berbanding lurus dengan konsentrasi analit dalam sampel Rohman dan Gandjar, 2007.
2. Pemisahan yang optimal pada sistem KCKT
a. Bentuk puncak pemisahan asam askorbat. Bentuk puncak yang diharapkan adalah simetris. Parameter bentuk puncak adalah asymmetry
factor A
s
dan tailing factor T
f
. Nilai asymmetry factior A
s
dihitung pada 10 tinggi puncak. Perhitungan A
s
dapat dilakukan dengan persamaan yang tercantum pada Gambar 5. Apabila nilai A
s
= 1, maka dapat dikatakan puncak yang dihasilkan simetri. Akan tetapi, pada nilai
A
s
2 puncak juga masih dikatakan baik Snyder dkk., 2010. Tailing factor T
f
merupakan rasio antara lebar setengah tinggi puncak. Nilai T
f
= 1 menunjukkan bahwa puncak simetris, sedangkan nilai T
f
˃ 1 menunjukkan bahwa puncak mengalami tailing. Semakin besar nilai T
f
maka efisiensi kolom semakin menurun. Tailing factor T
f
dapat dihitung melalui persamaan yang tercantum pada Gambar 6 berikut:
Gambar 6. Perhitungan nilai A
s
dan nilai T
f
Snyder dkk., 2010
Pada saat migrasi, analit mengalami transfer antara fase diam atau fase gerak berkali-kali. Analit hanya dapat bergerak bila berada dalam fase gerak,
maka migrasi dalam kolom menjadi tidak teratur. Akibatnya, laju rata-rata analit relatif terhadap fase gerak sangat bervariasi dan menyebabkan pelebaran puncak
analit. Berdasarkan teori laju, pelebaran puncak analit disebabkan oleh 3 faktor
yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Difusi Eddy
Difusi Eddy merupakan aliran tidak teratur yang menyebabkan terjadinya pencampuran konvektif. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jarak yang harus
dilalui molekul yang satu dengan yang lain. Perbedaan jarak yang dilalui oleh molekul yang satu dengan yang lain disebabkan oleh perbedaan bentuk, ukuran
partikel pengisi kolom, cara pengisian kolom, dan diameter kolom. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan waktu elusi molekul-molekul dari kolom.
Suatu molekul solut dapat bergerak melalui kolom dekat dinding kolom yang memiliki kerapatan kemas partikel fase diam yang rendah, sehingga molekul
tersebut dengan cepat akan terelusi. Berbeda dengan molekul solut yang melalui bagian tengah kolom yang memiliki kerapatan kemas partikel fase diam yang
tinggi, solut akan terelusi dengan kecepatan yang lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan pelebaran puncak untuk tiap analit. Cara memperkecil efek ini
adalah menggunakan fase diam yang memiliki partikel berdiameter kecil, diameter kolom kecil, pengemasan kolom yang rapat dan homogen Rohman dan
Gandjar, 2007.
2 Difusi longitudinal Analit ketika berada dalam fase gerak melewati fase diam menyebar ke
segala arah secara difusi, baik dengan arah yang sama maupun berlawanan dengan aliran fase gerak sehingga akan menghasilkan bentuk puncak yang melebar
simetris. Difusi longitudinal merupakan efek dari gerakan random molekul analit dalam fase gerak karena adanya perbedaan konsentrasi. Ketika melintasi kolom,
molekul-molekul akan berdifusi menyebar ke segala arah. Difusi ini dapat terjadi di sepanjang kolom, baik pada fase gerak maupun fase diam. Akibatnya bentuk
puncak analit yang semula sempit, dengan adanya difusi ke dalam fase gerak di sekelilingnya, akan melebarkan profil puncak. Efek ini dapat diperkecil dengan
menggunakan fase gerak yang bobot jenisnya lebih tinggi dengan kecepatan linier aliran ditingkatkan Rohman dan Gandjar, 2007.
3 Transfer massa Pengaruh transfer massa ini terjadi antara fase diam dengan fase gerak.
Proses transfer massa tidak terjadi secara instan melainkan terjadi secara lambat dalam hal kinetikanya. Fase gerak mengalir secara terus menerus mengakibatkan
distribusi kesetimbangan analit dalam fase diam dan fase gerak tidak pernah ada. Konsentrasi analit pada fase diam yang tertinggal sebenarnya lebih sedikit
dibandingkan dengan konsentrasi analit pada fase gerak sehingga akan terbentuknya pelebaran puncak Rohman dan Gandjar, 2007.
Beberapa penyebab terjadinya puncak asimetris antara lain: 1 Konsentrasi analit terlalu besar yang membuat fase gerak tidak mampu
membawa analit dengan sempurna sehingga akan terbentuk tailing pada puncak yang dihasilkan.
2 Adanya interaksi yang kuat antara analit dengan fase diam sehingga analit sulit terelusi dari kolom dan membuat terbentuknya tailing pada puncak.
3 Terdapat kontaminan dalam sampel sehingga akan muncul suatu puncak didepan puncak analit yang membuat terbentuknya fronting pada puncak
Rohman dan Gandjar, 2007. b. Waktu retensi t
R
. Waktu retensi merupakan waktu yang dibutuhkan suatu analit untuk melewati kolom. Waktu retensi t
R
dan faktor retensi k’ dihubungkan dengan persamaan:
t
R
= t
M
l + k’ 6
t
M
merupakan waktu yang dibutuhkan analit yang tidak tertahan untuk melewati kolom. Analit yang tidak tertahan akan bermigrasi melewati
kolom dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan fase gerak, sehingga nilai faktor retensinya adalah nol t
R
= t
M
. Analit yang mempunyai nilai k’ 0 akan tertahan secara proporsional dan menghasilkan waktu retensi
yang lebih besar daripada t
M
Gandjar dan Rohman, 2007. c. Resolusi R
s
. Resolusi adalah indikator pemisahan dua puncak yang berdekatan. Pemisahan yang baik adalah pemisahan yang menghasilkan nilai
R
s
≥ 1,5. Hubungan antara waktu retensi analit t
R
dengan lebar puncak W dinyatakan dalam persamaan berikut:
W 0,5W
t t
Rs
1 2
R1 R2
+ −
=
7
Dimana : t
R1
dan t
R2
= waktu retensi komponen W
1
dan W
2
= lebar alas puncak komponen Snyder dkk., 2010.
d. Efisiensi kolom. Salah satu yang menjadi tolok ukur efisiensi kolom adalah jumlah lempeng N yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis. Efisiensi
kolom akan berpengaruh pada waktu retensi analit. Semakin tinggi jumlah lempeng teoritis maka semakin baik pula efisiensi kolom Snyder dkk.,
2010. Nilai Height Equivalent Theoritical Plate HETP merupakan tolok
ukur efisiensi kolom, dimana HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:
N L
HETP =
8
Dimana : L = panjang kolom N = jumlah lempeng
dimana nilai N merupakan bilangan lempeng teoritik dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
2 h
2 1
R
W t
x 5,54
N ⎟⎟
⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎜ ⎝
⎛ =
9
Dimana : tR = waktu retensi analit
h 2
1
W
= lebar puncak pada posisi setengah tinggi puncak
Nilai HETP berbanding terbalik dengan jumlah lempeng teoritis N. Dengan begitu, semakin tinggi nilai N makan semakin kecil nilai HETP dan
semakin efisien kolom yang digunakan Snyder dkk., 2010.
E. Landasan Teori