menguntungkan. Tujuan utama dari suatu transaksi adalah mencari untung sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan
berusaha menjual semahal-mahalnya. Kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya inilah yang membedakan praktek dan cara
berpikir pedagang perantara dan produsen Mubyarto, 1987 dalam Sukmadinata, 1995.
Sebagaimana halnya kegiatan ekonomi, pemasaran juga mensyaratkan efisiensi, yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin dari berbagai sumber ekonomi
sehingga dapat memberikan kepuasan maksimal terhadap barang dan jasa yang diminta konsumen Saefudin, 1983 dalam Tumbel, 1996. Pemasaran yang efisien
dicirikan oleh tercapainya kepuasan bagi semua pihak, yaitu: produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen. Efisiensi dalam pemasaran akan mengurangi biaya-
biaya pemasaran dan memperkecil margin pemasaran. Menurut Kohls 1972, margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan
dengan harga yang dibayar konsumen akhir. Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari distribusi margin pemasaran yang merata antar tiap-tiap pelaku
pemasaran.
2.6 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arief Hariadi 2001 yang berjudul Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan Kelapa Sawit Kantor
Pemasaran Bersama KPB PT Perkebunan Nusantara Jakarta dengan menitikberatkan pada faktor-faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak
kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama KPB dan kemungkinan-
kemungkinan alternatif metode penjualan yang lain yang dapat diterapkan di Kantor Pemasaran Bersama KPB.
Menurut penelitian ini, hal-hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga, supply-
demand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi
di atas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan atau peraturan pemerintah, dan cadangan minyak kelapa sawit. Dari penelitian selain teridentifikasi faktor-
faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk mengantisipasi faktor-faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan
kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas dan long term kontrak. Alternatif lain dari metode penjualan yang ada tersebut
yaitu bursa berjangka dan e-commerce belum dapat diadakan. Penelitian lain dilakukan oleh Yarnis Alisyahbana 2001 dengan judul
Analisis Proses Tender Minyak Sawit CPO di Kantor Pemasaran Bersama KPB PT Perkebunan Nusantara Jakarta yang menitikberatkan pada
menganalisis sistem tender CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta, keterkaitan antara fluktuasi harga CPO dalam tender dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di KPB
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan
setiap hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur
Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender atau lelang
Inggris, dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan meningkatkan harga patokan price idea sampai tercapainya harga tertinggi.
Analisis kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa puas terhadap pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga
mengharapkan antara lain: pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon dipercepat; tender diharapkan dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi
tender mohon lebih dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung mendekati pasar bersaing kompetitif. Hal ini dicirikan dengan terdapatnya
penjual dan banyak pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara penjual dan pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan
produk yang dijual mempunyai kualitas yang seragam. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan
dan sistem tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan, mulai dari pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan
penentuan pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for windows dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan
variabel harga internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap dollar, supply, demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor
Indonesia sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 dan nilai R-square adj 98,6 , yang berarti bahwa 98,6 variasi dalam variabel
dependen Y dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen X yang
dimasukkan dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel independen harga domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada
bulan sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender. Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel
dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan, harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat
musiman seasonality sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 67,6 dan nilai R-square adj 58,6 . Variabel independen jumlah yang
ditawarkan berpengaruh secara signifikan terhadap volume tender. Untuk meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui tender,
disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor yang ada di Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang mengikuti tender;
mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada para peserta; serta meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Cicilia Nancy 1988 dengan judul Usaha untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional
melalui Efisiensi Pemasaran yang melakukan analisis fleksibilitas transmisi harga terhadap karet alam mendapatkan hasil bahwa sistem pemasaran petani peserta
proyek yang menghasilkan sleb giling Bokar = Bahan olah karet rakyat adalah yang paling efisien dimana nilai fleksibilitas transmisi harga antara petani dan
pedagang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bila harga di tingkat pedagang berubah 1 persen, maka harga di tingkat petani akan berubah lebih dari 1 persen,
ceteris paribus. Hal ini antara lain disebabkan terjadinya persaingan yang efektif
pada tingkat pedagang dalam mendapatkan bokar dari petani proyek. Di samping itu, petani proyek sendiri berada pada posisi tawar menawar yang lebih kuat,
karena telah mempunyai standar KKK dan harga bokar serta hanya menjual produknya kepada pedagang yang memberikan harga tertinggi.
Penelitian juga dilakukan oleh Fadhilah Wulandari 2008 yang berjudul Efisiensi Sistem Tataniaga Sayuran untuk Pasar Tradisional dan Pasar Modern
melalui Sub Terminal Agribisnis Cigombong Kabupaten Cianjur – Jawa Barat
yang menggunakan analisis keterpaduan pasar IMC = Indeks of Market Connection mendapatkan hasil pada pasar tradisional untuk sayuran brokoli
dimana untuk IMC lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,07 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan serta
untuk koefisien b
2
sebesar 0,52 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan nilai b
2
kurang dari satu. Selain itu juga untuk sayuran bawang daun didapat nilai perhitungan
IMC sebesar 1,52 dan nilai b
2
sebesar 1,11 dimana keduanya lebih besar dari satu yang artinya antara pasar acuan dan pasar pengikut tidak terjadi keterpaduan pasar
jangka panjang maupun keterpaduan pasar jangka pendek. Sedangkan pada pasar modern untuk sayuran brokoli didapat IMC sebesar 0,03 yang artinya terjadi
keterpaduan pasar jangka panjang dan koefisien b
2
sebesar 1,36 yang artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka pendek. Oleh karena itu penelitian ini
menyimpulkan bahwa pola sayuran yang paling efisien adalah pola saluran 1 dari pasar modern sebab pola saluran yang terbentuk pendek dan terjadi keterpaduan
pasar jangka panjang.
Penelitian lain yang cukup terkait dilakukan oleh Reni Kustiari 2007 dalam disertasi yang berjudul Analisis Ekonomi tentang Posisi dan Prospek Kopi
Indonesia di Pasar Internasional yang menggunakan analisis kekuatan pasar dengan menggunakan model Pricing To Market PTM untuk menguji apakah
negara pengekspor menerapkan diskriminasi harga terhadap mitra dagangnya, model pemimpin harga melalui model triopoli serta analisis integrasi harga
dengan uji kointegrasi untuk melihat keterpaduan dan keterkaitan harga kopi biji antara pasar domestik dan pasar dunia. Dari hasil analisis model PTM harga FOB
Indonesia menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata secara statistik dimana Indonesia tidak melakukan praktek
diskriminasi harga antar pasar tujuan ekspor, begitu pula dengan Jerman. Berbeda dengan Amerika Serikat yang diketahui melakukan diskriminasi harga.
Dari model pemimpin harga didapat fleksibilitas harga sebesar 0,4 yang menunjukkan bahwa peningkatan permintaan Uni Eropa sebesar 1 persen akan
meningkatkan harga kopi dunia sebesar 0,4 persen. Sedangkan untuk keterpaduan pasar diperoleh bahwa pasar kopi robusta Indonesia terintegrasi dengan pasar
dunia dalam jangka panjang, sementara signal harga ditransmisikan dalam jangka pendek. Dengan kata lain, harga kopi robusta di tingkat petani Indonesia sangat
dipengaruhi oleh tingkat harga di pasar Internasional. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Brasilia sebagai
pengekspor utama kopi dapat melakukan kekuatan jual di pasar kopi dunia. Demikian pula, Uni Eropa yang merupakan pengimpor utama berkemampuan
melakukan kekuatan pasar.
2.7 Kerangka Pemikiran