Kalayung-layung Lela Ledhung Dalam Sebuah Lagu a. Lir-ilir

itu syariatnya mati didandani pakai jas hitam, celana hitam, sepatu hitam, dan sebagainya, adakah bisa diingatkan dengan bahasa “pocong” dengan kafan atau mori putih ?, tentu saja tidak.

d. Kalayung-layung

“Ana tangis, layung-layung, tangising wong wedi mati, gedhongono, kuncenana, wong mati mangsa wurunga” Ada suara orang menangis mendayu-dayu, menangisnya orang yang takut mati, walau bagaimanapun masuk gua dan di kunci, mati pasti terjadi. Lagu di atas, biasa dilantunkan dalam adegan perjalanan satria di tengah hutan. Jelasnya, setelah satria Abimanyu selesai menghadap Abiyasa dengan diberi wejangan sedemikian rupa, satria Abimanyu tersebut kemudian pamit kembali dan atau pergi meneruskan perjalanan ke tempat tujuan dengan melewati sebuah hutan belantara. Perjalanan ke tempat tujuan dengan melewati sebuah hutan belantara inilah Kalayung-layung dilantunkan. Ajaran yang didakwahkan Para Wali di dalam lagu tersebut adalah agar orang senantiasa ingat mati, selebihnya tata-tata sanguning pati: iman— amal sholeh.

d. Lela Ledhung

“Dak lela-lela-lela ledhung, cup menenga aja pijer nangis, yen nangis ndhak ilang ayune, dadiya satriya utama...”. Lagu di atas biasa dilantunkan oleh seorang ibu ketika menina- bobokkan anaknya yang sedang rewel atau menangis. Ajaran yang didakwahkan dalam Lela ledhung tersebut agar kita semua mempunyai iman yang benar kepada Allah—hlaailaahaillallaah. Dak lela-lela–lela ledhung, lela-lela adalah kalimat iman, asalnya dari kata hlaailaaha illallaah, artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Cup menenga aja pijer nangis, artinya cup diamlah jangan terus menangis. Yen nangis ndhak ilang ayune, artinya jikalau menangis akan hilang cantiknya. Dadiya satriya utama, artinya jadilah kesatria utama atau jadilah orang yang baik. Terkait dengan arti lagu tersebut, konon mengapa Abu Laits Samarkandi penyusun kitab Tanbighul ghafiliin itu bisa menjadi ulama besar, sebab ketika masih bayi jika beliau menangis minta tetek air susu, tidak akan diberi kecuali setelah ibunya selesai membacakan dzikir hlaailaahaillallaah seratus kali, hingga air susu yang diberikan tersebut benar-benar terjaga atas keberkahannya. Perlu diketahui, untuk sekarang ini walaupun kebanyakan ibu- ibu bisa melantunkan lagu dak lela-lela ledhung, tetapi tidak tahu maksud sebenarnya. Karena tidak tahu maksud sebenarnya, maka ketika menina bobokkan anaknya yang sedang rewel atau menangis itu, ibu-ibu tersebut lebih suka memilih lagu ndhang-dhut, Campur Sari atau yag lain seperti: “Cocak Rawa”, “Mendem Wedokan”, dan sebagainya.

e. Sluku-sluku Bathok