Tahap Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus II

66 geometri. Maka peneliti langsung mengarahkan siswa untuk menemukan cara mencari jumlah suku ke n dari suatu deret geometri. Selanjutnya siswa mengerjakan tugas kelompok yang terdapat dalam modul. Peneliti seperti biasa berkeliling mengawasi jalannya proses diskusi. Dari hasil pengamatan, semua siswa sudah terbiasa dengan setting pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti. Berikut adalah gambar yang diambil pada saat pembelajaran. Gambar 4.5 Aktivitas siswa berdiskusi Seetelah waktu diskusi selesai, Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi masing-masing. Peneliti mengawasi jalannya proses presentasi sembari mengevaluasi hasil pengerjaan siswa. Tidak ada kendala yang berarti dalam pertemuan kali ini, semua siswa ikut andil dalam pembelajaran. Selanjutnya siswa diberikan tugas untuk mengerjakan latihan dan mempelajari materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. 3 Pertemuan Ke-8 4 Mei 2012 Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah menentukkan jumlah n- suku deret geometri. Setelah peneliti memberikan penjelasan, kemudian masing- masing kelompok berdiskuisi untuk mengerjakan soal yang terdapat pada lembar permasalahan. Dari kedua soal yang terdapat pada lembar permasalahan, terlihat siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. Kemudian perwakilan kelompok 5 dan kelompok 6 menyajikan jawaban mereka di depan kelas masing- masing mengerjakan soal nomor 1 dan 2. Dari hasil tanya jawab antara peneliti dan siswa terlihat ada dua cara berbeda yang ditemukan siswa dalam 67 menyelesaikan permasalahan. Berikut adalah aktivitas perwakilan kelompok 6 ketika menyajikan jawaban dengan proses yang berbeda di papan tulis: Gambar 4.6 Siswa Mempersentasikan Jawaban Pada gambar 4.6 terlihat bahwa suku pertama yang ditetapkan adalah 10, sehingga pola umum yang terbentuk adalah Sedangkan pola yang terbentuk pada beberapa jawaban siswa lain dan jawaban yang terdapat pada kunci adalah namun hasil penyelesaian masalah yang diperoleh sama. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa pada pembelajaran barisan dan deret geometri siswa juga telah dapat menggunakan kemampuan bernalar induktifnya. 4 Pertemuan Ke-9 8 Mei 2012 Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah menentukkan jumlah suku suatu deret geometri tak hingga. Peneliti memberikan penjelasan bahwa pada deret geometri tak hingga, siswa diharuskan untuk mencari suatu kesimpulan jawaban yang hampir sama mendekati dari beberapa jawaban yang diperoleh. Selanjutnya peneliti membagikan lembar permasalahan kepada masing- masing kelompok. Peneliti berkeliling kelas untuk mengawasi jalannya diskusi. Sebagian besar siswa pada awalnya tidak dapat mengerjakan soal nomor 2, namun pada soal nomor 1 siswa dapat mengerjakannya. Kemudian peneliti membimbing siswa dengan membahas secara bersama-sama pada soal tersebut. Setelah itu perwakilan kelompok 7 dan 8 menyajikannya jawabannya masing-masing nomor 1 dan 2. Pembelajaran diakhiri dengan pemberian tugas dan pekerjaan rumah. 5 Pertemuan Ke-10 11 Mei 2012 68 Pada pertemuan ini akan dilaksanakan tes akhir siklus II yaitu tes kemampuan penalaran induktif matematik. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran induktif matematik siswa, apakah mengalami peningkatan dari siklus I atau tidak. Pada hari ini semua siswa tampak hadir dengan posisi bangku yang sudah teratur. Peneliti langsung membagikan soal tes akhir siklus II yang berjumlah 7 soal berupa uraian. Berbeda dengan tes akhir siklus I yang lalu dimana, sudah tidak ada siswa yang bertanya lagi untuk memastikan jawaban mereka, semua siswa terlihat percaya diri mengerjakan soal-soal tes siklus II yang diberikan. Setelah pelaksanaan tes siklus II, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan siswa untuk mengungkap pendapat mereka tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning CL tipe group investigation. Serta mengumpulkan dan mendiskusikan hasil lembar observasi yang telah diisi oleh observer guru kelas yang berisi catatan proses pembelajaran pada siklus II ini.

c. Tahap Observasi dan Analisis

Pada tahap analisis ini, peneliti akan menganalisis instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, kemudian setelah di analisis peneliti melakukan refleksi, terhadap kekurangan-kekurangan selama proses pembelajaran pada siklus II. Berikut ini merupakan analisis dari setiap instrumen: 1 Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematika Penelitian ini menggunakan tes Kemampuan Penalaran Induktif yang merupakan alat untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematika siswa yang dilakukan pada akhir siklus. Soal yang diberikan berupa soal esay sebanyak 7 soal. Setiap soal mewakili indikator kemampuan penalaran induktif matematika yang ada. Soal kesatu, kedua, ketiga, dan keempat merupakan soal kemampuan analogi matematika. Soal kelima, keenam dan ketujuh merupakan soal kemampuan generalisasi matematik siswa. Setiap soal tes kemampuan penalaran induktif dari masing-masing soal diberikan skor maksimal 4 poin berdasarkan pedoman penskoran yang ditentukan. 69 Dari data skor tes kemampuan penalaran induktif matematika siswa pada siklus II diperoleh data statistik sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematika Siklus II No. Kelas Interval Frekuensi Absolut f i Relatif Kumulatif 1 41 – 50 6 18 18 2 51 – 60 3 9 27 3 61 – 70 5 15 42 4 71 – 80 8 24 66 5 81 – 90 2 6 72 6 91 – 100 9 28 100 Jumlah 33 100 Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa terdapat kurang dari 42 dari jumlah siswa yang masih memiliki nilai dibawah 70. Data diatas menunjukan bahwa hasil tes kemampuan penalaran induktif yang diharapkan sudah mencapai taraf interfensi tindakan yang diharapkan bahwa 50 siswa mencapai nilai lebih dari 70. Lebih lengkap mengenai data nilai siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran pada siklus I terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Nilai Tes Kemampuan Penalaran Induktif Siklus II No. Data yang Diamati 1. Banyak Data 33 2. Nilai Terendah 43 3. Nilai Tertinggi 100 4. Rata-rata 73 5. Modus 95 6. Median 74 7. Simpangan Baku 17,89 Bila ditampilkan dalam bentuk histogram dan poligon, maka data tersebut akan terlihat seperti berikut ini: 70 Diagram 4.2 Histogram dan Poligon Hasil Kemampuan Penalaran Induktif Siklus II Berdasarkan diagram 4.2 diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa paling banyak pada rentang 91 sampai 100, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran induktif matematika siswa pada siklus II mengelompok pada kelas atas. Dari diagram diatas terlihat bahwa, karena salah satu indikator dalam penelitian ini adalah siswa yang memperoleh nilai minimal 70 pada tes kemampuan penalaran induktif matematika mencapai 70. Sedangkan pada tes siklus I hanya mencapai 45,45 siswa yang mendapat nilai 70, maka akan diperbaiki pada siklus II. Apabila kemampuan penalaran induktif matematika siswa dikategorikan secara umum, maka siswa yang memperoleh skor sesuai Kriteria Ketuntasan Minimum KKM sebesar 70 mencapai 45,45, sedangkan siswa yang memperoleh nilai kurang dari sama dengan 70 mencapai 54,55. Perolehan skor kemampuan penalaran induktif siswa pada siklus I belum mencapai indikator taraf keberhasilan yaitu ≥50 siswa lulus KKM. 80,5 100,5 10 8 7 1 9 Nilai Frekuensi 40,5 90,5 70,5 60,5 50,5 6 5 4 3 2 71 Berikut ini merupakan rincian perolehan skor siswa pada tiap-tiap butir soal kemampuan penalaran induktif matematika 2 Jurnal Harian Tanggapan siswa terhadap pembelajaran penting untuk dijadikan sebuah bahan pertimbangan ataupun perbaikan bagi penyusunan rencana pembelajaran selanjutnya. Respon siswa tersebut disusun dalam lembar jurnal harian siswa yang diberikan kepada siswa setiap akhir proses pembelajaran. Respon siswa beragam, ada yang memberikan respon positif, respon negatif, maupun respon netral. Jurnal harian siswa terdapat tiga pertanyaan yang mengukur respon siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran berpikir induktif pada setiap pertemuan. Tabel 4. 8 Respon Siswa Terhadap Tindakan Pembelajaran Siklus II No Kategori Persentase Pertemuan ke- Rata –rata I II III IV 1. Positif 78,78 84,49 88,24 90,35 85,47 2. Netral - 6,82 3,45 2.74 3,25 3. Negatif 21,22 8,69 8,31 6,91 11,28 Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa persentase respon positif yang diberikan siswa selama siklus II sebanyak 85,47, respon negatif sebanyak 11,28 dan respon netral sebanyak 3,25. Hasil ini sudah meningkat dari respon positif siswa pada siklus I dan telah mencapai indikator yang diharapkan yaitu mencapai diatas 75. Selain itu hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menyenangi dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berpikir induktif.

d. Tahap Refleksi

Tahap refleksi ini dilakukan oleh peneliti dan observer setelah melakukan analisis pada siklus II. Berdasarkan hasil analisis pada observasi, wawancara, respon siswa melalui jurnal harian, dan tes akhir siklus II, yaitu tes kemampuan

Dokumen yang terkait

Penerapan pembelajaran kooperatif model group investigation untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi SMA SIT Fajar Hidayah Kotawisata-Cibubur: penelitian tindakan di SMA Fajar Hidayah pada kelas X

0 6 75

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

IMPLEMENTASI METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

0 6 183

Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

0 7 205

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa

1 18 1

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation(GI) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas XI Tata Busana (TB

0 2 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP.

7 43 33

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF TIPE GROUP INVESTIGATION.

5 10 46

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

0 0 9