Latar Belakang Masalah Pemindaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Persepektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)
4
Keadilan diakui sebagai kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan lembaga atau sebuah institusi hukum yang baik. Dengan demikian
hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari
masyarakat.
6
Berdasarkan pernyataan di atas maka lahirlah perundang-undangan yang berusaha memberikan suatu kebijakan hukum yang mampu mengakomodir
kepentingan masyarakat dalam menegakkan keadilan, juga kebutuhan anak yang memerlukan sebuah reaksi hukum yang menitik beratkan pada bimbingan
edukatif disamping tindakan yang bersifat menghukum. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menentukan bahwa anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis
serta mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan
sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia
anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan
6
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, h. 40.
5
dalam Burgerlijk Wetboek KUHPerdata bahwa anak adalah seseorang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.
7
Melihat pada kondisi ini apakah bijak menghukum seorang tindak pidana yang masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur, yang pada dasarnya anak
merupakan seorang yang belum sepenuhnya mengetahui apa yang dilakukannya. Dalam menghadapi perbuatan anak, hakim harus menyelidiki dengan teliti apakah
anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat dari
perbuatan yang dilakukannya atau belum.
Dalam peraturan perundang-undangan mengenai jenis sanksi terhadap anak dalam konteks hukum positif yang secara rinci ternyata terdapat overlapping
dan kebijaksanaan yang tidak konsisten. Sedangkan pada hukum Islam penjatuhan pidana bagi anak pelaku pencurian yang termasuk pada kategori
hukuman ta’zir pada dasarnya bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan
kondisi, pelaku jarimah-nya dan lebih variatif sebagai hukuman ta’zir yang cukup
luas. Karena sistem pemberian sanksi yang hanya bertumpu pada kebijakan hakim tanpa ditunjang dengan kebijakan lainnya akan memberikan permasalahan baru
yang demikian kompleks. Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
mengajukan skripsi yang berjudul
“Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam Perspektif Hukum Islam
” Analisis Putusan No.
7
Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, cet. ke-1. h. 25.
6
808Pid.B2011PN.MKS, karena pemidanaan terhadap anak di bawah umur
belum memperoleh kepastian hukum. Sehingga hal ini sangat penting untuk
dibahas sebagai judul skripsi. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka perlu adanya pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam pembahasan
skripsi ini. Untuk mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana pencurian
yang dilakukan
oleh anak
dalam Putusan
Nomor: 808Pid.B2011PN.MKS?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak?