Buku Jasa, Hiburan dan Informasi
peranakan Cina dalam Volkstraad dan setuju dengan diadakannya apa yang dinamakan Indie Weerbaar, pertahanan Hindia Belanda, termasuk kaum
peranakan Cina harus ikut milisi. Sudah barang tentu hal tersebut menyebabkan koran itu bentrok dengan golongan yang mengemukakan nasionalisme Cina,
dalam hal ini Sin Po, yang sama sekali tidak setuju ikut campurnya kaum peranakan Cina dalam hal-hal dalam negeri Hindia Belanda. Polemik sengit
terjadi antara perniagaan dan Sin Po.
21
Dalam tahun 1930 perniagaan berganti nama menjadi Siang Po sesuai dengan percetakan yang mencetaknya, yakni N. V Siang Po. Pemilik Siang Po kala itu
Phoa Liong Gie, seorang sarjana hukum dan sekaligus pentolan CHH. Tetapi, yang menjadi pemimpin redaksinya ialah Kwee Djie Hoo.
Sewaktu Liem Koen Hian ada di Siang Po, diterbitkan pula surat kabar Kebangoenan
yang dipimpin oleh Sanusi Pane, Mohammad Yamin dan Amir Syarifuddin, tokoh-tokoh yang kala itu dikenal sebagai orang-orang Gerindo
Gerakan Rakyat Indonesia. Koran Kebangoenan dicetak di Siang Po dan memuat kawat-kawat serta berita-berita yang bersamaan dengan Siang Po.
Sin Po yang berdiri pada tahun 1910 pada awalnya terbit mingguan, dua tahun kemudian surat kabar ini berubah menjadi harian. Selain dalam edisi Melayu, Sin
Po juga terbit dalam bahasa Mandarin. Edisi bahasa Mandarin didominasi oleh
berita-berita seputar keadaan negara Tiongkok, sedangkan edisi bahasa Melayu didominasi berita dalam negeri dengan tambahan berita dari negeri Tiongkok.
Perbedaan muatan berita ini disebabkan kalangan pembacanya berbeda. Sin Po
21
Soebagijo.,op.cit, hlm. 37-39.
edisi Melayu kalangan pembacanya adalah kaum Tionghoa Peranakan dan pribumi, sedangkan Sin Po edisi Mandarin pembacanya adalah kalangan
Tionghoa totok yang masih erat hubungan dengan leluhurnya.
22
Pada tahun 1922 Sin Po menerbitkan surat kabar kecil yang diberi nama Bing Seng, dibawah pimpinan Hauw Tek Kong yang baru kembali dari Cina. Tetapi
usia Bing Seng tidak lama karena kurang variasi dalam isinya. Hauw Tek Kong ini kemudian meninggalkan Sin Po untuk menerbitkan surat kabar baru guna
menyaingi Sin Po, nama koranya adalah Keng Po. Tahun 1922 Sin Po berusaha menerbitkan Sin Po Oost-Java Editie di Surabaya, tetapi kalah bersaing dengan
Pewarta Soerabaia, sehingga terpaksa gulung tikar. Mingguan Sin Po yang diterbitkan pada tahun 1923 ternyata lebih populer dari in Seng dan Sin Po edisi
mingguan ini termuat lagu Indonesia raya karangan Wage Rudolf Soepratman yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia raya.
Sin Po membuat apa yang dinamakan Koran-Kumper, yaitu Koran yang akan terbit terus menerus seandainya Koran Sin Po terkena breidel atau berangus pers,
nama Koran tersebut adalah Kung Yen, yang terbit setiap hari sabtu. Kung Yen sering membut tulisan-tulisan tajam, pedas dan hebat. Anehnya Koran ini sama
22
Cina Totok adalah sebutan untuk warga Tionghoa yang memiliki garis keturunan asli dari Tiongkok, atau mereka yang masih mengamalkan budaya
leluhur mereka seperti menggunakan bahasa Tionghoa dan tulisan pinyin. Golongan lainnya dari etnis Tionghoa adalah Cina Peranakan yang telah
mengalami percampuran budaya dengan budaya tempat mereka tinggal, terutama di daerah Asia Tenggara. Pada awal abad ke-20, dalam bidang ekonomi warga
Cina Peranakan banyak bergerak di sektor bisnis skala menengah, bisnis
peminjaman uang dan proses hasil-hasil agrikultur sedangkan kaum Cina Totok sukses melakukan penetrasi ke sektor industri manufaktur. Lihat Abdul Baqir
Zein, Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia, 2000, hlm. 126.