sungai  Serayu.  Ketika  melewati  daerah  Selomerto  kereta  api  terlihat  seperti menyebrangi jalan darat melaju melewati sisi kiri menuju pinggiran Desa Pakuncen.
Selain  itu  ketika  menuju  arah  Wonosobo  kereta api  SDS  berganti  lokomotif  di stasiun  Selokromo  dengan  spesifikasi  lokomotif  untuk  jalur  menanjak,  hanya  saja
perbedaan  antara  jalan  kereta  api  yang  terdapat  di  Ambarawa  dengan  Wonosobo adalah  bahwa  jalan  kereta  api  yang  terdapat  di  Ambarawa  menggunakan  gigirel
bergerigi  tengah  yang  berfungsi  sebagai  pendorong  lokomotif  maupun  penahan. Sedangkan jalur kereta api di Wonosobo tidak menggunakan gigi tengah, akan tetapi
lokomotif  berganti  dengan  yang  bertenaga  lebih  besar.  Dalam  satu  rangkaian perjalanan  gerbong  kereta  api  yang  dimiliki  oleh  SDS  berjumlah  tiga  buah.
4
Hal  ini dilakukan  mempertimbangkan  jalur  kereta  dari  Banjarnegara  menuju  Wonosobo
dengan medan yang dilalui sangat sulit. Jalur  kereta  api  lintas  Banyumas-Wonosobo  melewati  empat  kabupaten,  yaitu
Kabupaten Banyumas yang berpusat di kota Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, dan  Wonosobo.  Sepanjang  jalur  ini  terdapat  empat  belas  stasiun  dan  empat  belas
tempat pemberhentian semacam halte.
5
Pada masa jayanya, satu rangkaian kereta api terdiri dari gerbong barang dan kereta penumpang. Dalam satu Rangkaian kereta api
dapat  mencapai  lima  gerbong.  Gerbong  barang  biasanya  terdapat  di  urutan  dua kebelakang dan difungsikan sebagai tempat  mengangkut  hasil  bumi  seperti  sayuran,
kina, teh dan tembakau
4
Wawancara dengan Bapak Soedjono pada tangga l 6 Desember 2013
5
http:regional.kompas.comread201108052159385Jalur.KA.Purwokerto-Wonosobo.Diaktifkan. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2013
B. Pasang Surut Perkembangan Kereta Api Banyumas-Wonosobo
1. Persaingan dengan angkutan darat lainnya
Setelah  beroperasi  cukup  lama  dan  menjadi  alat  trasnportasi  andalan masyarakat Banyumas dan Wonosobo, keberadaan alat transportasi ini mendapat
saingan.Hal  itu  disebabkan  adanya  pembangunan  besar-besaran  jalan  darat  yang menghubungkan  Banyumas  sampai  Wonosobo.Serta  keberadaan  kendaraan
bermotor lainnya dikhawatirkan oleh pengelola kereta SDS pada tahun 1920-an. Menjelang  tahun  1933  pasang  surut  perusahaan  kereta  api  SDS  ini
semakin  terasa.  Diawali  dengan  pendirian  General  Motors  sebagai  pabrik perakitan otomobil pertama di Batavia.
6
Distribusi  kendaraan  bermotor  menuju  pedalaman  semakin  gencar  pada masa  tersebut.  Ketika  kendaraan  bermotor  semakin  pesat  serta  jalan-jalan  darat
mulai  berkembang dengan pesat. Angkutan dari perusahaan  mulai  menggunakan jenis transportasi truk dan otobis. Pada tahun 1922 outobis mulai beroperasi untuk
umum  di  karesidenan  Banyumas.  Perlahan  masyarakat  mulai  berminat  dengan transportasi  ini.  Perusahaan  angkutan  yang  pertama  berdiri  di  Banyumas  adalah
milik seorang Cina bernama H.B. Njoo yang berkedudukan di Purwokerto.
7
Perbaikan  jalan  darat  secara  besar-besaran  dan  pengadaan  transportasi angkutan  darat  jalan  raya  menyebabkan  sepinya  para  pedagang  dan  penumpang
6
Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, Sejarah Alternatif Indonesia, Yogyakarta, Djaman Baroe, 2011, hlm. 125
7
Purnawan  Basundoro,  “Transportasi  dan  Ekonomi  di  Karesidenan  Banyumas  Tahun  1830-1994”, Tesis, UGM, Paska Sarjana, 1999. hlm.210
umum  memanfaatkan  kereta  api.  Pengguna  jasa  kereta  api  SDS  turut  berpindah menggunakan  transportasi  darat  tersebut.  Pada  tahun  1927  saja  kendaraan  darat
yang ada diwilayah Banyumas berjumlah 499 untuk kendaraan pribadi sedangkan kendaraan  umum  berjumlah  12  buah.  Alasan  utama  menggunakan  truk  maupun
kendaraan  bermotor  lainnya  ialah  mahalnya  biaya  yang  harus  dikeluarkan  para pengusaha untuk memakai jasa kereta api untuk satu kali perjalanan.
Berpindahnya  sebagian  masyarakat  dengan  menggunakan  alat  trasnportasi lain  juga disebabkan penggunaan kendaraan  semacam  bus dan truk  lebih  mudah
menjangkau  daerah-daerah  yang  tidak  mampu  dilintasi  oleh  kereta  api. Kemudahan  itu  didasarkan  pada  keengganan  para  pengguna  jasa  kereta  api
mengeluarkan  biaya  yang  lebih  besar  dalam  menggunakan  jasa  kereta  api  untuk pengangkutan selanjutnya dari stasiun. Serta kesepakatannegosiasi biaya sebelum
menggunakan  truk  maupun  bus  antara  penjaja  jasa  dan  pengguna  jasa  lebih mudah dilakukan.
2. Masa Depresi ekonomi
`Akibat  dari  depresi  ekonomi  yang  melanda  pada  tahun  1933  turut  sebagai akibat  dari  Perang  Dunia  I  berdampak  panjang  bagi  perekonomian  Hindia
Belanda.Banyumas sebagai daerah  yang  ikut  membangun pertumbuhan ekonomi di Hindia Belanda juga terkena akibat dari depresi ekonomi tersebut.
Salah  satu  usaha  yang  tutup  akibat  dari  depresi  ekonomi  tersebut  ialah pabrik-pabrik gula yang ada di Karesidenan Banyumas tutup, seperti pabrik gula
Kalibagor, Kalimanah, Bojong, Klampok dan Purwokerto. Rendahnya harga gula
pada kisaran F 0.09 – F 0.10 per Kg  tidak sebanding dengan biaya pengangkutan yang  selama  menggunakan  kereta  SDS.Sehingga  pengangkutan  menggunakan
truk  dianggap  lebih  murah  untuk  memangkas  ongkos  produksi.Pada  tahun  1933 gula  yang  diangkut  menggunakan  SDS  hanya  13.077  ton,  tentu  saja  kondisi  ini
membuat pihak SDS mengalami kerugian.
8
Beberapa  pabrik  gula  yang  ada  hanya  pabrik  gula  Kalibagor  saja  yang kembali beroperasi pada tahun 1933,
9
tetapi dalam waktu yang lama setelah masa depresi ekonomi tersebut.Selain itu kondisi perekonomian yang ada di Banyumas
sangat  lesu  karena  beberapa  barang  kebutuhan  sulit  dipenuhi.Kalaupun  ada harganya pasti sangat mahal karena sudah di monopoli oleh beberapa pengusaha.
Masa depresi ekonomi  juga  berakibat pada kebutuhan  masyarakat terhadap pengangkutan, terutama jasa pengangkutan kereta api. Semakin surutnya kegiatan
ekonomi  dapat  dilihat  ketika  mulai  berkurangnya  intensitas  pegiriman  barang menggunakan  jasa kereta api baik  yang dibawa masuk ke wilayah  Banyumas ke
Wonosobo maupun sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini tahun 1933 memang kegiatan ekonomi surut.
8
Ibid, hlm. 259
9
Ibid,  hlm.262