53
BAB V PENUTUP
Berdasarkan pembahasan “Sejarah Kereta Api Jalur Banyumas-Wonosobo 1917- 1976” dibahas tiga permasalahan yaitu ”pertama, Latar belakang pembangunan jalur
kereta api Banyumas-Wonosobo tahun 1917-1976, kedua, perkembangan keretaapi jalur Banyumas-Wonosobo tahun 1917-1976; ketiga dampak pembangunan jalur kereta api
Banyumas-Wonosobo. Berdasarkan uraian bab II, III, dan IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Latar belakang pembangunan kereta adalah keberadaan perkebunan diwilayah
Banyumas dan Wonosobo menjadi pemicu lahirnya jenis transportasi tersebut. Hasil produksi dari beberapa perkebunan tebu, kopi, kina, teh, dan tembakau yang
ada membutuhkan alat angkut yang cepat, aman dan mampu mengangkut dalam jumlah banyak, dengan tujuan agar mempercepat pemasaran hasil ke Eropa.
Sebelum adanya kereta api dikedua wilayah ini proses distribusi memakan waktu yang sangat lama dengan resiko rusak ditengah perjalanan. Pengiriman
sebelum adanya kereta api di Banyumas dan Wonosobo menggunakan alat trasnsportasi sungai, gerobak alat angkut tradisional lainnya. Hal tersebut dirasa
sangat lama dan penuh resiko. Melihat situasi yang terjadi selama bertahun-tahun ini pemerintah kolonial
memikirkan untuk membangun suatu perubahan untuk membuka isolasi Banyumas dan Wonosobo. Ternyata keinginan dari pemerintah itu direspon oleh pihak swasta.
Pihak swasta mengusulkan agar dilakukan pembangunan sarana transportasi masal
yang cepat, mampu mengangkut dalam jumlah banyak dan aman. Akhirnya pilihan itu tertuju pada jenis transportasi kereta api.
Tanggal 24 April 1894 melalui restu Ratu Wilhemina II dengan surat keputusan akhirnya mengesahkan N.V. Serajoedal Stoomtram Matschaappij SDS.
Perusahaan tersebut yang menaungi perkeretaapian di Banyumas. Pembangunan jalur ini dilaksanakan pada bulan Mei 1895 yang diketuai oleh Ir. C. Groll seorang
ahli teknik dari Belanda. 2.
Pembangunan jalur SDS ini dilakukan secara bertahap pertama dibangun adalah jalur Maos sampai Purwokerto. Tahap selanjutnya dilakukan pembangunan jalur
terusan melalui Purbalingga, Banjarnegara dan sampai pada jalur akhir yakni di Wonosobo pada tahun 1917.
Pada perkembangan selanjutnya kereta api SDS ini mengalami pasang surut tahun 1930-an menjadi masa sulit sepanjang sejarah perusahaan. Ketika jalan
darat mulai diperbaiki dan menjadi pesaing utama dalam pengangkutan menggunakan kereta api. Beroperasinya kendaraan bermotor ini mengancam
keberlangsungan keretaapi SDS. Selain itu pada tahun ini juga terjadi depresi ekonomi yang melanda seluruh dunia yang berdampak juga pada Hindia Belanda.
Masa penjajahan Jepang terjadi pembongkaran terhadap sebagian jalur SDS oleh Jepang karena dirasa tidak efektif yakni jalur Kebasen Gambarsari sampai
dengan Tanjung. Pembongkaran ini bermaksud untuk penghematan anggaran. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 keberadaan kereta api
melalui Angkatan Moeda Kereta Api AMKA mengambil alih kepemilikan kereta api di Indonesia. Seluruh anggota AMKA adalah pegawai kereta api masa
penjajahan Jepang. Semenjak itu didalam tubuh perkeretaapian di Indonesia ikut berganti nama dari DKARI menjadi DKA, kemudian PNKA, lalu PJKA sampai
tahun 1971. 3.
Pembangunan jaringan kereta api di Banyumas-Wonosobo berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan dalam bidang sosial
itu tampak ketika masyarakat mulai mengadakan hubungan dengan daerah lain yang letaknya cukup jauh, sebagai contoh hubungan para pedagang di Banyumas
dengan daerah Priangan dan Batavia. Akibatnya mobilitas sosial masyarakat Banyumas dan Wonosobo meningkat serta terjadi perubahan sosial dalam struktur
masyarakat. Adanya hubungan sosial tersebut juga berdampak pada kegiatan ekonomi
masyarakat. Semenjak adanya hubungan ini arus kegiatan perdagangan menjadi semakin lancar. Adanya perdagangan lintas wilayah, misalnya perdagangan antara
wilayah Banyumas, Wonosobo dengan para pedagang dari Batavia, Banten dan Madura.
56
DAFTAR PUSTAKA
Breman, J.C. 1971. Djawa Pertumbuhan Penduduk dan Struktur Demografis. Jakarta: Bharatara.
Burger, D.H. 1983. Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Bharatara.
Caldwell, Malcolm Utrecht, Ernst. 2011. Sejarah Alternatif Indonesia. Yogyakarta: Djaman Baroe.
Daljoeni, N. 1982. Seluk Beluk Masyarakat Kota Puspagram Sosiologi Kota, Bandung: Penerbit Alumni.
Djoko Soekiman. 2011. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.
Djoko Suryo. 1994-1995. Sejarah Perjuangan Rakyat Wonosobo. Yogyakarta: Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Wonosobo Dengan
Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. _ _ _ _ _ _, 1997. Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial-Ekonomi.
Yogyakarta: Aditya Media. _ _ _ _ _ _ _ _ , 1989. Sejarah Sosial Karesidenan Semarang 1830-1900. Yogyakarta:
Pusat Studi Sosial Universitas Gadjah Mada. Eddy Supangkat. 2008. Ambarawa Kota Lokomotif Tua Town of Ancient Locomotives.
Salatiga: Griya Media. Freek, Colombijn. Ed. 2005. Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-kota di Indonesia
Sebelum dan Setelah Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak. Howard, Dick Peter, J., Rimer. 2003. Cities, Transport, and Communications The
Integrate of Southeast Asia Since 1850. New York: Palgrave Macmillan. Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa Silang Budaya Batas-Batas Pembaratan 1.
Jakarta: Gramedia Pustaka. Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari
Emporium Sampai Imperium. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Smelser, J. Neil. 1984. Struktur Sosial dan Mobilitas Dalam Pembangunan Ekonomi.
Yogyakarta: Nur Cahaya.
Sri Margana M. Nursam. Ed. 2010. Kota-kota di Jawa Identitas. Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta: Ombak.
Susanto Zuhdi. 2002. Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Jakarta: KPG.
Suryo Hapsoro Tri Utomo. 2009. Jalan Rel. Yogyakarta: Beta Offset. Wiharyanto, A.K. 2011. Sejarah Indonesia Dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009.
Yogyakarta: Penerbit USD.
Skripsi dan Tesis
Deaz, Recardus P., 2013, Sejarah Dan Perkembangan Stasiun Kereta Api Tugu Di Yogyakarta 1887-1930, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta,USD.
Purnawan Basundoro, 1999, Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas Tahun 1830-1940, Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Sejarah, Program
Paskasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Jurnal
Roem Topatimasang. 2005. Jurnal Wacana, Menuju Transportasi Yang Manusiawi. Yogyakarta: Insist Press.
Majalah Soebandono, Joe. Mei 2007. Empat Sekawan di Jalur Lokal Semarang dan Surabaya.
Jakarta: Majalah KA.
Arsip
PT. KAI DAOP IV, Evaluasi PJKA Eksploitasi Jalur Tengah Tahun 1977 Buku I.
Internet
Agus Mulyadi Ed “Jalur KA Purwokerto-Wonosobo Diaktifkan”.
http:regional.kompas.comread201108052159385Jalur.KA.Purwokerto- Wonosobo.Diaktifkan
PT.KAI. ” Purwokerto-Wonosobo”,
http:indonesianheritagerailway.comindex.php?option=com_contentview=articleid= 2383Apurwokerto-wonosobocatid=583Atracklang=id.
Jatmiko W., ” Serajoedal Stoomtram Maatschaappij”,
http:www.banjoemas.com201005serajoedal-stoomtram-maatschappij.html
58
LAMPIRAN