2.4. KPK Dalam Sistem Peradilan Pidana
Dalam  suatu  proses  penegakan  hukum  termasuk  juga  penegakan  hukum terhadap tindak pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-
undangan tentunya dibutuhkan juga instrumen penggeraknya  yaitu institusi-institusi penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja dalam sebuah sistem
yang disebut sebagai sistem peradilan pidana criminal justice system. Sistem  peradilan  pidana  yang  merupakan  terjemahan  dari  Criminal  Justice
System yang  merupakan  sistem  kekuasaan  atau  kewenangan  menegakkan  hukum
pidana. Sistem peradilan pidana dapat dikatakan juga sebagai suatu rangkaian antara satu lembaga dengan lembaga lainnya dimana kesemuanya saling berkait yang pada
hakikatnya juga identik dengan sistem kekuasaan kehakiman dibidang hukum pidana yang  diimplementasikan  dalam  4  empat  subsistem,  yaitu  :  kekuasaan  penyidikan
oleh  lembaga  penyidik,  kekuasaan  penuntutan  oleh  lembaga  penuntut  umum, kekuasaan mengadili atau menjatuhkan putusan oleh badan peradilan, dan kekuasaan
pelaksanaan  hukum  pidana  oleh  aparat  pelaksana  eksekusi.
71
Hagan  membedakan pengertian  antara  Criminal  Justice  Process  dan  Criminal  Justice  System.  Criminal
Justice Process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang
tersangka  dalam  proses  yang  membawanya  kepada  penentuan  pidana  baginya, sedangkan Criminal Justice System adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap
instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
72
71
Moh Hatta, Op.cit, hlm.42.
72
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana, Jakarta, 2010, hlm.2.
Undang-Undang  No.  8  Tahun  1981  Tentang  Hukum  Acara  Pidana  menganut sistem yang disebut Integrated Criminal Justice System. Sistem tersebut setiap tahap
dari pada proses penyelesaian perkara berkait erat dan saling mendukung satu sama lain.  Tahap  dalam  proses  penyelesaian  yang  dimaksud  adalah  suatu  proses
bekerjanya  lembaga-lembaga  yang  terdiri  dari  Kepolisian,  Kejaksaan,  Pengadilan dan  Lembaga  Pemasyarakatan.  Penanganan  suatu  perkara  pidana  yang  terjadi,
seorang tersangka akan  diperiksa melalui tahap-tahap  yakni penyidikan oleh Polisi, Penuntutan  oleh  Jaksa  Penuntut  Umum,  Sidang  Pengadilan  oleh  Hakim,  dan
Pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Keempat  subsistem  peradilan  pidana  yaitu  subsistem  penyidikan,  subsistem
penuntutan,  subsistem  pengadilan  dan  subsistem  pelaksanaan  putusan  sebagaimana tersebut  di  atas  merupakan  suatu  kesatuan  sistem  penegakan  hukum  pidana  yang
integral  atau  yang  sering  dikenal  dengan  istilah  Sistem  Peradilan  Pidana  Terpadu Integrated  Criminal  Justice  System.  Apabila  keterpaduan  dalam  bekerja  sistem
tidak dilakukan maka diperkirakan akan terdapat tiga kerugian sebagai berikut : 1
Kesukaran  dalam  menilai  sendiri  keberhasialn  atau  kegagalan  masing- masing instansi sehubungan dengan tugas mereka bersama.
2 Kesulitan  dalam  memecahkan  sendiri  masalah-masalah  pokok  masing-
masing instansi sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana. 3
Disebabkan  tanggung  jawab  masing-masing  instansi  sering  kurang  jelas terbagi,  maka  setiap  instansi  tidak  terlalu  memperhatikan  efektifitas
menyeluruh dari sistem peradilan pidana.
Upaya penegakan hukum dalam hukum pidana tidak dapat dipandang sebagai tanggung jawab secara parsial dari pihak tertentu, hal tersebut  dikarenakan adanya
keterkaitan  berbagai  pihak  dalam  penanganannya  sebagai  suatu  sistem.  Oleh karenanya,  sebagai  suatu  sistem  perlu  dipahami  mengenai  sistem  peradilan  pidana
itu sendiri. Dari keempat subsistem yang telah disebutkan diatas cara kerja subsistem harus  terintegrasi  terpadu  dengan  subsistem  lainnya.  Presepsi  atau  pandangan
dalam  mencapai  tujuan  pokok  sistem  peradilan  pidana  haruslah  sama.  Bila  tidak adanya  kesepahaman  antara  subsistem  ini  akan  menghilangkan  kepercayaan
masyarakat  pada  institusi  dalam  arti  sempit  dan  Sistem  Peradilan  Pidana  dalam artian lebih luas.
Sesuai dengan subsistem  yang ada dalam sistem  peradilan pidana  yaitu pihak kepolisian,  kejaksaan,  pengadilan,  dan  lembaga  pemasyarakatan  dapat  dipahami
bahwa  diantara  subsistem  tersebut  mempunyai  fungsinya  masing-masing menghadapi  dan  atau  menangani  tindakan  criminal  yang  terjadi.  Sebagai  suatu
rangkaian bekerjanya sistem peradian pidana, hal yang paling utama yang dilakukan oleh  pihak  kepolisian  adalah  memberikan  penyelidikan.  Dengan  dilakukannya
penyelidikan  maka  akan  diketahui  apakah  kasus  tersebut  mengandung  unsur  tindak pidana  atau  tidak,  apabila  mengandung  unsur  tindak  pidana  maka  selanjutnya  akan
dilakukan  penyidikan  oleh  penyidik.  Dalam  penyelidikan  atau  penyidikan didalamnya  terdapat  berbagai  rangkaian  kegiatan  yang  masing-masing  dibuatkan
berita acaranya, contoh : berita acara penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan,  penyadapan  dan  lain  sebagainya.  Berita  acara  yang  telah  dibuatkan
tersebut  dimasukkan  dalan  berkas  kemudian  dikirimkan  kepada  penuntut  umum
dengan  tidak  disertai  dengan  tersangka  dan  barang  buktinya.  Dengan  berakhirnya pekerjaan  dari  subsistem  kepolisian  ini  menandakan  dimulainya  pekerjaan  dari
subsistem  dari  kejaksaan.  Namun  apabila  terjadi  kekurangan  pada  saat  penyidikan yang  memberi  petunjuk  dalam  rangka  penyempurnaan  penyidikan  dari  penyidik
yang  disebut  dengan  pra  penuntutan  yang  mana  dilakukan  sebelum  penuntutan  ke pengadilan.
Penuntut umum sebagai organ dari kejaksaan yang mendapat tugas menangani perkara pidana setelah selesai melakukan prapenuntutan, penuntut umum selanjutnya
membuat surat dakwaan yang mana bahan-bahannya dirumuskan dari berkas perkara yang  diajukan  oleh  penyidik  yang  mana  dilanjutkan  dengan  penuntutan.  Dengan
adanya  pelimpahan  perkara  dari  penuntut  umum  maka  hal  ini  menandakan dimulainya  pekerjaan  dari  subsistem  pengadilan  kemudian  dilanjutkan  dengan
memeriksa  dan  diakhiri  dengan  memutuskan  perkara  perkara  pidana.  Adanya putusan  dari  pengadilan  mengenai  perkara  pidana  maka  berakhirlah  pekerjaan  dari
subsistem pengadilan dan dilanjutkan dengan pekerjaan dari subsistem yang terakhir dari seluruh subsistem dari sistem peradilan pidana yaitu subsistem permasyarakatan.
Sistem  peradilan  pidana  mempunyai  dimensi  fungsional  ganda.  Di  satu  pihak berfungsi  sebagai  sarana  masyarakat  untuk  menahan  dan  mengendalikan  kejahatan
crime  containment  system  pada  tingkatan  tertentu,  di  lain  pihak  sistem  peradilan pidana  juga  berfungsi  untuk  pencegahan  secondary  prevention.  Efektivitas  sistem
peradilan  pidana  tergantung  sepenuhnya  pada  kemampuan  infrastruktur  pendukung sarana  dan  prasarananya,  kemampuan  profesional  aparat  penegak  hukumnya  serta
budaya  hukum  masyarakatnya
73
.  Pada  hakekatnya  dibentuknya  sistem  peradilan pidana  mempunyai  dua  tujuan,  yaitu  tujuan  internal  sistem  dan  tujuan  eksternal.
Tujuan  internal  dilakukan  agar  terciptanya  keterpaduan  atau  sinkronisasi  antar subsistem-subsistem  dalam  tugas  menegakkan  hukum.  Sedangkan  tujuan  eksternal
yakni  untuk  melindungi  hak-hak  asasi  tersangka,  terdakwa  dan  terpidana  sejak proses  penyelidikan  sampai  proses  pemidanaan.  Dengan  demikian,  sebenarnya
tujuan  dari  sistem  peradilan  pidana  baru  selesai  apabila  pelaku  kejahatan  telah kembali  terintegrasi  ke  dalam  masyarakat,  hidup  sebagai  anggota  masyarakat
umumnya yang taat pada hukum. Penegakan  hukum  untuk  memberantas  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukan
secara  konvensional  selama  ini  terbukti  mengalami  berbagai  hambatan.  Korupsi merupakan  sebuah  kejahatan  luar  biasa  extra  ordinary  crime
74
,  untuk  itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan
khusus  yang  mempunyai  kewenangan  luas,  independen  serta  bebas  dari  kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi  yang pelaksanakannya
dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan. Berkenaan  dengan  hal  ini,  pemerintah  Indonesia  telah  memperlihatkan
keseriusannya dalam percepatan pemberantasan korupsi di Indonesia. Keseriusan itu terlihat  dengan  dikeluarkannya  berbagai  macam  kebijakan  baik  dalam  hal
pencegahan  preventif  maupun  penanganan  represif  tindak  pidana  korupsi  antara lain  ada  nya  Undang-Undang  No.  30  tahun  2002  tentang  KPK.  Memperhatikan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 maka terdapat lembaga lain yang berwenang
73
Muladi, Op.cit, hlm.25.
74
Romli Atmasasmita,Op.cit , hlm.9.
dalam hal penanganan perkara tindak pidana korupsi di luar sistem peradilan pidana yang  ada  di  Indonesia  selama  ini  yaitu  KPK.  Dalam  hal  ini,  KPK  sudah  cukup
banyak  mengungkap  kasus-kasus  korupsi  kelas  kakap  di  Indonesia.  Penegakan hukum  terhadap  tindak  pidana  korupsi  di  Indonesia  tampak  tersendat  dan  bahkan
sering  terjadi  stagnasi  sehingga  telah  menimbulkan  citra  yang  negatif  terhadap aparatur  penegak  hukum  pada  khususnya  dan  pemerintah  pada  umumnya  yang
merupakan  salah  satu  faktor  yang  melatar  belakangi  di  bentuknya  komisi-komisi untuk masing-masing instrumen atau sub sistem dalam sistem peradilan pidana.
75
Pembentukan  Komisi  Pemberantas  Korupsi  KPK  dimaksudkan  untuk memerangi  korupsi  sekaligus  untuk  menjawab  tantangan  ketidak  berdayaan  sistem
peradilan  pidana  di  Indonesia.  Di  Indonesia  Sistem  peradilan  Pidana  setelah berlakunya  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1981  tentang  Hukum  Acara  Pidana
mempunyai  4  empat  subsistem,  yaitu  :  subsistem  Kepolisian  yang  secara administratif di bawah Presiden, Kejaksaan di bawah Kejaksaan Agung, Pengadilan
di  bawah  Mahkamah  agung  dan  Lembaga  Pemasyarakatan  di  bawah  Departemen Kehakiman.  Dengan  dibentuknya  KPK  berdasarkan  Undang-Undang  No.  31  tahun
1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi,  sebagaimana  telah  diubah dengan  Undang-Undang  No.  20  Tahun  2001  sebagai  komisi  yang  dibentuk  guna
memberantas  korupsi  secara  otomatis  KPK  yang  juga  berwenang  melakukan penyelidikan,  penyidikan,  dan  penuntutan  tentunya  dapat  dinyatakan  sebagai  salah
satu  lembaga  penegak  hukum  yang  termasuk  dalam  sistem  peradilan  pidana Indonesia.
75
Romli Atmasasmita, Op.cit.
Sistem peradilan pidana di Indonesia  yang berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981, memiliki sepuluh asas sebagai berikut
76
: 1   Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun.
2   Asas praduga tak bersalah. 3   Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan rehabilitasi.
4   Hak untuk memperoleh bantuan hukum. 5   Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan.
6 Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.
7 Peradilan yang terbuka untuk umum.
8 Pelanggaran  atas  hak-hak  warga  negara  penangkapan,  penahanan,
penggeledahan dan penyitaan harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah tertulis.
9 Hak seorang tersangka untuk diberikan bantuan tentang prasangkaan dan
pendakwaan terhadapnya. 10
Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusannya.
Sebagaimana  yang  telah  penulis  bahas  diatas,  KPK  sebagai  sebuah  lembaga penegak hukum yang termasuk dalam sistem peradilan pidana Indonesia merupakan
suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor  31  Tahun  1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  dan  secara
lebih  dalam  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  30  Tahun  2002  tentang  Komisi
76
Yesmil Anwar  Adang, Op.cit, hlm.67.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  sebagaimana  telah  diubah
dengan  Undang-Undang  No.  20  Tahun  2001,  dibentuk  badan  khusus  yang selanjutnya  disebut  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  KPK  yang  mana  dalam  Pasal
43 Undang-undang ini berbunyi sebagai berikut :
“Dalam  waktu  paling  lambat  2  dua  tahun  sejak  Undang-undang  ini mulai  berlaku,  dibentuk  Komisi  Pemberantasan  Tindak  Pidana
Korupsi”
“Komisi  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  1  mempunyai  tugas  dan wewenang    melakukan  koordinasi  dan  supervisi,  termasuk  melakukan
penyelidikan,  penyidikan,  dan  penuntutan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
“Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur masyarakat”
“Ketentuan  mengenai  pembentukan,  susunan  organisasi,  tata  kerja, pertanggungjawaban,  tugas  dan  wewenang,  serta  keanggotaan  Komisi
sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  1.  ayat  2,  dan  ayat  3  diatur dengan Undang-undang”.
Institusi KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya  bersifat  independen  dan  bebas  dari  pengaruh  kekuasaan  manapun.
Dalam  melaksanakan  tugas  dan  wewenangnya,  Komisi  Pemberantasan  Korupsi berdasarkan pada :
1 Kepastian  Hukum  “adalah  asas  dalam  Negara  hokum  yang  mengutamakan landasan  peraturan  perundang  –  undangan,  kepatutan,  dan  keadilan  dalam
setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK.
2  Keterbukaan  adalah  asas  yang  membuka  diri  terhadap  hak  masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif
tentang  kinerja  Komisi  pemberantasan  Korupsi  dalam  menjalankan  tugas dan fungsinya.
3 Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir  kegiatan  komisi  Pemberantasan  Korupsi  harus  dapat  dipertanggung–
jawabkan  kepada  masyarakat  atau  rakyat  sebagai  pemegang  kedaulatan tertinggi  Negara  sesuai  dengan  peraturan  perundang  –  undangan  yang
berlaku. 4 Kepentingan  Umum adalah asas  yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif. 5 Proporsionalitas  adalah  asas  yang  mengutamakan  keseimbangan  antara
tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban. Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil
guna  terhadap  upaya  pemberantasan  tindak  pidana  korupsi.  KPK  dibentuk  karena institusi  Kepolisian,  Kejaksaan,  Peradilan,  Partai  Politik  dan  Parlemen  yang
seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  yang  terjadi  sampai  sekarang  belum  dapat
dilaksanakan  secara  optimal.  Oleh  karena  itu  pemberantasan  korupsi  perlu ditingkatkan  secara  professional,  intensif,  dan  berkesinambungan.  Karena  korupsi
telah  merugikan  keuangan  negara,  perekonomian  negara,  dan  menghambat pembangunan  nasional.  Begitu  parahnya  maka  korupsi  di  Indonesia  sudah
dikategorikan  sebagai  tindak  pidana  luar  biasa  extraordinary  crime.  Cara penanganan korupsi harus dengan cara  yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK
yang  mempunyai  wewenang  luar  biasa,  sehingga  kalangan  hukum  menyebutnya sebagai suatu lembaga super super body.
2.5. Pencekalan Dalam Hukum Acara Pidana