Latar Belakang ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA.

1 ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata secara materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera diperlukan peningkatkan secara terus menerus dalam berbagai bidang salah satunya adalah dalam hal pemberantasan dan penanganan tindak pidana korupsi. Korupsi merupakan tindak pidana yang unik, multi dimensi, dan sangat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1 Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa extra ordinary crime 2 , untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanakannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan. 1 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm.98. 2 Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance Komisi anti Korupsi di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional , Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2002, hlm.9. Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum khususnya mengenai tindak pidana korupsi, pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah yang dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa perubahan peraturan perundang-undangan. Istilah korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum di Indonesia yakni dalam Peraturan Penguasa Perang No. PrtPerpu0131958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang No. 24Prp1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindang Pidana Korupsi, yang kemudian tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan akan mulai berlaku efektif paling lambat 2 dua tahun kemudian 16 Agustus 2001 dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21 November 2001. 3 Keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama yaitu sejak berlakunya KUHP pada tanggal 1 januari 1918. KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di Indonesia sesuai dengan asas konkordansi. 4 Ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi yang terdapat dalam KUHP dirasa kurang efektif dalam mengantisipasi atau bahkan mengatasi permasalahan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, dibentuklah suatu peraturan perundang-undangan guna memberantas masalah korupsi dengan harapan dapat menyempurnakan kekurangan yang terdapat pada KUHP. 3 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.1. 4 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana, Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, 2002, hlm.29. Salah satu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah guna memberantas tindak pidana korupsi yang diharapkan mampu menyempurnakan kekurangan dari peraturan yang bersifat konvensional tersebut adalah dengan dibentuknya Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan Undang- Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, dibentuk badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang mana dalam Pasal 43 Undang-undang ini berbunyi sebagai berikut : “Dalam waktu paling lambat 2 dua tahun sejak Undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” “Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” “Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur masyarakat” “Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja, pertanggungjawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. ayat 2, dan ayat 3 diatur dengan Undang-undang” Badan khusus yang selanjutnya disebut KPK memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dalam hal tugas dan wewenang dari instansi KPK ini juga diatur dalam Pasal 6 Huruf c Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi KPK yang berbunyi : “Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi” Melakukan penyelidikan merupakan salah satu kewenangan dari KPK dalam rangka untuk mengetahui suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan. Kewenangan penyelidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum yang disebut penyelidik. Berkenaan dengan hal diatas dapat kita ketahui bahwa pengertian penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 5 butir 1 yang berbunyi sebagai berikut : “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini” Guna memberantas tindak pidana korupsi yang semakin merajalela ini KPK diberikan kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dalam rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK diberikan kewenangan untuk dapat melakukan tindakan pencekalan, baik pencekalan yang dilakukan dalam tahap penyelidikan maupun dalam tahap penyidikan guna membantu proses penegakan hukum. Berkenaan dengan hal diatas, penulis akan membatasi penelitian ini pada tahap penyelidikan. Adapun yang menjadi alasan pembatasan penelitian hanya pada tahap penyelidikan dikarenakan tindakan penyelidikan merupakan pintu gerbang mengenai dapat atau tidaknya suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana atau bukan. Pencekalan KPK dalam tahap penyidikan dirasa wajar karena sudah ada bukti awal yang cukup dan ketika penegak hukum telah menetapkan tersangka, pencekalan boleh dilakukan karena kekhawatiran ada upaya menghilangkan barang bukti atau melarikan diri ke luar negeri. Namun menjadi hal yang menarik adalah ketika dilakukannya pencekalan dalam tahap penyelidikan yang mana indikasi keterlibatan seseorang terhadap suatu tindak pidana masih sangat prematur dan dengan tidak adanya tolok ukur atau kriteria yang jelas mengenai pencekalan seseorang dalam tahap penyelidikan tentunya akan dapat menimbulkan gesekan antara kepentingan proses penegakan hukum dengan masalah HAM seorang individu yang dilindungi oleh konstitusi negara kita. Tindakan pencekalan merupakan serangkaian tindakan dalam rangka mencegah pihak yang diduga terlibat kasus pidana korupsi untuk pergi ke luar negeri. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk keluar negeri dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu, sedangkan penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang- orang tertentu untuk masuk kewilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. 5 Berdasarkan putusan No. 40PUU-IX2011, majelis MK menyatakan pencekalan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum saat mereka sedang melakukan penyelidikan atas sebuah perkara pidana sebagai inkonstitusional. Dalam sidang putusan uji materi terhadap Pasal 16 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, MK menyatakan pencegahan yang dilakukan oleh penegak hukum bagi seseorang untuk berpergian ke luar negeri sementara kasusnya masih dalam tahap penyelidikan bisa disalahgunakan untuk kepentingan di luar penegakan hukum. Menurut MK, hal itu berpotensi melanggar hak konstitusi 5 Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indoneisa, PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, 1996, hlm.80. sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28E UUD 1945. 6 Namun KPK masih diperbolehkan mengajukan pencekalan dalam proses penyelidikan karena Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK memang mengatur secara khusus soal itu. KPK boleh mencekal karena UU KPK bersifat khusus atau disebut lex spesialis. Putusan MK yang membatalkan kata “penyelidikan” dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyangkut tindak pidana umum, sehingga putusan MK itu bukan untuk kasus korupsi yang ditangani KPK. UU KPK bersifat khusus yang berarti memiliki kewenangan khusus pula, sama halnya seperti KPK tak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara SP3 dan diperbolehkan menyadap. UU yang dilakukan yudicial review adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian bukan Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga secara otomatis KPK masih tetap berwenang melakukan pencekalan dalam tahap penyelidikan. Di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ini khususnya dalam Pasal 12 ayat 1 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan untuk melakukan pencekalan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c” : “Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri” 6 WebsiteGOOGLE,httpwww.beritasatu.com...30595-mk-nyatakan-pencekalan-saat penyelidikanterakhir kali dikunjungi tanggal 26 September 2012 Pukul 16.00. Pencekalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh instansi KPK dianggap sah dan dapat dilakukan oleh KPK berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun pengaturan mengenai pencekalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses penyelidikan yang diatur dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini dinilai bertentangan dengan asas hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yakni asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau Equality before the law, dan bertentangan pula dengan kepastian hukum yang adil. Asas-asas hukum pidana tersebut yakni Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau Equality before the law, dan asas kepastian hukum yang adil diatur dalam UUD tahun 1945, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan diatas, asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence dan asas persamaan didepan hukum atau Equality before the law juga dimuat dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga pada Pasal 10 Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. HAM diartikan sebagai hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. 7 Mencegah seseorang pergi ke luar negeri dalam tahap penyelidikan dapat disalahgunakan untuk kepentingan di luar penegakan hukum. Hal ini dinilai melanggar hak seseorang yang dijamin 7 Yesmil Anwar, Pembaharuan Hukum Pidana, PT Gramedia widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.283. konstitusi yaitu hak yang ditentukan dalam UUD 1945 yang terdapat pada Pasal 1 ayat 3, Pasal 27 ayat 1, Pasal 28D, Pasal 28 E ayat 1, Pasal 28I ayat 4 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah negara hukum” “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memili pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali” “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah” Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, Asas persamaan didepan hukum atau equality before the law dan kepastian hukum yang adil tidak secara tegas dicantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, namun asas-asas tersebut tersirat baik dalam bagian Menimbang huruf a, kemudian juga pada bagian Penjelasan Umum angka 2 dan angka 3 KUHAP. Pada bagian Menimbang huruf a dari KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum...” Pada bagian Penjelasan Umum KUHAP dikemukaan adanya sepuluh asas yang mengatur perlindungan KUHAP terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia. Dari kesepuluh asas tersebut, asas yang berkaitan dengan pencekalan KPK dalam tahap penyelidikan adalah Asas praduga tak bersalah atau Presumption of innocent dan mengenai perlakuan sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun. Sehubungan dengan hal diatas, pengaturan yang juga mencantumkan ketentuan mengenai perlindungan HAM dihubungkan dengan pencekalan dalam tahap penyelidikan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM ialah pada Pasal 3 ayat 2 dan 3, kemudian Pasal 18 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi” “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan”. Bila kita melihat dari logika hukum, pencekalan seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka atau dalam proses penyelidikan dirasa tidak tepat, hal ini bertentangan dengan asas hukum pidana yang berlaku yakni asas praduga tak bersalah. Seseorang yang masih dalam tahap penyelidikan, indikasi keterlibatannya dalam suatu kasus tindak pidana korupsi masih sangat mentah. Hal ini berarti belum ada bukti yang cukup untuk diajukan ke pengadilan apabila cekal dilakukan pada saat proses penyelidikan. Tindakan pencekalan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi sebaiknya hanya dapat dilakukan bila kasusnya sudah masuk dalam tahap penyidikan, hal ini dikarenakan jika orang yang diduga melakukan tindak pidana sudah disidik itu berarti bukti awal sudah cukup. Apabila seseorang dicekal dalam tahap penyelidikan, maka aturan itu akan merugikan banyak orang. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, Kalau seseorang baru diselidiki sudah dicekal, akan ada ribuan orang yang dirugikan aturan itu. Oleh sebab itu, kalau memang sudah cukup bukti segera saja dijadikan tersangka, sehingga disidik, agar bisa langsung dicekal. Kalau masih kira- kira, diduga-duga, belum tersangka, tidak boleh dicekal, karena tindakan itu melanggar HAM”. 8 Penegak hukum yang dalam hal ini adalah KPK dapat melakukan tindakan pencegahan ketika proses penyelidikan telah dimulai. Tidak ada batasan siapa saja yang tidak perbolehkan untuk dicegah pada tahap ini. Artinya, sepanjang seseorang berstatus sebagai saksi maka orang tersebut dapat dicegah keluar negeri. Berkenaan dengan hal ini sudah banyak tindakan pencekalan yang dilakukan oleh KPK pada tahap penyelidikan. Pada penelitian ini penulis akan memaparkan 3 tiga kasus pencekalan KPK pada tahap penyelidikan yakni Pencekalan Gubernur Provinsi Riau M. Rusli Zainal, pencekalan terhadap Direktur Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso dan pencekalan yang dilakukan institusi KPK pada kasus pengurusan kuora impor daging sapi Berkenaan dengan pencekalan KPK pada tahap penyelidikan dapat dilihat pada kasus Pencekalan Gubernur Provinsi Riau M. Rusli Zainal yang menjadi saksi dalam perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 yang terjadi di daerahnya. Tanpa penjelasan yang dapat dipahami oleh publik, Gubernur Provinsi Riau M. Rusli Zainal telah dicegah ke luar negeri oleh KPK. Penjelasan itu penting agar kemudian publik dapat mengetahui dan memahami tolok ukur yang dijadikan pegangan oleh 8 WebsiteGOOGLE,httpberita.liputan6.comread...mahfud-md-kecam-masalah pencekalan...terakhir kali dikunjungi tanggal 7 Mei 2012 Pukul 17.00. KPK dalam mencegah seseorang keluar negeri. Tanpa tolok ukur atau kriteria dan juga aturan yang dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara dugaan suap pembangunan venue PON 2012 itu tidak dicegah ke luar negeri? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama terhadap para saksi seperti Ketua DPRD Johar Firdaus dari Fraksi Golkar beserta anggotanya, yakni Iwa dari Fraksi Golkar,Amri Ali dari Fraksi Gabungan, Adrian Ali dari Fraksi PAN, Zulfan Her dari Fraksi Golkar, serta Ketua Bapedda Ramli Walid. Pada kasus berbeda KPK pun juga melakukan pencekalan dalam tahap penyelidikan terkait kasus hambalang, KPK menyelidiki proyek Hambalang sejak Agustus tahun 2011. Dalam kasus ini, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Kemenkum HAM telah melakukan cekal terhadap Direktur Dutasari Citralaras yakni Mahfud Suroso agar yang bersangkutan tidak bepergian ke luar negeri. Pencekalan Mahfud ini dilakukan atas permintaan KPK untuk kepentingan penyelidikan kasus Hambalang. Juru Bicara KPK, Johan Budi SP pada Selasa 22052012 lalu mengatakan permintaan cekal tersebut diajukan KPK sejak tanggal 27 April. Pihak Imigrasi sendiri, lanjut Johan mencekal Mahfud selama enam bulan ke depan. 9 Tanpa tolok ukur atau aturan yang dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara Hambalang itu tidak dicegah keluar negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama 9 Website GOOGLE, httpwww.beritabogor.com201206kronologis kasushambalang.html terakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 15.00. terhadap pihak-pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Menteri Pemuda dan Olahraga yakni Andi Mallarangeng, pengurus PT Dutasari Citralaras yakni istri Anas Urbaningrum bernama Athiyyah Laila, pejabat Partai Demokrat bernama Munadi Herlambang, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional bernama Joyo Winoto, anggota Komisi II DPR yakni Ignatius Mulyono dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. 10 Selain dua kasus diatas kemudian KPK juga melakukan pencekalan terhadap beberapa saksi terkait kasus pengurusan kuota impor daging sapi. Adapun nama saksi-saksi yang dikenai pencekalan pada tahap ini yakni Ridwan Hakim putra Ketua Majelis Syuro PKS bernama Hilmi Aminuddin, Ahmad Zaky Swasta, Rudy Susanto Swasta, Jerry Roger Swasta, Soraya Kusuma Effendy Komisaris PT. Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman Dirut PT. Indoguna Utama. Sedangkan nama saksi yang tidak dikenai pencekalan pada kasus ini seperti Agus Suganda Pegawai Negeri Sipil, Ahmad Junaedi Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca panen Kementerian Pertanian, Syahrudin swasta, Elda Deviane Adiningrat swasta, Soewarso swasta, Melani karyawan PT. Indoguna Utama, Dina zelvia swasta, Eka Pratiwi swasta, Anna Retnowati swasta, Mimin Juni Atin swasta. 10 Website GOOGLE,httpwww.beritawmc.com201206...soal-hambalang-kpk-dinilai- tidak-jelasterakhir kali dikunjungi tanggal 3 Oktober 2012 Pukul 14.00. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa KPK dapat melakukan pencekalan baik pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Dengan dipaparkannya nama saksi-saksi yang dikenai pencekalan dan nama-nama saksi yang tidak dikenai pencekalan pada kasus pengurusan kuota impor daging sapi ini, maka dapat kita simpulkan bahwa tidak semua saksi dalam kasus tindak pidana korupsi ini dapat dikenai pencekalan. Dengan tidak adanya tolok ukur atau kriteria yang diatur secara jelas dan transparan dalan peraturan perundang-undangan yang tentunya dapat dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, maka publik dapat pula mempertanyakan mengapa semua pihak yang menjadi saksi dalam perkara pengurusan kuota impor daging sapi itu tidak dicegah keluar negeri ? Mengapa kemudian KPK tidak melakukan tindakan pencegahan yang sama terhadap pihak- pihak yang juga diperiksa dalam tahap penyelidikan seperti Agus Suganda Pegawai Negeri Sipil, Ahmad Junaedi Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca panen Kementerian Pertanian, Syahrudin swasta, Elda Deviane Adiningrat swasta, Soewarso swasta, Melani karyawan PT. Indoguna Utama, Dina zelvia swasta, Eka Pratiwi swasta, Anna Retnowati swasta, Mimin Juni Atin swasta. Berkenaan dengan penjelasan diatas, hal tersebut yang dimaksud dengan peluang untuk berbuat diskriminasi. Hal ini tentunya bertentangan dengan asas persamaan di depan hukum atau equality before the law. Apalagi jika dipahami bahwa tidak setiap pemeriksaan pada tahap penyidikan memiliki relevansi untuk kemudian dimasukkan keterangannya dalam berkas perkara. Terlebih lagi bila dengan niat tertentu, penyidik memanggil seseorang untuk kemudian diperiksa lalu dikenakan tindakan pencegahan padahal orang yang sama tidak ada kaitannya dengan penyidikan. Konsep persamaan kedudukan dalam hukum menurut UUD 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing dan kesamaan dihadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh pemerintah. 11 Masalah HAM merupakan masalah yang akan tetap berkembang selama manusia masih hidup didunia ini karena adanya rangkaian yang tidak terlepaskan antara yang memerintah dan yang diperintah, antara negara dan warga negaranya. Sementara pihak yang memerintah terkadang bahkan sering bertindak melampaui batas kewenangannya. Di pihak lain, pihak yang diperintah selalu menginginkan keadilan dan kemakmuran dirasakan oleh mereka. 12 Pengenaan tindakan pencegahan dan penangkalan pada seorang saksi adalah tindakan yang sangat melanggar HAM dan bertentangan dengan konstitusi pada Bab khusus tentang HAM, KUHAP dan juga Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Seseorang yang hanya karena terkait belum tentu pula jadi tersangka dengan sesuatu masalah kemudian kehilangan hak untuk bepergian ke luar negeri. Mengingat hampir tidak ada upaya paksa dalam sistem hukum negara ini yang dapat dipaksakan pada seorang saksi selain keharusan untuk hadir apabila dipanggil bahkan harus melalui tahapan-tahapan yang manusiawi dan proses secara patut. Namun yang menjadi perdebatan adalah ketika pencekalan dalam proses penyelidikan ini dilakukan oleh KPK dalam rangka penegakan hukum tindak pidana korupsi. Pada dasarnya pencegahan dan penangkalan seseorang untuk melakukan 11 Mien Rukmini, Perlindungan Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia , Alumni, Bandung, 2007, hlm.24. 12 Bambang Poernomo dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan HAM, Mandar Maju, Jakarta, 2001, hlm.72. perjalanan dari dan ke wilayah Republik Indonesia merupakan pembatasan terhadap hak dan kebebasan seseorang yang dilindungi undang-undang. Namun dengan tujuan untuk melindungi kepentingan negara dan negara masyarakat, perlu dilakukan pencegahan dan penangkalan terhadap orang-orang yang mengganggu dan mengancam stabilitas nasional. 13 Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang, walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian sehingga pengertian law enforcement begitu popular, selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan- keputusan hakim. 14 Korupsi dapat dikatakan sebagai kejahatan yang luar biasa extra ordinary crime , karena korupsi berakibat secara signifikan terhadap segala aspek kehidupan khususnya aspek sosial dan ekonomi. Dengan demikian Masalah ini juga harus jadi prioritas negara untuk mengatasinya. Berdasarkan penjabaran diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan atau analisa mengenai tolok ukur atau kriteria pencekalan yang dilakukan KPK dalam tahap penyelidikan dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia karena seperti yang penulis uraikan di atas KPK untuk melakukan pencekalan dalam proses penyelidikan menggunakan dasar hukum yakni Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun hal ini dinilai bertentangan dengan asas hukum acara pidana yakni asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Selain itu, adanya kekhawatiran apabila tidak ada batasan, aturan dan atau tolok ukur yang dapat 13 Ajat Sudrajat Havid, Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah, Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2008, hlm.105. 14 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.7-8. dijadikan rujukan perihal alasan pencegahan ke luar negeri, hal tersebut tentunya akan membuka peluang terjadinya diskriminasi yang pada akhirnya melanggar asas equality before the law dan kepastian hukum yang adil dan juga berujung pada pelanggaran HAM yang diatur dalam Konstitusi dan Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi Manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam bentuk tesis dengan judul : ANALISIS YURIDIS TOLOK UKUR PENCEKALAN SAKSI YANG DILAKUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM TAHAP PENYELIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA.

1.2. Identifikasi Masalah