Dampak di Bidang Ekonomi
                                                                                dikerjakan.
5
Mereka  memilih  merantau  ke  wilayah  yang  dirasa  mampu menjamin hak hidup mereka.
Penemuan  mesin  dan  tenaga  uap  serta  penggunaan  modal  secara  besar dalam  usaha  dagang  dan  industri  menciptakan  pabrik-pabrik  besar.  Hal  ini
menarik banyak tenaga kerja dari daerah-daerah untuk merantau ke wilayah lain karena tingginya upah yang mereka dapatkan dan jaminan sosial.
6
Pada akhirnya perkembangan  dari  industri  pabrik  gula  di  Banyumas  tersebut  mendorong
mobilitas  sosial  yang  terjadi  didalam  masyarakat.  Kegiatan  ekonomi  ini  pula yang  nantinya  akan  mendorong  terbentuknya  kota  Purwokerto  menjadi  ibukota
Karesidenan  Banyumas  sebagai  pengganti  kota  Banyumas.  Karena  semakin padatnya  kota  ini  akibat  dari  urbanisasi  dari  daerah-daerah  disekitarnya  dan
kehidupan sosialekonomi kota yang lebih matang. Beberapa stasiun besar  yang dilalui oleh  jalur kereta SDS ini  antara lain,
stasiun  Maos,  Purwokerto  Timur,  Purbalingga,  Banjarnegara  dan  Wonosobo. Diantara  stasiun  besar  tersebut  terdapat  beberapa  stasiun  kecil  yang  digunakan
sebagai  tempat  transit  penumpang.  Keberadaan  kereta  api  di  pedalaman Banyumas merupakan pemacu mobilitas sosial di masyarakat.
Akibat  yang  terjadi  setelah  adanya  jalan  kereta  api  hubungan  antar wilayah  semakin  lancar.  Pola  hubungan  jarak  pendek  diputus  dengan  adanya
jalan kereta api, mobilitas masyarakat yang turut aktif dalam perdagangan yang
5
Soerjono Soekanto,  Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta,Raja Grafindo Persada, 1982, hlm.264
6
Daljoeni, N., Seluk Beluk Masyarakat Kota Puspagram  Sosiologi Kota, Bandung Penerbit Alumni, 1982, hlm.13.
ada  di  kedua  wilayah  ini  turut  menumbuhkan  kehidupan  ekonomi  baru  antar wilayah  di  Banyumas-Wonosobo.  Meskipun  sudah  sejak  lama  masyarakat
mengadakan hubungan ekonomi satu sama lain, namun hubungan tersebut masih sangat terbatas karena jalan yang dilalui  memiliki keterbatasan.
Padatnya  penduduk  di  Banyumas  tahun  1930-an  membuat  konsentrasi- konsentrasi  keramaian  secara  alami.  Adanya  keramaian  di  beberapa  wilayah
membuat  orang  dari  luar  daerah  keramian  itu  tertarik  untuk  mengunjunginya begitu  juga  sebaliknya.  Keramaian  ini  didukung  dengan  angka  kelahiran  di
Banyumas yang cukup tinggi.
Kenaikan angka  kelahiran  dalam  0 ∕00 di Karesidenan Banyumas selama kurun waktu tahun
1932-1937
7
Kabupaten Tahun
1932 1933
1934 1935
1936 1937
Purwokerto 25
30 34
34 -
- Banyumas
35 32
31 27
36 41
Banjarnegara 32
31 27
32 35
41 Purbalingga
34 32
30 29
34 41
Cilacap 26
25 26
27 37
49 Karesidenan Banyumas
30 30
29 29
360 43
Perlu diketahui  industri perkebunan gula di  Banyumas sulit  berkembang dan sedikit terlambat daripada tanaman ekspor lainnnya seperti kopi, nila, indigo.
Keterlambatan ini disebabkan karena sulitnya alat transportasi di Banyumas pada saat  itu.  Sulitnya  transportasi  membuat  para  pengusaha  gula  tidak  mau
membangun industri perkebunan gula di Banyumas. Selain itu pertimbangan alat
7
Breman,  J.C.,  Djawa:  Pertumbuhan  Penduduk  Dan  Struktur  Demografis,  Jakarta,  Bharatara,  1971, hlm.69
angkut  untuk  pengiriman  ke  konsumen.  Kenyataan  ini  dapat  dilihat  dalam laporan  tahun  1830  bahwa  keberadaan  industri  gula  sangat  tergantung  adanya
sarana transportasi. Sehingga pada masa awal areal tanaman tebu yang ada hanya sekitar 400 bau yang terletak di Purbalingga dan Banyumas.
8
Setelah  dibangunnya  kereta  api  di  Banyumas  perlahan  keberadaan tanaman  kopi  mulai  digeser  dengan  tebu.  Beberapa  wilayah  Banyumas  mulai
menanam tebu perluasan dari wilayah Sokaraja dan Purbalingga. Pusat tanaman kopi yang tersisa hanya di kota Banyumas dalam jumlah kecil. Telah dijelaskan
pada  bagian  sebelumnya  bahwa  pembangunan  jalur  kereta  api  SDS  didasarkan atas keinginan para pengusaha gula memiliki sarana transportasi yang memadahi
untuk pengangkutan gula menuju pelabuhan Cilacap. Setelah  dibangunnya  jalur  kereta  api  SDS  selain  difungsikan  untuk
pengiriman  gula  kereta  api  juga  menerima  angkutan  penumpang.  Pada  tahun 1920  saja  tercatat  ada  2.825.073 orang, tahun  selanjutnya  berturut-turut  jumlah
penumpang yang naik kereta SDS, tahun 1921 2.531.600 orang, tahun 1922 ada 1.994.150 orang, tahun 1923 ada 1.614.748, dan tahun 1924 ada 1.386.536 orang
yang  menggunakan  transportasi  kereta  api  ini  dari  beberapa  halte  dan  stasiun yang dilalui oleh rangkaian jalur SDS.
9
8
Purnawan Basundoro, “Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas Tahun 1830-1994”, Tesis, UGM, Paska Sarjana, 1999. hlm.164
9
Keterengan lebih lengkap mengenai jumlah penumpang yang naik dari halte dan stasiun kereta api SDS dapat dilihat di Lampiran tabel nomor 15, hlm.881
Dengan  adanya  kereta  api  mobilitas  yang  terjadi  di  masyarakat  saat  itu cukup  sering  dan  terjadi  kenaikan  maupun  penurunan  jumlah  orang  yang
memanfaatkan kereta api SDS. Selain  itu dapat disimpulkan  bahwa  masyarakat pada  saat  itu  pergi  dari  satu  tempat  ke  tempat  lain  untuk  memenuhi  berbagai
macam  kebutuhannnya.  Dari  kenyataan  ini  bahwa  mobilitas  sosial  dapat merubah keadaan satu tempat karena adanya perubahan yang dibawa dari daerah
luar  yang  lebih  maju,  sebagai  dampak  dari  mobilitas  sosial  yang  dilakukan masyarakat. Contoh dengan adanya pembangunan jalur kereta api barang-barang
yang dikapalkan  melalui pelabuhan Cilacap  menjadi  lebih  beraneka  jenis untuk segera dikirim ke Eropa.
Struktur  sosial  masyarakat  yang  ada  ketika  Belanda  datang  ke  wilayah Banyumas  agak  berbeda  dibanding  sebelum  kedatangan  bangsa  asing.  Ikatan
tradisional  yang  dulunya  kuat  mulai  terhubung  dengan  kekuasaan  kolonial. Kenyataan  ini  merupakan  salah  satu  faktor  penting  upaya  eksploitasi  wilayah
pedalaman Banyumas-Wonosobo. Adanya  angka  yang  tinggi  dari  peningkatan  mobilitas  sosial  diakibatkan
karena  perluasan  industri  yang  mengakibatkan  sebab-sebab  tersebut. Perubahan sosial-ekonomi dengan sebab yang prinsip perubahan produksi secara sederhana
secara teknis dengan produksi modern yang lebih komplit suatu perubahan yang menimbulkan  posisi  baru  dalam  sektor  sekunder  dan  sektor  tersier
ekonomi.
10
Terlihat  ketika  perubahan  sosial  akibat  adanya  kereta  segera membuka  lapangan  peekerjaan  bari  di  kedua  wilayah  ini,  sehingga  mampu
menarik  penduduk  desa  untuk  datang  ke  kota.  Proses  ini  membuat  pembagian- pembagian  secara  alamiah  dalam  sektor  ekonomi  yang  sedang  berkembang  di
Banyumas-Wonosobo.
                