Pengaruh Pembiayaan Kesehatan Terhadap Pengembangan Desa Siaga Di Kabupaten Aceh Besar 2010

(1)

P E N G A R U H P E M B I AYA A N K E S EH ATAN TERHADAP PENGEMBANGAN DESA SIAGA

DI KABUPATEN ACEH BESAR 2010

TESIS

Oleh MARHAMI 087033004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

INFLUENCE OF HEALTH FINANCE ON THE D E V E L O P M E N T O F D E S A S I A G A I N

ACEH BESAR DISTRICT IN 2010

THESIS

By MARHAMI 087033004/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM

FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

P E N G A R U H P E M B I AYA A N K E S EH ATAN TERHADAP PENGEMBANGAN DESA SIAGA

DI KABUPATEN ACEH BESAR 2010

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARHAMI 087033004/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


(4)

MEDAN 2011

Judul Tesis : PENGARUH PEMBIAYAAN KESEHATAN TERHADAP PENGEMBANGAN DESA SIAGA DI KABUPATEN ACEH BESAR 2010

Nama Mahasiswa : Marhami Nomor Induk Mahasiswa : 087033004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si ) ( Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

( Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si ) ( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

Tanggal Lulus : 20 Desember 2010


(5)

Telah diuji

PadaTanggal : 20 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si

Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

P E N G A R U H P E M B I AYA A N K E S EH ATAN TERHADAP PENGEMBANGAN DESA SIAGA

DI KABUPATEN ACEH BESAR 2010

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2011

( Marhami ) 087033004


(7)

ABSTRAK

Di Kabupaten Aceh Besar, sejak 2006 sampai 2010, dari 604 desa, baru terbentuk 188 desa siaga. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong.

Jenis penelitian ini adalah explanatory survey untuk menganalisis pengaruh pembiayaan kesehatan terhadap pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Aceh Besar Populasi dalam penelitian adalah seluruh Desa Siaga, yang berjumlah 188 desa di dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar. Besar sampel sebanyak 65 desa siaga, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Responden adalah Kepala Desa (penanggung jawab), tokoh masyarakat, kader Desa Siaga, pemegang kas Desa Siaga, dan tenaga kesehatan (bidan) yang bertugas di Desa Siaga. Dari setiap desa ada 5 responden sehingga dari 65 Desa Siaga akan diperoleh 325 responden. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan in-depth interview dengan petugas promosi kesehatan kabupaten dan kecamatan. Data dianalisis menggunakan regresi linear berganda.

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa semua variabel kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia dan pengawasan tidak berpengaruh terhadap pengembangan Desa Siaga.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar untuk dapat memprioritaskan semua unsur yang terkait dengan pembiayaan kesehatan termasuk didalamnya kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia, dan pengawasan untuk program Desa Siaga yang berkesinambungan, untuk terlaksananya program Desa Siaga ini.


(8)

ABSTRACT

In Aceh Besar district, since 2006 until 2010, out of 604 villages, only 188 villages have established. Desa Siaga is a village where the community share awareness, willing and able to cope with potential health problems, such as malnourished, communicable diseases that might cause outbreak, disaster and accident.

Type of explanatory survey research was to analyze the influence of health finance on the development of Desa Siaga in Aceh Besar District. Population in the study were all Desa Siaga, which amounted to 188 villages in the area of Aceh Besar District. The sample size of 65 villages was determined by using simple random sampling technique. Each Desa Siaga will be represented by 5 respondent comprising of village chief (in charge), community leaders, the cadres of Desa Siaga, treasurer of Desa Siaga , and health professionals (midwives) who served in the Desa Siaga, so that there will be 325 respondents in total. Data were collected by filling out the questionnaire and in-depth interviews with health promotion officers and sub-district. Data were analyzed by using multiple linear regressions.

The result of multiple linear regression analysis showed that all of the variables of fund adequacy, the mechanism of fund processing, the ability of human resources and control did not influence the development of Desa Siaga.

The Aceh Besar District Health Service is suggested to prioritize all element related to the health financing which includes adequacy of funds, mechanism of fund processing, ability of human resouces and control for the sustainable implementation of Desa Siaga program.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan serta memberikan rasa sabar kepada keluarga yang mendukung penulis melangkah ke Sumatera Utara untuk melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah penulis jalani sampai pada tahap penulisan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Kesehatan terhadap Pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Aceh Besar “

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini.


(10)

6. Siti Khadijah Nasution,S.K.M, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini

7. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M yang telah membimbing dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada ibunda tercinta Nursiah serta buah hati ananda Risna Aldila, Riskiya Atika, Rifa Ashila, dan seluruh sanak saudara serta sahabat Devi, Abi, yang telah memberi motivasi untuk kuliah magister atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannnya. 10. Bapak Bisara L. Tobing yang telah memberikan masukan dan saran.

11. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar yang memberikan izin penelitian.

12. Promkes Kabupaten Aceh Besar dan Rosmani AMKL, yang membantu sebagai Informan dalam penelitian ini.

13. Kepala Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar yang telah memberikan izin penelitian di Desa Siaga dalam wilayah kerja nya .

14. Petugas Promosi Kesehatan yang ada diwilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Aceh Besar yang telah membantu dalam penelitian ini juga sebagai Informan


(11)

15. Para Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Bidan di Desa, Kader Desa Siaga, Bendahara Desa Siaga di wilayah kerja Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Besar membantu peneliti dalam pengumpulan data.

16. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

17. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, Januari 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Marhami lahir di Banda Aceh pada tanggal empat belas bulan April tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh tiga beragama Islam, anak ketiga dari empat bersaudara. sudah menikah dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Penulis beralamat di Lambaro Sibreh Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Seumeureung Sibreh Kabupaten Aceh Besar Tahun 1985, dan Tahun 1988 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sibreh Kabupaten Aceh Besar. Tahun 1991 Sekolah Perawat Kesehatan Departemen Kesehatan Banda Aceh, Tahun 1992 menamatkan Pendidikan Bidan Departemen Kesehatan Banda Aceh. Kemudian pada Tahun 2006 menamatkan kuliah Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.

Penulis Sejak Tahun 1993 bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Sukamakmur Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar hingga saat ini.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN... . 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Pembiayaan Kesehatan (Health Care Financing) ... 11

2.1.1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan... 13

2.1.2. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan... 13

2.1.3. Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan... 14

2.2. Konsep Desa Siaga... 16

2.2.1. Pengembangan Desa Siaga ... 20

2.2.2. Langkah-langkah Pengembangan Desa siaga ... 23

2.2.3. Kegiatan Pokok Desa Siaga ... 26

2.3. Pembiayaan Desa Siaga... 33

2.3.1 Tujuan Pembiayaan Desa Siaga... 33

2.3.2. Kecukupan Anggaran ... 33

2.3.3. Sumber Anggaran ... 34

2.3.4. Mekanisme Pengelolaan... 36

2.3.5. Kemampuan Sumber Daya Manusia ... 37

2.3.6. Pengawasan ... 38

2.4. Landasan Teori ... 38

2.5. Kerangka Konsep ... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN... 40

3.1. Jenis Penelitian... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 40


(14)

3.3.2. Sampel... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data... 44

3.4.1. Data Primer ... 44

3.4.2. Data Sekunder... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.5.1. Variabel Dependen... 45

3.5.2. Variabel Independen ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 49

3.7. Metode Analisis Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 56

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 56

4.2. Analisis Univariat ... 59

4.3. Analisis Bivariat... ... 96

4.4. Analisis Multivariat ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN... 98

5.1. Pengaruh Kecukupan Dana terhadap Pengembangan Desa Siaga... ... 98

5.2. Pengaruh Mekanisme Pengelolaan Dana terhadap Pengembangan Desa Siaga ... 100

5.3. Pengaruh Kemampuan Sumber Daya Manusia terhadap Pengembangan Desa Siaga ... 101

5.4. Pengaruh Pengawasan Dana terhadap Pengembangan Desa Siaga ... 102

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 104

6.1. Kesimpulan ... 104

6.2. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA... 106


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Realisasi Anggaran APBD untuk Bidang Kesehatan Periode 2007-2010

Kabupaten Aceh Besar... . 4

1.2 Realisasi Dana untuk Pengembangan Desa Siaga Periode 2007-2010... Kabupaten Aceh Besar... . 7

2.1 Alokasi Anggaran Pembentukan Desa Siaga Tahun 2009 ... 34

3.1 Daftar Nama Sampel Desa Siaga ... 42

3.2. Aspek Pengukuran... 51

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 59

4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 60

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Informasi Pertama Kali Mendengar Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 60

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Sosialisasi Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 61

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pembentuk Desa Siaga Dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 62

4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pembentuk Pemilih Pengurus Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 62

4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologis ketika Menerima Jabatan dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 63

4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Dana Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 64


(16)

4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Dana Rutin dalam Bentuk Uang Tunai dari Masyarakat Desa Siaga dalam Wilayah

Kabupaten Aceh Besar... ... 64 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengelola Desa Siaga

Yang Tersedia Memadai dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 65 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keterlibatan dalam

penyusunan Anggaran dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 66 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Pencairan

Dana Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 67 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengelola Dana Desa

Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 67 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dalam

Mengelola Dana Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 68 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan laporan Keuangan secara

Berkala dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 69 4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan Pengelola

Dana dalam mengelola Dana Desa siaga dalam wilayah Kabupaten

Aceh Besar ... 69 4.17 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Pelaporan

Keuangan dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 70 4.18 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengesahan Laporan

Keuangan Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 70 4.19 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengawasan terhadap

Penggunaan Dana Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar.... 71 4.20 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kecukupan Dana

Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 72 4.21 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mekanisme Pengelolaan


(17)

4.22 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan Sumber Daya Manusia yang Mengelola Dana Desa Siaga dalam Wilayah

Kabupaten Aceh Besar ... 78 4.23 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengawasan Dana

Desa Siaga dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 80 4.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan K4 dalam Wilayah

Kabupaten Aceh Besar ... 82 4.25 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kunjungan Neonatus

dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 82 4.26 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persalinan oleh Tenaga

Kesehatan dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 83 4.27 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ibu Nifas dalam Wilayah

Kabupaten Aceh Besar ... 83 4.28 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkanla Ibu hamil dengan

Komplikasi yang Ditangani dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 84

4.29 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Neonatus dengan

Komplikasi yang Ditangani dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 84 4.30 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kunjungan Bayi

dan Balita (D/S) dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 85 4.31 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Desa UCI dalam

Wilayah Kabupaten Aceh Besar... ... 85 4.32 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan MPASI pada Anak

Keluarga Miskin Usia 6 sampai 24 Bulan dalam Wilayah Kabupaten

Aceh Besar... 86 4.33 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Kasus

Kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan Dilaporkan dalam

Wilayah Kabupaten Aceh Besar... ... 86 4.34 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah kasus Demam

Berdarah Selama 3 Bulan Terakhir dalam wilayah Kabupaten


(18)

4.35 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah kasus diare selama 3 Bulan Terakhir dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 87 4.36 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Anak Balita mendapatkan

Vit A 2 kali dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 88 4.37 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Ibu Hamil yang

Mendapat Fe 3 (Ferosulfat) dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 88 4.38 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Bayi yang di Beri ASI

Eksklusif dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 89 4.39 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cakupan Air Bersih

dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 89 4.40 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluarga yang memiliki

Akses Air Bersih dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar... 90 4.41 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KK memiliki Jamban

Sehat dalam Wilayah Kabupaten Aceh Besar ... 90 4.42 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Rumah/bangunan Bebas

Jentik Nyamuk Aedes dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar... 91 4.43 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengembangan Desa siaga

Dalam Kabupaten Aceh Besar... 91 4.44. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Independen yang


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 109

2. Hasil Output Pengolahan Data Penelitian ... 121

3. Photo – photo penelitian ... 163

4. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 169


(21)

ABSTRAK

Di Kabupaten Aceh Besar, sejak 2006 sampai 2010, dari 604 desa, baru terbentuk 188 desa siaga. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong.

Jenis penelitian ini adalah explanatory survey untuk menganalisis pengaruh pembiayaan kesehatan terhadap pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Aceh Besar Populasi dalam penelitian adalah seluruh Desa Siaga, yang berjumlah 188 desa di dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar. Besar sampel sebanyak 65 desa siaga, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Responden adalah Kepala Desa (penanggung jawab), tokoh masyarakat, kader Desa Siaga, pemegang kas Desa Siaga, dan tenaga kesehatan (bidan) yang bertugas di Desa Siaga. Dari setiap desa ada 5 responden sehingga dari 65 Desa Siaga akan diperoleh 325 responden. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan in-depth interview dengan petugas promosi kesehatan kabupaten dan kecamatan. Data dianalisis menggunakan regresi linear berganda.

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa semua variabel kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia dan pengawasan tidak berpengaruh terhadap pengembangan Desa Siaga.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar untuk dapat memprioritaskan semua unsur yang terkait dengan pembiayaan kesehatan termasuk didalamnya kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia, dan pengawasan untuk program Desa Siaga yang berkesinambungan, untuk terlaksananya program Desa Siaga ini.


(22)

ABSTRACT

In Aceh Besar district, since 2006 until 2010, out of 604 villages, only 188 villages have established. Desa Siaga is a village where the community share awareness, willing and able to cope with potential health problems, such as malnourished, communicable diseases that might cause outbreak, disaster and accident.

Type of explanatory survey research was to analyze the influence of health finance on the development of Desa Siaga in Aceh Besar District. Population in the study were all Desa Siaga, which amounted to 188 villages in the area of Aceh Besar District. The sample size of 65 villages was determined by using simple random sampling technique. Each Desa Siaga will be represented by 5 respondent comprising of village chief (in charge), community leaders, the cadres of Desa Siaga, treasurer of Desa Siaga , and health professionals (midwives) who served in the Desa Siaga, so that there will be 325 respondents in total. Data were collected by filling out the questionnaire and in-depth interviews with health promotion officers and sub-district. Data were analyzed by using multiple linear regressions.

The result of multiple linear regression analysis showed that all of the variables of fund adequacy, the mechanism of fund processing, the ability of human resources and control did not influence the development of Desa Siaga.

The Aceh Besar District Health Service is suggested to prioritize all element related to the health financing which includes adequacy of funds, mechanism of fund processing, ability of human resouces and control for the sustainable implementation of Desa Siaga program.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada upaya promosi dan pencegahan (promotif dan preventif), disamping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, utamanya penduduk miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini. Dengan tema ”Indonesia Sehat Berbasis Perilaku” mengandung arti bahwa pembangunan kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat. Oleh sebab itu promosi kesehatan hendaknya dapat berjalan secara integral dengan berbagai aktivitas pembangunan kesehatan sehingga menjadi arus utama pada percepatan pencapaian MDGs (Millenium Developments Goals) dan mewujudkan jaminan kesehatan masyarakat semesta (universal coverage) (Depkes RI, 2009).

Salah satu sumber daya dibidang kesehatan adalah pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya upaya kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan


(24)

penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara. Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (heatlh care financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakan secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi (Depkes RI, 2009).

Menurut Wulansari (2007) sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai landasan pembangunan kesehatan yang berarti pembangunan kesehatan harus mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Salah satu grand strategy Depkes adalah mengutamakan anggaran kesehatan pemerintah untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Dengan demikian program promosi kesehatan (promkes) sebagai salah satu bentuk upaya promotif, preventif mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan.


(25)

Alokasi anggaran kesehatan saat ini dirasakan masih kurang, terlebih lagi dalam era otonomi daerah alokasi anggaran dari pusat kepada daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dengan menggunakan formulasi Dana Alokasi Umum (DAU), secara eksplisit dialokasikan untuk kesehatan tidak ada. Suatu reformasi harus didahului oleh kebijakan di berbagai level pemerintah secara terintegrasi demi memperkuat atau meningkatkan kapasitas sistim pelayanan kesehatan, tujuan akhirnya adalah peningkatan status kesehatan. Dengan demikian maka (Health Sector Reform) melibatkan perubahan di berbagai level (1). Pemerintah Pusat; (2) Pemerintah Propinsi; (3) Pemerintah Kabupaten/Kota; (4) Masyarakat dan pihak swasta.

Pada awal berlakunya undang undang otonomi daerah, Menteri Kesehatan RI meminta komitmen para Bupati/Walikota untuk mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 15 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), ternyata komitmen tersebut pada umumnya tidak dipenuhi karena berbagai alasan seperti terbatasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Peran dinas kesehatan kabupaten sebagai koordinator pembangunan kesehatan di daerah diharapkan mampu melakukan advokasi kepada semua pihak dalam rangka membawa upaya pembangunan kesehatan menjadi ”issue” sentral dalam pembangunan daerah, sehingga sektor kesehatan menjadi prioritas alokasi anggaran.

Kabupaten Aceh Besar Mengalokasikan dana untuk berbagai sektor, Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten dituangkan kedalam Qanun Kabupaten Aceh Besar. Realisasi Anggaran APBD untuk bidang kesehatan periode 2007 – 2010 Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 1.1 :


(26)

Tabel 1.1 Realisasi Anggaran APBD untuk Bidang Kesehatan Periode 2007- 2010 Kabupaten Aceh Besar.

TAHUN ANGGARAN ALOKASI SEKTOR % SUMBE

R

JUMLAH (RP) KESEHATAN

2007 APBD 479,042,135,120.00 54,201,455,718.00 11.31 2008 APBD 529,511,453,809.00 55,201,166,738.00 10.42 2009 APBD 533,895,586,183.00 60,797,510,351.00 11.38 2010 APBD 544,537,914,089.00 58,448,373,643.00 10.73 Sumber :Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten AcehBesar

Sejak Tahun 2006, upaya promosi kesehatan ditekankan melalui Program Desa Siaga sesuai dengan seruan presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan disusul oleh Keputusan Menkes no 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dengan target 80% pada tahun 2008, karena pencapaian target tidak berhasil selanjutnya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang petunjuk teknis standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota dijelaskan bahwa pencapaian target untuk desa siaga pada tahun 2015 adalah sebesar 80% (Depkes RI, 2008).

Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri. Desa yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau nagari atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem


(27)

Pemerintahan. Melalui Desa Siaga, diharapkan terwujudnya Desa Sehat menuju kecamatan sehat dan Indonesia sehat 2010 (Astuti, 2006).

Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong. Pengembangan Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat Desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes, 2007).

Pengembangan Desa Siaga berdasarkan Keputusan Menkes no 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan pemilihan pengurus dan kader desa siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas. Susunan pengurus Desa Siaga diatur oleh Pengurus Desa Siaga terdiri dari:Penanggung Jawab, Penasehat, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Seksi-seksi di antaranya Seksi Pendataan, Seksi Dana Sosial Kesehatan, Seksi Transportasi (ambulance desa), Seksi Donor Darah, Seksi PHBS/Kesehatan lingkungan. Sebelum melaksanakan tugasnya ,


(28)

pengelola dan kader desa yang ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku (Depkes, 2007).

Anggaran untuk pengembangan Desa Siaga diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan diantaranya pemilihan kader, pertemuan sosialisasi didesa, MMD, pembentukan dana sehat, dan pembahasan hasil survey mawas diri. Besarnya anggaran desa siaga sangat tergantung dari sumber dana, namun untuk pembentukan desa siaga rata-rata dana yang dikeluarkan adalah Rp. 1.500.000,- per tahun per desa. Sedangkan anggaran untuk operasional desa siaga sebesar Rp. 1.650.000,- per tahun per desa, atau Rp. 137.500,- per bulan. Menurut Kepmenkes No: HK.03.05/B.I.4/3060/2008 diketahui bahwa dana sebesar Rp. 137.500,- tersebut dialokasikan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu, anak, gizi penyakit menular lainnya, dan bencana, bahan habis pakai, sarana penunjang Poskesdes : ATK, Foto copy, transport petugas, kader untuk pelayanan dan konsultasi. Dana tersebut tidak boleh untuk pembelian barang investasi (Depkes RI, 2008).

Meskipun anggaran pengembangan Desa Siaga sudah dialokasikan lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), namun jumlahnya masih kurang mencukupi. Tabel 1.2 menjelaskan tentang realisasi dana untuk pengembangan desa siaga sampai dengan Tahun 2009.


(29)

Tabel 1.2. Realisasi Dana Untuk Pengembangan Desa Siaga Periode 2007 – 2010 Kabupaten Aceh Besar.

Sumber : Dinas Kesehatan Aceh besar. Ket:

JPHIEGO : Jhon’s Hopkins Internasional Women’s Health HSP : Health Services Program

PCL : Project Concern International

USAID : United States Agency for International Development NU Fatayat : Nadhatul Ulama Fatayat

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

P2DTK : Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus APBA : Anggaran Pendapatan Belanja Aceh

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dalam periode Tahun 2006 sampai dengan Desember 2009 terdapat 188 Desa Siaga, dari jumlah tersebut 46 Desa Siaga terbentuk pada tahun 2006, 28 Desa Siaga terbentuk pada Tahun 2007, 30 Desa Siaga terbentuk pada Tahun 2008 dan pada tahun 2009 terbentuk 84 Desa siaga. Pengembangan program desa siaga sendiri di Kabupaten Aceh Besar dimulai sejak tahun 2006 dan dibiayai langsung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja sama dengan dinas kesehatan sebagai dana stimulan untuk setiap desa yang akan dibina. Besarnya dana pengembangan desa siaga tidak konsisten tergantung dari sumber dana, sehingga besarnya dana untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 berbeda. Berdasarkan hasil pengumpulan data awal dengan petugas promosi


(30)

kesehatan bagian desa siaga menyebutkan bahwa alokasi dana untuk pembentukan Desa Siaga sangat tergantung dari sumber dana, dan untuk pengelolaannya telah diberikan suatu panduan atau petunjuk teknis pembentukan desa siaga. Untuk satu sumber dana yang sama maka jumlah dana yang diberikan juga akan sama, namun hal ini tidak menjamin keberlangsungan kegiatan desa siaga karena ada beberapa aspek lain seperti teknis pengelolaan dana dan juga sumberdaya manusia yang berbeda untuk setiap desanya.

Mengingat permasalahan yang mungkin dihadapi Desa Siaga, maka perlu dikembangkan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Wujud pengembangan jejaringnya dapat dilakukan melalui pertemuan pengurus Desa Siaga secara internal, pertemuan antar pengurus Desa Siaga, pertemuan pengurus dengan pengelola upaya kesehatan yang ada di desa tersebut minimal 3 bulan sekali. Pengembangan Desa Siaga dimaksudkan untuk terciptanya keadaan masyarakat yang terpenuhi kewajiban dan hak-haknya (Depkes RI, 2008). Kegiatan lain yang tak kalah pentingnya adalah kegiatan supervisi dan monitoring kemajuan kegiatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas. Namun sayangnya biaya kegiatan supervisi dan monitoring belum dimasukkan dalam program Desa Siaga, sehingga petugas puskesmas hanya mengandalkan dana operasional yang disediakan oleh puskesmas.

Menurut Azrul (1996) kecukupan dana mempunyai korelasi yang positif dengan pelayanan kesehatan, selain itu mekanisme pengelolaan dana juga dipandang cukup signifikan dalam pelayanan kesehatan. Masalah pokok pembiayaan kesehatan saat ini diantaranya adalah kurangnya dana yang tersedia, penyebaran dana yang tidak sesuai


(31)

pemanfaatan dana yang tidak tepat, dan pengelolaan dana yang belum sempurna termasuk didalamnya kurangnya sumberdaya manusia. Menurut Muninjaya (2008) pembiayaan kesehatan akan berhasil apabila didukung oleh beberapa faktor yaitu kecukupan dana, mekanisme pengelolaan, sumberdaya manusia dan pengawasan, tanpa faktor-faktor tersebut maka pembiayaan kesehatan tidak dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang Pengaruh Pembiayaan Kesehatan (kecukupan dana, Mekanisme pengelolaan dana, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengawasan) terhadap Pengembangan Desa Siaga.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pengaruh pembiayaan kesehatan, kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), dan pengawasan terhadap pengembangan desa siaga di Kabupaten Aceh Besar.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh pembiayaan kesehatan desa siaga (Kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia dan pengawasan) terhadap pengembangan desa siaga di Kabupaten Aceh Besar.


(32)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pembiayaan kesehatan (kecukupan dana, mekanisme pengelolaan dana, kemampuan SDM, pengawasan) terhadap pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Aceh Besar.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada Kepala Dinas Kesehatan sebagai gambaran perencanaan, pengawasan dan pengendalian dalam menentukan biaya guna pelaksanaan dan pengembangan desa siaga.

2. Sebagai rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana.

3. Bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan bagi program studi.

4. Untuk Peneliti, dapat menjadi referensi untuk merekomendasikan masukan kepada instansi terkait tentang pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Aceh Besar


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembiayaan Kesehatan (Health Care Financing)

Menurut Azwar (1996) pembiayaan kesehatan adalah kecukupan dana yang harus disediakan untuk menyeleggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang di perlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses serta pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu, reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan, pemerataan, efisiensi dan efektifitas. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif.

Aspek yang harus menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan Desa Siaga adalah aspek pembiayaan. Dalam Penelitian Implementasi Desa Siaga di Kota Tidore Kepulauan yang dilaksanakan oleh Polisiri dan kawan-kawan pada tahun 2008 terhadap 28 Desa Siaga dari 72 desa didapat gambaran bahwa Pemerintah pusat menyediakan semua sumber. Pemerintah secara penuh menyediakan dana bagi


(34)

pembentukan desa siaga di Desa Bua-bua dengan memberikan dana sebesar Rp. 20.000.000, untuk proses pembentukan awal desa siaga ini. sedangkan desa selanjutnya dana yang tersedia semakin berkurang hanya sekitar Rp. 7.000.000 bagi masing-masing desa yang mengakibatkan pengembangan desa siaga tidak sebaik yang ada di Desa Bua-Bua.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik Noor dan kawan-kawan terhadap pengembangan Desa Siaga di Cibatu, Purwakarta pada tahun 2007 mendapatkan bahwa Bantuan untuk pembangunan posyandu di 7 kecamatan terpilih sebesar Rp.17.500.000,-. per posyandu. Bantuan dana operasional posyandu diberikan untuk 192 desa yang meliputi 9 kelurahan dan 183 desa sebesar Rp.750.000,-. Dana yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana posyandu masing-masing sebesar Rp.250.000,-. Bagi usaha penguatan ekonomi kader diberi dana sebesar Rp.250.000,-. Penambahan pendapatan ini biasanya digunakan untuk membuka warung obat desa, membuat jamu-jamuan atau dapat digunakan untuk modal usaha dagang kader.

Menurut Depkes RI (2000) sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :


(35)

1. Penyedia pelayanan kesehatan, merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai jasa pelayanan, yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah direncanakan. Bila biaya tidak mencukupi maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana perlu disesuaikan dengan prioritas. Suatu perusahaan yang unit kerjanya banyak dan tersebar perlu ada perencanaan alokasi dana yang akurat.

2.1.1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2008)

2.1.2. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan a. Dana

Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk


(36)

mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.

b. Sumber daya

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

c. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan (Depkes RI, 2009).

2.1.3. Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan

a. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari


(37)

berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas.

b. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai.

Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.

c. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam


(38)

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.

d. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.

e. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (matching grant) bagi daerah yang kurang mampu.

2.2. Konsep Desa Siaga

Sesuai dengan SK Menkes No.564 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga, yang dimaksud Desa Siaga adalah: Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan, secara mandiri. Desa yang dimaksud disini dapat berarti kelurahan atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008).


(39)

Desa Siaga digerakkan dengan melibatkan seluruh warga desa yang dimotori oleh kader-kader terlatih untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan dan ancaman bahaya potensial yang mengancam warga desa. Desa Siaga bertujuan untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawat-daruratan dan sebagainya), meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, meningkatnya kesehatan lingkungan di desa, dan meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

Menurut Depkes RI (2008), Desa Siaga merupakan desa yang mempunyai/ memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan, dengan demikian Desa Siaga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki pemimpin atau tokoh masyarakat yang peduli terhadap masalah kesehatan.

2. Memiliki organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap masalah kesehatan. 3. Mempunyai berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). 4. Mempunyai Poskesdes.

5. Memiliki sistem surveilans penyakit.


(40)

7. Mempunyai sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat. 8. Warga desa menerapkan PHBS

Dalam upaya mengembangkan Desa Siaga, perlu melibatkan berbagai unsur pimpinan masyarakat. Unsur pimpinan masyarakat merupakan pendukung utama Program Desa Siaga. Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1 Sasaran Primer yaitu semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.

2 Sasaran Sekunder yaitu pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut,seperti tokoh masyarakat. Termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader serta petugas kesehatan.

3. Sasaran Tersier yaitu pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain, seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, LSM, swasta, para donatur dan pemangku kepentingan lainnya.

Dalam Kepmenkes RI No. 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dicantumkan indikator keberhasilan yang terdiri dari indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indikator dampak.


(41)

1. Yang termasuk dalam Indikator Masukan adalah: a. Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa b. Ada/tidaknya Poskesdes

c. Berfungsi/tidaknya UKBM dan sarana bangunan serta pelengkapan/peralatannya

d. Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat e. Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan)

2. Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.

Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut: a. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa b. Berfungsi/tidaknya Poskesdes

c. Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada

d. Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatan dan bencana

e. Berfungsi/tidaknya System Surveilance berbasis masyarakat f. Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS

3. Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal-hal sebagai berikut:

a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes b. Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain


(42)

c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB dilaporkan

d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS

4. Indikator Dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator Dampak terdiri atas hal-hal berikut:

a. Jumlah penduduk yang menderita sakit

b. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia e. Jumlah balita dengan gizi buruk

2.2.1. Pengembangan Desa Siaga

Tujuan utama Desa Siaga adalah untuk memeratakan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap pertama pengembangan Desa Siaga prioritas pengembangan diutamakan kepada desa-desa yang sama sekali tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Namun pada tahun 2007, prioritas pengembangan ditambah ke desa-desa yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan tetapi sarana tersebut dalam keadaan rusak atau kurang berfungsi (Depkes, 2006)

Diamanatkan dalam SK Menkes no.564 tahun 2006, Sebagaimana pembentukan Desa Siaga tidak harus mempunyai gedung tersendiri namun dapat


(43)

memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat seperti gedung Posyandu, Poskesdes dan UKBM lainnya. Sebuah desa layak membentuk Desa Siaga jika mempunyai beberapa syarat seperti: minimal mempunyai satu tenaga kesehatan yang menetap (Bidan Desa), mempunyai salah satu bentuk bangunan UKBM dan peralatannya serta mempunyai alat komunikasi ke masyarakat dan puskesmas.

Pembentukan Desa Siaga dimulai dengan pergerakan dan pemberdayaan masyarakat, dilanjutkan dengan survey mawas diri, musyawarah masyarakat desa (MMD) dan rencana kegiatan dan tindak lanjut. Pada tahap pergerakan masyarakat, kegiatan yang dilakukan adalah melatih kader desa agar mampu melaksanakan survei mawas diri. Kader desa perlu diberikan pengetahuan tentang tata cara survei kesehatan yang meliputi kesehatan lingkungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi dan lain-lain. Hasil survei adalah gambaran desa dan permasalahannya, yang akan dibicarakan pada tahap Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).

Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga

Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan, pengelola dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh puskesmas.


(44)

b. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga

Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelolaan dan kader Desa Siaga terpilih perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan dikembangkan di Desa Siaga, antara lain pengelolaan Desa Siaga, pengelolaan Polkesdes, kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan perkarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan materi lain yang diperlukan.

Pada waktu menyelenggarakan orientasi/pelatihan ini sekaligus juga disusun Rencana Kerja (Plan of Action) Desa Siaga yang akan dibentuk, lengkap dengan waktu dan tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta sarana dan prasarana yang diperlukan.

c. Pembangunan Polkesdes

Dalam hal ini rencana pembangunan Polkesdes sudah harus dibahas dan dicantumkan dalam Rencana Kerja. Dengan demikian sudah diketahui bagaimana Polkesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya


(45)

masyarakat, mengembangkan bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada.

d. Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga

Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Desa Siaga secara rutin, berpedoman pada panduan yang berlaku. Kegiatan Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan plus, tenaga gizi, dan sanatarian).

Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral (Depkes RI, 2008).

2.2.2. Langkah-langkah Pengembangan Desa Siaga

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Persiapan Internal

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan provider, atau petugas kesehatan yang berada di puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi . Persiapan para provider ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.


(46)

Keluaran atau output dari langkah ini adalah diharapkan para provider memahami tugas dan fungsinya, serta siap untuk melakukan dan fungsinya, serta siap untuk melakukan pendekatan kepada stakeholders dan masyarakat.

2. Persiapan Eksternal

Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau mendukung pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini termasuk kegiatan advokasi kepada penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa dana maupun kebijakan atau anjuran, serta restu, sehingga Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar.

Pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga. Jadi dukungan diharapkan dapat berupa moral, finansial atau material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika didaerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, Badan Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya hendaknya lembaga-lembaga ini diikut-sertakan dalam setiap pertemuan.

a. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri

Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh


(47)

masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desa nya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan ketrampilan bagi warga masyarakat yang dinilai mampu melakukan SMD.

Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi permasalahan kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan tersebut.

b. Musyawarah Masyarakat Desa

Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah hasil SMD dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukkan Desa Siaga. Peserta musyawarah ini adalah wakil-wakil tokoh masyarakat termasuk perempuan dan generasi muda. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan upaya advokasi).

Data serta temuan lain yang diperoleh pada SMD disajikan utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat. Hasil pendapat tersebut di musyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilnya, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga (Depkes RI, 2008).


(48)

2.2.3. Kegiatan Pokok Desa Siaga.

Desa Siaga mempunyai beberapa kegiatan pokok antara lain adalah: 1. Menggerakkan PHBS

Adalah masyarakat yang dapat menolong diri sendiri untuk mencegah dan menanggulagi masalah kesehatan, mengupayakan lingkungan sehat, memanfaatkan pelayanan kesehatan serta mengembangkan UKBM. Yang dimaksud dengan upaya mencegah : adalah mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dengan mempraktikkan gaya hidup sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk pola makan dengan gizi seimbang , menjaga kebersihan pribadi , berolah raga, menghindari kebiasaan yang buruk, serta berperan aktif dalam pembangunan kesehatan masyarakat. (promotif - preventif). Yang dimaksud dengan menanggulangi : adalah mengupayakan agar yang terlanjur sakit atau mengalami gangguan gizi tidak menjadi semakin parah, tidak menulari orang lain dan bahkan dapat disembuhkan, serta dipulihkan kesehatannya dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (kuratif – rehabilitatif). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini terdiri dari ratusan praktik kehidupan sehari hari, tidak hanya terbatas pada indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja program kesehatan (Depkes RI, 2007)

2. Pengamatan Kesehatan Berbasis Masyarakat.

Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap:

a. Gejala atau penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk serta faktor risikonya.


(49)

b. Kejadian lain di masyarakat. dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti, Contoh penyakit :

1. Penyakit menular : TBC, Frambusia, HIV /AIDS, Kusta

2. Penyakit Menular Potensial KLB antara lain : Diare, Typhus, Diphteri, Hepatitis, Polio / AFP, Malaria, Campak, DBD, Flu Burung, dan lain-lain. c. Faktor risiko antara lain :

1. Adanya penolakan masyarakat terhadap imunisasi 2. Adanya kematian unggas

3. Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk 4. Adanya migrasi penduduk (in / out)

d. Perilaku yang tidak sehat.

1. Faktor risiko tinggi ibu hamil, bersalin , menyusui dan bayi baru lahir

2. Kejadian lain di masyarakat seperti keracunan makanan,bencana. Kerusuhan 3. Bentuk pengamatan masyarakat (anggota keluarga, tetangga, kader)

disesuaikan dengan tatacara setempat, misalnya pengamatan terhadap tanda penyakit, batuk yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu bercak putih di kulit yang mati rasa

4. Ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi (4 terlalu, kedaruratan pada kehamilan sebelumnya,dan lain-lain)

5. Bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dan lain-lain 6. Balita yang tidak naik berat badannya


(50)

desa (telepon, telepon seluler ataupun Handy Talkie ) dan segera disampaikan kepada petugas kesehatan setempat atau Petugas Pembina Desa (Depkes RI, 2007).

3. Penyehatan Lingkungan

Lingkungan yang bebas polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan memadai, perumahan pemukiman sehat, yaitu :

a. Terpeliharanya kebersihan tempat-tempat umum dan institusi yang ada di desa, antara lain : pasar, tempat ibadah, perkantoran dan sekolah.

b. Terpeliharanya kebersihan lingkungan rumah : lantai rumah bersih, sampah tak berserakan, saluran pembuangan air limbah terawat baik

c. Membuka jendela setiap hari.

d. Memiliki kecukupan akses air bersih (untuk minum, masak, mandi dan cuci) dan sanitasi dasar.

e. Mempunyai pola pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk pemenuhan sanitasi dasar (ada jamban, mandi cuci di tempat khusus)

4. Kesehatan Ibu dan Anak

Salah satu penetrasi pada aspek Kesehatan Ibu dan Anak adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). P4K dengan stiker merupakan upaya terobosan percepatan penurunan angka kematian ibu. Melalui P4K dengan stiker yang ditempel di rumah ibu hamil, maka setiap ibu hamil akan tercatat, terdata dan terpantau secara tepat. Stiker P4K berisi data tentang nama ibu hamil, taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transport yang digunakan dan calon donor darah.


(51)

Dengan data dalam stiker tertera nama suami, keluarga, kader, dukun, bersama bidan di desa dapat memantau secara intensif keadaan dan perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai standar pada saat hamil, persalinan dan nifas, sehingga proses persalinan sampai dengan nifas termasuk rujukannya dapat berjalan dengan aman dan selamat, tidak terjadi kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan selamat dan sehat.

Manfaat P4K ini adalah terjalinnya kemitraan antara tenaga kesehatan, dukun dan masyarakat yang tinggal di sekitar ibu hamil. Dengan demikian maka komplikasi dapat tertangani secara dini, terpantaunya kesakitan dan kematian ibu serta yang paling penting adalah menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu.

Pelaksanaan di tingkat desa :

a. Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa, tokoh masyarakat untuk mendata jumlah ibu hamil yang ada di wilayah desa serta membahas dan menyepakati calon donor darah, transport dan pembiayaan (asuransi kesehatan masyarakat miskin, tabungan ibu bersalin).

b. Bidan di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca salin.

c. Pemasangan stiker di rumah

d. Suami, keluarga, kader dan dukun memantau secara intensif keadaan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar.


(52)

kartu kohort ibu untuk disimpan di polindes/puskesmas, memberikan pelayanan dan memantau ibu hamil serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu di wilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desa tersebut) ke puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan bayi lahir mati.

f. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K, maka dibentuk wadah forum komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat (Depkes RI, 2007).

5. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya. Untuk mencapai Kadarzi diperlukan serangkaian kegiatan pemberdayaan di berbagai tingkat mulai dari keluarga, masyarakat dan petugas yang diarahkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap perbaikan gizi masyarakat melalui Gerakan Nasional.

Tahap awal strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Dan identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Hasil pemetaan dibahas bersama masyarakat untuk merencanakan tindaklanjut. Apabila masalah tersebut bisa diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan,


(53)

akan tetapi apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke petugas kesehatan dan petugas sektor lain.

Strategi yang dilakukan dalam mewujudkan Kadarzi adalah :

1. Pemberdayaan keluarga dengan menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang, misalnya melalui pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat

2. Melakukan advokasi dan mobilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah di berbagai tingkat administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi di tingkat keluarga

3. Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya tujuan Kadarzi

4. Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi (Hardinsyah, 2006).

6. Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan dan kesiapsiagaan bencana

Suatu tatanan yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi situasi kedaruratan (bencana, situasi khusus, dan lain-lain).

Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi darurat maka : 1. Mereka tahu harus berbuat apa


(54)

3. Masyarakat diharapkan memperhatikan gejala alam pada lingkungan setempat mampu mengenali tanda akan timbulnya bencana dan selanjutnya melakukan kegiatan tanggap darurat sebagaimana pernah dilatihkan untuk menghindari / mengurangi jatuhnya korban.

Informasi mengenai tanda tanda bahaya tersebut berasal dari sumber yang bisa dipercaya, misalnya dari perangkat desa ( yang memperolehnya dari kecamatan ), berita resmi di TVRI , RRI atau telepon dari Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Penyebaran informasi mengikuti tatacara setempat, misalnya menggunakan titir/ kentongan, pengeras suara dari musholla atau dari mulut ke mulut (Depkes RI, 2007). 7. Pengelolaan Obat

Kegiatan di atas memerlukan dana yang besar sehingga untuk pengadaan seluruh kebutuhan sarana dan prasana diatas menjadi tanggung jawab pemerintah bekerjasama dengan lembaga donor, LSM dan peminat masalah kesehatan.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa (Kasni, 2009).


(55)

2.3. Pembiayaan Desa Siaga

2.3.1. Tujuan Pembiayaan Desa Siaga

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa tujuan utama pembiayaan Desa Siaga adalah terselenggaranya pengembangan/operasional poskesdes secara optimal untuk mewujudkan Desa Siaga melalui tersedianya dana stimulan operasional.

2.3.2. Kecukupan Anggaran

Seluruh kegiatan Desa Siaga difasilitasi oleh pemerintah melalui Depkes. Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai meliputi:

1. Musyawarah Desa

2. Pelatihan kader Desa Siaga 3. Insentif Kader

4. Kegiatan pemantauan 5. Pelaporan

6. Pengadaan sarana/prasarana 7. Kegiatan pengembangan

Mengingat besarnya kegiatan Desa Siaga, pelatihan Kader tidak cukup sekali saja namun merupakan suatu paket yang berkesinambungan. Pada tahap pertama, pelatihan lebih difokuskan pada masalah PHBS dan Kadarzi. Tahap kedua dan ketiga materi yang diberikan berupa kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB, pada tahap keempat, kader diberi pengetahuan dan praktek tentang


(56)

kesiapsiagaan bencana, tindakan emergensi serta pengelolaan obat sederhana di desa. Jika dirasa perlu, pelatihan lainnya dapat juga ditambahkan (Depkes, 2007).

Besarnya anggaran Desa Siaga sangat tergantung dari sumber dana, namun untuk pembentukan Desa Siaga rata-rata dana yang dikeluarkan adalah Rp. 1.500.000 per tahun per desa. Alokasi anggaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Alokasi Anggaran Pembentukan Desa Siaga tahun 2009

No Kerangka anggaran Jumlah (Rp)

1 2 3 4 5

Pemilihan kader

Pertemuan sosialisasi di Desa

Pembentukan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) Pembentukan dana sehat

Pembahasan hasil survey Mawas Diri

300,000.00 300,000.00 300,000.00 300,000.00 300,000.00 Sumber: Dokumen Pelaksanaan Anggaran Kab.Aceh Besar, 2009)

2.3.3. Sumber Anggaran

Anggaran dana berasal dari dana dekonsentrasi pelimpahan dari APBN ke Provinsi, hanya saja yang menjadi masalah bahwa dana itu sudah tidak mencukupi, jadi sharing dengan dana Dana Anggaran Umum (DAU). Pengembangan Desa Siaga/poskesdes, walaupun bersumberdaya masyarakat, namun mengingat kemampuan masyarakat terbatas, pemerintah membantu stimulan biaya operasional Poskesdes melalui anggaran dana bantuan sosial pembangunan poskesdes (Depkes RI, 2008), sementara itu anggaran untuk operasional Desa Siaga berasal dari APBN yang dialokasikan pada DIPA Saket Sekretariat Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Tahun 2008 dengan jenis kegiatan dana bantuan sosial.


(57)

Pemerintah melalui Depkes juga telah mengalokasikan anggaran khusus yang bersumber dari APBN untuk pembentukan Desa Siaga. Pemanfaatan dana ini sebaiknya tidak berjalan sendiri, melainkan diintegrasikan dengan dana lain yang disediakan untuk pengadaan Poskesdes, pelatihan fasilitator, dan lain-lain sehingga saling menunjang dan mengisi (Depkes, 2006). Sumber dana lainnya berasal dari dana bantuan luar negeri seperti bantuan USAID yang disalurkan melalui APBN (Depkes, 2008). Sumber dana tidak terbatas dari APBN saja akan tetapi turut dibantu oleh beberapa lembaga seperti Unicef, Plan dan HSP (Dinkes NAD, 2008).

Menurut Depkes RI (2007) Sumber pembiayaan kegiatan Desa Siaga adalah berasal dari :

1. Masyarakat

a. Iuran pengguna/pengunjung poskesdes

b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat

c. Sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat d. Mobilisasi dana sosial keagamaan

2. Swasta/Dunia Usaha

Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan desa siaga. Misalnya dengan menjadikan desa siaga sebagai anak-anak angkat swasta/dunia usaha. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana sarana, prasarana atau tenaga yakni sebagai sukarelawan poskesdes.


(58)

3. Hasil Usaha

Pengelola dan kader desa siaga dapat melakukan usaha mandiri yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan desa siaga.

4. Pemerintah

Bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulan atau bantuan lainnya dalam bentuk sarana dan prasarana desa siaga.

2.3.4. Mekanisme Pengelolaan

Pengelolaan dana dilakukan oleh pengelola yang dipilih melalui musyawarah dan Kader Desa Siaga. Dana harus disimpan di tempat yang aman dan jika mungkin mendatangkan hasil. Untuk keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat dan dikelola secara bertanggung jawab (Depkes RI, 2007)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa mekanisme pengelolaan dana Desa Siaga adalah sebagai berikut :

1. Dirjen Bina Kesmas atas nama Menteri Kesehatan menetapkan SK Alokasi Penerima Dana Operasional Poskesdes

2. PK Satker Setdijen Bina Kesmas membuat kerjasama dengan PT. Pos dalam mendistribusikan dana


(59)

3. Dana disalurkan langsung oleh PK Satker Setdijen Bina Kesehatan Masyarakat, DIPA tahun 2008 ke Kantor Pos Pusat yang selanjutnya akan mengirimkan kepada kantor pos dimana Dinas Kesehatan Kabupatan.Kota yang membina Poskesdes berdomisili.

4. Kantor pos Kabupaten / Kota akan mentransfer dana bantuan ke rekening masing-masing Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

5. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuat SK penyaluran dana Bansos operasional poskesdes/Desa Siaga

6. Dinas Kesehatan Kabupaten menyalurkan dana kepada pengurus Desa Siaga/poskesdes atau kepala desa bila pengurus belum ditunjuk

7. Dalam hal jumlah poskesdes yang ada lebih besar daripada yang diperhitungkan, dapat digunakan untuk semua poskesdes/Desa Siaga yang ada.

2.3.5. Kemampuan Sumber Daya Manusia

Faktor tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan. Dalam halnya pengelolaan dana Desa Siaga dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu mengelola dana dengan baik (Azwar, 1996).


(60)

2.3.6. Pengawasan

Pengawasan penggunaan dana Desa Siaga ditingkat kabupaten secara langsung dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan, sementara itu di tingkat desa penggunaan dana Desa Siaga diawasi langung oleh masyarakat melalui rapat dan juga oleh Kepala Desa (geusyik), hal-hal yang perlu dibicarakan mengenai penggunaan dana desa siaga diputuskan langsung dalam rapat tersebut.

2.4. Landasan Teori

Menurut Muninjaya (2008) keberhasilan pengelolaan anggaran pembiayaan kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kecukupan dana, mekanisme pengelola dana, kemampuan SDM, dan pengawasan. Dana yang disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk didalamnya program Desa Siaga tidaklah memadai, hal ini secara langsung akan memengaruhi keberhasilan pelayanan kesehatan, disamping itu mekanisme pengelolaan dana yang belum sempurna juga merupakan suatu masalah yang cukup besar karena seandainya dana yang tersedia sangat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya belum begitu sempurna, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola dengan baik, dalam batas-batas tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan termasuk tujuan pengembangan desa siaga masih dapat dicapai. Akhirnya perlu adanya suatu pengawasan pengelolaan dana yang bertujuan untuk mengetahui apakah dana sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan, ada tidaknya penyimpangan penggunaan dana, serta untuk mengetahui sifat-sifat dari penyimpangan tersebut, Menurut Depkes RI (2007)


(61)

indikator keberhasilan Desa Siaga dapat dilihat dari beberapa cakupan yaitu cakupan pelayanan dasar poskesdes, cakupan pelayanan UKBM-UKBM yang ada, Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan dilaporkan/diatasi, cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori tersebut pada landasan teori maka disusun sebuah kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Pembiayaan Pengembangan Desa Siaga

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian - Kecukupan dana

- Mekanisme pengelola dana

- Kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) - Pengawasan

- Cakupan pelayanan dasar poskesdes

- Cakupan pelayanan UKBM-UKBM yang ada

- Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan

dilaporkan/diatasi

- Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan explanatory survey untuk mengetahui pengaruh pembiayaan kesehatan terhadap pengembangan Desa Siaga di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada beberapa Desa Siaga terpilih dalam Kabupaten Aceh Besar dan pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian (unit analisis) adalah seluruh Desa Siaga yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar yaitu 188 desa siaga

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan persamaan Slovin yaitu :

) (

1 N d2

N n

+ =


(63)

Dimana :

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

65 27 . 65 88 , 2 188 88 , 1 1 188 ) 01 , 0 ( 188 1 188 ) 1 , 0 ( 188 1 188 2 = = = + = + = + = n n n n n n

Setelah dilakukan perhitungan seperti di atas, maka didapatlah besar sampel sebanyak 65 desa siaga. Untuk masing-masing desa sampel diambil secara simple random sampling dengan mengundi dari seluruh anggota populasi. Setelah dilakukan pengundian terhadap anggota populasi maka desa yang terpilih menjadi sampel adalah sebagai berikut :


(1)

AKSIR

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Tidak Tercapai 18 27,7 27,7 27,7

Tercapai 47 72,3 72,3 100,0

Valid

Total 65 100,0 100,0

JMB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Tidak Tercapai 15 23,1 23,1 23,1

Tercapai 50 76,9 76,9 100,0

Valid

Total 65 100,0 100,0

JNTK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Tidak Tercapai 26 40,0 40,0 40,0

Tercapai 39 60,0 60,0 100,0

Valid

Total 65 100,0 100,0

totdep

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

5,00 3 4,5 4,6 4,6

6,00 4 6,1 6,2 10,8

7,00 8 12,1 12,3 23,1

8,00 6 9,1 9,2 32,3

9,00 7 10,6 10,8 43,1

10,00 1 1,5 1,5 44,6

11,00 5 7,6 7,7 52,3

12,00 9 13,6 13,8 66,2

13,00 3 4,5 4,6 70,8

14,00 7 10,6 10,8 81,5

15,00 2 3,0 3,1 84,6

16,00 5 7,6 7,7 92,3

17,00 3 4,5 4,6 96,9

18,00 Valid


(2)

Totkat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Kurang 7 10,8 10,8 10,8

Sedang 36 55,4 55,4 66,2

Baik 22 33,8 33,8 100,0

Valid

Total 65 100,0 100,0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KECDAN1 * totkat 65 100,0% 65 100,0%

MPDN1 * totkat 65 100,0% 65 100,0%

KSDM1 * totkat 65 100,0% 65 100,0%

PGWSN1 * totkat 65 100,0% 65 100,0%

KECDAN1 * totkat Crosstabulation

totkat Total

Kurang Sedang Baik

KECDAN1 Sangat Tidak

Memadai

Count

3 3

% within KECDAN1 ,0% ,0% 100,0% 100,0%

Tidak Memadai Count 1 8 5 14

% within KECDAN1 7,1% 57,1% 35,7% 100,0%

Cukup Memadai Count 5 16 8 29

% within KECDAN1 17,24% 55,17% 27,59% 100,0%

Memadai Count 1 10 8 19

% within KECDAN1 5,26% 52,64% 42,10% 100,0%

Total Count 7 36 22 65


(3)

MPDN1 * totkat Crosstabulation

totkat Total

Kurang Sedang Baik

MPDN1 Sangat Tidak Baik Count 0 0 1 1

% within MPDN1 ,0% ,0% 100,0% 100,0%

Tidak Baik Count 3 5 2 10

% within MPDN1 30% 50% 20% 100,0%

Cukup Baik Count 4 19 7 30

% within MPDN1 13,33% 63,34% 23,33% 100,0%

Baik Count 0 10 11 21

% within MPDN1 ,0% 47,6% 52,4% 100,0%

Sangat Baik Count 0 2 1 3

% within MPDN1 ,0% 66,67% 33,33% 100,0%

Total Count 7 36 22 65

% within MPDN1 10,76% 55,39% 33,85% 100,0%

KSDM1 * totkat Crosstabulation

totkat Total

Kurang Sedang Baik

KSDM1 Sangat Tidak Mampu Count 0 0 1 1

% within KSDM1 ,0% ,0% 100,0% 100,0%

Kurang Mampu Count 3 2 1 6

% within KSDM1 50,0% 33,33% 16,67% 100,0%

Cukup Mampu Count 4 18 7 29

% within KSDM1 13,79% 62,07% 24,14% 100,0%

Mampu Count 0 14 11 25

% within KSDM1 ,0% 56% 44% 100,0%

Sangat Mampu Count 0 2 2 4

% within KSDM1 ,0% 50,0% 50,0% 100,0%

Total Count 7 36 22 65


(4)

PGWSN1 * totkat Crosstabulation

totkat Total

Kurang Sedang Baik

PGWSN1 Sangat Kurang Count 0 0 1 1

% within PGWSN1 ,0% ,0% 100,0% 100,0%

Kurang Count 5 5 4 14

% within PGWSN1 35,7% 35,7% 28,6% 100,0%

Cukup Count 2 20 4 26

% within PGWSN1 7,69% 76,93% 15,38% 100,0%

Baik Count 0 10 12 22

% within PGWSN1 ,0% 45,5% 54,5% 100,0%

Sangat Baik Count 0 1 1 2

% within PGWSN1 ,0% 50,0% 50,0% 100,0%

Total Count 7 36 22 65

% within PGWSN1 10,9% 54,7% 34,4% 100,0%

Correlations

KECDAN totdep

Pearson Correlation 1 ,086

Sig. (2-tailed) ,504

KECDAN

N 65 65

Pearson Correlation ,086 1

Sig. (2-tailed) ,504

totdep

N 65 65

Correlations

Correlations

totdep MPDN

Pearson Correlation 1 ,356(**)

Sig. (2-tailed) ,004

totdep

N 65 65

Pearson Correlation ,356(**) 1

Sig. (2-tailed) ,004

MPDN

N 65 65


(5)

Correlations

Correlations

totdep KSDM

Pearson Correlation 1 ,347(**)

Sig. (2-tailed) ,005

totdep

N 65 65

Pearson Correlation ,347(**) 1

Sig. (2-tailed) ,005

KSDM

N 65 65

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Correlations

totdep PGWSN

Pearson Correlation 1 ,314(*)

Sig. (2-tailed) ,012

totdep

N 65 65

Pearson Correlation ,314(*) 1

Sig. (2-tailed) ,012

PGWSN

N 65 65

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Regression

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 PGWSN,

MPDN, KSDM(a)

. Enter a All requested variables entered.


(6)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,361(a) ,130 ,086 3,53495

a Predictors: (Constant), PGWSN, MPDN, KSDM

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 110,489 5 36,830 2,947 ,040(a)

Residual 737,257 59 12,496

1

Total 847,746 62

a Predictors: (Constant), PGWSN, MPDN, KSDM b Dependent Variable: totdep

Coefficients(a)

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta B Std. Error

(Constant) 5,841 1,884 3,100 ,003

MPDN ,116 ,145 ,239 ,802 ,426

KSDM ,071 ,165 ,137 ,432 ,667

1

PGWSN -,003 ,115 -,007 -,026 ,980