Analisis Sanksi Pemidanaan Anak dalam Perspektif Hukum Islam

47 3. Minum arak atau minuman yang memabukkan, sedikit atau banyak, mabuk atau tidak. 4. Mencuri, yaitu memindahkan secara sembunyi harta atau milik tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari orang lain. 5. Murtad, yaitu orang yang keluar dari agama Islam, dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan itikad kepercayaan. 6. Merampok hirabah ; yaitu seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan. 7. Pendurhakaan bughat yaitu segolongan umat Islam yang melawan atau mendurhaka kepada Ulil Amri yang menjalankan syariat Islam dan hukum- hukum Allah. Hukuman qisas ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh nyawa dibalas dengan nyawa, melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan. Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah : 1. Membunuh orang lain dengan sengaja Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh. 2. Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja. 48 Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau melukakannya, wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu, juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan yang dilukakan tadi. Diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjinayah kepada waliwaris sebagai ganti rugi disebabkan jinayah yang dilakukan oleh penjinayah. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang sehubungan dengan kesalahan qisas. Hukuman diyat ialah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah dan rasul-Nya di dalam al- Qur‟an sebagai ganti rugi diatas kesalahan-kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan, atau melukakannya. Kesalahan yang dikenakan hukuman Diyat : 1. Pembunuhan yang serupa dengan sengaja. Dengan sengaja walaupun tidak ada niat untuk membunuh atau mencederakan. 2. Pembunuhan yang tidak sengaja – qotlu qotto` yakni yang memang tidak sengaja. 3. Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau ahli waris orang yang dibunuh. Kesalahan yang hukumannya merupakan penjinayah-penjinayah tadi tidak dijatuhkan hukuman hudud atau qisas. 49 Hukuman ta‟zir adalah hukuman yang hukumannya tidak dikenakan hukuman hududqisas, karena kesalahan yang dilakukan oleh penjinayah itu tidak termasuk dalam hukum hudud atau qisas. Jenis atau kadar serta bentuk hukuman ta‟zir itu adalah terserah kepada kearifan Hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan keatas penjinayah- penjinayah itu, karena hukuman ta‟zir itu adalah bertujuan untuk menghalang penjinayah-penjinayah daripada mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan tadi, yakni bukan untuk menyiksa mereka. Jinayah menurut fuqaha ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jarimah apabila perbuatan tersebut telah diatur oleh nas, dan nas tersebut tidak mempunyai arti tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa seseorang untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau sanksi. 5 Sanksi atau hukuman dalam hukum pidana Islam disebut „iqab bentuk singul arnya sedangkan bentuk pluralnya adalah „uqubah yang memiliki arti siksaan atau balasan terhadap kejahatan. Pidana atau hukuman dalam hukum Islam bertujuan untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia serta menjaga dari hal-hal yang 5 Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung, 2004, h. 46. 50 mafsadah. Selain itu juga, adanya hukuman ditetapkan untuk memperbaiki individu dan tertib sosial. 6 Dengan tujuan tersebut, pelaku jarimah diharapkan tidak mengulangi perbuatan jeleknya. Di samping itu juga merupakan tindakan preventif bagi orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Terkait masalah hukuman terhadap pidana bagi anak pelaku pencurian, dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara jelas dan tidak ada ketentuannya. Hukum Islam hanya menjelaskan hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian bagi orang yang sudah dewasa mukallaf, dan bukan terhadap orang yang belum mengerti akan hukum anak-anak. 7 Adapun hukuman terhadap tindak pidana pencurian dalam hukum Islam adalah berupa hukuman had dan ta’zir. Hukuman had dijatuhkan kepada pencurian kecil sariqah al-sughra dan pencurian besar sariqah al-kubra. Sedangkan pencurian yang dihukum pidana ta’zir adalah pencurian yang diancam dengan hukuman had, namun tidak memenuhi syarat untuk dapat dilaksanakan had lantaran ada syubhat seperti mengambil harta milik anak sendiri atau harta bersama dan mengambil harta dengan sepengetahuan pemiliknya, namun tidak ada dasar kerelaan pemiliknya, juga tidak menggunakan kekerasan. 8 Sedangkan pencurian yang pelakunya dilakukan oleh anak-anak hukumannya tidak ada ketetapan dan ketentuannya dalam hukum Islam, sehingga memerlukan adanya penganalogkan mengqiyaskan hukum yang ada dengan 6 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 25. 7 Ibid., h. 30. 8 Ibid., h. 31. 51 permasalahan tersebut. Seorang anak dalam hukum Islam apabila melakukan tindak pidana tawuran, pencurian, dan lain-lain dijelaskan tidak dibebankan hukuman dikarenakan belum mengerti akan hukum dan hanya diberikan pengampunan. Hukuman pengampunan atau pemberian maaf terhadap pidana bagi anak pelaku pencurian diberikan apabila perbuatan tersebut baru dilakukan pertama kali oleh pelaku anak, akan tetapi seiring berulangnya perbuatan pencurian tersebut maka harus dicarikan rujukan dan ketentuan hukumannya. 9 Dalam beberapa ayat disebutkan bahwa sanksi terhadap tindak pidana pencurian adalah berupa hukuman potong tangan yakni apabila melakukan pencurian pertama kali di potong tangan kanan, kemudian kaki kiri untuk perbuatan selanjutnya dan serupa. Hal ini digunakan sebagai pembelajaran dan pemberian efek jera pada anak pelaku tindak pidana pencurian tersebut. Adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama fiqh mengenai batas usia minimum bagi anak yang dikenakan pemidanaan, dapat dijadikan sebuah rujukan dalam menetapkan sanksi pemenjaraan terhadap anak. Namun terjadi ikhtilaf di antara para ulama dalam penentuan umur. Ada tiga pendapat tentang hal tersebut, yaitu : 1. Mazhab Hanafi Mereka berpendapat bahwasanya seorang laki-laki tidak dipandang balig sebelum ia mencapai usia 18 tahun. Kedewasaan anak laki-laki 9 Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, h. 27. 52 sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas adalah dari usia 18 tahun. Adapun anak perempuan perkembangan dan kesadarannya adalah lebih cepat, oleh sebab itu usia awal kedewasaannya dikurangi satu tahun sehingga anak perempuan menjadi dewasa pada usia 17 tahun. 2. Mazhab Syafi‟i dan Hambali Mereka berpendapat bahwa bila seorang anak laki-laki dan perempuan apabila telah sempurna berusia 15 tahun, kecuali bagi laki-laki yang sudah ihtilam dan perempuan yang sudah haid sebelum usia 15 tahun maka keduanya dinyatakan telah balig. Mereka juga berhujjah dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dirinya diajukan kepada Nabi saw pada hari perang Uhud sedang ia ketika itu berusia 14 tahun, kemudian Nabi tidak memperkenankannya ikut dalam peperangan. Setelah setahun dirinya mengajukan kembali pada hari perang Khandak yang ketika itu ia telah berusia 15 tahun dan ia diperkenankan oleh Nabi untuk perang Khandak. 10 3. Jumhur Ulama Fiqh Bahwasanya usia balig bisa ditentukan berdasarkan hukum kelaziman. Kebiasaan yang terjadi adalah setelah terjadinya ihtilam dan hal itu sering terjadi pad usia 15 tahun. Dengan demikian, maka umur 15 tahun itulah ditentukan usia balligh yang dipandang usia taklif usia pembebanan hukum, sedangkan dalam literatur bahasa yang lain disebutkan juga anak dengan 10 Muhammad Ali al-Sabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir fi al-Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, diterjemahkan oleh Saleh Mahfud, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam Al- Qur’an, Bandung: Al-Ma‟arif, 1994, h. 359. 53 istilah mumayyiz yaitu anak yang telah mengerti maksud dari kata-kata yang diucapkannya. Biasanya usia anak itu genap 7 tahun sehingga bila kurang dari 7 tahun maka belum dikatakan mumayyiz. Hukum anak mumayyiz itu tetap berlaku sampai anak itu dewasa. Dewasa ini, maksudnya cukup umur dan muncul tanda-tanda laki-laki dan perempuan yang biasanya pencapaian umur bagi laki-laki berusia 12 tahun sedang perempuan 9 tahun. Kemudian kalau anak sudah melewati usia tersebut bagi laki-laki 12 tahun dan 9 tahun bagi perempuan, namun belum tampak gejala-gejala bahwa ia sudah dewasa dari segi lahiriah maka keduanya ditunggu sampai berusia 15 tahun. Menurut Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan dalam bukunya yang berjudul : Pendidikan Anak Dalam Islam, 11 menentukan usia dewasa bagi laki-laki 18 tahun dan bagi perempuan 17 tahun. Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengertian anak dalam kaitannya dengan Pemeliharaan Anak Bab XIV Pasal 98 adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan pernikahan. 12 11 Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997. 12 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, 2001, h. 50. 54 Jika Kompilasi Hukum Islam tersebut dianggap sebagai salah satu penafsiran yang sah atas hukum Islam, maka batasan yang diberikannya itu dapat disebut sebagai aturan Islam yang patut dipegang. Suatu perbuatan dinamakan jarimah tindak pidana, peristiwa pidana atau delik apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat baik jasad anggota badan atau jiwa, harta benda, keamanan, tata aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal ini yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jarimah apabila perbuatan tersebut telah diatur oleh nas, dan nas tersebut tidak mempunyai arti tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa seseorang untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau sanksi. Dari beberapa literature serta uraian yang telah dipaparkan di atas, jelas bahwa sanksi pemidanaan maupun pemenjaraan terhadap anak dalam hukum Islam tidak dibebankan, hal ini mengingat ketentuan adanya pembebanan hukuman dalam hukum Islam yang ditujukan terhadap orang yang telah mampu menggunakan pikirannya dewasa, dan bukan orang yang belum mampu memahami akan hukum anak-anak. 55 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor: 808Pid.B2011PN.MKS, yakni dengan melihat terpenuhinya semua unsur-unsur dan diatur dalam Pasal 365 ayat 1 KUHP dan UU Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2. Selain itu juga bahwa terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga terdakwa dianggap mampu mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukannya. Dalam hukum Positif dijelaskan bahwa pidana anak termasuk dalam sanksi pidana, yakni sebuah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, dan bentuk sanksi tersebut adalah hukuman penjara. Adapun sanksi pemenjaraan yang dilakukan terhadap anak tersebut, hanya sebagai upaya terakhir dan bukti alternatif utama dalam pemidanaan anak. 2. Dalam hukum Islam Pidana anak sebagai bentuk pemidanaan tidak diperbolehkan, dikarenakan posisi anak yang belum cakap hukum dan belum wajib dikenakan sebuah hukuman taklif. Kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh seorang anak hanya diberikan hukuman berupa teguran ataupun nasihat, dan bukan hukuman fisik. Selain itu, seorang anak yang 56 melakukan kesalahan maupun tindak pidana, dikembalikan langsung kepada keluarga dan orang tuanya secara langsung.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan diatas sebaiknya kinerja dari aparat penegak hukum baik dari pihak kepolisian, pihak kejaksaan maupun dari pihak Hakim lebih ditingkatkan sehingga dapat memberikan cerminan kepada masyarakat bahwa kinerja aparat hukum lebih baik dari yang sebelumnya sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Demi kepentingan masa depan anak sebaiknya Hakim dalam memutus perkara memberikan keringanan hukum dalam memberikan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Adanya ketentuan terhadap batas minimum uisa anak yang dapat di pidana maupun di penjara harus diperhatikan. Hal ini terkait kondisi dari anak yang dalam usia tersebut belum cakap hukum dan anak tersebut masih labil dan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan. Diharapkan para penegak hukum serta masyarakat dapat memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum secara aktif dan menyeluruh khususnya kepada anak di bawah umur mengenai dampak dari pencurian yang merugikan masyarakat itu sendiri. Dalam hukum pidana Islam perlu adanya pengkajian kembali terhadap pembahasan mengenai pemidanaan disebabkan oleh anak pelaku tindak 57 pencurian, dan hal itu diperlukan ketika hukuman berupa nasihat tidak lagi dihiraukan serta mengulangi perbuatan yang dilakukannya. Dengan demikian penelitian ini telah dilakukan secara komparatif, namun penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak membutuhkan berbagai kritik konstruktif sehingga hal ini dapat menjadi kontribusi berharga bagi peneliti untuk melakukan evaluasi diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi diri penulis, khususnya dalam hukum Islam, dan tidak ketinggalan semoga curahan petunjuk dan ampunan, serta berkah dan rahmat selalu tercurah dari-Nya yang mengiringi terealisasinya skripsi ini. 58 DAFTAR PUSTAKA AF, Hasanuddin, dkk. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kerja sama antara Pustaka al- Husna dengan UIN Press, 2003. Al-Sabuni, Muhammad Ali, Rawai’ul Bayan Tafsir Fi al-Ayat al-Ahkam min al- Qur’an, diterjemahkan oleh Saleh Mahfud, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam al- Qur’an, Bandung: Al-Ma’Arif, 1994. Atmasasmita, Romli, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja, Bandung: Armico, 1983. Audah, Abdul Qadir, At- Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut: Dar al-Kutub, 1963. Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, 2001. Djazuli, A., Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008. Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Ichsan Muchammad dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, Yogyakarta: Lab Hukum FHUMY, 2008. Kansil, CST, Pengantar Tata Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Munajat, Makhrus, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung, 2004. Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Prints, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2003. Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

3 105 182

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

2 105 177

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Konsep Rehabilitas Terhadap Pengguna Narkotika Dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam

1 8 90

Pemindaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Persepektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)

0 3 82

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 38

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Persetubuhan pada Anak (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1202 K/PID.SUS/2009)

0 0 17

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9