pada kisaran F 0.09 – F 0.10 per Kg  tidak sebanding dengan biaya pengangkutan yang  selama  menggunakan  kereta  SDS.Sehingga  pengangkutan  menggunakan
truk  dianggap  lebih  murah  untuk  memangkas  ongkos  produksi.Pada  tahun  1933 gula  yang  diangkut  menggunakan  SDS  hanya  13.077  ton,  tentu  saja  kondisi  ini
membuat pihak SDS mengalami kerugian.
8
Beberapa  pabrik  gula  yang  ada  hanya  pabrik  gula  Kalibagor  saja  yang kembali beroperasi pada tahun 1933,
9
tetapi dalam waktu yang lama setelah masa depresi ekonomi tersebut.Selain itu kondisi perekonomian yang ada di Banyumas
sangat  lesu  karena  beberapa  barang  kebutuhan  sulit  dipenuhi.Kalaupun  ada harganya pasti sangat mahal karena sudah di monopoli oleh beberapa pengusaha.
Masa depresi ekonomi  juga  berakibat pada kebutuhan  masyarakat terhadap pengangkutan, terutama jasa pengangkutan kereta api. Semakin surutnya kegiatan
ekonomi  dapat  dilihat  ketika  mulai  berkurangnya  intensitas  pegiriman  barang menggunakan  jasa kereta api baik  yang dibawa masuk ke wilayah  Banyumas ke
Wonosobo maupun sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini tahun 1933 memang kegiatan ekonomi surut.
8
Ibid, hlm. 259
9
Ibid,  hlm.262
Pendapatan N.V. Serajoedal Stoomtram Matschappij dari pengoperasian Trem th.1929-1934
10
Gulden Tahun
Pendapatan Kotor Biaya Operasional
Pendapatan Bersih
1929 1.477.767.93
664.031.54 813.736.39
1930 1.137.668.54
614.836.32 522.832.22
1931 902.609.18
531.891.28 370.717.90
1932 821.391.33
393.807.89 427.583.44
1933 343.218.80
313.687.98 29.530.82
1934 353.289.74
266.700.75 86.588.99
Berdasarkan  tabel  diatas  tahun  1933  adalah  tahun  yang  terburuk  untuk pendapatan  NV.SDS  Semua  ini  diakibatkan  krisis  ekonomi  jauh  sebelum  masa
depresi  ekonomi  yang  melanda  Hindia  Belanda.Akan  tetapi  beberapa  saat kemudian kondisi ekonomi Hindia Belanda berangsur-angsur membaik meskipun
tidak membaik seperti sebelum terjadinya depresi ekonomi. Kebangkitan  kembali  kehidupan  perekonomian  di  Banyumas  dapat  terlihat
ketika  pengoperasian  kembali  pabrik  gula  Kalibagor.  Meskipun  kebangkitan  ini tidak  cukup  kuat  untuk  merangsang  kembali  beroperasi  pabrik  gula  lainnya  di
seluruh wilayah Banyumas. Depresi ekonomi ini hampir merata di seluruh Hindia Belanda  yang  merupakan  masa-masa  tersulit  sepanjang  sejarah  penjajahan
Belanda.
10
Idem
C. Kereta Api jalur Banyumas-Wonosobo pada masa pendudukan Jepang
Jepang masuk ke wilayah Indonesia tahun 1942  melalui  pelabuhan Tarakan di Pulau Kalimantan. Dari Tarakan Jepang berhasil menyebrang ke Jawa dengan
mendarat  di  beberapa  pelabuhan  di  pesisir  pantai  utara  Jawa,  Rembang  Jawa Tengah  dan  Banten.  Meskipun  penjajahan  yang  dilakukan  Jepang  tidak  lama
nyatanya membawa dampak yang sangat besar bagi nasib bangsa Indonesia pada saat itu. Pemerintah Jepang memberlakukan Romusha yang lebih kejam dari pada
kerja  Rodi  masa  Belanda.  Selain  itu  perubahan  yang  terjadi  di  Indonesia  masa penjajahan  Jepang  sangat  terasa  terutama  dalam  bidang  tansportasi  kereta  api
yang dibangun zaman  Belanda. Perlu  diketahui  sampai  dengan  tahun  1939  panjang  jalan  kereta  api  di
Indonesia  mancapai  6.811  km.  Tetapi  pada  tahun  1950  panjangnya  berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km hilang. Diperkirakan hilangnya sebagian
sebagian komponen-komponen kereta api  yang  berasal dari Indonesia dibongkar untuk diangkut Jepang ke Myanmar.
Jepang  masuk  ke  Wonosobo  dari  arah  timur  yaitu  melalui  Kertek  sampai Semagung.
11
Jepang  mulai  menguasai  sektor ekonomi peninggalan  Belanda  yaitu beberapa  perkebunan  kopi,  pabrik  teh  Tambi  dan  kereta  api.  Keberadaan  kereta
api Wonosobo ini dimanfaatkan oleh Jepang sebagai upaya perluasan pendudukan di  pedalaman  Jawa.  Jepang  membentuk  kompi-kompi  pasukan  semi  militer
sampai  di  daerah  seperti  pedalaman  Jawa  seperti  Peta,  Seinendan,  Heiho  dan
11
Djoko Suryo, op cit., hlm.98
Keibodan.
12
Seluruh pasukan ini disiapkan oleh Jepang dalam rangka perang Asia Timur Raya melawan pihak Sekutu. Beberapa kereta api di Jawa tidak terkecuali
SDS  digunakan  sebagai  alat  angkutan  logistik  persenjataan  untuk  penguatan Tentara ke Enam Belas. Pengelolaan SDS pada saat itu dibawah Chubu Kyoku.
Jepang  berusaha  menyatukan  seluruh  jalur  kereta  api  di  Jawa.  Rencana penyatuan  ini  dibawah  perintah  Mayor  Takahashi  kemudian  digantikan  oleh
Shosimatsu.  Pada  masa  Jepang  perkeretaapian  berpusat  di  Bandung.  Kereta  api pada  masa  Jepang  dikuasai  oleh  Angkatan  Darat  Jepang  diberi  nama  RIKUYU
SOKYOKU dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi yaitu,
13
1. Seibu Kyoku di Jawa Barat
2. Chubu Kyoku di Jawa Tengah
3. Tobu Kyoku di Jawa Timur
Selain penyatuan  jalur-jalur kereta api  yang ada  di  Jawa pemerintah  Jepang juga  membongkar  beberapa  jalur  bagian  dari  kereta  api  SDS  dengan  alasan
keberadaannya  kurang  berfungsi  strategis  serta  dan  penghematan  anggaran. Keadaan ini hampir sama dengan nasib kereta api di Sumatera yang terkena imbas
dari  zaman  penjajahan  Jepang,  kereta  api  SDS  di  sepanjang  sungai  Serayu beberapa  jalurnya  dibongkar  oleh  Jepang.  Jalur  yang  dibongkar  antara  lain  jalur
Kebasen  Gambarsari  sampai  dengan  Tanjung  dibongkar.  Sedangkan  jalur
12
Ibid, hlm. 113
13
Tim PT KAI, Tanah Kereta Api Suatu Tinjauan Historis, Hukum AgrariaPertanahan, Dan Hukum Pembendaharaan Negara, Bandung, PT.KAI, 2000, hlm.15