Lowongan Pekerjaan Jasa, Hiburan dan Informasi

edisi Melayu kalangan pembacanya adalah kaum Tionghoa Peranakan dan pribumi, sedangkan Sin Po edisi Mandarin pembacanya adalah kalangan Tionghoa totok yang masih erat hubungan dengan leluhurnya. 22 Pada tahun 1922 Sin Po menerbitkan surat kabar kecil yang diberi nama Bing Seng, dibawah pimpinan Hauw Tek Kong yang baru kembali dari Cina. Tetapi usia Bing Seng tidak lama karena kurang variasi dalam isinya. Hauw Tek Kong ini kemudian meninggalkan Sin Po untuk menerbitkan surat kabar baru guna menyaingi Sin Po, nama koranya adalah Keng Po. Tahun 1922 Sin Po berusaha menerbitkan Sin Po Oost-Java Editie di Surabaya, tetapi kalah bersaing dengan Pewarta Soerabaia, sehingga terpaksa gulung tikar. Mingguan Sin Po yang diterbitkan pada tahun 1923 ternyata lebih populer dari in Seng dan Sin Po edisi mingguan ini termuat lagu Indonesia raya karangan Wage Rudolf Soepratman yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia raya. Sin Po membuat apa yang dinamakan Koran-Kumper, yaitu Koran yang akan terbit terus menerus seandainya Koran Sin Po terkena breidel atau berangus pers, nama Koran tersebut adalah Kung Yen, yang terbit setiap hari sabtu. Kung Yen sering membut tulisan-tulisan tajam, pedas dan hebat. Anehnya Koran ini sama 22 Cina Totok adalah sebutan untuk warga Tionghoa yang memiliki garis keturunan asli dari Tiongkok, atau mereka yang masih mengamalkan budaya leluhur mereka seperti menggunakan bahasa Tionghoa dan tulisan pinyin. Golongan lainnya dari etnis Tionghoa adalah Cina Peranakan yang telah mengalami percampuran budaya dengan budaya tempat mereka tinggal, terutama di daerah Asia Tenggara. Pada awal abad ke-20, dalam bidang ekonomi warga Cina Peranakan banyak bergerak di sektor bisnis skala menengah, bisnis peminjaman uang dan proses hasil-hasil agrikultur sedangkan kaum Cina Totok sukses melakukan penetrasi ke sektor industri manufaktur. Lihat Abdul Baqir Zein, Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia, 2000, hlm. 126.