Analisis Hasil Metode Spektrofotometri UV

44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Alopurinol memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat dianalisis menggunakan metode spektrofotometri. Menurut Sari 2014, batas kuantitasi alopurinol dengan metode spektrofotometri adalah 15.58 gmg. Pada sampel jamu asam urat batas kuantifikasinya 0,52 gmg sedangkan pada sampel tablet batas kuantifikasinya 300 gmg. Metode spektrofotometri UV lebih tepat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam sampel tablet obat karena nilai LOQ yang diperoleh jauh lebih kecil dari batas yang ditentukan. Di dalam matriks sediaan tablet mengandung eksipien berupa zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur disintegran yang beberapa tidak larut dalam pelarut yang digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan optimasi isolasi proses penyaringan agar larutan yang dibuat bebas dari partikel ekspien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soenarso 2014, diperoleh bahwa penyaringan dengan menggunakan pelarut 20 mL sebanyak satu kali merupakan ekstraksi yang optimal. Metode spektrofotometri untuk penetapan kadar alopurinol dalam tablet perlu dilakukan validasi untuk menjamin bahwa metode analisis memenuhi spesifikasi yang dapat diterima.

A. Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Tablet

Prinsip metode analisis alopurinol dalam tablet Dirjen POM RI, 1974, dilakukan pengembangan metode analisis dengan cara melarutkan sampel tablet ke dalam larutan NaOH 0,1 N kemudian diukur serapan pada  maks dengan spektrofotometri UV. Validasi dilakukan menurut tata cara berikut: 1. Pembuatan dan Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N Pelarut yang digunakan pada metode spektrofotometri ini adalah NaOH 0,1 N karena alopurinol larut baik dalam pelarut ini Moffat, 2011. Namun NaOH yang akan digunakan sebagai pelarut harus dilakukan standarisasi. Tujuan dilakukan standarisasi ini adalah karena larutan NaOH bersifat hidroskopis yang dapat menyerap air dari lingkungannya sehingga terjadi pengenceran atau dengan kata lain dapat mengalami perubahan konsentrasi sehingga harus distandarisasi. Selain itu NaOH juga dapat bereaksi dengan gas CO 2 dari udara. NaOH + CO 2 → Na 2 CO 3 + H 2 O NaOH distandarisasi dengan menggunakan kalium hidrogen biftalat sebagai standar primer. Pada pembakuan NaOH dengan kalium biftalat reaksi yang terjadi adalah Gambar 5. Reaksi kalium biftalat dengan NaOH Standarisasi NaOH ini merupakan asidimetri dimana menentukan konsentrasi NaOH dari asam yang telah diketahui konsentrasinya terlebih dahulu. Asidimetri ini menggunakan prinsip titrasi yang mereaksikan kalium hidrogen biftalat sebagai asam dan NaOH sebagai basa hingga pada saat sejumlah mol ion OH - yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H + yang semula ada. Dalam menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu dengan cara menambahkan indikator asam basa. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis Gandjar dan Rohman, 2010. Pada penelitian ini digunakan indikator fenolftalein yang memiliki trayek pH 8,2-10 Jenkins, 1967. Digunakan indikator fenolftalein karena fenolftalein memiliki trayek perubahan warna disekitar titik akhir teoritis. Fenolftalein pada suasana basa akan memberikan warna merah muda. Gambar 6. Reaksi fenolftalein dengan NaOH Pada penelitian ini dibutuhkan NaOH sejumlah 21,35 ml, maka normalitas NaOH yang digunakan adalah 0,092 N Lampiran 4.

2. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan

Penentuan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang alopurinol yang memiliki serapan maksimum. Pada panjang gelombang maksimum ini diharapkan semua kadar alopurinol dalam sampel dapat terdeteksi dengan baik oleh detektor UV. Pada penetapan alopurinol dalam sediaan tablet diperlukan pembacaan serapan dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-400 nm menggunakan pelarut NaOH 0,1 N karena panjang gelombang maksimum alopurinol secara teoritis berada pada rentang tersebut. Pada penelitian ini digunakan tiga level konsentrasi yaitu 4,8 dan 12 μgmL. Tabel V. Panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut NaOH 0,1 N Konsentrasi µgmL Panjang gelombang pengamatan nm 4 257 8 257 12 257 Panjang gelombang maksimum pada konsentrasi 4,8 dan 12 µgmL menunjukkan dengan panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang teoritis menurut Moffat 2011 yaitu pada 257 nm. Berikut spektrogram alopurinol: Gambar 7. Bentuk spektra panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut NaOH 0,1 N pada A konsentrasi 4µgmL, B konsentrasi 8 µgmL, C konsentrasi 12 µgmL Berdasarkan Gambar 7. diatas dapat dilihat bahwa ketiga seri konsentrasi yang berbeda dihasilkan bentuk spektra yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa spektra tersebut merupakan spektra alopurinol.

3. Pembuatan Kurva Baku Alopurinol

Pembuatan kurva baku digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antara respon instrumen dengan konsentrasi analit linier pada seri larutan kurva baku. Larutan seri kurva baku alopurinol yang digunakan terdiri dari 6 seri konsentrasi yaitu 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 μgmL. Pelarut yang digunakan untuk seri larutan baku adalah NaOH 0,1 N. Digunakan NaOH 0,1 N karena alopurinol larut dengan baik pada larutan alkalis NaOH 0,1 N Moffat, 2011. Persamaan regresi linier yang didapatkan