Teori Hak Asasi Manusia

2.7. Teori Hak Asasi Manusia

Masyarakat dunia secara universal mengakui bahwa setiap manusia mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya sebagai manusia diakui sekalipun manusia itu belum dilahirkan ke dunia ini. Hak-hak tersebut melekat pada diri setiap manusia, bahkan berbentuk harkat manusia itu sendiri. 80 Istilah hak asasi manusia merupakan alih bahasa dari “human right” Inggris, “droit de I’homme” Perancis dan “menselijkerechten” Belanda. Secara harfiah, HAM adalah hak pokok atau hak dasar. Jadi, hak asasi itu merupakan hak yang bersifat fundamental sehingga keberadaannya merupakan suatu keharusan conditio sine qua non, tidak dapat di ganggu gugat. Bahkan, harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan dari segala macam ancaman, hambatan, dan gangguan dari sesamanya. 81 Salah satu pengertian HAM disampaikan oleh Jan Matenson yakni hak-hak yang diwariskan dari kodrat kita yang tanpanya kita tidak dapat hidup sebagai manusia. 82 Pada awalnya pengertian yang telah disebut diatas diterima secara universal tetapi dalam perkembangannya lebih khusus lagi dalam implementasi sistem hukum positif, teori dan konsep HAM telah menjadi perdebatan dan kontroversi antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Kontroversi tersebut terjadi sebab sejak awal terdapat kesulitan untuk menetapkan batasan yang nyata dan definitif dari HAM. Hak-hak tersebut berkisar pada pengertian kebebasan dan 80 O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana Dalam Sistem Peradilan Pidana , Alumni, Jakarta, 2006, hlm.49. 81 Ibid , hlm.60. 82 Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hlm.1. prinsip persamaan. Prinsip-prinsip mana senantiasa menjadi arena perbedaan paham dan teori yang berbeda-beda. Akibatnya, pengertian dan batasan HAM pun menjadi relatif serta dipengaruhi oleh aliran-aliran pemikiran, agama, adat istiadat, kondisi dan situasi. 83 Berangkat dari hasil amandemen UUD 1945, hal ini memberikan suatu titik terang bahwa Indonesia semakin memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai HAM yang selama ini kurang memperoleh perhatian dari Pemerintah. Amandemen kedua bahkan telah menelurkan satu Bab khusus mengenai HAM yaitu pada Bab XA. Apabila kita telaah menggunakan perbandingan konstitusi dengan negara-negara lain, hal ini merupakan prestasi tersendiri bagi perjuangan HAM di Indonesia, sebab tidak banyak negara di dunia yang memasukan bagian khusus dan tersendiri mengenai HAM dalam konstitusinya. Anton Baker memberi batasan HAM sebagai hak yang ditemukan dalam hakikat manusia dan demi kemanusiaannya semua orang satu persatu dimilikinya, tidak dapat dicabut oleh siapapun dan tidak dapat dilepaskan oleh individu itu sendiri karena hal itu bukan sekedar hak milik saja tetapi lebih luas dari itu. Manusia memiliki kesadaran berkehendak bebas dan berkesadaran moral dan merupakan makhluk ciptaan yang tertinggi. 84 HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 85 HAM tidak boleh dicabut oleh siapapun sebab pencabutan HAM berarti hilangnya harkat 83 Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak Asasi Manusia, Suatu Perbandingan Dalam Syariat Islam dan Perundang-Undangan Modern , Tintamas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.1-2. 84 O.C. Kaligis, Op.cit, hlm.62. 85 Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003, p. 7. dan martabat manusia sebagai ciri khas kemanusiaan manusia tidak lagi dihormati dan diakui. HAM bersifat universal, namun HAM diseluruh kawasan dunia tidak sama. Pemahaman ini bergantung pada sudut pandang negara-negara maupun kelompok-kelompok bersifat non-pemerintah. Terdapat 4 kelompok pandangan mengenai HAM tersebut : 86 1 Mereka yang berpandangan universal-absolite melihat HAM itu sebagai nilai-nilai universal belaka seperti dirumuskan dalam The Internasional Bill of Human Rights . Kelompok ini tidak menghargai sama sekali profil sosial budaya yang melekat pada masing-masing bangsa. Pandangan ini dianut oleh negara-negara maju. Bagi negara-negara yang sedang berkembang dalam urusan HAM, negara maju dipandang eksploitatif kerena menggunakannya sebagai alat untuk menekan dan instrumen penilai tool of judgement. 2 Negara-negara atau kelompok yang memandang HAM secara universal- relative . Mereka memandang HAM sebagai masalah universal tetapi asas- asas hukum internasional tetap diakui keberadaannya. Misalnya, ketentuan yang diatur dalam pasal 29 2 Universal Declaration of Human Rights UDHR yang menyatakan : “Dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak dan kebebasan oranglain untuk memenuhi persyaratan 86 Kunarto, Hak Asasi Manusia dan Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, hlm.105-106. moral, ketertiban umum dan kepentingan masyarakat luas dalam bangsa yang berdemokrasi” 3 Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-absolute, bahwa HAM merupakan persoalan masing-masing bangsa sehingga mereka menolak berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini bersifat egois dan pasif terhadap HAM. 4 Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-relative melihat persoalan HAM disamping sebagai masalah universal juga merupakan persoalan masing-masing negara. Berlakunya dokumen-dokumen internasional diselaraskan dan diserasikan dengan budaya bangsa. Dari keempat pandangan diatas, negara Indonesia dapat dikategorikan kedalam golongan pandanagn Partikularistik Relative yang memahami pentingnya hak asasi manusia, tetapi pemberlakuannya harus disesuaikan dengan Pancasila dan UUD 1945. 87 Menurut Universal Declaration of Human Rights UDHR, terdapat 5 jenis hak asasi yang dimiliki setiap manusia, antara lain : 1 Hak personal hak jaminan kebutuhan pribadi. 2 Hak legal hak jaminan perlindungan hukum. 3 Hak sipil dan politik. 4 Hak subsistensihak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan. 5 Hak ekonomi, sosial dan budaya. 87 Ibid, hlm.80. Dalam Universal Declaration of Human Rights UDHR juga memperinci hak- hak asasi manusia sebagai berikut : 88 “Bahwa tiap orang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan badan, untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara, hak untuk mendapat asylum, hak untuk mendapat suatu kebangsaan, hak untuk mendapat milik atas benda, hak untuk bebas dalam mengutarakan pikiran dan perasaan, hak untuk bebas dalam memeluk agama dan mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk berapat dan berkumpul, hak untuk mendapat jaminan sosial, hak untun mendapat pekerjaan, hak untuk berdagang, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat, hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.” Berdasarkan Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa HAM adalah : “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. 88 Erni Widhayati, Hak-Hak Tersangka di Dalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.27. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang terdiri atas lima sila, ditambah dengan Pembukaan UUD 1945 dalam alinea pertama yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus dihapuskan” serta dalam alinea kedua yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan negara menghantarkan rakyat merdeka, bersatu, adil dan makmur”. Pemasukan unsur-unsur HAM dalam peraturan perundang- undangan telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia sebagai sesuatu yang wajib ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam tataran makro, HAM telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan perundang-udangan oleh lembaga politikDPR dan dioperasionalkandilaksanakan oleh pejabataparat negara dalam bentuk peraturan pemerintahperaturan lainnya sebagai pegangan para pejabat. 89 Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep HAM yang berlaku secara universal melalui hukum Internasional membebankan kepada Indonesia sebagai salah satu anggota PBB untuk meratifikasi kedalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu contoh adalah Konvenan Internasional Hak-Hak Sipol International Covenan on Civil and Political Rights . ICCPR dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yakni: 89 Mansyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia HAM dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia HAKHAM , Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, 2005, hlm.133. 1 Non Derogable Right Non Derogable Right adalah Hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Hak yang termasuk jenis ini, yakni: Hak atas hidup, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan, hak bebas dari penahanan karena gagal dari memenuhi perjanjian seperti: hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan agama. Pelanggaran terhadap hak jenis ini akan mendapatkan kecaman sebagai pelanggaran serius HAM Gross Violation of Human Rights . 2 Derogable Right Derogable Right adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Termasuk dalam jenis hak ini yakni: hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas kebebasan berserikat termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan lisan-tulisan. Negara- negara pihak diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam memenuhi hak- hak tersebut. Akan tetapi pengurangan hanya dapat dilakukan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak diskriminatif yaitu demi menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, menghormati hak atau kebebasan orang lain. Di Indonesia, selain UUD 1945 keberadaan hak-hak sipil yang sesuai dengan Konvenan Sipil dan politik termuat dalam banyak peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian secara material, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibedakan atas : 1 Peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hukum HAM, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 2 Peraturan perundang-undangan lainya yang didalamnya memuat ketentuan yang berkaitan dengan HAM, baik secara eksplisit tersurat maupun implisit tersirat. Sehubungan dengan masih terdapatnya peraturan perundang-undangan diluar peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai HAM yang bertentangan dengan HAM. Sehingga perlu melakukan inventarisasi, mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukum, KUHP dan KUHAP yang berlaku yang tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai Undang-Undang yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk beberapa UU yang dihasilkan dalam era reformasi. Hal ini sebagai konsekuensi dari karakter rejim sebelumnya yang memang anti HAM, sehingga dengan sendirinya produk perundang-undangan kurang atau sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM. Dalam konteks ini, maka agenda tersebut sejalan dan dapat disatukan dengan agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi konvensikovenan, internasional tentang HAM yang paling mendasar seperti kovenan sipil-politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut peraturan pelaksanaanya. Didalam UUD 1945, HAM meliputi hak politik dan hak sosial. Hak politik terkandung pada Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 30, sedangkan hak sosial terkandung pada Pasal 29, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34. Setelah perubahan atau amandemen kedua UUD 1945 mengenai hak politik dan hak sosial diatur lebih lanjut pada sepuluh pasal yaitu Pasal 28A sampai dengan Pasal 28 J. 90 Pasal 27 berbunyi : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” Di dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 28 A UUD 1945 amandemen kedua dijelaskan bahwa ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Di dalam Pasal 28 I ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan mengenai hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28 A dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua merupakan 90 Mien Rukmini, Op.Cit, hlm.50. pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya pasal 28 A UUD 1945 amandemen kedua hanya mengatur tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I UUD 1945 hak asasi manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan normal tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam keadaan sengketa bersenjata maupun dalam keadaan tidak normal keadaan darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata hak hidup tidak dapat dikurangi oleh negara, pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup bersifat non deregoble human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Hak hidup tidak bersifat deregoble human right artinya dapat disimpangi dalam keadaan daraurat atau ada alasan yang diatur di dalam peraturan perundang undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati. Hak asasi manusia bukanlah sebebas-bebasnya melainkan dimungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan undang-undang. Semangat inilah yang melahirkan Pasal 28J UUD 1945. Pembatasan sebagaimana tertuang dalam Pasal 28J itu mencakup sejak Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945. Oleh karenanya, hal yang perlu ditekankan di sini bahwa hak-hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat mutlak, termasuk hak asasi yang diatur dalam Pasal 28I ayat 1 UUD 1945. Jika kita menarik dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, bahwa seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945 keberlakuannya dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan Pasal 28J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 2-3PUU-V2007, maka secara penafsiran sistematis sistematische interpretatie, hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945. Sistematika pengaturan mengenai hak asasi manusia dalam UUD 1945 ini sejalan pula dengan sistematika pengaturan dalam Universal Declaration of Human Rights yang juga menempatkan pasal tentang pembatasan hak asasi manusia sebagai pasal penutup, yaitu Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “In the exercise of his rights and freedoms, everyone shall be subject only to such limitations as are determined by law solely for the purpose of securing due recognition and respect for the rights and freedoms of others and of meeting the just requirements of morality, public order and the general welfare in a democratic society.” HAM di Indonesia merupakan masalah yang sangat erat kaitannya dengan sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, untuk mewujudkan sistem peradilan pidana yang adil dan benar sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat, sangat relevan apabila dilakukan kajian mengenai proses peradilan pidana baik tentang pengertiannya secara umum maupun tentang perkembangan proses peradilan pidana itu sendiri dalam menjamin dan melindungi hak asasi tersangka dan terdakwa. Dalam penjelasan KUHAP ditemukan 10 sepuluh asas yang mengatur perlindungan KUHAP terhadap “keluhuran harkat dan martabat manusia”. Adapun kesepuluh asas tersebut adalah : 91 1 Perlakuan yang sama di muka umum, tanpa diskriminasi apapun. 2 Praduga tidak bersalah. 3 Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan rehabilitasi. 4 Hak untuk mendapat bantuan hukum. 5 Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan. 6 Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana. 7 Peradilan yang terbuka untuk umum. 8 Pelanggaran atas hak-hak warga negara panangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah tertulis. 9 Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang di dakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum. 10 Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusan itu. 91 Ibid, hlm.84. Kesepuluh asas diatas harus dikembangkan lebih lanjut dan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan KUHAP yang benar-benar memperhatikan dan melindungi HAM. Inilah yang kemudian akan mendasari diperhatikan dan dilindunginya unsur-unsur HAM yang lain, seperti hak-hak politik dan hak-hak sosial. Berkaitan dengan adanya asas-asas yang menggambarkan penerapan HAM dalam proses peradilan pidana tersebut, asas yang paling penting adalah asas praduga tak bersalah Presumption of innocent dan asas persamaan kedudukan dalam hukum Equality before the law. Pada dasarnya, kedua asas tersebut harus saling mengisi, sejalan dan harmonis yang kemudian diimplementasikan dalam peraturan-peraturan demi tegaknya hukum dan keadilan. Tanpa diterapkannya kedua asas ini mustahil peradilan yang adil dan benar dapat diwujudkan. 92 92 Ibid, hlm.85. 96

BAB III KASUS PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KPK

DALAM TAHAP PENYELIDIKAN

3.1. Pencekalan Gubernur Riau terkait PON XVIII di Provinsi Riau