Dalam rangka menghormati dan memenuhi hak asasi manusia dalam rangka penerapan dan penggunaan pencekalan sebaiknya adanya aturan yang menentukan
kriteria-kriteria yang menjadi patokan dalam menentukan alasan terkait keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan dan moral masyarakat dan kepentingan
masyarakat, perlu adanya definisi lebih lanjut yang dituangkan didalam suatu peraturan. Hal ini berguna untuk membatasi setiap diskresi pejabat-pejabat yang
berwenang yang terlampau jauh melanggar hak asasi manusia. Selain itu disisi lain pemerintah juga harus membangun sistem pencekalan yang efektif terhadap pelaku-
pelaku tindak pidana agar pelaku-pelaku tindak pidana tidak dapat kabur keluar negeri. Dengan sistem pencekalan yang baik yang dapat terintegrasi langsung ke
daftar pencekalan pusat disetiap wilayah kantor keimigrasian didaerah diharapkan langsung dapat melakukan kewenenangannya. Sehingga kejadian- kejadian seperti
perginya pelaku tindak pidana keluar negeri dapat dicegah.
2.6. Teori Penyelidikan
Apabila hukum acara pidana dipandang dari sudut pemeriksaan, hal ini dapat dirinci dalam dua bagian,yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pada
sidang pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan pertama kali oleh polisi baik dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan
apabila ada dugaan bahwa hukum pidana telah dilanggar. Sedangkan pemeriksaan pada sidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan
apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu dapat dipidana atau tidak. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang KUHAP menyebutkan bahwa
”Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”
Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Dari batasan ini dapat dikonklusikan bahwa tampak jelas hubungan erat antara tugas dan fungsi penyidik
dan penyelidik. Titik taut hubungan tersebut menurut pedoman pelaksanaan KUHAP disebutkan bahwa penyelidikan bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri atau
terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan.
77
Adapun mengenai latar belakang, motivasi dan urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan antara lain sebagai perlindungan dan
jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaaan alat-alat pemaksa dwangmiddelen.
78
Tidak semua peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara
jelas sebagai tindak pidana, karena itu sebelum lebih lanjut dengan melakukan penyidikan sebagai konsekuensi dilakukannnya upaya paksa, perlu ditentukan
terlebih dahulu berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu
benar adanya sebagai tindak pidana sehingga dapat dilakukan dengan tindakan penyidikan. Walaupun titik taut tersebut begitu erat, hal itu bukan berarti antara
penyelidik dan penyidik tidak mempunyai perbedaan. Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap
pejabat polisi negara Republik Indonesia.
77
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm.55.
78
Ibid, hlm.56.
Apabila didapati tertangkap tangan, tanpa harus menunggu perintah penyidik, penyelidik dapat segara melakukan tindakan yang diperlukan seperti penangkapan,
larangan, meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Selain itu penyelidik juga dapat melakukan pemeriksaan surat dan penyitaan surat serta mengambil sidik
jari dan memotret atau mengambil gambar orang atau kelompok yang tertangkap tangan tersebut. Selain itu penyelidik juga dapat membawa yang menghadapkan
orang atau kelompok tersebut kepada penyidik. Dalam hal ini Pasal 105 KUHAP menyatakan
bahwa melaksanakan
penyelidikan, penyidikan,
penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik.
Apabila setelah melalui tahap penyelidikan dapat ditentukan bahwa suatu peristiwa merupakan suatu peristiwa pidana, maka dilanjutkan dengan tahap
penyidikan. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pihak yang berwenang melakukan penyidikan menurut pasal 6 KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat
penegak hukum melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan,
penggeledahan dan pemeriksaan surat, penjelasan mengenai hal ini adalah sebagai berikut :
1 Penangkapan, Menurut pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah
suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
2 Penahanan. Menurut pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang. 3
Penyitaan. Menurut pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkain tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud dan atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
dan peradilan. 4
Penggeledahan rumah. Menurut pasal 1 butir 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan
tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang. 5
Penggeledahan badan. Menurut pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan
atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.
Berkenaan dengan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 5 KUHAP dapat dirinci terhadap wewenang penyelidik adalah sebagai berikut:
1 Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang : 1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana; 2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: 1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penyitaan; 2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seorang; 4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
2 Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan huruf b
kepada penyidik.
Apabila dilihat dari hasil membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan tindakan penyelidik kepada penyidik, penjelasan Pasal 5 huruf a angka 4 KUHAP
menyebutkan yang dimaksudkan “tindakan lain” adalah tindakan penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:
1
Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
2
Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannnya tindakan jabatan.
3
Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.
4
Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa.
5
Menghormati HAM.
Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah presumption of innocence sebagaimana di sebutkan
dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan
kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan ini disampaikan kepada penyidik.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 5 dan Pasal 5 KUHAP, maka penyelidik tersebut dimaksudkan untuk lebih memastikan sesuatu peristiwa itu diduga keras
sebagai tindak pidana. Akan tetapi, sebagian pakar berpendapat bahwa penyelidikan tersebut dimaksudkan untuk menemukan “bukti permulaan” dari pelaku dader.
Baik dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP maupun Pasal 5 KUHAP, tidak tercantum perkataan pelaku atau tersangka. Oleh karena itu, sudah tepat jika penyelidikan
tersebut dimaksudkan untuk lebih memastikan suatu peristiwa diduga keras sebagai tindak pidana.
79
79
Leden Marpaung, Op.cit, hlm.11.
2.7. Teori Hak Asasi Manusia