Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga

penjual atau para pembeli yang telah memenuhi syarat sebagai rekanan terdaftar di KPB PTPN.

5.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga

Pada tataniaga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian produk dari produsen PTPN sampai ke konsumen pembeli, termasuk juga kegiatan menghasilkan perubahan bentuk dari produk tersebut yang dilakukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Tabel 9. Fungsi-Fungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga Lembaga Tataniaga Produsen PTPN KPB PTPN Konsumen Pembeli Pertukaran a. Pembelian - - + b. Penjualan - + Fisik a. Pengolahan + - + b. Pengemasan + - - c. Penyimpanan + - + d. Pengangkutan - Fasilitas a. Sortasi + - - b. Grading + - - c. Pembiayaan + - + d. Penanggung Resiko + + + e. Informasi Pasar + + Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, hasil olahan. Keterangan : - kegiatan tidak dilakukan + kegiatan dilakukan kegiatan kadang-kadang dilakukan Tabel 9. menjelaskan keseluruhan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian komoditi CPO dari produsen PTPN hingga ke konsumen pembeli. Setiap lembaga tataniaga akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan baik dan efisien sehingga dapat menekan biaya tataniaga. Fungsi pertukaran menjelaskan terjadinya pemindahan hak kepemilikan atas barang dari penjual kepada pembeli dalam proses jual beli melalui transaksi. Dalam fungsi pertukaran pihak produsen PTPN tidak memiliki peran yang signifikan karena fungsi penjualan dilakukan oleh pihak KPB PTPN yang mewakili pihak produsen PTPN. Sedangkan untuk pihak pembeli processor melakukan fungsi pembelian dan kadang-kadang dapat pula melakukan kegiatan penjualan khususnya bagi perusahaan yang memang berperan menjual kembali CPO tersebut ke pembeli selanjutnya. Untuk CPO, transaksi pembelian dan penawaran harga dilakukan langsung pihak pembeli atau utusan khusus perusahaan pembeli. Fungsi fisik merupakan fungsi tataniaga yang dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai bentuk, waktu dan tempat, yang diinginkan konsumen pembeli melalui pengolahan, pengemasan, penyimpanan, serta pengangkutan. Fungsi pengolahan dilakukan oleh pihak produsen PTPN dimana proses ini dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimiliki oleh masing-masing PTPN. Kelapa sawit yang telah layak panen dipanen dalam bentuk dan ukuran Tandan Buah Segar TBS. TBS inilah yang nantinya diproses di pabrik pengolahan untuk menghasilkan CPO. Setelah CPO diterima, pihak pembeli processor juga akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi seperti minyak goreng, sabun, margarin, kosmetik, dan lain-lain. Pihak KPB PTPN sendiri tidak memiliki peran dalam fungsi pengolahan mengingat fungsinya sebagai organisasi atau lembaga pemasaran. Pengemasan menjadi tanggungjawab penuh para produsen PTPN namun untuk CPO yang merupakan minyak kelapa sawit mentah tidak diperlukan adanya pengemasan khusus dimana yang dibutuhkan hanyalah tangki yang digunakan untuk mengangkut dan menyimpan guna mempertahankan kualitas CPO tetap terjaga. Untuk penyimpanan, setelah produsen PTPN mengolah TBS menjadi CPO, maka CPO disimpan di dalam tangki timbun penyimpanan atau gudang penyimpanan dimana terdapat steamer pemanas dengan temperatur 50 – 55 C untuk menjaga dan mempertahankan kualitas CPO sebelum diangkut dan diserahkan kepada pembeli. Pihak pembeli processor pun juga menjalankan fungsi penyimpanan dengan memiliki tangki penyimpanan setelah CPO diterima pihak pembeli karena CPO yang diperjualbelikan berukuran ratusan bahkan ribuan ton sehingga tidak dapat diolah sekaligus dan saat itu juga. Untuk pengangkutan, pihak produsen PTPN maupun pembeli dapat bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB Freight On Board atau Franco atau CIF Cost Insurance Freight. FOB adalah transaksi pengangkutan melalui pelabuhan dimana penjual bertanggungjawab mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual. Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal ini PTPN sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas biaya, risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco pabrik penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang PTPN. Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh dokumen izin, dll termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PTPN franco pabrikgudang penjual. Fungsi fasilitas disebut juga fungsi pelancar yang merupakan kegiatan- kegiatan memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi dan arus komoditi antar produsen dengan konsumen yang meliputi sortasi, grading, dan standardisasi, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Sortasi adalah tindakan memilih suatu komoditi berdasarkan tingkat kerusakan dan kematangan, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut standardisasi yang diinginkan sehingga terkumpul menurut suatu ukuran standar. Sortasi dan grading secara pasti dilakukan oleh pihak produsen PTPN dimana terdapat standardisasi berdasarkan warna, asam lemak bebas, kadar air dan kotoran serta bilangan yodium. Secara umum hanya terdapat 1 jenis grade untuk CPO hasil produksi PTPN yang dipasarkan melalui KPB PTPN yaitu sesuai standar SNI.01-2901-2006 yang nantinya akan dijual kepada pembeli processor. KPB PTPN dan pembeli sendiri tidak perlu lagi melakukan sortasi dan grading termasuk mempertanyakan kualitas CPO yang diproduksi PTPN mengingat sudah sesuai dengan standar nasional. Dalam hal pembiayaan, pihak produsen PTPN dan KPB PTPN memiliki peran masing-masing dimana sumber dana anggaran pembiayaan KPB PTPN berasal dari PTPN I – PTPN XIV yang besarnya didasarkan pada perbandingan rencana penjualan. Biaya operasi dan biaya pegawai KPB PTPN dialokasikan pada PTPN I – PTPN XIV berdasarkan perbandingan nilai rencana penjualan yang dilakukan KPB PTPN. Risiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga CPO dapat berupa risiko fisik, risiko organisasi, serta risiko pasar. Risiko fisik antara lain adalah kerusakan, pencurian dan penyusutan. Risiko fisik sangat rentan terjadi pada pihak produsen PTPN. CPO yang disimpan dapat menjadi rusak bila tidak segera dipasarkan sehingga menurunkan standar kualitasnya. Pengaruh iklim, cuaca kelembaban,dll serta proses pengolahan yang tidak baik dapat mempengaruhi CPO yang akan dihasilkan. Meningkatnya harga jual CPO sendiri dapat merangsang oknum-oknum tertentu untuk mencuri TBS dari perkebunan. Nilai alat-alat yang digunakan pun akan mengalami penyusutan setiap tahunnya dan dapat mempengaruhi proses pengolahan TBS menjadi CPO. Risiko organisasi dapat terjadi pada pihak produsen PTPN maupun pada pihak KPB PTPN. Hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu yang dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal dan kegiatan audit yang dilakukan pihak internal maupun lembaga independen. Selain risiko di yang disebutkan di atas, risiko pasar merupakan risiko yang paling signifikan mempengaruhi kondisi kegiatan tataniaga CPO mengingat harga penjualan CPO sangat dipengaruhi oleh harga CPO internasional, harga minyak nabati lainnya substitusi, kursnilai tukar, krisis ekonomi, dll. Selain itu terdapat pula risiko- risiko seperti risiko pengangkutan kecelakaan mobilkapal pengangkut, pencurian, dll dan risiko pembayaran adanya keterlambatan pelunasan sisa pembayaran yang dilakukan pihak pembeli. Informasi pasar sangat diperlukan oleh semua pihak yang terlibat dalam tataniaga CPO. Hal ini sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi pasar, lokasi, mutu, waktu, perluasan pasar, penelitian terhadap produk, serta harga pasar. Dengan penguasaan terhadap informasi pasar maka kita dapat mengetahui sejauh mana posisi nilai komoditas tersebut di pasar dunia. Saat ini semua pihak dapat memperoleh informasi dengan berbagai cara antara lain melalui internet, pertukaran informasi dengan pihak lain atau lembaga tataniaga lain, buletin, majalah, dll. Informasi pasar khususnya mengenai harga internasional akan sangat berguna bagi penentuan harga produk tersebut di dalam negeri khususnya di KPB PTPN. Informasi harga ini akan menentukan harga yang akan ditawarkan pihak KPB PTPN maupun pihak pembeli mengingat pembentukan harga tender di KPB PTPN berpatokan terhadap harga internasional MDEX Malaysia, pasar fisik Rotterdam.

5.3 Analisis Struktur Pasar CPO