tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain di Indonesia namun belum mencapai level 6 Sigma dan masih bervariasi naik turun sepanjang periode waktu,
sekaligus menunjukkan bahwa proses produksi di perusahaan belum dikelola secara konsisten. Apabila proses produksi dikendalikan dan di tingkatkan terus-
menerus maka akan menunjukkan pola DPMO yang terus-menerus menurun sepanjang waktu dan pola Kapabilitas Sigma yang meningkat terus-menerus
menuju target nilai kegagalan nol zero defect oriented atau dalam skala Sigma mencapai 6 sigma.
4.2.3. Tahap Analyze
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal
berikut: 1.
Menentukan kapabilitaskemampuan capability dari proses. 2.
Mengidentifikasikan sumber-sumber dan akar penyebab kegagalan.
4.2.3.1 Kemampuan Kapabilitas Proses
Berdasarkan data kecacatan dan proses produksi yang ada pada tabel 4.1, dapat dihitung kapabilitas proses sebagai berikut:
2002 Gaspersz,
000 .
000 .
1 _
_ x
BanyakCTQ x
sa angDiPerik
BanyaknyaY ecacat
BanyaknyaK Total
DPMO
Jumlah produksi = 10,147,500 cone
Jumlah cacat = 252 cone Banyak CTQ = 4
2002 Gaspersz,
000 .
000 .
1 _
_ x
BanyakCTQ x
sa angDiPerik
BanyaknyaY ecacat
BanyaknyaK DPMO
=
000 .
000 .
1 4
252 10147500
= 1.006 Berdasarkan Six Sigma conversion Table liat lampiran VI:
DPMO = 1.035 Sigma = 4, 58
DPMO = 1.001 Sigma = 4, 59
DPMO = 1.006 Sigma = ? diperoleh dengan interpolasi
Interpolasinya sebagai berikut :
sigma Y
Y Y
_ 59
, 4
598529 ,
4 008529
, 59
4, 58
4, 59
4, 035
. 1
001 .
1 035
. 1
006 .
1 59
4,
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa DPMO = 1.006 dan Kapabilitas Sigma = 4, 59. Untuk data yang bersifat atribut
kita dapat menggunakan hasil analisis ini sebagai ukuran kemampuan proses yang sesungguhnya, sekaligus merupakan baseline kinerja untuk peningkatan
selanjutnya. Analisa untuk data atribut harus dilakukan menggunakan diagram Pareto
untuk mengetahui CTQ potensial apa yang paling banyak menimbulkan
kegagalan. Hasil analisis Pareto untuk data kecacatan ditunjukkan dalam Tabel 4.4. dan digambarkan dalam diagram Pareto pada Gambar 4.3.
Berikut perhitungan untuk pembuatan diagram pareto pada proses pembuatan benang bulan april - september 2009 :
Jenis kecacatan : 1. Benang kusut
Presentase =
100 1
x ensiCacat
TotalFreku CTQ
acat FrekuensiC
Frekuansi Cacat = 18 Di peroleh dari hasil rekapitulasi pemeriksaan
Produk benang.
Presentase =
100 1
x ensiCacat
TotalFreku CTQ
acat FrekuensiC
= 14
, 7
100 252
18
x Untuk perhitungan jenis kecacatan yang lain berada di lampiran III perhitungan
prosentase kumulatif.
Tabel 4.3. Prosentase Komulatif Untuk Analisis Pareto Bulan April – September
No. Jenis Cacat
Jumlah Prosentase
Komulatif 1. Benang
kusut. 18
7,14 7,14 2. Warna
benang kotor
75 29,76 36,9
3. Gulungan benang
tidak rapi. 30
11,90 48,8 4. Panjang
benang 129 51,19 99,99
Gambar 4.3. Diagram Pareto Bulan April – September
4.2.3.2. Mengidentifikasi Sumber-sumber Penyebab Cacat