Perubahan Nama Perusahaan Kondisi Setelah Kemerdekaan

39

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN KERETA API JALUR BANYUMAS-WONOSOBO

Wilayah Bnyumas dan Wonosobo dianggap memiliki potensi alam yang besar untuk dimanfaatkan pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya Belanda mulai memetakan wilayah Wonosobo dan Banyumas sebagai penghasil tanaman yang laku di Eropa seperti teh, tembakau, kina dan kayu manis. Sedangkan karesidenan Banyumas sebagai lahan yang potensial bagi tebu dan beberapa tanaman lain dengan jumlah yang relatif sedikit semacam kopi, kayu-kayuan, kina, kapas dan kayu manis. Setelah industri gula berkembang cukup pesat di Banyumas terjadi masalah baru bagaimana agar pendistribusian barang produksi dapat dilakukan dengan cepat, untuk itu pengusaha gula di Klampok mengajukan ijin pembangunan jalan kereta api di Banyumas. Jalan kereta api difungsikan sebagai sarana pengangkutan hasil produksi untuk dikirim melalui pelabuhan Cilacap. Perkembangan sarana transportasi kereta api lambat laun tidak hanya digunakan untuk pengangkutan barang namun dalam perkembangan selanjutnya juga difungsikan sebagai sarana pengangkutan penumpang.

A. Dampak di Bidang Ekonomi

Kehidupan kota tentu saja didukung dengan aktivitas yang ada didalamnnya. Masyarakat sebagai motor penghidup kota menjadi unsur pokok sebagai penggerak kemajuan suatu kota. Untuk menghidupkan kota tentu saja banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat baik itu aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Kehidupan kota terjadi karena bertemunya interaksi sesama masyarakat dari lain daerah untuk menjalin komunikasi satu sama lain. Perkembangan kota-kota kolonial atau kota-kota Indis pada tahun 1900-1940- an meningkat dengan cepat. Sejalan dengan meningkatnya perekonomian pada sektor-sektor tertentu, misalnya pertambangan, perkebunan, perdagangan dan perindustrian. Pesatnya proses modernisasi industrialisasi, komersialisasi dan pendidikan yang terpusat di kota telah menjadi faktor penggerak perubahan dan penarik arus urbanisasi dan migrasi penduduk di daerah Indonesia. 1 Setelah beroperasi beberapa waktu di Banyumas akhirnya kereta api SDS dapat membangun perpanjangan jalur sampai Wonosobo. Wilayah ini merupakan jalur sulit karena daerah dataran tinggi yang perlu teknik khusus untuk melintasinya. Alasan pembangunan jalur kereta api jalur ini tentu saja untuk kepentingan strategis ekonomi pengusaha perkebunan dan pemerintah kolonial Belanda. Beberapa tahun beroerasi jalur ini banyak mendapat respon yang cukup bagus dari masyarakat. Sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara pengguna jasa kereta api yang kebanyakan adalah pengusaha perkebunan, dan penumpang umum dengan pemilik pengelola kereta api SDS. 1 Djoko Suryo, “Pendudukan dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990”, Dalam Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-kota di Indonesia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan, Ed. Freek Colombijn a.l., Yogyakarta, Ombak, 2005, hlm.30 Keberadaan kereta api membuat beberapa daerah di wilayah Banyumas dan Wonosobo yang terisolir oleh keadaan alam perlahan mulai terbuka. Keadaan tersebut dapat terlihat semakin dinamisnya pergerakan masyarakat Wonosobo. Masyarakat mulai berhubungan dengan luar daerah guna menjalin komunikasi antara satu sama lain. Proses komunikasi tersebut menyebabkan terjalinnya hubungan sosial dan ekonomi antar wilayah. Setelah pembukaan jalur kereta api jangkauan hubungan masyarakat tidak hanya sebatas regional wilayah-wilayah yang dekat, bahkan hubungan ekonomi masyarakat di Banyumas dan Wonosobo telah sampai di Batavia dan Banten. Masyarakat juga sering melakukan mobilitas sosial untuk berpergian untuk memenuhi kepentingan mereka dari satu tempat ketempat lain. Selain itu keberadaan kereta api menjadi indikator utama majunya kegiatan ekonomi di kawasan Banyumas. Keberadaan kereta api ini membuka komunikasi yang statis didalam lingkungan masyarakat. Keterbatasan hubungan ini karena adanya pembatas alam yang memaksa manusia untuk komunikasi jarak pendek dengan lingkungan alamnya. Selain itu komunikasi yang tidak lancar berdampak pada kemajuan tiap-tiap daerah. Sebagai contoh bilamana ada suatu penemuan baru tidak dapat diketahui oleh warga masyarakat yang tinggal dalam lingkungan terisolir. Hasilnya terlihat sifat tradisional masyarakat desa lebih kuat dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di dalam lingkungan kota. Dengan dibukanya isolasi wilayah Banyumas-Wonosobo melalui pembukaan jalur kereta api, perlahan daerah pedalaman sepanjang sungai Serayu mengenal sistem ekonomi Barat. Meskipun sebelum adanya jalur kereta api ini pola ekonomi tersebut terlebih dahulu masuk di karesidenan Banyumas, akan tetapi hanya terbatas pada lingkungan kota saja. Dengan dibukanya jalur trasnportasi kereta membuka kesempatan bagi desa menerima beberapa dampak perubahan tersebut. Paska kemerdekaan, seiring dengan modernisasi pada kereta api yang melintasi Banyumas-Wonosobo, Wilayah Wonosobo berkembang menjadi pusat berbagai macam tanaman sayuran seperti kentang, kol, kacang-kacangan dan lain- lain. Hal itu disebabkan adanya permainan pada pasar tembakau oleh orang-orang Cina yang menjadi bawahan dari pabrik rokok, akibat dari permainan ekonomi ini pabrik menghentikan semua pembelian tembakau garangan produksi masyarakat Wonosobo. Untuk tetap mempertahankan hidupnya masyarakat beralih menanam sayuran di kecamatan Kejajar. 2 Para pelaku ekonomi ini memanfaatkan kereta api untuk mengangkut barang dagangannya di bawa ke Banyumas, bahkan pengiriman ini sudah mencapai Jakarta meskipun masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk satu kali kiriman hantaran. 3 Selain itu para petani di Wonosobo juga membutuhkan pasokan pupuk tanaman untuk penggarapan lahan mereka. Pada tahun 1970-an Pupuk Sriwijaya 2 Djoko Suryo, Sejarah Perjuangan Rakyat Wonosobo, Yogyakarta, Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Wonosobo Dengan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1994-1995, hlm 188 3 Soedjono, Wawancara tanggal 6 Desember 2013. yang memiliki gudang di Banjarnegara juga menggunakan jasa kereta api ini untuk mengantar beberapa pesanan pupuk pertanian dalam jumlah yang cukup besar ke Wonosobo dan Temanggung. 4

B. Dampak di Bidang Sosial

1. Mobilitas Sosial

Manusia adalah mahluk dinamis yang selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Pergerakan tersebut dilakukan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan itu terus diupayakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Karena adanya keterbatasan pada satu tempat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia harus mencarinya dengan berpindah antara satu tempat ke tempat lain. Perpindahan yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi ini yang disebut dengan mobilitas sosial. Pergerakan yang hendak dilakukan oleh masyarakat di karesidenan Banyumas-Wonosobo terlihat ketika mereka mengunjungi stasiun atau halte untuk berpergian keluar daerah dengan menggunakan kereta api SDS. Perpindahan tersebut banyak dilakukan masyarakat desa menuju kota guna memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi orang-orang desa yang tidak mempunyai sawah-sawah di desa untuk 4 Idem. dikerjakan. 5 Mereka memilih merantau ke wilayah yang dirasa mampu menjamin hak hidup mereka. Penemuan mesin dan tenaga uap serta penggunaan modal secara besar dalam usaha dagang dan industri menciptakan pabrik-pabrik besar. Hal ini menarik banyak tenaga kerja dari daerah-daerah untuk merantau ke wilayah lain karena tingginya upah yang mereka dapatkan dan jaminan sosial. 6 Pada akhirnya perkembangan dari industri pabrik gula di Banyumas tersebut mendorong mobilitas sosial yang terjadi didalam masyarakat. Kegiatan ekonomi ini pula yang nantinya akan mendorong terbentuknya kota Purwokerto menjadi ibukota Karesidenan Banyumas sebagai pengganti kota Banyumas. Karena semakin padatnya kota ini akibat dari urbanisasi dari daerah-daerah disekitarnya dan kehidupan sosialekonomi kota yang lebih matang. Beberapa stasiun besar yang dilalui oleh jalur kereta SDS ini antara lain, stasiun Maos, Purwokerto Timur, Purbalingga, Banjarnegara dan Wonosobo. Diantara stasiun besar tersebut terdapat beberapa stasiun kecil yang digunakan sebagai tempat transit penumpang. Keberadaan kereta api di pedalaman Banyumas merupakan pemacu mobilitas sosial di masyarakat. Akibat yang terjadi setelah adanya jalan kereta api hubungan antar wilayah semakin lancar. Pola hubungan jarak pendek diputus dengan adanya jalan kereta api, mobilitas masyarakat yang turut aktif dalam perdagangan yang 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta,Raja Grafindo Persada, 1982, hlm.264 6 Daljoeni, N., Seluk Beluk Masyarakat Kota Puspagram Sosiologi Kota, Bandung Penerbit Alumni, 1982, hlm.13.