4.2.2. Tahap Measure
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini akan dilakukan pemilihan atau
penetapan karakteristik kualitas kunci CTQ kunci dan melakukan pengumpulan
data yang nantinya akan diolah untuk dijadikan sebagai Baseline kinerja. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap measure yaitu:
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas kunci Critical To Quality.
2. Melakukan pengumpulan data melalui suatu pengukuran yang akan dilakukan
pada tingkat output. 3.
Mengukur kinerja sekarang current performence pada tingkat output untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja performence kinerja pada awal proyek
Six Sigma.
4.2.2.1. Menetapkan Karakteristik Kualitas Kunci CTQ.
Penetapan karakteristik kualitas kunci CTQ berdasarkan jenis produk yang telah ditetapkan ada tahap Define, yaitu benang. Karakteristik kualitas kunci
CTQ pada produk tersebut adalah sebagai berikut: e.
Benang kusut. Merupakan jumlah cacat yang disebabkan oleh kesalahan pada proses
blowing. f.
Warna benang kotor. Merupakan
jumlah cacat
yang disebabkan proses blowing.
g. Gulungan benang tidak rapi.
Merupakan jumlah cacat yang disebabkan oleh kesalahan proses carding dan drafting.
h. Panjang benang yang tercantum dalam bobbin sama dengan panjang
sebenarnya, kalaupun berbeda, paling banyak 5 merupakan cacat yang disebabkan oleh kesalahan proses winding.
4.2.2.2. Pengukuran Baseline Kinerja
Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output dilakukan secara langsung pada produk akhir yang akan diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan
pedoman dasar untuk melakukan pengendalian dan peningkatan kualitas dari karakteristik output yang diukur. Hasil pengukuran pada tingkat output berupa
data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran defect per million opportunities DPMO dan Kapabilitas Sigma Nilai Sigma.
Berdasarkan data kecacatan yang ada di tabel 4.1 dapat dihitung DPMO dan Kapabilitas Sigma pada setiap periode produksi dijelaskan sebagai berikut:
2002 Gaspersz,
000 .
000 .
1 _
_ x
BanyakCTQ x
sa angDiPerik
BanyaknyaY ecacat
BanyaknyaK DPMO
Bulan April
060 ,
6 000
. 000
. 1
4 1691250
41
x
x April
DPMO Berdasarkan Six Sigma conversion Table Lampiran VI Tabel Konversi Six
Sigma: DPMO = 6.210
Sigma = 4, 00 DPMO = 6.037
Sigma = 4, 01 DPMO = 6.060
Sigma = ? diperoleh dengan interpolasi Interpolasinya sebagai berikut :
sigma Y
Y Y
_ 01
, 4
018670 ,.
4 008670
, 01
, 4
00 ,
4 01
, 4
210 .
6 037
. 6
210 .
6 060
. 6
01 ,
4
Data untuk perhitungan nilai DPMO bulan selanjutnya ada pada lampiran II perhitungan nilai DPMO.
Rangkuman hasil perhitungan DPMO dan Kapabilitas Sigma seperti dalam tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Nilai DPMO Periode DPMO
Kapabilitas Sigma
April 6.060 4,01
Mei 6.799 3,96
Juni 6.504 3,98
Juli 7.243 3,95
Agustus 5.173 4,06
September 5.617 4,04
Perhitungan interpolasi dapat dilihat pada lampiran II Perhitunan Nilai DPMO.
Selengkapnya grafik
Nilai DPMO dan grafik Nilai Sigma dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2. Grafik Nilai DPMO Grafik Nilai Sigma Dari Gambar 4.2. dan tabel 4.2 menunjukkan pola DPMO kecacatan dan
pencapaian Sigma yang belum konsisten. Walaupun level Sigma sudah cukup
tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain di Indonesia namun belum mencapai level 6 Sigma dan masih bervariasi naik turun sepanjang periode waktu,
sekaligus menunjukkan bahwa proses produksi di perusahaan belum dikelola secara konsisten. Apabila proses produksi dikendalikan dan di tingkatkan terus-
menerus maka akan menunjukkan pola DPMO yang terus-menerus menurun sepanjang waktu dan pola Kapabilitas Sigma yang meningkat terus-menerus
menuju target nilai kegagalan nol zero defect oriented atau dalam skala Sigma mencapai 6 sigma.
4.2.3. Tahap Analyze