Pemindaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Persepektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)

(1)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Disusun oleh: YANI SURYANI NIM. 107043203816

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERIIADAP PELAKU PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/201I/PN.MKS)

Skripsi

Diaj ukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mempero leh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHD

Oleh:

Yani Survani

NIM:

107043203816

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014M.n435H

IsmaiMasani. SH. MH. NIP. 1 977 1 217 2007 101002


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul

"PEMIDANAAN

ANAK

DI

INDONESIA

TERHADAP

PELAKU PENCURIAN

DAI,AM

PERSPEKTIF

HUI(UM

ISLAM'

(AnAIiSiS

Putusan

Nomor:

808/Pid.B/201I/PN.MKS), telah

diujikan dalam

Sidang

Munaqasah Irakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri

Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 November 2014 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Hukum.

PANITIA UJIAN MUNAQASATI

K.etua

DLn.

ivtuhamqad Taufiki M.Ag

NrP. 1965 I I 1 91 99803 1002

Fahmi Muhammad Ahmadi. M.Si NrP. 1 974 1 2132003t21002

Ismail Hasani. SH. MH

NrP. 1 9771 2172007 t0r002 Selaetaris

Pembimbing

Penguji I Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

Penguji II

NrP. 1 974 1 2132003121002

Dra. Maskufa. MA NrP"

0 November 2014

Syariah dan Hukum

Muslimin. M.A t2r99903r014


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

Slaipsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata

I

di Universitas Islam Negeri

ruf$

Syarif Hidayatullah Jakarta"

2"

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

rufN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

September 2014

P&


(5)

Yani Suryani. NIM 107043203816. Pemidanaan anak di Indonesia dalam penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dengan pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana pada putusan nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS diatur dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP dan UU No. 12 Tahun 1951 Pasal 2. Yang mengatur tentang anak cukup banyak dan tersebar sifatnya, dalam syariat Islam pun juga begitu sehingga dapat mencerminkan sebagai satu sistem hukum tentang perlindungan anak.

Pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian menurut hukum positif dan hukum Islam dapat dibandingkan antara keduanya, yang mana dalam penulisan ini diharapkan bisa menjadi wacana dan perbandingan hukum demi perbaikan hukum dimasa yang akan datang.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian menurut hukum positif dan hukum Islam terdapat kesamaan dalam memberlakukan pidana yakni, memberlakukan pidana kebijaksanaan dan yang membedakan antara keduanya adalah hukum pidana di Indonesia masih memberlakukan pidana penjara sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak memberlakukan. Disamping itu terdapat batasan usia minimal yang diatur dalam hukum pidana Indonesia, sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak mengenal adanya batasan minimal dalam memberlakukan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan hukum demi tercapainya keadilan, sehingga dapat mencerminkan satu sistem hukum yang dapat melindungi hak anak. Penulis menghimbau agar segala peraturan yang ada sekarang untuk di tinjau kembali, hal ini di maksudkan untuk menghindari rasa kecemburuan sosial dan mencapai peraturan yang benar-benar adil sehingga di harapkan munculnya kesadaran bagi umat Islam di Indonesia untuk taat terhadap apa yang diatur oleh pemerintah.


(6)

ii Bismillahirahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan taufiknya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh studi di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah kebenaran untuk umat Islam khususnya.

Selanjutnya dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun menghaturkan banyak terima kasih kepada yang telah berjasa dan yang terhormat:

1. Dr. Phil. J.M Muslimin, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

4. Ismail Hasani, SH. MH. selaku Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan kepada penulis.


(7)

5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua penulis Ibunda Een Aenah dan Ayahanda Serka Didi

Supriyadi saya haturkan ribuan terima kasih atas do’a, dukungan dan motivasi

yang telah banyak diberikan secara moril maupun materiil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga diberikan umur panjang

dan rezeki yang luas, Amin Yaa Rabbal ‘Alamin. Dan tidak lupa penulis

haturkan banyak terima kasih untuk keluarga di Sindanghaji - Majalengka khususnya kakek/engki (alm), nenek, bi ende, bi dede, mang epong, teh ina, dimas fba dan mama shafa yang tidak henti-hentinya mendo’akan serta mendukung penulis.

7. Teman-teman Konsentrasi Perbandingan Hukum angkatan 2007 serta teman-teman KKN, yang telah memberi kesan-kesan baik selama menempuh studi di kampus UIN JKT.

8. Untuk teman yang sudah banyak memotivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini Alfiah, Abdul Muktadir, Kak Domen. Untuk Nanda

Fitriyana yang selalu mendo’akan, mendukung dan mendorong penulis.

9. Pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

iv

rabbil ‘Alamin atas rahmat dan karunia serta ridho Allah SWT. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, sekian dan terima kasih.

Jakarta, 25 September 2014


(9)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN... . iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kajian Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ANAK DI INDONESIA A. Pengertian Pidana dan Hukuman ... 11

B. Batas Usia Pemidanaan Anak ... 15


(10)

vi

A. Pengertian Pencurian ... 24

B. Tindak Pidana Anak Pelaku Pencurian ... 25

C. Ketentuan Tindak Pidana Bagi Anak Pelaku Pencurian Menurut Hukum Positif ... 27

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.Mks ... 35

1. Posisi Kasus ... 35

2. Dakwaan Penuntut Umum ... 37

3. Tuntutan Penuntut Umum ... 39

4. Amar Putusan... 40

5. Penjatuhan Pidana ... 41

6. Analisis Kasus ... 42

B. Analisis Sanksi Pemidanaan Anak dalam Perspektif Hukum Islam ... 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN


(11)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan berkeluarga anak merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai generasi penerus dalam keluarga, dan keluarga bagian dari masyarakat. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak.1

Anak bermasalah (anak nakal) adalah anak yang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang terlarang bagi anak. Perbuatan terlarang tersebut menurut perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Anak melakukan tindak pidana yakni apabila melanggar ketentuan dalam peraturan hukum pidana yang ada, maka pidana dan penjatuhan sanksi ini dinilai sebagai sebuah fenomena hukum yang mampu mengurangi tindak kriminal juga sebagai konsekuensi logis terhadap tindakan melawan hukum.2

1

Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 24.

2

Hasanuddin AF, dkk. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kerja sama antara Pustaka al-Husna dengan UIN Press, 2003), h. 1.


(12)

Kenakalan anak merupakan hal yang sangat kompleks, karena anak tidak dapat dilepaskan baik dari lingkungan sosialnya, lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan bahwa anak masih mempunyai masa depan yang panjang, sehingga masih ada kemungkinan untuk menjadi baik dalam perkembangannya, maka anak harus diberikan bekal berupa bimbingan, didikan dan pembinaan yang cukup, agar nantinya setelah selesai menjalani masa pembinaannya dari hidup wajar dan lebih baik kembali. Dalam menanggulangi dan menghadapi anak pidana, lapas anak berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pembinaan bagi anak pidana, anak negara, dan anak sipil. Anak yang ditempatkan di Lapas Anak bertujuan agar anak tersebut memperoleh pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta memperoleh hak-haknya.3

Anak yang telah terbukti melakukan pencurian harus mempertanggungjawabkan secara hukum melalui proses sidang pengadilan. Dari beberapa jenis penjatuhan sanksi yang diancamkan terhadap pelaku pencurian, yang paling sering terjadi adalah pidana perampasan kemerdekaan (Hak Asasi Manusia) yaitu pidana atau pidana kurungan baik secara tunggal maupun secara alternatif, juga dapat ditentukan dalam waktu tertentu atau bahkan dalam waktu 15 tahun. Banyak kritik tajam yang ditujukan terhadap pidana jenis ini, baik

3

Atmasasmita, Romli. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico, 1983), cet. ke-1. h. 67.


(13)

dilihat dari eksistensinya maupun dari akibat-akibat negatif lainnya yang menyertai atau berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang.4

Bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum, khususnya anak yang melakukan tindak pidana, sebagian besar dikenakan ketentuan pidana berupa hilangnya kemerdekaan (penjara) untuk sementara waktu. Gunanya adalah sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat, terpidana ataupun si korban kejahatan itu sendiri. Adapun tempat pelaksanaan pidana hilangnya kemerdekaan ini dikenal dengan nama lembaga pemasyarakatan.5

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor itu antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup sebagian orang tua. Perkembangan tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan, dan pembinaan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan orang tua, wali atau orang tua asuh. Kurangnya pengawasan akan mudah membawa pengaruh terhadap anak yang dapat merugikan perkembangan pribadi anak.

4

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2003), h. 20.

5


(14)

Keadilan diakui sebagai kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan lembaga atau sebuah institusi hukum yang baik. Dengan demikian hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat.6

Berdasarkan pernyataan di atas maka lahirlah perundang-undangan yang berusaha memberikan suatu kebijakan hukum yang mampu mengakomodir kepentingan masyarakat dalam menegakkan keadilan, juga kebutuhan anak yang memerlukan sebuah reaksi hukum yang menitik beratkan pada bimbingan edukatif disamping tindakan yang bersifat menghukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menentukan bahwa anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis serta mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan

6

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 40.


(15)

dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.7

Melihat pada kondisi ini apakah bijak menghukum seorang tindak pidana yang masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur, yang pada dasarnya anak merupakan seorang yang belum sepenuhnya mengetahui apa yang dilakukannya. Dalam menghadapi perbuatan anak, hakim harus menyelidiki dengan teliti apakah anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat dari perbuatan yang dilakukannya atau belum.

Dalam peraturan perundang-undangan mengenai jenis sanksi terhadap anak dalam konteks hukum positif yang secara rinci ternyata terdapat overlapping dan kebijaksanaan yang tidak konsisten. Sedangkan pada hukum Islam penjatuhan pidana bagi anak pelaku pencurian yang termasuk pada kategori hukuman ta’zir pada dasarnya bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kondisi, pelaku jarimah-nya dan lebih variatif sebagai hukuman ta’zir yang cukup luas. Karena sistem pemberian sanksi yang hanya bertumpu pada kebijakan hakim tanpa ditunjang dengan kebijakan lainnya akan memberikan permasalahan baru yang demikian kompleks.

Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk mengajukan skripsi yang berjudul “Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Perspektif Hukum Islam” (Analisis Putusan No.

7


(16)

808/Pid.B/2011/PN.MKS), karena pemidanaan terhadap anak di bawah umur belum memperoleh kepastian hukum. Sehingga hal ini sangat penting untuk dibahas sebagai judul skripsi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka perlu adanya pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS.

b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak.


(17)

2. Manfaat Penelitian

a. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menegakkan hukum di Indonesia serta dalam upaya menyelesaikan permasalahan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

b. Memberikan hasil penelitian terhadap khazanah keilmuan, khususnya di bidang hukum pidana Islam terhadap pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak.

D. Kajian Terdahulu

Sebelumnya penulis melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan untuk mengkaji materi-materi terdahulu, khususnya mengenai pidana bagi anak pelaku pencurian yang telah dibahas berupa penelitian pustaka.

Dari literature yang telah penulis telaah terdapat karya tulis berupa skripsi yang dijadikan acuan awal oleh penulis, yaitu:

“Tindak Pidana Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan Nomor : 1210/PEN/PID.B/2009/PN.TNG)” oleh Achmad Laily Jurusan Perbandingan Hukum 2006. Di dalam skripsi ini membahas tentang tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur, serta prosedur pemeriksaan dan hak-hak atas perlindungan anak sebagai pelaku kriminal.


(18)

E. Metode Penelitian 1. Teknik Penelitian

Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, secara kategorikal termasuk dalam jenis penelitian putusan kasus dan kepustakaan (Library Research), yakni menjadikan bahan-bahan pustaka sebagai sumber data yang berhubungan dengan objek pembahasan penelitian.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah menelaah putusan kasus yang bersifat kualitatif yang dalam pengumpulan datanya menggunakan putusan dan bahan pustaka yang tersedia, baik berupa data primer maupun data sekunder.

a. Sumber Primer

Adapun data primer penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Hukum Pidana Islam dan Putusan No. 808/Pid.B/2011/PN.MKS.

b. Sumber Sekunder

Sedangkan data sekunder yaitu bahan pustaka, buku-buku, data-data yang mempunyai relevansi dan dapat menunjang penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Setelah data-data kualitatif terkumpul, maka cara pengumpulan data literalnya dilakukan dengan pengumpulan serta penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan (koheren) dengan objek penelitian.


(19)

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penulis memakai acuan dari “pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan pokok bahasan secara sistematis yang terdiri dari lima bab, dan masing-masing terdiri dari sub-sub bab sebagai perinciannya. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Bab I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : tinjauan umum tentang pidana anak di Indonesia, pengertian pidana dan hukuman, batas usia pemidanaan anak, kedudukan anak dalam hukum positif.

Bab III : tindak pidana pencurian oleh anak, pengertian pencurian, tindak pidana anak pelaku pencurian, ketentuan hukum mengenai pidana bagi anak pelaku pencurian.


(20)

pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS, analisis sanksi pemidanaan anak dalam perspektif hukum Islam.


(21)

TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ANAK DI INDONESIA

A. Pengertian Pidana dan Hukuman 1. Pengertian Pidana

Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Di dalam hukum modern, pidana juga meliputi apa yang disebut “tindakan” (tata tertib).

Dalam pengertian hukum adat, istilah “pidana” dipersamakan dengan istilah “reaksi”.1

Secara normatif, pidana juga dapat diartikan sebagai kerangka berpikir tentang hukum, keberlakuannya, penerapannya, pembentukan, dan penegakannya harus berdasar kepada segala bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum tersebut. Pandangan ini mutlak memberlakukan dogmatika hukum yang bersumber pada hukum positif, sehingga memperhitungkan tentang faktor empiris yang mengukur manfaat keberlakuan hukum dengan melihat kondisi atau fakta di masyarakat, disebut pandangan positivistik.2

Di Indonesia, suatu pidana diatur dalam sebuah undang-undang hukum pidana, yang mana berfungsi dalam mengatur tindakan pidana dan pidana

1

H. Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum FHUMY, 2008), h. 3.

2

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 9.


(22)

yang terjadi dalam masyarakat, sehingga tercipta tata kehidupan yang tentram dan selaras dengan aturan hukum yang ada.

Hukum hanya memperhatikan perbuatan-perbuatan yang

soziarelevant”, artinya hukum hanya mengatur segala sesuatu yang bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada dasarnya tidak mengatur sikap batin seseorang yang bersangkutan dengan tata susila,3 sehingga sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat tercela, tapi hukum pidana atau Negara tidak turun tangan di dalam aturan hukum atau hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat.4

2. Pengertian Hukuman

Berbicara tentang hukum maka hukum terbagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik yang mana hukum pidana termasuk di dalam hukum publik, hal ini berlaku hingga dewasa ini. Dahulu di Indonesia, tidaklah dipisah-pisahkan antara kedua hukum itu, sehingga gugatan baik yang termasuk dalam hukum publik sekarang ini maupun yang termasuk hukum privat dijatuhkan oleh pihak-pihak yang dirugikan.5

Istilah hukuman ini berasal dari kata straf yang merupakan istilah yang sering digunakan sebagai sinonim dari istilah pidana. Istilah hukuman yang merupakan umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang yang

3

Ibid., h. 6.

4

Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 26.

5


(23)

cukup luas. Pidana (hukuman) ialah perasaan tidak enak (penderitaan sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis pada orang yang melanggar undang-undang hukum pidana.6

Penghukuman sering kali sinonim dengan pemidanaan seperti yang dipaparkan Sudarto, yaitu : penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Menetapkan hukum oleh suatu peristiwa itu tidak hanya menyangkut hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata. Oleh karena itu tulisan ini berkisar pada hukum pidana, sehingga istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman di sini mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeling.7

Dari pandangan Sudarto dapat diketahui bahwa penghukuman merupakan sinonim dari pemidanaan, yang berdasarkan uraian dalam kamus bahasa Indonesia digunakan istilah hukuman dalam arti khusus yaitu penderitaan yang diberikan kepada seseorang yang melanggar undang-undang, yang dijatuhkan oleh hakim. Hal ini disebabkan tidak adanya atau belum ada kesepakatan terhadap masalah hukuman ini, yang sama sering

6

R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional), h. 12.

7


(24)

71-ditemukan kata-kata hukuman 10 tahun penjara dan kadang didapati kata-kata dipidana 10 tahun penjara, juga tidak bisa dikatakan bahwa tidak ada sarjana yang tidak membedakan arti dari hukuman dengan pidana.

Sedangkan menurut Andi Hamzah, bahwa hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau penderitaan atau suatu nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedangkan pidana yang mana Andi Hamzah berusaha membedakan kedua istilah tersebut adalah merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.8

Lebih jauh lagi penuturan Tirtaamidjaja, bahwa hukuman adalah suatu penderitaan, yang dikenakan oleh hakim kepada si terhukum karena melanggar suatu norma hukum. Dan bahwa hukuman sebagai sanksi dari suatu norma hukum tertentu adalah tanda dari hukum pidana itu, yang membedakannya dari bagian-bagian hukum yang lain.9

Adapun yang dimaksud dengan hukum anak adalah sekumpulan peraturan hukum, yang mengatur tentang anak. Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu, meliputi : sidang pengadilan anak, anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, kesejahteraan anak, hak-hak anak, pengangkatan anak, anak terlantar, kedudukan anak, perwalian, anak nakal, dan lain sebagainya.10

8

Ibid., h. 12.

9

Ibid., h. 16.

10

Atmasasmita, Romli. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico, 1983), h. 68.


(25)

B. Batasan Usia Pemidanaan Anak

Dalam hal pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana.

“Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu”.11

Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam penentuan batasan usia anak diperoleh ketidaksamaan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan kriteria masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut.

Itu berarti bahwa seseorang yang usianya telah lebih dari 16 (enam belas) tahun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka ia dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku bagi orang dewasa.

Namun ketentuan dalam Pasal 45, 46 dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan sudah tidak berlaku lagi berdasarkan ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Sedangkan jika kita tinjau pada batasan anak dalam KUHP sebagai korban kejahatan seperti yang tercantum dalam BAB XIV Pasal 287, 290, 292, 294 dan 295 KUHP adalah berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.

11


(26)

Sementara Pasal 330 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum perdata menyatakan bahwa :

“Belum dewasa adalah mereka yang belum dewasa mencapai umur genap

21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin”.

Dapat ditarik kesimpulan makna dari bunyi pasal tersebut adalah bahwa seseorang yang genap berusia 21 tahun dan telah pernah menikah, dianggap telah dewasa atau cakap berbuat hukum, maka semua akibat dari perbuatan hukum yang dilakukan ditanggung sepenuhnya oleh yang bersangkutan.

Batasan usia dalam peraturan perundang-undangan jika dilihat dalam hukum adat di Indonesia akan berbeda. Usia bukanlah menjadi suatu ukuran seorang anak tersebut sudah dianggap dewasa atau belum.

Dalam hukum adat di Indonesia batasan umur untuk disebut anak bersifat pluralistis. Dalam artian kriteria untuk menyebut bahwa seseorang tidak lagi disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilahnya, misalnya : telah “kuat

gawe”, “akil baliq”, “menek bajang”, dan lain sebagainya.12

Ditiap daerah di Indonesia ukuran kedewasaan seorang anak jika dilihat dari hukum adatnya akan berbeda-beda, namun secara umum ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman untuk mengetahui batasan usia anak.

Di Indonesia sendiri sejak dibentuk Undang-Undang tentang Peradilan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, memberikan batasan yang

12

Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 16.


(27)

tegas tentang atas usia pemidanaan anak di Indonesia. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa :13

(1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan dapat diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak.

Jika pelaku kejahatan dilakukan oleh anak dibawah dari batas usia minimum yang ditentukan atau belum berumur 8 tahun, dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ditegaskan bahwa :

1) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan atau penyidik.

2) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.

13


(28)

3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan.

Jadi ada 2 (dua) alternatif yang dapat diambil yaitu, pertama jika anak tersebut masih dapat dibina maka diserahkan kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya, yang kedua adalah diserahkan kepada Departemen Sosial jika anak tersebut sudah tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

Pengelompokan anak berdasarkan pertimbangan umur sangatlah penting, mengingat pada tiap tingkatan usia anak berbeda pula tingkat kematangan anak dalam berpikir sehingga akan berbeda cara memperlakukan anak tersebut.

Yang terpenting seseorang tergolong dalam usia anak dalam batas bawah usia seorang anak, yaitu 0 (nol) tahun batas penuntutan 8 (delapan) tahun sampai dengan batas atas 18 tahun dan belum pernah kawin. Pengelompokan ini, dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor-faktor yang menjadi sebab-sebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal-hal berikut ini.14

1. Kewenangan bertanggung jawab terhadap anak. 2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum.

3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana. 4. Pengelompokan proses pemeliharaan.

14


(29)

5. Pembinaan yang efektif.

Batasan dari segi usia akan sangat berpengaruh pada kepentingan hukum anak yang bersangkutan. Pertanggungjawaban pidana anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral dan kejiwaan anak dengan kenakalan yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental dan sosial anak menjadi perhatian.15

Adanya batasan usia dimaksudkan agar ada perlindungan dan pembinaan bagi anak, karena anak merupakan sumber daya manusia dan menjadi generasi penerus bangsa.

C. Kedudukan Anak dalam Hukum Positif

Pengertian anak dalam hukum positif, dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek hukum, aspek psikologis dan aspek biologis.

Pertama Anak ditinjau dari aspek hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Kedua Anak ditinjau dari aspek psikologis. Proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak.

15


(30)

Ketiga Anak ditinjau dari aspek biologis dari lebih ditekankan pada perubahan fisik seseorang. Zakiyah Drajat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan remaja adalah salah satu dari unsur manusia yang paling banyak mengalami perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa anak menuju masa dewasa, perubahan yang terjadi meliputi segala segi kehidupan manusia yaitu jasmani, rohani pikiran, perasaan dan sosial. Biasanya dimulai perubahan jasmani yang menyangkut segi seksual, biasanya terjadi pada umur 13-14 tahun. Perubahan itu disertai dan diiringi oleh perubahan-perubahan lain, yang berjalan sampai umur 20 tahun. Karena itu masa remaja dapat dianggap terjadi antara umur 13 dan 20 tahun.

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa seorang anak diartikan sebagai manusia yang masih kecil atau belum dewasa.16 Di dalam Pasal 45 KUHP juga disebutkan bahwa : “Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur 16 tahun, seorang hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah (anak) dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan si tersalah (anak) diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu termasuk bagian dari kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490. 492, dan lain sebagainya.

16


(31)

Kedudukan anak yang dihukum dengan diserahkan kepada orang tua, lembaga perawatan atau pembinaan, balai latihan kerja, atau lembaga sosial, tidak dapat disebut sebagai gugurnya tindak pidana yang dilakukan oleh anak tersebut dan atau dihapuskannya hak anak menjalankan hukuman (penjara) dari anak tersebut.

Adapun di dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa anak yang berhak mendapat perlindungan hukum tidak memiliki batasan minimal umur.17 Dari anak masih dalam kandungan, sampai ia berhak mendapatkan perlindungan. Dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Sedangkan dalam hukum perdata dijelaskan dalam Pasal 370 bab kelima belas tentang kebelum dewasaan seseorang, yang berbunyi : belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin.18 Jadi anak adalah orang yang belum berumur 21 tahun dan belum

17

Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 4.

18

R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetboek: Dengan Tambahan UU Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pradnya


(32)

menikah. Menurut ketentuan Pasal 45 KUHP, bahwa seseorang dikatakan masih anak-anak haruslah mempunyai dua syarat, yakni :

1. Orang atau anak itu ketika dituntut haruslah belum dewasa, yang dimaksud belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin dan bercerai sebelum berumur 21 tahun, maka ia telah dianggap sebagai seseorang yang sudah dewasa.

2. Tuntutan itu mengenai perbuatan pidana pada waktu ia berumur 16 tahun. Bismar Siregar dalam bukunya yang berjudul “Keadilan Dalam Berbagai

Aspek Hukum Nasional” menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia itulah si anak bukan lagi termasuk atau tergolong anak, tetapi sudah dikatakan dewasa.19

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa batasan anak adalah sebelum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 1).20 Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, membatasi usia anak di bawah kekuasaan orang tua dan di bawah perwalian sebelum mencapai umur 18 tahun (Pasal 47 ayat 1) dan Pasal 50 ayat (1).21 Dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, yang dikatakan anak adalah belum mencapai umur 17 tahun (Pasal 9 ayat

19

Bismar Siregar, Keadilan Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 105.

20

Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, (Bandung: Sinar Grafika, 1997), h. 52.

21

Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), cet. ke-3. h. 39.


(33)

1). Sedangkan dalam Undang-Undang Peradilan Anak ditentukan batas minimal dan maksimal usia anak, yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun dan maksimal umur 21 tahun serta belum pernah kawin (Pasal 1 ayat 1 dan 2).


(34)

24

TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK

A. Pengertian Pencurian

Secara etimologi pencurian adalah terjemahan dari bahasa arab yaitu al-sariqah, yang berarti melakukan suatu tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi. Sedangkan secara istilah, mencuri disebut dengan suatu tindak kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi, baik dari pandangan pemilik harta yang dicuri atau pihak lain menurut anggapan orang yang mencurinya dengan tujuan untuk memiliki barang.1

Pencurian dapat dikatakan sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi, yaitu mengambilnya tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya, misalnya seseorang mengambil harta dari sebuah rumah ketika pemiliknya sedang bepergian atau tidur.2

Sedangkan dalam tindak pidana pencurian dalam hukum positif adalah Pencurian merupakan suatu perbuatan mengambil barang orang lain dengan maksud untuk memilikinya. Pencurian dibagi menjadi dua yaitu pencurian didalam bentuknya yang pokok disebut dengan pencurian biasa, dan pencurian khusus atau biasa disebut dengan pencurian yang berkualifikasi. Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam bab XXII buku II Pasal 362 KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yaitu :

1

Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 27.

2


(35)

“Barang siapa yang mengambil suatu benda sebagian benda atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Karena bersalah melakukan tindak pidana pencurian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya

sembilan ratus rupiah”.

B. Tindak Pidana Anak Pelaku Pencurian

Ahli hukum dan mantan Hakim Agung Republik Indonesia 1968, Sri Widoyati Lokito, memberikan definisi kenakalan remaja dengan semua perbuatan yang dirumuskan dalam perundang-undangan dan perbuatan lainnya yang pada hakekatnya merugikan masyarakat yang harus dirumuskan secara terperinci dalam Undang-Undang Peradilan Anak.3

Dalam Undang-Undang Peradilan Anak Pasal 1 ayat (2) menggunakan istilah anak nakal,4 sedang pengertian anak adalah anak yang melakukan tindak pidana atas anak yang menurut peraturan baik perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum yang dilarang dan ditetapkan dalam peraturan dan berlaku dalam masyarakat.

Pemaparan tersebut melahirkan kesimpulan bahwa unsur dari perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak nakal adalah:

1. Perbuatan dilakukan oleh anak-anak 2. Perbuatan itu melanggar aturan atau norma

3. Perbuatan itu merugikan bagi perkembangan si anak tersebut.

3

Sri Widoyati, Kenakalan Anak, h. 17.


(36)

Bentuk kenakalan anak yang didasarkan pada berbagai pengertian tentang kenakalan anak yang dikemukakan oleh para pakar, misalnya oleh Moedikdo, setidaknya terdapat tiga kategori perbuatan yang masuk dalam klasifikasi kenakalan anak Juvenile Delinquency, yaitu sebagaimana dikutip B. Simanjuntak.5

1. Semua perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa sementara perbuatan itu menurut ketentuan hukum normatif adalah perbuatan pidana, seperti mencuri, menganiaya dan lain sebagainya.

2. Semua perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari norma tertentu atau kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kemarahan dalam masyarakat. 3. Semua aktifitas yang pada dasarnya membutuhkan perlindungan sosial,

semisal gelandangan, mengemis dan lain sebagainya.

Keseluruhan bentuk kenakalan anak baik yang diklasifikasikan berdasarkan definisi maupun berdasarkan rujukan normatif (ketentuan hukum pidana) tersebut selanjutnya dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu :

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya.

2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, dan sebagainya.

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban pihak orang lain, seperti pelacuran dan penyalahgunaan obat terlarang (narkoba).

5


(37)

4. Kenakalan yang melawan status, seperti mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos sekolah, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau tidak taat atau membantah perintah dan lain sebagainya.

C. Ketentuan Tindak Pidana bagi Anak Pelaku Pencurian menurut Hukum Positif

Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah”.

Menurut Sri Widoyati Lokito, banyak yang mempengaruhi pemidanaan yang terdapat dalam Undang-Undang, yaitu :6

1. Hal-hal yang memberatkan pemidanaan

Hal-hal yang memberatkan pemidanaan dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :

a. Kedudukan sebagai pejabat

Menurut Pasal 52 KUHP, apabila seorang pejabat karena melakukan tindak pidana dari jabatannya, maka kesempatan atau sarana yang

6


(38)

diberikan padanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiganya. Misalnya seorang agen polisi diperintah untuk menjaga uang di Bank Negara Indonesia, jangan sampai dicuri orang tetapi ia melanggar kewajiban yang istimewa dalam jabatannya, maka pidananya dapat ditambah sepertiganya.

b. Pengulangan tindak pidana (Recidive)

Barang siapa yang melakukan tindak pidana dan dikenakan pidana, kemudian dalam waktu tertentu diketahui melakukan tindak pidana lagi, dapat dikatakan pelakunya mempunyai watak yang buruk. Oleh karena itu, undang-undang memberikan kelonggaran kepada hakim untuk mengenakan pidana yang lebih berat. Menurut hukum pidana modern, recidive itu dibedakan menjadi dua, yaitu : recidive kebetulan atau pelaku kejahatan yang mengulangi kejahatannya karena terpaksa seperti karena tuntutan ekonomi dan ada istilah recidive biasa yaitu pelaku kejahatn yang melakukan kejahatannya karena merupakan suatu keiasaan recidive biasa inilah yang harus diperberat pemidanaannya.

2. Hal-hal yang meringankan pemidanaan a. Percobaan (poging)

Dalam Pasal 53 KUHP terdapat unsur-unsur dari delik percobaan yaitu :

1) Harus ada niat


(39)

3) Pelaksanaan itu tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak sendiri

Ancaman pidana itu hanya ditujukan terhadap percobaan kejahatan, sedangkan untuk percobaan pelanggaran tidak bisa dikenakan pidana.7

b. Pembantuan (medepllichtige)

Menurut Pasal 56 KUHP, barang siapa yang sengaja membantu melakukan kejahatan dan memberi kesempatan dengan upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan dalam hal pembantuan maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga. Dan bila diancam dengan penjara seumur hidup, maka maksimum hukumannya 15 tahun.

c. Belum cukup umur (minderjarig)

Belum cukup umur (minderjarig) merupakan hal yang meringankan pemidanaan karena usia yang asih muda belia itu kemungkinan sangat besar dapat memperbaiki kelakuannya dan diharapkan kelak bisa menjadi warga yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa.

Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban pidana timbul pertanyaan, apakah setiap anak yang bersalah meakukan suatu tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan? pada mulanya, sistem pertanggungjawaban bagi anak-anak didasarkan kepada kemampuan bertanggung jawab, sistem yang

7


(40)

mendasarkan kepada kemampuan bertanggung jawab dan batas usia tertentu bagi seorang anak, tidak dianut lagi dalam hukum pidana di Indonesia dewasa ini. Namun yang dianut sekarang adalah sistem pertanggungjawaban yang menyatakan bahwa semua anak asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggung jawab dan dapat dituntut.8

Bagi anak yang mampu bertanggung jawab masih tetap dimungkinkan untuk tidak dipidana, terutama bagi anak yang masih sangat muda. Namun tidak harus diartikan bahwa Undang-undang masih membedakan antara yang mampu dan tidak mampu bertanggung jawab.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidan pokok dan pidana tambahan atau tindakan. Dengan menyimak Pasal 23 ayat 23 (1) dan ayat (2) diatur pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal.

1. Pidana Pokok

Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu :

a. pidana penjara b. pidana kurungan c. pidana denda, atau d. pidana pengawasan.

8

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 41.


(41)

2. Pidana Tambahan

Pidana tambahan terdiri dari : a. perampasan barang-barang tertentu b. pembayaran ganti rugi.

3. Tindakan

Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak) adalah :9

a. mengmbalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh,

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Selain tindakan tersebut, hakim dapat memberi teguran dan menetapkan syarat tambahan.

Penjatuhan tindakan oleh hakim dilakukan kepada anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain.

Dalam segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang

9


(42)

telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal ini mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.10

Sedang rumusan pengenaan tindakan terhadap anak menurut Pasal 132 rancangan KUHP adalah :

a. pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya b. penyerahan kepada pemerintah atau seseorang

c. keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau

suatu badan swasta

d. pencabutan surat izin mengemudi

e. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

f. perbaikan akibat tindak pidana g. rehabilitasi dan atau

h. perawatan di dalam suatu lembaga 4. Pidana Penjara

Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara bagi anak nakal lamanya ½ (satu perdua) dari ancaman pidana orang dewasa atau paling lama

10 (sepuluh) tahun. Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana mati maupun pidana seumur hidup. Dan sebagai gantinya adalah dijatuhkan salah

satu tindakan.11

10

Ibid., h. 12.

11


(43)

5. Pidana Kurungan

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal maksimal setengah dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi dewasa. Mengenai apakah yang dimaksud maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa, adalah maksimum ancaman pidana kurungan terhadap tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam KUHP atau Undang-undang lainnya (penjelasan Pasal 27).12

6. Pidana Denda

Seperti pidana penjara dan pidana kurungan maka penjatuhan pidana denda juga dijatuhkan setengah dari maksimum pidana denda bagi orang dewasa. Bila denda itu tidak dapat dibayar, maka wajib diganti dengan latihan kerja selama 90 hari dengan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari dan tidak boleh dilakukan di malam hari. Tentunya hal demikian mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak serta perlindungan anak.13

7. Pidana Bersyarat

Garis besar ketentuan pidana bersyarat bagi anak nakal sesuai dengan rumusan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.14

12

Ibid., h. 30.

13

Ibid., h. 31.


(44)

8. Pidana Pengawasan

Pidana pengawasan adalah pidana khusus yang dikenakan untuk anak yakni pengawasan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Anak nakal yang diputus oleh hakim untuk diserahkan kepada negara di tempatkan di lembaga pemasyarakatan anak sebagai anak negara, dengan maksud untuk menyelamatkan masa depan anak atau bila anak menghendaki anak dapat diserahkan kepada orang tua asuh yang memenuhi syarat.15

15


(45)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK

A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS

Tindak pidana merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.1

Berikut kasus yang mengenai tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS yang disususn dalam bentuk dakwaan yaitu terdakwa melanggar Pasal 365 ayat (1), (4) dan Undang-Undang darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata tajam.

1. Posisi Kasus

Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 pukul 23.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar atau setidak-tidajnya tempat lain dalam daerah hukum Peradilan Negeri Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian

1


(46)

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ancaman kekerasan, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak dibawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd.

Dimana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk. Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya, kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan.

Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di

jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret” dimana

warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk.


(47)

Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) KUHP.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Adapun surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek yang dibacakan pada persidangan dihadapan Hakim Peradilan Makassar sebagai berikut:

Dakwaan Pertama Primair

Bahwa Ia terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI bersama Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum ancaman kekerasan, dimana perbuatan terdakwa dialakukan denga cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd dimana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh


(48)

korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di

jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret” dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Referfum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, yang dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) KUHP.

Dakwaan Subsidair

Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, mengambil barang sesuatu atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, bersekutu, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd dimana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk. Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pudaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan


(49)

Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Referfum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) ke-4 KUHP.

Dakwaan Kedua

Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut diatas, tanpa hak menguasai, membawa senjata tajam berupa busur, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd bersama Lk. Rahmat alias Bucek tertangkap tangan oleh petugas polisi Polsekta Tamalate dimana terdakwa digeledah dan ditemukan membawa masing-masing busur, tanpa izi dari yang berwajib.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12 Tahun 1951 Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951.

3. Tuntutan Penuntut Umum

Adapun tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana PENCURIAN yang melanggar Pasal 363 Ayat (1) KUHP dan


(50)

Darurat No. 12/1951 LN No. 78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU dan KEDUA Penuntut Umum

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dikurangkan dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa:

 1 buah tas selempangan warna coklat merk PRADA

 1 unit motor Honda Beat warna putih DD 2880 JZ Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak

4. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000

4. Amar Putusan

Suatu proses peradilan dapat dikatakan berakhir apabila telah ada putusan akhir. Dalam putusan akhir tersebut Hakim menyatakan pendapatnya mengenai hal-hal yang telah yang dipertimbangkan yang berkenaan dalam memutuskan perkara tersebut.

Pada hakekatnya Hakim diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya. Namun kewenangan tersebut harus berdasarkan pada undang-undang, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, serta peraturan-peraturan hukum lainnya.


(51)

Hakim dalam hal ini harus melihat dan memperhatikan dasar-dasar tuntutan hukum yang diajukan kepada Terdakwa, dimana Hakim tidak boleh memutus suatu perkara diluar tuntutan yang tercantum dalam surat dakwaan, yang pada intinya kewenangan Hakim dalam memutus perkara dibatasi oleh undang-undang.

Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dari beberapa barang bukti dan beberapa pertimbangan-pertimbangan, maka Hakim mengadili dengan amar putusan sebagai berikut:

a. Menyatakan Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi yang identitasnya seperti tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dengan membawa senjata

penikam”

b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;

c. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan;

d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan;

e. Membebankan biaya perkara Terdakwa sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);

5. Penjatuhan Pidana


(52)

pertimbangan tersebut terhadap tindak pidana yang didakwakan merupakan konteks yang paling penting dalam putusan. Hakim dan merupakan unsur-unsur dari suatu tindak pidana, yang mana perbuatan Terdakwa tersebut telah memenuhi syarat suatu tindak pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum. Pertimbangan-pertimbangan yuridis ini langsung akan berpengaruh besar terhadap amar putusan Majelis Hakim.

Dengan demikian diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang dilakukan pada hari Rabu, 13 Juli 2011 menyatakan dalam amar putusannya bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 365 ayat (1), serta Pasal 2 (1) UU RI Darurat No.12/1951 LN No.78/1951, dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.

6. Analisis Kasus

Berdasarkan pasal-pasal yang dipersangkakan oleh para penyidik yang telah dituangkan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum nomor: PDM 630/Mks/Ep.1/05/2011 dan diterapkan dalam putusan nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS. Dimana telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP, yakni Pasal 365 ayat (1), dan Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12/1951 LN No.78/1951 yaitu tindak pidana pencurian dengan membawa senjata penikam (busur) yang dilakukan oleh anak.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat (1) berbunyi : Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke Indonesia, membuat, menerima,


(53)

mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Rumusan surat dakwaan tersebut telah sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan untuk kemudian diajukan dalam persidangan. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum telah sesuai dengan Pasal-pasal yang dipersangkakan kepada Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Hal ini dikarenkaan Terdakwa benar telah terbukti dimuka persidangan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam KUHP yaitu Pasal 365 ayat (1), serta Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12/1951 LN No.78/1951.

Bilamana suatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang Darurat ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada si terdakwa.

Dapat dijelaskan bahwa pidana anak termasuk dalam sanksi pidana, yakni sebuah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan perbuatan yang di larang oleh hukum atau tindak pidana, yang bentuk sanksi


(54)

terhadap anak tersebut, hanya sebagai upaya terakhir dan bukti alternatif utama dalam pemidanaan anak.

B. Analisis Sanksi Pemidanaan Anak dalam Perspektif Hukum Islam

Istilah hukum pidana dalam bahasa Arab dikenal dengan jinayah, yang merupakan bentuk masdar dari kata jana, yang secara etimologi berarti berbuat dosa atau salah.2 Orang yang berbuat jahat disebut jani, sedangkan orang yang dikenakan perbuatan disebut mujna ‘alaih.

Jadi, pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang diaramkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah oleh

syara‟. Apabila dilakukan memiliki konsekuensi yang akan membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda.

Pada umumnya para fuqaha menggunakan istilah jinayah, hanya untuk perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa ataupun anggota badan. Oleh karena itu kejahatan seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya, secara otomatis juga termasuk dalam pembahasan jinayah dan membatasi istilah ini dengan perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qisas.

Dari berbagai batasan mengenai istilah jinayah, maka pengertian jinayah dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu : jinayah dalam pengertian luas dan jinayah dalam pengertian sempit. Jinayah dalam pengertian luas berarti perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir.

2

A. Djazuli, Fikih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1.


(55)

Sedangkan dalam pengertian sempit berarti perbuatan yang dilarang syara‟ yang

dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’zir.3

Yang dimaksud hukuman had adalah suatu sanksi yang ketentuannya sudah ditetapkan dalam al-Qur‟an. Sedangkan hukuman ta’zir dijatuhkan dengan mempertimbangkan berat ringannya pidana dan tuntutan kepentingan umum dalam artian sanksi apa yang pantas dijatuhkan kepada pelaku pidana. Dalam implementasinya sanksi ta’zir ini merupakan sanksi yang dijatuhkan oleh ulil amri, bukan berdasarkan pada ketentuan pokok seperti pada hukum had.

Penggunaan istilah jinayah memiliki pengertian yang sama dengan istilah jarimah baik dari segi etimologi maupun terminologi. Pada dasarnya istilah jarimah mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa. Jadi pengertian jarimah secara harfiah sama halnya dengan pengertian jinayah.

Dari segi etimologi jarimah merupakan bentuk masdar dari kata jarama yang berarti berbuat salah.

Suatu perbuatan dinamakan jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal ini yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya.

Jarimah (tindak pidana) dalam Islam, jika dilihat dari segi berat ringannya hukuman ada tiga jenis, yaitu hudud, qiyas diyat dan ta’zir.4

3


(56)

Batasan yang dibuat oleh Allah SWT dan ia tidak boleh dilanggar oleh sesiapa pun. Contohnya : kalau seseorang itu mengaku berzina, maka dia wajib dihukum sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kalau dia mengaku mencuri pula, maka diperbolehkan dikenakan sanksi atau hukuman, tapi wajib dipotong tangannya kerana ia adalah satu batasan yang telah dibuat oleh Allah SWT.

Hukuman Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam al-Qur‟an. Hukuman Hudud ini adalah hak Allah yang tidak boleh ditukar ganti hukumannya dan tidak boleh di ubah dan dipindah. Hukuman Hudud tidak boleh dimaafkan oleh siapapun. Mereka yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah/rasul-Nya yang disebutkan di dalam al-Qur‟an adalah termasuk dalam golongan orang-orang yang zalim.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman Hudud ialah:

1. Berzina, yaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syara`.

2. Menuduh orang berzina (qazaf), yaitu membuat tuduhan zina kepada orang yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya, dan tuduhan itu tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi.

4

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung, 2004), cet. ke-1. h. 44.


(57)

3. Minum arak atau minuman yang memabukkan, sedikit atau banyak, mabuk atau tidak.

4. Mencuri, yaitu memindahkan secara sembunyi harta atau milik tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari orang lain.

5. Murtad, yaitu orang yang keluar dari agama Islam, dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan itikad kepercayaan.

6. Merampok (hirabah) ; yaitu seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan. 7. Pendurhakaan (bughat) yaitu segolongan umat Islam yang melawan atau

mendurhaka kepada Ulil Amri yang menjalankan syariat Islam dan hukum-hukum Allah.

Hukuman qisas ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah : 1. Membunuh orang lain dengan sengaja

Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh.


(58)

Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau melukakannya, wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu, juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan yang dilukakan tadi.

Diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjinayah kepada wali/waris sebagai ganti rugi disebabkan jinayah yang dilakukan oleh penjinayah. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang sehubungan dengan kesalahan qisas.

Hukuman diyat ialah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah dan rasul-Nya di dalam al-Qur‟an sebagai ganti rugi diatas kesalahan-kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan, atau melukakannya.

Kesalahan yang dikenakan hukuman Diyat :

1. Pembunuhan yang serupa dengan sengaja. Dengan sengaja walaupun tidak ada niat untuk membunuh atau mencederakan.

2. Pembunuhan yang tidak sengaja – qotlu qotto` yakni yang memang tidak sengaja.

3. Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau ahli waris orang yang dibunuh.

Kesalahan yang hukumannya merupakan penjinayah-penjinayah tadi tidak dijatuhkan hukuman hudud atau qisas.


(59)

Hukuman ta‟zir adalah hukuman yang hukumannya tidak dikenakan

hukuman hudud/qisas, karena kesalahan yang dilakukan oleh penjinayah itu tidak termasuk dalam hukum hudud atau qisas.

Jenis atau kadar serta bentuk hukuman ta‟zir itu adalah terserah kepada

kearifan Hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan keatas penjinayah-penjinayah itu, karena hukuman ta‟zir itu adalah bertujuan untuk menghalang penjinayah-penjinayah daripada mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan tadi, yakni bukan untuk menyiksa mereka.

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.

Dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (jarimah) apabila perbuatan tersebut telah diatur oleh nas, dan nas tersebut tidak mempunyai arti tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa seseorang untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau sanksi.5

Sanksi atau hukuman dalam hukum pidana Islam disebut „iqab (bentuk singularnya sedangkan bentuk pluralnya adalah „uqubah) yang memiliki arti siksaan atau balasan terhadap kejahatan.

Pidana atau hukuman dalam hukum Islam bertujuan untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia serta menjaga dari hal-hal yang

5


(1)

66 dipersalahkan melakukan tindak pidana PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP dan MEMBAWA SENJATA PENIKAM ATAU SENJATA PENUSUK melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN No. 78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU Subsidair dan KEDUA Penuntut Umum.

Kemudian mengingat selama dalam persidangan dalam diri terdakwa tidak ditemukan hal-hal yang menghapus kesalahan terdakwa sebagai alasan pemaaf dan hal-hal yang menghapuskan sifat melawan hukum atas perbuatan yang telah dilakukan terdakwa sebagai alasan pembenar serta tidak pula ditemukan hal-hal yang menghapuskan penuntutan maupun hal-hal yang mengapuskan pemidaan maka sudah sepantasnya terdakwa dijatuhi pidana sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan dengan mengingat rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Sebelum kami sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa, perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang kami jadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana yaitu:

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat Hal-hal yang meringankan:

- Terdakwa menyesali, mengakui perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi

- Terdakwa masih berusia muda, sehingga masih bisa memperbaiki diri di masa yang akan datang

- Terdakwa belum pernah dihukum

Berdasarkan uraian yang dimaksud dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan perkara ini, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar;

M E N U N T U T

Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:

5. Menyatakan terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN melanggar Pasal 363 Ayat (1) KUHP dan MEMBAWA SENJATA PENIKAM

melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN No. 78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU dan KEDUA Penuntut Umum


(2)

6. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dikurangkan dengan masa

penahanan yang telah dijalani terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

7. Menyatakan barang bukti berupa:

- 1 buah tas selempangan warna coklat merk PRADA - 1 unit motor Honda BEAT warna putih DD 2880 JZ Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak

- 2 buah busur dengan panjang 15 cm dan 13 cm Dirampas dan dimusnahkan

8. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000

Demikian tuntutan pidana ini kami bacakan dan diserahkan dalam persidangan hari ini Rabu tanggal 13 Juli 2011


(3)

69 SURAT DAKWAAN

NO. REG. PERK.: PDM- 630 /Mks/Ep.1/05/2011 A. Terdakwa

Nama : Rafli Yusuf alias Appi

Tempat lahir : Makassar

Umur/ tanggal lahir : 16 tahun/ 6 Agustus 1994 Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Dg. Paswi Maccini Sombala, Makassar

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh bangunan

Pendidikan : SD

B. Penahanan

- Penyidik : Rutan, sejak tanggal 8 April 2011 s/d 5 Mei 2011

- Jaksa PU : Rutan, sejak tanggal 6 Mei 2011 s/d 15 Mei 2011

C. Dakwaan Pertama Primair

Bahwa Ia terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI bersama Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 pukul 23.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar atau setidak-tidaknya tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ancaman kekerasan, di mana perbuatan terdakwa dilakukann dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd di mana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret!’ dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus


(4)

Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama LK Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus tibu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) KUHP.

Subsidair

Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, mengambil barang sesuatu atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, bersekutu, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd di mana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret!’ dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama LK Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus tibu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena


(5)

71 kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) ke-4 KUHP.

Dan Kedua

Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, tanpa hak menguasai, membawa senjata tajam berupa busur, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd bersama Lk. Rahmat alias Bucek tertangkap tangan oleh petugas polisi Polsekta Tamalate dimana terdakwa digeledah dan ditemukan membawa masing-masing busur, tanpa izin dari yang berwajib.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12 Tahun 1951 Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951.


(6)

PETIKAN PUTUSAN Nomor: 808/Pid.B/2011/PN. Mks

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili perkara-perkara telah menjatuhkan ptusan dalam perkara Terdakwa:

Nama : Rafli Yusuf alias Appi Tempat lahir : Makassar

Umur/ tanggal lahir : 16 tahun/ 6 Agustus 1994 Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Dg. Paswi Maccini Sombala, Makassar

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh bangunan

Terdakwa ditahan dalam rutan sejak tanggal 8 April 2011 s/d sekarang; Pengadilan Negeri tersebut;

Membaca ... dsb; Menimbang ... dsb;

Memperlihatkan Pasal 363 ayat (1) KUHP dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN 1951 No. 78

M E N G A D I L I:

1. Menyatakan Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi yang identitasnya seperti tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dengan pemberatan dan membawa senjata penikam”

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;

3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan;

5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);

Demikian diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang dilakukan pada hari Rabu, 13 Juli 2011 oleh PUDJO HUNGGUL, S.H sebagai Hakim Tunggal putusan mana diucapkan pada hari itu juga oleh Hakim/Ketua Majelis tersebut yang dibantu oleh MAWARDY RIVAI, S.H sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh HUSRIAH YUSUF sebagai Jaksa Penuntut Umum serta Terdakwa.


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

3 105 182

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

2 105 177

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Konsep Rehabilitas Terhadap Pengguna Narkotika Dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam

1 8 90

Pemindaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Persepektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)

0 3 82

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 38

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 17

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9