Kendhalisada Jamus Kalimasada Dalam Sebuah Cerita Wayang a. Pandawa

Simbolisme yang lain juga, panakawan jumlahnya empat— artinya empat dasar agama Islam yang harus ditegakkan, yakni Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qiyas. Qur’an adalah firman Allah, Hadits—sabda Rasulullah. Ijmak adalah kesepakatan ulamak—seperti zakat profesi misalnya, dua setengah persen. Sedang Qiyas adalah analogi atau menyamakan sesuatu dengan hukum yang sudah ada—seperti ganja, dan pil ekstasi misalnya, sama dengan khamr haram. Makna dari simbolisme itu, siapapun yang hidup dengan empat dasar agama tersebut akan senantiasa mendapatkan kemenangan. Oleh karena itu, dalam cerita pewayangan siapa pun satria yang diikuti oleh empat panakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tersebut selalu mendapatkan kemenangan—Janaka diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, janaka menang. Abimanyu dikuti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, Abimanyu juga menang, dan sebagainya.

c. Kendhalisada

Kendhalisada, adalah sebuah pertapan di mana Anoman— seorang manusia kera berbulu putih tinggal. Kendhalisada, asalnya dari kata kendhali dan sada. Kendhali adalah alat untuk mengendalikan sesuatu, misalnya kendali kuda: alat untuk mengendalikan kuda, kendali peluru: alat untuk mengendalikan peluru, dan sebagainya. Sada, asalnya dari kata syahadat, artinya kesaksian—iman yang benar kepada Allah—hlaailaahaillallaah. Kendhalisada, artinya adalah alat untuk mengendalikan sesuatu— hidup. Jelasnya iman yang benar kepada Allah—hlaailaahaillallaah itu alat untuk mengendalikan segala sesuatu—permasalahan hidup. Kalau dikatakan bahwa Kendhalisada itu adalah suatu tempat di mana Anoman tinggal, berarti Anoman itu adalah orang yang memiliki Kendhalisada. Anoman sebagai orang yang memiliki Kendalisada, maknanya Anoman itu adalah orang yang mempunyai iman yang benar kepada Allah—hlaailaahaillallaah. Karena Anoman mempunyai iman yang benar kepada Allah—hlaailahaillallaah, maka kulit atau bulunya putih—simbolisme dari kesucian. Oleh karena demikian cerita kendhalisada tersebut, maka ajaran yang didakwahkan para Wali di dalamnya adalah pentingnya orang mempunyai iman yang benar kepada Allah—hlaailaahaillallaah.

d. Jamus Kalimasada

Jamus Kalimasada, adalah senjata Puntadewa seperti telah diterangkan dalam “Pandawa”. Tentang Jamus Kalimasada ini, siapa pun yang kanggonan ketempatan, atau yangmempunyai, maka akan mendapatkan kejayaan—seperti diuraikan sebagai berikut. Ketika Mustakaweni hendak membunuh Pandawa, diberi tahu oleh saudara-saudaranya “tidak mungkin, kecuali bisa mencuri pusaka Jamus Kalimasada”. Atas pemberitahuan itu, Mustakaweni kemudian mencurinya dan berhasil—sekarang Jamus Kalimasada ada di tangannya—karena itu Mustakaweni menjadi sakti dan kemudian menyerang Pandawa, hingga Pandawa kalah. Atas kekalahannya itu, Pandawa kemudian minta bantuan orang lain—Priyembada untuk mengambilkan kembali jamus Kalimasada miliknya. Priyembada bersedia, tetapi dengan syarat agar Pandawa bersedia menerima diri sebagai keluarganya. Setelah Pandawa bersedia. Atas kesediaan itu Priyembada kemudian segera berusaha mengambil Jamus Kalimasada dari tangan Mustakaweni dan berhasil. Agar tidak diketahui oleh Mustakaweni, Jamus Kalimasada kemudian dititipkan Petruk, hingga Petruk menjadi sakti karenanya—kemudian menaklukkan Raja Jayasetika dari Negeri Kerincing Kencana dan mengambil alih raja berganti nama Wel Geduwelbeh. Ajaran yang didakwahkan dalam cerita wayang tersebut, agar setiap orang mempunyai iman yang benar kepada Allah — hlaailaahaillallah, karena iman yang benar kepada Allah itu akan membawa kejayaan—gambarannya seperti tokoh-tokoh wayang tersebut: Pandawa membawa Jamus Kalimasada, Pandawa Berjaya sakti. Mustakaweni membawa Jamus Kalimasada, Mustakaweni berjaya. Bahkan Petruk yang miskin sekalipun, karena membawa jamus Kalimasada, maka Petruk pun berjaya. Perlu diketahui, mungkin karena kurangnya amal agama kebanyakan orang sekarang termasuk dalang, maka sulit atau tidak bisa menerima maksud sebenarnya dari lakon Jamus Kalimasada tersebut. Karena sulit atau tidak bisa menerima maksud sebenarnya dari lakon Jamus Kalimasada tersebut, maka diterima begitu saja apa adanya—hingga Jamus Kalimasada barangnya itu yang dikultuskan, bukannya hakikatnya Tuhan yang ada di balik Jamus Kalimasada itu yang dikultuskan.

6. Dalam Sebuah Cerita Mitos a. Bathok Bolu.