IV. GAMBARAN UMUM KANTOR PEMASARAN BERSAMA KPB PTPN JAKARTA
4.1 Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN
Sejarah pengelolaan perkebunan dan pemasaran hasil-hasilnya sebenarnya telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda dimana masuknya VOC Verenigdee
Oost Indische Compagnie dengan sistem tanam paksa cultuur stelsel sehingga sistem usaha kebun rakyat menjadi sumber eksploitasi komoditi perdagangan
untuk pasaran Eropa yang berlanjut hingga masa pemerintahan Hindia Belanda. Sejarah pengelolaan pemasaran hasil khususnya CPO perusahaan perkebunan
milik negara BUMN dan berdirinya Kantor Pemasaran Bersama KPB PTPN dimulai sejak pengambil-alihan atau nasionalisasi perusahaan perkebunan milik
Belanda pada tahun 1957 yang disahkan oleh presiden Soekarno melalui UU Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik
Belanda.
4.1.1 Periodisasi Sejarah dan Perkembangan KPB PTPN
Tahun 1958 – 1961
Pada rentang tahun 1958 sampai dengan 1961 terdapat 2 dua Perusahaan Perkebunan Negara PPN yang melaksanakan fungsi pemasaran secara sendiri
oleh masing-masing Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara BPU-PPN, kedua PPN tersebut adalah:
PPN Lama yang merupakan perusahaan perkebunan yang diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dari perusahaan perkebunan milik
pemerintah Belanda.
PPN Baru adalah perusahaan perkebunan hasil nasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap perusahaan perkebunan swasta
milik Belanda. Tahun 1961
– 1963 Seiring dengan tumbuh kembangnya Perusahaan Perkebunan Negara, maka pada
periode ini dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara BPU-PPN yang memiliki fungsi sebagai pengelola seluruh perusahaan
perkebunan yang telah diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini PPN Lama dan PPN Baru beserta kebun-kebun yang dimiliki. Sebagai
konsekuensi dari hal tersebut maka pemasaran komoditas hasil perkebunan dilaksanakan oleh direksi BPU-PPN beserta kantor-kantor yang dimiliki di
beberapa wilayah di Indonesia. Tahun 1963
– 1968 Pemerintah Republik Indonesia membagi BPU-PPN menjadi 5 lima badan
hukum. Hal ini dilakukan demi tercapainya peningkatan efektifitas dan efisiensi pada bidang produksi komoditas hasil perkebunan. Pada periode ini fungsi
pemasaran dilakukan oleh masing-masing BPU-PPN yang terdiri dari: BPU-PPN Karet, BPU-PPN Aneka Tanaman, BPU-PPN Gula, BPU-PPN Tembakau, dan
BPU-PPN Serat. Tahun 1968
– 1990 Pada periode ini pemerintah Republik Indonesia membubarkan seluruh BPU-PPN
dan membentuk 28 Perusahaan Negara Perkebunan PNP. Berlandaskan Peraturan Pemerintah PP No. 3 tahun 1983 dilakukan pembenahan status
perusahaan secara bertahap dari Perusahaan Negara PN menjadi Perseroan Terbatas PT maka pada saat itulah Perusahaan Perkebunan Negara PNP
berubah menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan PTP. Dalam rangka mencegah timbulnya persaingan harga diantara PTP yang ada, pada saat itu dibentuklah
Kantor Pemasaran Bersama KPB dengan tujuan mengelola pemasaran komoditas hasil perkebunan yang dihasilkan oleh kelompok PTP yang berada
dalam 1 satu wilayah ditambah dengan Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan APBP. Pembagian kantor pemasaran bersama PTP dan kantor
administrasi hasil gula berdasarkan wilayah regional tersebut adalah sebagai berikut:
1. KPB PTP I – PTP IX di Medan
2. KPB PTP X, XI, XII, XIII dan XVIII di Jakarta 3. KPB PTP XIX, XXIII, XXVI, XXVII, dan XXIX di Surabaya
4. KAH Gula PTP XIV, XV – XVI, XVII, XX, XXI, XXII dan XXIV – XXV
Tahun 1990 Bertepatan dengan tanggal 26 Februari 1990 berdasarkan kesepakatan bersama
Direksi PNPPTP I - XXIX tanggal 26 Februari 1990 yang kemudian disetujui oleh Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan Nomor: 166KptsOT.21031990
tanggal 8 Maret 1990 tentang Persetujuan Pembentukan Kantor Pemasaran Bersama KPB PTPN dimana KPB Jakarta, KPB Surabaya, KPB Medan, Kantor
Administrasi Hasil Gula KAH Gula ditambah Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan APBP dilebur menjadi satu menjadi KPB PT Perkebunan yang
terpusat di Jakarta. Tujuan pembentukan KPB terpusat pada tahun 1990 ini adalah
untuk dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan pemasaran PTP secara terpadu sehingga dapat menciptakan daya tawar yang mantap untuk
menghadapi pembeli maupun para spekulan. Tugas KPB PTPN berdasarkan kesepakatan bersama Direksi PNPT Perkebunan I
– XXIX tanggal 26 Februari 1990 adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan pemasaran. 2. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual.
3. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan pasar.
4. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama dengan perwakilan KPB di luar negeri.
5. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim. 6. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain:
- Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di dalam maupun luar negeri.
- Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar. 7. Mengadakan promosi.
8. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis. 9. Melakukan hal-hal lain yang menunjang aktivitas dan pengembangan
pemasaran. Tujuan pembentukan KPB:
1. Memperkuat bargaining power PTP terhadap pembeli.
2. Memperkuat daya saing pasar.
3. Meningkatkan bonafiditas PTP di pasaran internasional.
4. PTP akan lebih sanggup menghadapi usaha kerjasama internasional.
5. Strategi pemasaran dapat dilakukan secara lebih terarah.
6. Mempermudah PTP memasuki berbagai sistem perdagangan
internasional. 7.
Mempermudah kerjasama berbagai industri hilir. 8.
Mendayagunakan seoptimal
mungkin sumberdaya
manusia pemasaran yang ada.
9. Mempermudah penanganan dalam meningkatkan efisiensi dan
efektivitas usaha-usahanya sesuai dengan kebijakan pemerintah mengenai BUMN.
10. Keterpaduan atas produksi dengan pemasaran secara nasional dan menyeluruh dapat ditingkatkan.
11. Menekan biaya-biaya pemasaran yang harus dipikul oleh PTP. Saat ini KPB PTPN menangani pemasaranpenjualan produk-produk PTPN yaitu
molassestetes, kopi, kakao, karet, teh, dan Crude Palm Oil CPO.
4.2 Organisasi KPB PTPN Jakarta