Terhadap pertanyaan tersebut, maka bagi yang ada amal agama dengan baik, akan mudah menjawab:
Man ismuka ?: siapa namamu ?: ismii Abdullah, man Rbbuka: siapa Tuhanmu ?: Allahu Robbi man Nabiyuka ?: siapa Nabimu ?:
Muhammad Nabiku, ma kitabuka ?: apa kitabmu ?: Al-Qur’an kitabku, man akhowaika ?: siapa saudaramu ?: umat Islam semua saudaraku,
dari mana hartamu, dan ke mana ‘kau belanjakan ?: dari Allah kepada Allah dan sebagainya.
Sebaliknya, terhadap pertanyaan tersebut bagi yang tidak ada amal agama, maka akan kesulitan menjawab—dijawaban sesuai
dengan amal hariannya. Kalau amal hariannya bakul--menjual barang kiloan, maka jawabannya adalah: “satu kilo Rp. 2000, atau satu kilo
sekian, dan sebagainya hingga orang tersebut dikepruk gada karenanya.
3. Dalam Sebuah Prosesi Tradisi Bulan Romadlon
Ajaran yang didakwahkan dalam prosesi tradisi bulan Romadlon, adalah agar kita menjalankan puasa dengan sempurna,
sehingga dosanya benar-benar diampuni—menjadi suci kembali seperti bayi yang baru lahir.
Adapun prosesi tradisi dalam bulan Romadlon tersebut adalah sebagai berikut: 1. melantunkan lagu “E Dhayohe Teka”, 2.
Megengan, 3. Ujung, dan 4. Bada Kupat.
a. Melantunkan Lagu E Dhayohe Teka
“E Dhayohe teka, e jerengna klasa, e klasane bedhah, e tambalen jadah, e jadahe mambu, e pakakna asu, e asune
mati, e guwaken kali, e kaline banjir, e guwaken pinggir”.
Melantunkan lagu E dhahayohe teka, sama artinya memberi tarhib atau semangat kepada umat Islam agar besuk di bulan
Romadlon melakukan puasa dengan baik. Oleh karena itu,
melantunkan lagu tersebut adalah di bulan Ruwah atau Sa’ban sekaligus menyambut datangnya bulan Romadlon.
E dhayohe teka, artinya e tamunya datang. Tamu yang dimaksud adalah bulan Romadlon.
E jerengna klasa, artinya e bentangkan tikar. Maksudnya, agar kita semua senantiasa mau menerima kedatangan bulan Romadlon
tersebut dengan hati yang lapang. E klasane bedhah, artinya e tikarnya rusak. Maksudnya, agar
datangnya bulan Romadlon tersebut jangan sampai tidak diterima dengan hati yang lapang.
Lalu bagaimana caranya menerima tamu bulan Romadlon dengan hati yang lapang itu ?, caranya adalah:
E tambalen jadah, artinya e tamballah dengan jadah. Maksudnya adalah dengan memperbanyak sholat jadah, asalnya dari
kata sajadah—simbolisme sholat. E jadahe mambu: e jadahnya basi, e pakakna asu: e berikan
anjing, e asune mati: e anjingnya mati, e guwaken kali: e buang ke sungai, e kaline banjir: e sungainya banjir, e guwaken pinggir: e
buang di pinggir. Maksudnya, sholatnya di Bulan Romadlon itu jangan sampai rusak. Sholat-sholat yang rusak di bulan Romadlon seperti itu,
agar dibuang atau dihindari sejauh-jauhnya. Perlu diketahui, untuk sekarang ini walaupun kebanyakan orang
bisa melantunkan lagu “E dhayohe teka” tersebut, tetapi tidak tahu arti atau maksud sebenarnya. Karena tidak tahu arti atau maksud
sebenarnya, maka sering-sering lagu tersebut dugunakan untuk dolanan main-main seperti kebanyakan dalang ketika dilarang
menampilkan adegan gara-gara ketika menampilkan Gara-gara dalam sajian wayangnya seperti dialog berikut:
Petruk : “ Gong, kowe isa ‘pa nembang
lagu “Edhayohe
Teka” gentenan karo aku...”
Bagong : “Isa wae wong aku kok”
Petruk : “Bagus, ayo coba. “E dhayohe
teka”.
Bagong: “E tambalen jadah”.
Petruk :
“Ora ngono Gong, dhayoh teka kok kon nambal jadah. Sing
bener ‘ki kowe terus njawab: “e jerengna klasa, ngono. Aaku: “e
klasane bedhah”. Kowe: “e tambalen jadah”. Aku: “e
jadahe mambu”. Kowe: “e pakakna asu”.
Bagong : “O.. ngono ta, ya, yuk”.
Petruk : “Yo. “E dhayohe teka”,
Bagong: “E pakakna asu ...” .
Petruk : “O bubrah Gong”.
Arti atau dalam bahasa Indonesianya:
Petruk : “ Gong, bisakah kamu
menyanyikan lagu “Edhayohe Teka” gantian dengan aku ?”
Bagong : “Bisa saja aku kok”
Petruk : “Bagus, ayo coba. “e dhayohe
teka” e tamunya datang.
Bagong: “E
tambalen jadah”. e tamballah dengan jadah —
makanan ter-buat dari ketan.
Petruk :
“Tidak begitu Gong, tamu datang kok disuruh nambal
dengan jadah. Yang benar kamu itu terus menjawab: “e
jerengna klasa, ngono e bentangkan tikar. Aku: e
klasane bedhah e tikarnya robek. Kamu: e tambalen
jadah. Aku: e jadahe mambu e jadahnya basi. Kamu: e
pakakna asu berikan anjing.”
Bagong : “O.. gitu ta, ya, yuk”.
Petruk : “Yo. “E dhayohe teka”,
Bagong: “E pakakna asu ...” .
Petruk : “O rusak Gong”.
b. Megengan