Lepetan Diktat Pesan Para Wali

Yen urip goleka dhuwit, asalnya dari kata yasrifu inna kholaqnal insaana min maain dhofiq. Artinya: Jikalu sudah selesai sholat, kemudian bekerjalah dengan keyakinan bahwa hidup itu akan lama . Perlu diketahui, mungkin karena kekurangan dan ketiadaan amal agama, banyak orang yang mengartikan lain, atau bahkan “tidak tahu” secara keseluruhan dari lagu Sluku-sluku Bathok tersebut. Adapun “sluku-sluku bathok ......... “ tersebut, diartikan sebagai berikut. Sluku-sluku bathok, artinya orang yang sedang duduk dengan menjulurkan kaki sambil me-ngelus-elus lutut slonjor karo ngelus- elus dhhengkul. Bathoke ela-elo: tempurung atau cidhuk siwur gayung air genthong yang bergerak ke kiri dan ke kanan gela- gelo. Mak jenthit lololobah: bangun dan bergerak. Wong mati ora obah: orang mati tidak bergerak, yen obah medeni bocah: jikalau bergerak menakutkan anak, yen urip goleka dhuwit: jikalau hidup carilah uang. Maksud tersirat dalam lagu tersebut apa ?, orang tersebut tidak tahu.

F. Lepetan

“Lepetan-lepetan, angudhari anguculi janur kuning nyingseti, nya sega nya sega nya sega kari lawuhe, nya lawuh nya lawuh nya lawuh kari wadhae”. Lagu Lepetan tersebut biasanya dilantunkan oleh anak-anak ketika bermain-main bersama. Lepetan, artinya sebuah permaian lepet atau kupat. Maksudnya, kupat itu bentuknya segi empat—simbolisme dari pemahaman agama secara arif atau makrifat—diawali dari syariat, tarikat, hakikat, baru kemudian makrifat. Angudhari-anguculi Janur kuning nyingseti, artinya menguraikan dan melepaskan janur kuning menguatkan. Maksudnya untuk mendapatkan pemahaman agama secara arif atau makrifat itu tidaklah mudah, karena agama secara arif atau makrifat itu terbungkus oleh ilmu yang demikian sulitnya—tidak mudah dipahami. Nya sega nya sega nya sega kari lawuhe, nya lawuh nya lawuh nya lawuh kari wadhahe, artinya ini nasi-ini nasi-ini nasi tinggal lauknya, ini lauk-ini lauk-ini lauk tinggal nampannya. Maksudnya oleh karena sulitnya memahami agama secara arif atau makrifat itu, maka lebih baik taklid, atau nurut saja apa yang di perintahkan. Ajaran yang didakwahkan dalam Lepetan tersebut, agar kita taat kepada Allah dengan menjalankan apapun yang diperintahkan, walau tidak mengetahui apa maksud di balik perintah tersebut. Oleh karena itu, dalam tradisi Jawa siapa pun yang tidak bisa membuat kupat ketika hendak makan tidak melepas atau mengurai, tetapi membelah saja dengan pisau seperti tembang Durma cangkriman “paman-paman” yang bermakna kupat berikut. “Paman-paman apa wartane ing ndalan, ing ndalan akeh wong mati, dipun kaniaya, pinedhang liganira, jaja trus ing gigir, akari raga, badan kari ngalinthing” paman-paman apa kabarnya di jalan, di jalan banyak orang mati- dianiaya-ditusuk dengan pedang dadanya sampai tembus belakang, badan mati terkoyak , Maksudnya, agar siapapun yang tidak bisa menguraikan atau mentafsir agama dengan baik, hendaknya taat atau taklid saja terhadap apa yang diperintahkan jadi, taklid itu walaupun dilarang, tetapi dalam keadaan tertentu justru diperintahkan.

G. Turi-turi putih