Kebutuhan sarana untuk pengangkutan hasil bumi dari Wonosobo sangatlah penting.Meskipun pada saat itu sudah terdapat jalur militer yang menghubungkan
Ambarawa, Wonosobo dan Banyumas, namun hal itu dirasa kurang.
13
Ketika belum terdapat jalan di wilayah selatan kota yang memadahi untuk pendistribusian hasil
bumi dari Wonosobo. Para pedagang memanfaatkan jalan menanjak pegunungan Dieng sampai ke Kalibening Banjarnegara untuk menuju ke Pekalongan.
Perlu diketahui bahwa jalan yang dilalui para pedagang ini adalah jalan bukit yang terjal sangat sulit untuk dilalui, serta harus menembus lebatnya hutan untuk
sampai di wilayah pesisir pekalongan.Beberapa pedagang lebih memilih jalan ini dari pada harus menuju Purworejo ataupun Banjarnegara. Karena beberapa lahan yang
cukup banyak terdapat tenaman tembakau berada di Kejajar yang letaknya tidak jauh dari pegunungan Dieng.
Oleh sebab itu kesulitan-kesulitan yang dialami beberapa pedagang inilah kemudian memancing pengelola kereta api SDS untuk membangun perpanjangan
jalurnya sampai di Wonosobo, selain itu pihak SDS juga melihat potensi keuntungan yang cukup besar jika nanti dari beberapa barang yang dihasilkan di Wonosobo dapat
diangkut dengan kereta api SDS menuju Cilacap maupun Batavia.
13
Idem
22
BAB III PERKEMBANGAN JALUR KERETA API BANYUMAS–WONOSOBO
1917-1976
A. Pembangunan Jalur Kereta Api di Banyumas-Wonosobo
Perlunya penambahan jalur sebagai salah satu rangkaian jalur kereta dan juga motivasi bisnis dari beberapa pengusaha yang ada di Wonosobo, kebutuhan ini
dirasakan sangat mendesak untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar bagi pengelola. Seperti halnya permohonan yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk
pemasangan jalur lanjutan kereta api SDS agar sampai di daerah Wonosobo. Melihat kebutuhan tersebut pengelola SDS meminta ijin kepada pemerintah
untuk memperpanjang rangkaian jalur SDS. Akhirnya ijin itu diberikan oleh pemerintah, lewat surat keputusan 22 Juni 1912 no.12. Setelah beroperasi cukup lama
di wilayah Banyumas akhirnya jaringan jalur kereta api SDS sampai di Wonosobo. Wonosobo merupakan wilayah yang memiliki potensi yang cukup besar sama halnya
dengan Banyumas. Pembangunan jalur ini dimulai dari Banjarnegara secara bertahap rincian dari
pembangunan wilayah Banyumas sampai dengan Ledok Wonosobo sebagai berikut, Banjarnegara-Selokromo
Wonosobo sepanjang
19 Km
diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 1 Mei 1916. Pembangunan jalur ini memerlukan
keahlian yang cukup, karena medan menuju Wonosobo bukanlah hal yang mudah
dengan melewati lembah dan tanjakan yang cukup banyak. Topografi alam menjadi hambatan tersendiri ketika merencanakan pembangunan jalur kereta api sampai
Selokromo. Pembangunan jalur dari Banjarnegara sampai Selokromo melewati beberapa halte kecil untuk pemberhentian antara lain, Sokanandi-Singomerto-
Sigaluh-Prigi-Bandingan-Bojonegoro-Tunggoro-Selokromo. Setelah SDS berhasil membangun jalur sampai sebagian wilayah Wonosobo
pihak pengelola memperkirakan kereta SDS kala itu belum menjagkau wilayah pusat pemerintahan dan ekonomi di Wonosobo, atas pertimbangan itu SDS dengan dasar
keputusan yang sama dari pemerintah Belanda melanjutkan pembangunan kereta api ini menuju arah utara sampai dengan kota Wonosobo saat ini.
1
Saat itu di Wonosobo sendiri sudah terdapat asisten residen, sekretaris urusan pendudukan Belanda,
kontrolir dan juru lelang.
2
yang secara administratif kedudukannya dibawah Residen.
3
Jalur lanjutan dari Selokromo ini menempuh jarak sepanjang kurang lebih 14 Km yang diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 7 Juni 1917. Sepanjang jalur
dari Selokromo-Wonosobo melewati halte-halte pemberhentian antara lain, Krasak- Selomerto-Penawangan-Wonosobo. Jalan yang dilalui dari Selokromo sangat
menanjak. Sampai Krasak lajur kereta api SDS melalui jembatan untuk menyebrangi
1
http:indonesianheritagerailway.comindex.php?option=com_contentview=articleid=2383Apur wokerto-wonosobocatid=583Atracklang=id. Diakses 3 Oktober 2013
2
DjokoSuryo dkk, Sejarah Perjuangan Rakyat Wonosobo, Yogyakarta,Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Wonosobo Dengan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra
Universitas Gadjah Mada, 1994-1995, hlm. 89
3
Wonosobo secara administratif pada abad ke-19 adalah wilayah yang tergabung dalam karesidenan Bagelen yang terdiri dari wilayah Bagelen, Kebumen dan Ngambal Kebumen, namun setelah 1905
adanya peleburan terhadap Karesidenan Bagelen akhirnya Wonosobo masuk kedalam Karesidenan Kedu yang juga diikuti oleh Kebumen dan Purworejo.
sungai Serayu. Ketika melewati daerah Selomerto kereta api terlihat seperti menyebrangi jalan darat melaju melewati sisi kiri menuju pinggiran Desa Pakuncen.
Selain itu ketika menuju arah Wonosobo kereta api SDS berganti lokomotif di stasiun Selokromo dengan spesifikasi lokomotif untuk jalur menanjak, hanya saja
perbedaan antara jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa dengan Wonosobo adalah bahwa jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa menggunakan gigirel
bergerigi tengah yang berfungsi sebagai pendorong lokomotif maupun penahan. Sedangkan jalur kereta api di Wonosobo tidak menggunakan gigi tengah, akan tetapi
lokomotif berganti dengan yang bertenaga lebih besar. Dalam satu rangkaian perjalanan gerbong kereta api yang dimiliki oleh SDS berjumlah tiga buah.
4
Hal ini dilakukan mempertimbangkan jalur kereta dari Banjarnegara menuju Wonosobo
dengan medan yang dilalui sangat sulit. Jalur kereta api lintas Banyumas-Wonosobo melewati empat kabupaten, yaitu
Kabupaten Banyumas yang berpusat di kota Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo. Sepanjang jalur ini terdapat empat belas stasiun dan empat belas
tempat pemberhentian semacam halte.
5
Pada masa jayanya, satu rangkaian kereta api terdiri dari gerbong barang dan kereta penumpang. Dalam satu Rangkaian kereta api
dapat mencapai lima gerbong. Gerbong barang biasanya terdapat di urutan dua kebelakang dan difungsikan sebagai tempat mengangkut hasil bumi seperti sayuran,
kina, teh dan tembakau
4
Wawancara dengan Bapak Soedjono pada tangga l 6 Desember 2013
5
http:regional.kompas.comread201108052159385Jalur.KA.Purwokerto-Wonosobo.Diaktifkan. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2013