berikut:

(2.9)

dengan:

P = Tekanan bantalan (N/mm²)

F = Beban/gaya radial pada bantalan (N) L = Panjang bantalan (mm)

D = Diameter dalam bantalan (mm)

Pada pengoperasiannya bantalan mempunyai nilai ukuran dari kemampuan bahan bantalan untuk menampung energi gesekan yang dihasilkan bantalan, nilai tersebut adalah pV, dimana pV juga merupakan parameter unjuk kerja yang penting untuk perancangan bantalan ketika menggunakan pelumas batas. Pada nilai ambang pV, bantalan tidak akan mencapai batas suhu yang stabil, dan akan terjadi kegagalan. Nilai

� A

P

� � �

� A

P

� �


(48)

22

perancangan praktis untuk pV adalah satu bagian dari nilai batas pV, yang diberikan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Parameter untuk kerja yang lazim untuk bahan-bahan bantalan dalam pelumasan batas pada suhu ruangan.

(sumber : Elemen-Elemen Mesin dalam Perancangan Mekanis Buku 2)

Bahan

pV

Keterangan (lb/in2).

(ft/mnt)

(kPa). (m/detik)

Vespel® SP-21 polymide 300000 10500 Mrek dagang DUPont Co. Perunggu mangan (C86200) 150000 5250 Disebut juga SAE 430A Perunggu alumunium (C95200) 125000 4375 Disebut juga SAE 68A Perunggu timah-bertimbal (C93200) 75000 2625 Disebut juga SAE 660A Bantalan pelumas kering KU 51000 1785 -

Perunggu berpori/berisi minyak 50000 1750 - Babit:kadar timah tinggi (89%) 30000 1050 -

Rulon® PTFE: M-liner 25000 875 Berbahan dasar logam

Rulon® PTFE:FCJ 20000 700 Gerakan bergoyang-goyang dan lurus

Babit:kadar timah rendah (10%) 18000 630 -

Grafit/berlogam 15000 525 Graphite Metallizing Corp.

Rulon® PTFE:641 10000 350 Aplikasi makanan dan minuman

Rulon® PTFE:J 7500 263 Terisi PTFE

Polyurethane:UHMW 4000 140 Berat molekul ekstra tinggi

Nylon® 101 3000 105 Merek dagang DuPont Co.

Untuk menentukan nilai pV suatu bantalan, maka terdapat beberapa prosedur perancangan bantalan (bantalan luncur berpelumas batas), diantaranya adalah:

Menentukan informasi yang diketahui: beban radial bantalan, F (lb atau N); kecepatan putar (rpm); diameter poros nominal minimum, (in. atau mm) (berdasarkan analisa tegangan atau analisa defleksi).


(49)

23

Tujuan proses perancangan: untuk menentukan diameter nominal dan panjang bantalan dan bahan yang akan memiliki nilai pV yang aman.

a. Menentukan diameter coba-coba, D, untuk tap dan bantalan.

b. Menentukan rasio panjang bantalan dengan diameter, L/D, khusus dalam kisaran 0,5-2,0. Untuk bantalan berpori tanpa pelumas (gosokan kering) atau berisi minyak, dianjurkan agar L/D=1. Untuk bantalan karbon-grafit, dianjurkan L/D=1,5.

c. Menghitung L=D (L/D) panjang nominal dari bantalan. d. Menetukan nilai yang tepat untuk L.

e. Menghitung tekanan permukaan P (lb/in² atau Pa), persamaan 2.9. f. Menghitung kecepatan linier tap:

Satuan SI : = πDn/60000 (2.10)

dengan:

V = kecepatan linier tap (m/s) π = 3,14

n = Kecepatan putaran poros (rpm) D = Diameter dalam bantalan (mm) dimana:

n =

(2.11)

ω = Kecepatan sudut (rad/s)

g. Menghitung pV (psi-fpm atau Pa.m/detik atau kW/m²).

pV = P.V (2.12)

dengan:

P = Tekanan bantalan (kPa) V = Kecepatan linier tap (m/s)

pV = Parameter unjuk kerja bantalan (kPa.m/s)

h. Mengalikan 2(pV) untuk memperoleh satu nilai perancangan untuk pV.

i. Menentukan bahan dari tabel 2.1 dengan nilai yang terhitung dari pV sama dengan atau lebih besar dari nilai perancangan.


(50)

24

j. Menghitung perancangan dari sistem bantalan yang mempertimbangkan kelonggaran diamentral, pemilihan pelumas, pemberian pelumas, spesifikasi kehalusan permukaan, kontrol panas, dan pertimbangan-pertimbangan penempatan.

k. Kelonggaran diamentral nominal.

Pada penelitian ini, tidak dilakukan perancangan bantalan luncur melainkan pemeriksaan nilai pV bantalan implement, dimana L dan D bantalan telah diketahui berdasarkan data pengukuran dan spesifikasi, sedangkan P dan V dicari melalui proses perhitungan. Setelah pV diperoleh maka akan dilakukan perbandingan terhadap bahan bantalan yang telah ditentukan (berdasarkan asumsi).

2.4Tegangan dan Regangan

Pada Gambar 2.12a menunjukkan batang logam lurus dengan luas penampang konstan sepanjang BC. Sebuah batang dengan luas penampang konstan seperti ini disebut batang prismatik. Batang mengalami pembebanan pada kedua ujungnya dengan gaya aksial P yang sama besar tetapi berlawanan arah. Suatu gaya aksial, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.12a, berimpit dengan sumbu longitudinal batang dan beraksi melalui sentroid penampang batang. Gaya-gaya ini disebut gaya tarik (tensile force), menyebabkan terjadinya mulur (stretch) atau pertambahan panjang (elongation), dan batang dikatakan mengalami tarikan. Pada Gambar 2.13a menunjukkan batang prismatik lurus yang dikenai dua buah gaya P yang menuju ke arah sentroid berimpit dengan sumbu longitudinal batang yang sama tetapi berlawanan arah. Gaya-gaya ini disebut gaya tekan (compressive force) dan batang dikatakan mengalami tekanan (compression)

Gambar 2.12. Tarikan pada batang logam.

(Sumber : http://www.scribd.com/doc/56775986/23/Hubungan-Tegangan-dan-Regangan Hukum-Hooke)


(51)

25

Gambar 2.13. Tekanan pada batang logam.

(Sumber : http://www.scribd.com/doc/56775986/23/Hubungan-Tegangan-dan-Regangan-Hukum-Hooke)

Terhadap aksi dua buah gaya (baik tarikan atau tekanan), terjadi gaya reaksi didalam batang dan dengan membayangkan bahwa bidang transversal bergerak melalui batang BC (yaitu tegak-lurus terhadap sumbu longitudinalnya), memotongnya menjadi dua bagian pada titik A. Sehingga dapat dianggap segmen batang disebelah kiri titik A sebagai benda bebas (free body) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12b dan Gambar 2.13b. Apabila segmen dianggap berada dalam kesetimbangan gaya ( sama dan berlawanan arah dengan gaya P), gaya menunjukkan aksi gaya eksternal yang bekerja pada segmen, pada kenyataannya merupakan gaya internal batang. Gaya reaksi internal dianggap terdistribusi merata terhadap penampang batang. Gaya reaksi total yang beraksi pada penampang A menjadi satuan dasar dan dinyatakan menjadi gaya per satuan luas yang disebut satuan tegangan (unit stress). Tegangan dihitung dari rumusan:

(2.13)

dengan:

F = Gaya tekan atau tarik (N)

A = Luasan penampang yang menerima gaya (m²) = Tegangan (N/m²)

Bentuk regangan dan deformasi menunjukkan perubahan dimensi suatu benda. Sebuah benda yang mendapat gaya tarik atau tekan akan mengalami perubahan panjang. Benda akan mulur (bertambah panjang) dengan gaya tarik dan memendek dengan gaya tekan. Pada beberapa bahan (karet misalnya), beban kecil akan


(52)

26

mengakibatkan deformasi yang relatif besar, demikian pula bahan teknik yang lain akan memberikan respon yang sama, meskipun deformasi bisa jadi relatif kecil. Suatu bahan yang sangat kaku, misalnya baja, jika menerima beban akan mengalami deformasi yang kecil. Deformasi total atau perubahan panjang dinotasikan sebagai (delta). Untuk perbandingan dengan nilai standar, deformasi total diubah menjadi satuan dasar dan dinyatakan dalam deformasi per satuan panjang yang umumnya disebut regangan. Untuk menentukan regangan tarik atau tekan, maka dibuat asumsi bahwa tiap satuan panjang akan mulur atau memendek dengan besar yang sama. Regangan dinyatakan dengan ε (epsilon), dihitung dengan membagi deformasi total dengan panjang awal, atau secara matematis:

(2.14)

dengan:

= Deformasi total (m) = Panjang awal (m) = Regangan

Dikarenakan regangan adalah perbandingan antara dua besaran panjang, maka regangan tidak memiliki satuan. Untuk keperluan praktis sering menyatakan regangan dengan m/m (atau mm/mm). Satuan pembilang dan penyebut harus sama.

Gambar 2.14. Keadaan benda bertambah panjang sejauh akibat gaya F.

2.4.1 Pengujian Tarik Statik

Pengujian tarik statik berguna untuk mengetahui deformasi, kekuatan, serta perilaku dari material akibat pembebanan tarik statik. Hasil dari pengujian tersebut ditampilkan kedalam bentuk diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2.15. Sangatlah tepat untuk menyatakan deformasi suatu batang tarik atau tekan dalam


(53)

27

bentuk-bentuk regangan, begitu pula tegangan yang merupakan parameter yang lebih berarti dari pada gaya dalam mempelajari bahan, karena efek gaya F yang terpakai pada suatu bahan tergantung pada luasan penampang A dari bagian struktur, oleh karena itu untuk menetukan hubungan antara tegangan dan regangan ditampilkan kedalam bentuk diagram-diagram, dan untuk berbagai macam kegunaan dianggap tidak tergantung dari ukuran spesimen dan panjang ukuranya.

Gambar 2.15. Diagram tegangan-regangan untuk material baja lunak.

(Sumber : http://www.infometrik.com/2011/07/selayang-pandang-apa-itu-ilmu-dan-teknik-material/)

Keterangan Gambar 2.15 :

a. Batas proporsionalitas (proportional limit)

Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier = E (dapat dibandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Kesebandingan tersebut berakhir pada batas proporsionalitas dan pada daerah proporsionalitas pula berlaku sifat elastis dari material.


(54)

28 b. Batas elastis (elastic limit)

Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastis. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui dan pada akhirnya bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula (tegangan yang diberikan melampaui batas elastis). Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya dan untuk membedakannya, batas elastik selalu hampir lebih besar daripada batas proporsional.

c. Titik luluh (yield point) atau tegangan luluh (yield stress)

Pada titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi serta terjadinya pengecilan penampang tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Akan tetapi terdapat pula material yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, dan untuk mengetahuinya digunakan lah permanent set (pertambahan panjang material) sebesar 0.2% terhadap panjang mula-mula.

d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate stress)

Batas kekuatan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh material, dan apabila pembebanan telah mencapai titik tersebut maka akan muncul gejala-gejala patah berupa retakan yang akan terus bertambah hingga patah (pada fracture strees).

e. Kekuatan patah/putus (fracture stress)

Kekuatan patah terjadi akibat bertambahnya beban mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil.

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda mengalami putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal (pada bagian yang terjadi patahan). Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum


(55)

29

(ultimate stress) terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus (fracture stress) maka terjadi mekanisme necking sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi.

2.4.2 Pengujian Impact

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar 2.16 di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy:

Gambar 2.16. Ilustrasi skematis pengujian impact dengan benda uji Charpy (Sumber: Buku Panduan Praktikum Karekterisasi Material 1)

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan


(1)

Gambar L.23. Plat

Gambar L.24. Plat redesign

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

266

Gambar L.25. Item 2 redesign

Gambar L.26a. Simbol daya fluida

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

Gambar L.26b. Simbol daya fluida

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

268

Gambar L.26c. Simbol daya fluida

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

Gambar L.27. Haul Distance Chart

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

vii

INTISARI

Underground loader merupakan alat berat yang digunakan pada pertambangan bawah tanah dan berfungsi untuk memuat, mengangkut , dan memindahkan material, hal tersebut dilakukan dengan bantuan sistem hidrolik dan implement, sehingga diperlukan perhatian yang lebih terhadap kedua hal tersebut, agar pengendalian pergerakan serta kerusakan yang terjadi dapat diminimalkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergerakan

implement, distribusi gaya, tekanan permukaan dan tegangan geser pada pin dan bantalan, praduga serta alternatif penanggulangan crack, dan pengaruh penambahan plat pada lift arm.

Implement merupakan komponen major yang terdiri dari lift arm, pin, bantalan, dan lain-lain. Terdapat tiga metode perhitungan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu metode komputerize yang digunakan untuk pemeriksaan lift arm, metode grafis dan metode numerik yang digunakan untuk perhitungan dan pemeriksaan pin serta bantalan lift arm. Data-data awal untuk perhitungan dan analisa diperoleh berdasarkan wawancara, pengukuran, dan spesifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan permukaan bantalan front sebesar 22417,21 kPa, bantalan center lift 66105 kPa, dan bantalan rear 27561,96 kPa, sedangkan tegangan geser maksimum pinfront sebesar 21816,9 kPa, pin center lift 57994,7 kPa, dan

pin rear 27402,4. Crack pada lift arm dapat disebabkan oleh cacat struktur, gejala fatik, pengoperasian yang tidak sesuai SOP, serta pengaruh lingkungan dan alternatif penanggulangan crack dapat dilakukan dengan mendesain ulang lift arm dan plat terutama pada bagian bore center lift, dimana prosentase penurunan tegangan maksimum yang terjadi adalah 49%, sedangkan untuk rata-rata prosentase penurunan tegangan yang berada diantara 5% hingga 10% adalah 18,57%, dan yang lebih dari 10% adalah 57,14%, sedangkan prosentase penurunan tegangan maksimum yang terjadi setelah diberi tambahan plat adalah 48%, akan tetapi jika dirata-rata penurunan tegangan yang berada diantara 5% hingga 10% adalah 18,57% dan yang lebih dari 10% adalah 30%, sehingga dapat dikatakan penambahan plat tidak dapat meminimalkan terjadinya crack dan tegangan.

Kata Kunci : underground loader, implement, tekanan permukaan, bantalan, lift arm, pin,

crack, metode, tegangan geser maksimum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI