Keadaan Wonosobo Pada Akhir Abad ke-19

sungai Serayu. Ketika melewati daerah Selomerto kereta api terlihat seperti menyebrangi jalan darat melaju melewati sisi kiri menuju pinggiran Desa Pakuncen. Selain itu ketika menuju arah Wonosobo kereta api SDS berganti lokomotif di stasiun Selokromo dengan spesifikasi lokomotif untuk jalur menanjak, hanya saja perbedaan antara jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa dengan Wonosobo adalah bahwa jalan kereta api yang terdapat di Ambarawa menggunakan gigirel bergerigi tengah yang berfungsi sebagai pendorong lokomotif maupun penahan. Sedangkan jalur kereta api di Wonosobo tidak menggunakan gigi tengah, akan tetapi lokomotif berganti dengan yang bertenaga lebih besar. Dalam satu rangkaian perjalanan gerbong kereta api yang dimiliki oleh SDS berjumlah tiga buah. 4 Hal ini dilakukan mempertimbangkan jalur kereta dari Banjarnegara menuju Wonosobo dengan medan yang dilalui sangat sulit. Jalur kereta api lintas Banyumas-Wonosobo melewati empat kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas yang berpusat di kota Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo. Sepanjang jalur ini terdapat empat belas stasiun dan empat belas tempat pemberhentian semacam halte. 5 Pada masa jayanya, satu rangkaian kereta api terdiri dari gerbong barang dan kereta penumpang. Dalam satu Rangkaian kereta api dapat mencapai lima gerbong. Gerbong barang biasanya terdapat di urutan dua kebelakang dan difungsikan sebagai tempat mengangkut hasil bumi seperti sayuran, kina, teh dan tembakau 4 Wawancara dengan Bapak Soedjono pada tangga l 6 Desember 2013 5 http:regional.kompas.comread201108052159385Jalur.KA.Purwokerto-Wonosobo.Diaktifkan. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2013

B. Pasang Surut Perkembangan Kereta Api Banyumas-Wonosobo

1. Persaingan dengan angkutan darat lainnya Setelah beroperasi cukup lama dan menjadi alat trasnportasi andalan masyarakat Banyumas dan Wonosobo, keberadaan alat transportasi ini mendapat saingan.Hal itu disebabkan adanya pembangunan besar-besaran jalan darat yang menghubungkan Banyumas sampai Wonosobo.Serta keberadaan kendaraan bermotor lainnya dikhawatirkan oleh pengelola kereta SDS pada tahun 1920-an. Menjelang tahun 1933 pasang surut perusahaan kereta api SDS ini semakin terasa. Diawali dengan pendirian General Motors sebagai pabrik perakitan otomobil pertama di Batavia. 6 Distribusi kendaraan bermotor menuju pedalaman semakin gencar pada masa tersebut. Ketika kendaraan bermotor semakin pesat serta jalan-jalan darat mulai berkembang dengan pesat. Angkutan dari perusahaan mulai menggunakan jenis transportasi truk dan otobis. Pada tahun 1922 outobis mulai beroperasi untuk umum di karesidenan Banyumas. Perlahan masyarakat mulai berminat dengan transportasi ini. Perusahaan angkutan yang pertama berdiri di Banyumas adalah milik seorang Cina bernama H.B. Njoo yang berkedudukan di Purwokerto. 7 Perbaikan jalan darat secara besar-besaran dan pengadaan transportasi angkutan darat jalan raya menyebabkan sepinya para pedagang dan penumpang 6 Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, Sejarah Alternatif Indonesia, Yogyakarta, Djaman Baroe, 2011, hlm. 125 7 Purnawan Basundoro, “Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas Tahun 1830-1994”, Tesis, UGM, Paska Sarjana, 1999. hlm.210 umum memanfaatkan kereta api. Pengguna jasa kereta api SDS turut berpindah menggunakan transportasi darat tersebut. Pada tahun 1927 saja kendaraan darat yang ada diwilayah Banyumas berjumlah 499 untuk kendaraan pribadi sedangkan kendaraan umum berjumlah 12 buah. Alasan utama menggunakan truk maupun kendaraan bermotor lainnya ialah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan para pengusaha untuk memakai jasa kereta api untuk satu kali perjalanan. Berpindahnya sebagian masyarakat dengan menggunakan alat trasnportasi lain juga disebabkan penggunaan kendaraan semacam bus dan truk lebih mudah menjangkau daerah-daerah yang tidak mampu dilintasi oleh kereta api. Kemudahan itu didasarkan pada keengganan para pengguna jasa kereta api mengeluarkan biaya yang lebih besar dalam menggunakan jasa kereta api untuk pengangkutan selanjutnya dari stasiun. Serta kesepakatannegosiasi biaya sebelum menggunakan truk maupun bus antara penjaja jasa dan pengguna jasa lebih mudah dilakukan. 2. Masa Depresi ekonomi `Akibat dari depresi ekonomi yang melanda pada tahun 1933 turut sebagai akibat dari Perang Dunia I berdampak panjang bagi perekonomian Hindia Belanda.Banyumas sebagai daerah yang ikut membangun pertumbuhan ekonomi di Hindia Belanda juga terkena akibat dari depresi ekonomi tersebut. Salah satu usaha yang tutup akibat dari depresi ekonomi tersebut ialah pabrik-pabrik gula yang ada di Karesidenan Banyumas tutup, seperti pabrik gula Kalibagor, Kalimanah, Bojong, Klampok dan Purwokerto. Rendahnya harga gula pada kisaran F 0.09 – F 0.10 per Kg tidak sebanding dengan biaya pengangkutan yang selama menggunakan kereta SDS.Sehingga pengangkutan menggunakan truk dianggap lebih murah untuk memangkas ongkos produksi.Pada tahun 1933 gula yang diangkut menggunakan SDS hanya 13.077 ton, tentu saja kondisi ini membuat pihak SDS mengalami kerugian. 8 Beberapa pabrik gula yang ada hanya pabrik gula Kalibagor saja yang kembali beroperasi pada tahun 1933, 9 tetapi dalam waktu yang lama setelah masa depresi ekonomi tersebut.Selain itu kondisi perekonomian yang ada di Banyumas sangat lesu karena beberapa barang kebutuhan sulit dipenuhi.Kalaupun ada harganya pasti sangat mahal karena sudah di monopoli oleh beberapa pengusaha. Masa depresi ekonomi juga berakibat pada kebutuhan masyarakat terhadap pengangkutan, terutama jasa pengangkutan kereta api. Semakin surutnya kegiatan ekonomi dapat dilihat ketika mulai berkurangnya intensitas pegiriman barang menggunakan jasa kereta api baik yang dibawa masuk ke wilayah Banyumas ke Wonosobo maupun sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini tahun 1933 memang kegiatan ekonomi surut. 8 Ibid, hlm. 259 9 Ibid, hlm.262