Rumusan Masalah Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Status Kawasan Cagar Alam Menjadi Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok

harga 700 ringgit dan status tanah ini adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Setelah Chastelein meninggal pada tanggal 28 Juni 1714 tanah tersebut dihibahkan kepada pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 13 Mei 1926 Staat Blad No. 245. Kawasan ini merupakan kawasan cagar alam pertama yang ditetapkan dan kemudian menjadi cikal bakal ditunjuknya kawasan cagar alam yang lain. Pada tanggal 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia memberikan ganti rugi sebesar Rp 229.261,26 sehingga seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah Indonesia kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan seperti Gereja, Sekolah, Pastoran, Balai Pertemuan, dan Pemakaman seluas 0,8621 Ha. Sejak itu pula kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok dikelola oleh Pemerintah Indonesia. Awalnya pengawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bogor. Adanya perubahan ketentuan membuat pengelolaan Cagar Alam Pancoran Mas Depok berpindah dan dilimpahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Beberapa tahun kemudian pengelolaan diserahkan kepada Pemda Tingkat I Jawa Barat dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Bogor yang kemudian diserahkan lagi kepada Pemda DKI Jakarta Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 2010. Cagar Alam memiliki luas sebesar + 6 Ha. Salah satu hal yang nampaknya kawasan ini seolah-olah tidak terkelola adalah status awalnya yang merupakan fungsi cagar alam. Cagar alam adalah kawasan konservasi yang mempunyai tingkat yang paling tinggi untuk tidak dijamah, sehingga kesan tersebut masih tersirat hingga kini. Padahal saat ini fungsinya telah diubah menjadi Tahura, dimana kawasan ini bisa digunakan untuk kepentingan wisata sesuai pembagian blok pengelolaannya Badan Lingkungan Hidup Kota Depok 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk memahami adanya persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok di Kelurahan Pancoran Mas, Depok. Persepsi masyarakat terbentuk berawal dari sejarah cagar alam yang berubah status menjadi Tahura Pancoran Mas Depok. Pemahaman dan pengetahuan yang baik pada masyarakat tentang sejarah Tahura akan membuat persepsi di masyarakat menjadi positif dengan kehadiran Tahura Pancoran Mas. Saat ini, Tahura Pancoran Mas Depok memiliki potensi yang belum digali lebih dalam, seperti: kondisi Tahura Pancoran Mas yang kurang baik dan masyarakat yang belum peduli dengan adanya Tahura Pancoran Mas. Oleh karena itu diperlukan analisis yang benar untuk mengungkap adanya persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok. Adapun hal yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya perubahan persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi Tahura Pancoran Mas Depok agar berdampak positif terhadap kehadiran dan kelestarian Tahura. Faktor internal dan faktor sosio-psikologis digunakan untuk menganalisis lebih jauh adanya perubahan persepsi tersebut. Masyarakat dalam hal ini digolongkan menjadi 2, yaitu: laki-laki dan perempuan yang nantinya akan di wawancara secara mendalam untuk memberikan tanggapan-tanggapan dari pertanyaan yang diajukan pada kuisioner. Faktor-faktor internal dapat dianalisis dari karakteristik masyarakat, seperti: umur, pendidikan, pekerjaan, jarak tempat tinggal ke lokasi Tahura, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan. Hubungan karakteristik masyarakat dengan persepsi dapat diketahui dengan analisis Rank Spearman. Responden yang mengetahui sedikitnya sejarah tentang terbentuknya Tahura Pancoran Mas sangat membantu dalam meneliti persepsi masyarakat. Sebaliknya, responden yang tidak mengetahui sama sekali sejarah tentang terbentuknya Tahura Pancoran Mas akan membuat penelitian ini menjadi beragam dengan tanggapan tersebut. Beragamnya tanggapan responden dinilai sebagai hal yang wajar dan perlu analisis yang lebih dalam lagi untuk mengetahui alasan-alasannya. Faktor-faktor sosio-psikologis dapat dianalisis dari pengalaman masyarakat, seperti: motivasi, pengetahuan, partisipasi, dan sikap. Hubungan sosio-psikologis dengan persepsi dapat diketahui dengan analisis deskriptif. Responden akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan motivasi, pengetahuan, partisipasi dan sikap. Hasil dari jawaban responden akan menunjukkan hal yang berkaitan dengan persepsi menjadi negatif atau positif dengan keberadaan Tahura Pancoran Mas ini. Persepsi positif yang akan dicapai dari penelitian ini akan mengubah pandangan dan perilaku masyarakat dalam ikut menjaga dan mengelola tahura. Hal ini perlu, agar Tahura terpelihara dengan baik dan dimanfaatkan secara maksimal fungsinya. Dengan demikian, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi yang lengkap dalam hal persepsi masyarakat terhadap perubahan status kawasan cagar alam menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok. Pihak-pihak yang terkait terhadap pengelolaan tahura, yaitu: Badan Lingkungan Hidup BLH Kota Depok dapat segera mengambil tindakan yang akurat dan intensif dalam mengelola Tahura Pancoran Mas Depok kedepannya.

1.3 Tujuan