Dalam Gara-gara Turi-turi putih

mingguan dilakukan setiap malam Jum’at di setiap markas daerah masing-masing, sedang ijtima’ tahunan dilakukan setiap setahun sekali di Jakarta. Ijtima’ paling besar adalah ijtima’’ dunia di tongki Pakistan kadang dua tahun sekali—Inilah ijtima’ mereka paling akbar dihadiri ratusan juta manusia. Setelah ada kejelasan tentang “orang-orang Dakwah” dimaksud, ke depan buku ini akan menggunakan istilah orang-orang “Jamaah Tabligh”. Hal ini dilakukan, sebab tampaknya istilah tersebut lebih populer dan lebih mengarah pada identitas mereka secara tepat. Tetapi sekali lagi, bukan maksudnya untuk menyebut mereka sebagai golongan, tetapi karena sifat mereka yang menyampaikan kebenaran agama amar makruf nahi mungkar. Pesan para Wali agar mengikuti orang-orang Jamaah Tabligh seperti mereka itu, terdapat dalam berbagai hal—bisa dilihat kemudian sebagai berikut.

1. Dalam Gara-gara

“Gara-gara, lindhu bumi gonjing, segara kocak- kacik, wukir moyag-mayig. Bumi peteng sintru kasaput ing lebu, amber siendhut blegedapa. Kabeh pada bingung bilunglungan. Pandita tan bangkit memuja, Ratu susah negarane ketaman pageblug mayangkara. Nadyan semanten agengingkang gara-gara ewadene ana bocah bajang kalih: siji nggawa sada lanang sangggup nawu segara, siji nggawa bathok balu sanggup nawu jagat”. Bahasa tersebut diucapkan oleh dalang sebagai pocapan dalam adegan gara-gara—berisi pesan para Wali agar kelak setelah datangnya gara-gara tersebut orang ikut bergerak dalam usaha dakwah bersama Jamaah Tabligh. Gara-gara, artinya huru-hara—yakni sebuah peristiwa dahsat: lindhu bumi gonjing: lindu bumi bergoncang, segara kocak-kacik: air samodera meluap-luap, wukir moyag-mayig: gunung meletus sebentar-sebentar mengeluarkan lahar. Bumi peteng sintru kasaput ing lebu: dunia gelap, karena debu betaburan, amber siendhut blegedapa: di mana-mana banjir lumpur. Kabeh pada bingung bilunglungan: semua bingung. Pandita tan bangkit memuja: ahli agama sulit berdoa, Ratu susah negarane ketaman pageblug mayangkara: Raja susah negaranya terkena musibah. Gara-gara tersebut sekarang ini telah datang. Buktinya banyak lindu seperti Yogyakarta, Nias, dan sebagainya; banyak terjadi sunami seperti di aceh, pangandaran, dan sebagainya. Selain itu gunung di mana-mana meletus: gunung Merapi, gunug Sitoli-toli, Krakatau dan sebagainya. Khusus kejadian lindu, sering kemudian buminya menjadi gelap karena banyaknya debu yang betaburan. Bareng dengan lindu di Yogyakarta, muncul lumpur panas Sidoarjo Jawa Timur. Terhadap gara-gara itu, semua orang bingung, rakyat bingung, ulama bingung, pejabat bingung, dan sebagainya. Nadyan semanten agengingkang gara-gara, ewadene ana bocah bajang kalih: jika gara-gara itu sudah datang, akan ada dua anak bayi berambut gembel, panjang, dan kempel yang hendak menyelesaikannya. Bocah bajang—arti yang sesungguhnya adalah bayi yang rambutnya kempel dan panjang. Dalam hal ini, bocah bajang tersebut adalah simbolisme dari orang-orang Jamaah Tabligh yang sangat-sangat sederhana—tak berilmu, miskin, banyak anak, tidak punya pekerjaan, dan sebagainya. Siji nggawa sada lanang sangggup nawu segara, siji nggawa bathok balu sanggup nawu jagat: bocah bajang atau orang-orang Jamaah Tabligh dalam menyelesaikan gara-gara tersebut, satu membawa sada lanang, satunya lagi bathok bolu, artinya membawa iman kepada Allah—hlaailaahaillallaah. Sada lanang, sada, asalnya dari kata syahadat, lanang simbolisme dari sebuah kebenaran yang sejati—iman yang benar kepada Allah—hlaailahaillallaah. Bathok balu, bathok asalnya dari kata bathin: batin, bolu: utuh. Batin yang utuh—simbolisme dari sebuah batin yang iman kepada Allah—hlaailahaillalllaah. Baik Sada lanang maupun bathok bolu tersebut maksudnya iman yang benar kepada Allah—hlaailaahillallaah. Kecuali gara-gara yang kini telah datang, orang-orang Jamaah Tabligh yang membawa sada lanang dan bathok bolu, artinya membawa iman kepada Allah—hlaailaahaillallaah—untuk menyelesaikan gara-gara pun juga telah datang. Kedatangan mereka memang ora bengak-bengok, ning wis ketok. Artinya kedatangan mereka memang tidak membuat perilaku yang sifatnya aksi action tetapi sudah kelihatan—hampir setiap orang tahu siapa jamaah Tabligh itu—mereka terus bergerak dakwah untuk menyelesaikan masalah besar atau gara-gara tersebut.

2. Dalam Sebuah Lagu Bocah Bajang