Aspek-aspek pendidikan islam yang terdapat dalam surat al-insan ayat-24-26 dan aplikasinya dalam bingkai pendidikan islam

(1)

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM YANG TERDAPAT DALAM

SURAT AL-INSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM

BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:

D A H L A N NIM 1020110 23492

J U R U S A N P E N D I D I K A N A G A M A I S L A M

F A K U L T A S I L M U T A R B I Y A H D A N K E G U R U A N

U I N S Y A R I F H I D A Y A T U L L A H

J A K A R T A


(2)

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM YANG TERDAPAT DALAM

SURAT AL-INSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM

BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I)

Oleh:

D A H L A N

NIM 1020110 23492

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Drs. Sapiudin Sidhiq, M. Ag NIP. 150 202 339 NIP. 150 299 477

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

U I N SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣَﺮﻟا

ﻦﻤﺣَﺮﱠﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Maha suci engkau ya Allah, segala puja dan puji hanyalah bagi-Nya. Tuhan yang menggenggam alam dengan segala curahan nikmat dan karunia-Nya yang dianugerahkan kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga berkat pertolongan dan rahmat-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada penegak kebenaran dan pendobrak kebatilan Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan umatnya yang senantiasa istiqomah dalam memperjuangkan syari’at Allah SWT.

Selanjutnya, penulis menyadari, bahwa skripsi ini terwujud bukan semata-mata atas upaya pribadi penulis, melainkan berkat bantuan dan motivasi semua pihak. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:


(4)

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan skretaris jurusan Pendidikan Agama Islam, serta seluruh Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mendewasakan penulis dengan berbagi wawasan dan ilmu pengetahuan yang sangat berguna selama mengikuti studi di kampus tercinta ini.

3. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA dan Bapak Drs. Sapiuddin Sidiq, M.Ag, yang dengan tulus dan keikhlasan beliau berkenan menjadi dosen pembimbing untuk membantu serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Kepala Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Kepala Perpustakaan Umum Islam Iman Jama yang telah memberikan izin dalam menggunakan literatur dan koleksi perpustakaan sebagai sumber referensi.

5. Kedua orang tuaku, Ayahanda H. Semin, HS dan Ibunda tercinta Hj. Jumiyati, yang dengan sabar dan penuh kasih sayang telah membesarkan dan mendidik penulis serta dengan penuh pengorbanan yang tidak terhitung nilainya hingga saat ini mudah-mudahan Allah swt memberikan umur yang panjang, juga kakak dan adikku yang selalu memberikan support dan motivasi kepada penulis dan keponakanku Ahmad Rahmadin, M. Hidayatul Muhtafidz, Dewi Wulandari, Siti Nur Khalifatul Jannah, Ahmad Naharawi yang selalu menghibur penulis dengan


(5)

canda dan tawanya, mudah-mudahan kamu menjadi anak yang berbakti kepada bapak dan ibumu.

6. Kepada istriku yang tercinta Siti Aminah, yang selalu setia menemani penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, mudah-mudahan kamu dijadikan istri yang shalihah yang patuh dan taat terhadap suami.

7. Sahabat Moch. Salman, S. Pd. I, Wissomudin, Tuti Alawiyah Alamsyah, Asep Jamaluddin, S. Pd. I dan teman-teman kampus Wabil khsus anak-anak kelas B Pendidikan Agama Islam 2002, serta keluarga besar Mts N 24 Jakarta, yang telah memberika support dan motivasi sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan. 8. Semua pihak yang berjasa baik secara langsung maupun tidak, dalam membantu

kelancaran penulisan skripsi ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jualah penulis berharap dan memanjatkan do’a semoga amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini senantias mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Amin Yaa Rabbal ‘alamiin.

Jakarta, 31 Mei 2007


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

... i

DAFTAR ISI ...

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitan ... 7

D. Metodelogi Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIK TENTANG PENIDIKAN ISLAM

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam ... 11

Pengertian pendidikan Islam ... 11

Tujuan pendidikan Islam... 17

Dasar-Dasar Pendidikan Islam... 19

Al-Qur’an ... 19

Al-Sunnah ... 21

Ijtihad ... 22


(7)

Metode Pendidikan Islam... 24

Pendekatan Dalam Pendidikan Islam... 34

BAB III TAFSIR SURAT AL-INSAN A. Tafsir Surat al-Insan Ayat 24-26... 36

1. Teks ayat dan terjemah surat al-Insan ayat 24-26... 36

2. Tafsir al-Mufradat ... 36

3. Asbabun nuzul surat al-Insan 24-26... 37

B. Pandangan Para Mufassir Terhadap Surat al-Insan Ayat 24-26... 39

C. Kandungan Surat al-Insan ayat-24-26... 49

BAB IV ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-INSAN AYAT 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKA ISLAM A. Aspek-Aspek Pendidikan Islam Dalam surat al-Insan ayat 24-26... 52

1. Aspek Pendidikan Sabar ... 52

2. Aspek Pendidikan Zikir ... 54

3. Aspek Pendidikan Shalat Malam ... 63 B. Aplikasi Pendidikan Islam Dalam Surat al-Insan ayat 24-26


(8)

Dalam Bingkai Pendidikan Islam ... 70

1. Aplikasi Sabar dalam Pendidikan ... 70

2. Aplikasi Zikir dalam Pendidikan ... 72

3. Aplikasi Shalat Malam dalam Pendidikan ... 74

BAB V PENUTUP A...Kesimpu lan... 79

B...Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ...


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pe ndidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada manusia lain dengan harapan agar mereka ini, berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.1

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan tulus dan menjadi khalifah-menyembah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.2

Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Dengan potensi tersebut manusia mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa

1

Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1998), h. 11 2


(10)

keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.3

Sejalan dengan hal tersebut Allah SWT menjelaskan dalam al-Quran melalui firman-Nya:

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah” …. (Q.S ar-Ruum: 30).4

Dalam ayat lain Allah berfirman dalam surat al-Nahl: 78, yang berbunyi:

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”. (QS. Al-Nahl: 78).5

Hal ini pun ditegaskan kembali oleh Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya:

3

Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992), h. 16

4

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Semarang: CV Toha Putra,1989), h. 645 5


(11)

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

لﺎ

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

اﻮ ﺄ

بﺮ

ةﺮ ا

ﺪ ﻮ

دﻮ ﻮ

آ

و

وا

اﺮ

وا

ادﻮﻬ

)

اور

(

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya kedua orang tuanyalah yang menyahudikannya, menashranikannya atu memajusikannya”. (HR. Muslim).6

Da ri kedua ayat dan hadits di atas sangatlah jelas, bahwa fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim.

Pot ensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi.

Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda.7

Menurut Prof. H.M. Arifin, M. Ed, fitrah adalah suatu kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang didalamnya

6

Imam Jamaludin Abdurrahman bin Abi Bakr al-Syuyuti, al-Jami’ al-Shaghir Fi Ahadits al-Basyir al-Nadzir, (Kairo: Dar al-Khatib al-Arabi, tt), h. 235

7

Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Jiwa Anak, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 148

8

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1996), Cet. 4, h. 97


(12)

terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.8

Seiring dengan lajunya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas (khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.9

Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari prihidup kemanusiaan sampai menerobos keberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal Allah dan Rasulnya.

9

Syahidin, Op.Cit, h. 1-2 10


(13)

Sebagaimana Fazlur Rahman pernah menyatakan dalam bukunya, Al-Quran mengajarkan bahwa kemajuan beragama terjadi melalui proses belajar dan amat menekankan pada pentingnya proses belajar.10

Dalam al-Quran terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman ayat 12 sampai dengan ayat 19. cerita itu mengariskan prinsip-prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal saleh, itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.11

Dengan memakai dasar al-Quran ini, maka pendidikan Islam harus mengarah kepada terciptanya manusia yang seimbang antara kehidupan di dunia dan akhirat, dalam rangka beribadah kepada Allah SWT sebagaimana yang telah Dia gariskan kembali dalam al-Quran “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

11


(14)

sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S al-Qashash: 77)12 .

Untuk membina kepribadian yang sejalan dengan fitrah manusia sebagaimana ditunjukkan oleh al-Quran dan Sunnah, diperlukan proses pendidikan yang terarah dan bertujuan yaitu mengarahkan manusia kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Allah yang mengabdikan diri kepada-Nya.

Ber pijak dari uraian di atas, maka penulis mencoba untuk membahasnya dalam sebuah karya ilmiah dengan judul:

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN YANG TERDAPAT DALAM SURAT AL-INSAN AYAT: 24-26 DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan Masalah

Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis membatasi permasalahan yang di bahas pada:

12


(15)

Pembahasan surat al-Insan hanya dalam kandungan ayat yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan Islam.

Pembahasan pendidikan dilakukan dalam kerangka pendidikan yang universal, bukan hanya sebatas lingkup pendidikan formal.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini sebagai berikut;

1. Aspek pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat al-Insan ayat: 24-26?

2. Bagaimana pandangan para mufassir tentang kandungan surat al-Insan ayat: 24-26?

3. Bagaimana mengaplikasikan Q.S al-Insan ayat 24-26 dalam pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah :

1. Mencari data tentang pandangan ahli tafsir terhadap surat al-Insan ayat 24-26, sehingga melalui data ini dapat diketahui aspek pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat tersebut.

2. Penulis ingin menjelaskan isi dari kandungan surat al-Insan ayat 24-26 yang memuat beberapa aspek pendidikan.


(16)

3. Penulis ingin menjelaskan aplikasi pendidikan tersebut dalam bingkai pendidikan Islam

4. Menggali dan berupaya memahami nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam al-Quran surat al-Insan ayat: 24-26, dimana Allah dengan jelas memberikan pelajaran bagi manusia yang dapat menambah keimanan kepada kitab suci al-Quran sebagai wahyu Allah yang berisi ajaran-ajaran yang menuntun hidup dan kehidupan manusia kearah yang lebih baik.

5. Untuk melengkapi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Agar dapat memberikan kontribusi pemikiran betapa pentingnya aspek sabar, shalat dan zikir dalam dunia pendidikan Islam terutama guru sebagai pendidik.

2. Agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat umum betapa pentingnya kesabaran, shalat serta zikir sebagai modal dasar dalam mengarungi bahtera kehidupan.

3. Untuk memberikan sumbangsih pemikiran terhadap khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan pendidikan Islam.

D. Metodelogi Penelitian


(17)

Sebagaiman layaknya penulisan ilmiah, maka dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil data, pendapat para ahli yang kemudian diformulasikan dalam buku-buku, dalam istilah lain disebut dengan Library reseach, yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah dibidang tafsir dan pendidikan, baik yang primer maupun yang sekunder, dengan sumber bahan sebagai berikut:

a. Tafsir al-Misbah b. Tafsir Fi Zhilalil Quran c. Tafsir Ibnu Katsir d. Tafsir al-Maraghi e. Tafsi al-Azhar, dan

f. Buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. 2. Pengolahan data

Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta diambil kesimpulan dari data yang terkumpul.

3. Analisis data

Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan


(18)

ayat-ayat tersebut.13 Yang meliputi pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, asbabun nuzul, serta kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), serta pendapat yang disandarkan kepada Nabi maupun para sahabat dan para ahli tafsir.

4. Pedoman penulisan

Adapun pedoman penulisan skripsi ini, penulis berpegang kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2002”. Yang diterbitkan Oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis membaginya menjadi 5 bab, masing-masing bab berisi sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, memuat: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka Teori yang meliputi: pengertian pendidikan Islam, sumber-sumber pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam.

13

Nashrudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. 2, h. 31


(19)

BAB III : Tafsir surat al-Insan ayat: 24-26 mengenai teks ayat dan asbabun nuzulnya, pandangan para mufassir terhadap surat al-Insan ayat: 24-26 serta kandungan didalamnya.

BAB IV : Aspek-aspek pendidikan dalam surat al-Insan ayat 24-26, mengenai, pendidikan sabar, pendidikan untuk selalu berzikir pada waktu pagi dan petang, pendidikan shalat malam (qiyamul lail) tahajjud.


(20)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam

Pengertian pendidikan

Sebelum menjelaskan pengertian pendidikan Islam secara panjang lebar ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian pendidikan secara bahasa (etimology) dan istilah (terminology). Dalam Islam ada beberapa istilah yang digunakan untuk pendidikan, yaitu: yang pertama, kata tarbiyah(ﺔ ﺮ) yang berasal dari kata ﺔ ﺮ -ﺎً ﺮ -ﻰ ﺮ-ﻰ رyang berarti mengasuh.14 Yang kedua kata

ta’lim ( ) yang berasal dari kata ﺎ - - yang berarti mendidik, mengajarkan.15 Dan yang ketiga kata ta’dib(ﺎ دﺄ) yang berasal dari kata -بدأ

بدﺄ

-ﺎ دﺄ yang berarti mengajarkan.16

Irsyad Djuwaeli mengungkapkan pendapat Fuad Abd Al-Baqy dalam bukunya: Al-Mu’jam Al-Mufahras Li alfadz Al-Quran Al-Karim “ bahwa di dalan Al-Quran kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut pada mulanya digunakan dalam arti “Insya al-syai’ halan fa halan ila al-hadi al-tamam” yang artinya

14

Louis Ma’louf, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-‘alam, (Beirut: Daar al-Mayriq,1986), Cet. 16, h. 247

15

Ibid, h. 526

16


(21)

mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai pada batas yang sempurna”. 17

Istilah tarbiyah, menurut para pendukungnya, berakar pada tiga kata:

Pertama, kata raba yarbu(ﻮ ﺮ -ﺎ ر) yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabiya yarba(ﻰ ﺮ - ر) yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba yarubbu (بﺮ-ﺎ ر)yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Kata al-Rabb (بﺮ ا) juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur.18

Kata Rabb digunakan untuk menjelaskan berbagai hal, antara lain menerangkan salah satu sifat atau perbuatan Tuhan, misalnya Rabbul ‘alamiin

)

ﺎ ابر

( yang berarti pemelihara, pendidik, penguasa, dan penjaga sekalian alam. Kata Rabb selain digunakan untuk arti sebagaimana diatas, digunakan pula untuk arti yang obyeknya lebih diperinci lagi, baik benda-benda yang bersifat fisik maupun non fisik. Dengan demikian pendidikan mengandung arti pemeliharaan terhadap seluruh makhluk Tuhan.19

Sedangkan “kata ta’lim yang berakar pada kata ‘allama digunakan secara khusus untuk menunjukkan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak

17

Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Jakarta: Karsa Utama Mandiri, 1998), Cet. 1, h. 3

18

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 2, h. 4

19


(22)

sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang”.20 Kata

“ta’lim” dengan berbagai kata yang serumpun dengannya didalam Al-Quran disebut sebanyak 840 kali dan digunakan untuk arti bermacam-macam seperti digunakan Tuhan untuk menjelaskan pengetahun-Nya yang diberikan kepada umat manusia, dan digunakan untuk menerangkan bahwa Tuhan Maha Mengetahui atas segala sesuatu.21

Adapun mengenai kata ta’dib yang berasal dari kata addaba tidak dijumpai didalam Al-Quran kata tersebut hanya dijumpai dalam hadits yang berbunyi:

لﺎ

ﷲا

ر

دﻮ

ا

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

ﻰ دﺄ

ﻰ ر

ﻰ دأ

و

)

ىرﺎ ا

اور

(

Artinya: Dari Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tuhanku telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku ( H.R. Bukhari).22

Meskipun kata ta’dib tidak terdapat didalam Al-Quran, tetapi kata ini menurut Naquib Al-Attas sebagaimana dikutip oleh Irsyad Djuwaeli justru memiliki fungsi dan arti yang lebih tepat bagi pendidikan karena kata tersebut lebih khusus ditekankan kepada pembinaan manusia. Sedangkan kata tarbiyah

mengandung pengertian lebih luas mencakup pemeliharaan seluruh makhluk Tuhan, termasuk hewan.23

Berdasarkan pengertian dari ketiga kata di atas, dapat disimpulkan bahwa

tarbiyah merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh

20

Ibid, h. 7

21

Irsyad Djuwaeli, Op.Cit, h. 4

22

Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuti, Op.Cit, h. 14

23


(23)

potensi diri manusia sesuai fitrahnya dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya, sementara kata ta’lim mengesankan proses pemberian ilmu pengetahuan dan penyadaran akan fitrah dan tugas-tugas kemanusiaannya yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata. Sedangkan kata ta’dib mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap moral serta etika dalam kehidupan.

Dengan demikian, ketiga kata tersebut pada dasarnya mengacu kepada pemeliharaan, perlindungan keseluruhan potensi diri manusia.

Pengertian Pendidikan Menurut istilah

Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Paedagogie

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan Education yang berarti pendidikan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan

tarbiyah yang berarti pendidikan.

Banyak para ahli berbeda versi dalam memberikan pengertian pendidikan namun pada dasarnya mempunyai maksud yang sama.

Tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata berpendapat bahwa:

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula.


(24)

melanjutkan keadaan kemarin, pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni melanjutkan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.24

Sedangkan Ahmad D Marimba berpendapat bahwa:

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusan ini Ahmad D Marimba, menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu:

Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar.

Ada pendidik. Ada yang di didik.

Adanya dasar dan tujuan dalam binbingan tersebut.

Dalam usaha tersebut tentu ada alat-alat yang digunakan.25

Dan menurut Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional no. 20 Th 2003 arti pendidikan adalah: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

24

Abuddin Nata, Op.Cit, h. 9

25

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), Cet.4 , h. 19


(25)

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteramapilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara ”.26

Dari beberapa rumusan pendidikan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan. Yang dilaksanakan oleh orang dewasa, yang berarti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada anak didik. Dan apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan perannya dimasyarakat dimana kelak mereka hidup.

Kemudian tentang rumusan pendidikan Islam, para ahli pun berbeda pendapat dalam merumuskannya, misalnya Muhammad Athiyah Al-Abrasy memberikan pengertian pendidikan Islam sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis bahwa: “Tarbiyah Islamiyah adalah upaya mempersiapkan manusia hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam

pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau tulisan”.27

Sementara menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy, pendidikan Islam diartikan sebagai” Usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam

26

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 3

27


(26)

sekitarnya melalui proses kependidikan. Perubahan itu dilandasi oleh nilai-nilai Islami”.28

Syahminan Zaini dalam bukunya Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam memaparkan bahwa “Pendidikan Islam ialah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran-ajaran Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia”.29

Sedangkan Ahmad D Marimba memberikan pengertian bahwa “ Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam”.30

Dari berbagai definisi di atas tentang pendidikan Islam terkandung hal-hal sebagai berikut:

1). Pendidikan Islam itu mempunyai dasar dan tujuan yang jelas, yang sesuai dengan ajaran Islam.

2). Pendidikan menurut Islam tidak terbatas sampai dewasa, tetapi sampai terwujud kehidupan yang sempurna.

28

Omar Muhammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. 1, h. 399

29

Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), Cet. 1, h. 4

30


(27)

3). Hakikat pendidikan Islam adalah merupakan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah manusia kearah titik maksimal perkembangan dan pertumbuhannya.

Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan ialah sasaran yang hendak dicapai oleh suatu

aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia mesti mempunyai

tujuan tertentu, sebab aktivitas yang tidak mempunyai tujuan

adalah pekerjaan sia-sia.

Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas. Karena itu tujuan suatu aktivitas haruslah dirumuskan dengan tegas dan jelas agar dapat mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi aktivitas tersebut.

Banyak rumusan yang dikemukakan oleh para ahli tentang tujuan pendidikan Islam diantaranya:

Menurut Ibnu Khaldun bahwa pendidikan Islam itu mempunyai dua tujuan, yaitu:

1. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga apabia ia menemui Tuhannya, ia telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan atasnya.


(28)

2. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.31

Sedangkan Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imaginatif, fisikal, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.32

Selanjutnya menurut H.M Arifin, tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.33

Dari beberapa rumusan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam, yaitu:

1. Membina dan mengarahkan manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT sebagai bentuk manifestasi pengabdiannya sesuai dengan tugasnya sebagai khalifah.

31

Ramayulis, Op.Cit, h. 25-26

32

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), Cet. 3, h. 2

33


(29)

2. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalah gunakan fungsinya sebagai khalifah.

3. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan untuk menunjang kehidupan dan tugas kekhalifahannya.

4. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahgiaan hidup didunia dan akhirat sebagaiman yang diidam-idamkan manusia pada umumnya.

Dasar-Dasar Pendidikan Islam

Dasar (Arab: asas; Inggris: Foundation; Perancis: Fodement; Latin: Fundementum) secara bahasa, berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).34

Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.35

Pendidikan Islam sebagai aktifitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian tentunya memerlukan dasar/landasan kerja demi untuk memberi arah bagi programnya.

Dasar ilmu pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber pada Al-Quran, Sunnah Rasulullah SAW ( selanjutnya disebut Sunnah/Hadits), dan Ijtihad (hasil pikiran manusia).

34

Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet. 7, h. 211

35


(30)

Dasar inilah yang membuat ilmu pendidikan disebut ilmu pendidikan Islam. Tanpa dasar ini, tidak akan ada ilmu pendidikan Islam.

Al-Quran

Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah menjadi pedoman bagi umat Islam, dengan segala petunjuknya yang lengkap, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama, (pada masa awal pertumbuhan Islam) telah menjadikan Al-qur’an sebagai dasar pendidikan Islam.

Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Quran itu sendiri dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:

Artinya: Bacalah. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

menciptakan. (Yang) menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajar manusia apa saja yang belum diketahuinya. (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)36

Ahmad Ibrahim Muhanna sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan: bahwa Al-Quran membahas berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia. Hal itu tidak aneh mengingat Al-Quran merupakan kitab hidayah, dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Meskipun demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semua

36


(31)

sama. Ada yang merupakan bagian fondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung.37

Al-Quran diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan pedoman hidupnya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila manusia merupakan tema sentral pembahasannya. Didalamnya diterangkan hakikat manusia siapa dirinya, dari mana ia berasal, dimana dia berada, untuk apa ia diciptakan, apa yang harus dilakukannya, dan hendak kemana ia pergi. Karena masalah hakikat hidup, pandangan hidup, dan tujuan hidup memang merupakan masalah pendidikan.

As-Sunnah

Dasar yang kedua setelah Al-Quran adalah sunnah Rasulullah, amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dalam proses perubahan sikap hidup sehari-hari tersebut menjadi dasar utama dan pertama pendidikan Islam setelah Al-Quran, karena Allah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi umatnya, sebagaimana firmannya:

……

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu…(Q.S. Al-Ahzab: 21).38

As-Sunnah ialah perkataan (لاﻮ ا ), perbuatan (لﺎ ا), ataupun pengakuan(ﺮ ﺮ ) Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan yang dilakukan oleh orang lain yang diketahui oleh Rasulullah SAW dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu terjadi. Sunnah merupakan ajaran kedua setelah Al-Quran, seperti Al-Quran sunnah juga

37

Hery Noer Aly, Op.Cit, h. 39

38


(32)

berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya.

Hery Noer Aly menguti perkataan Abdurrahman An-Nahlawi bahwa dalam lapangan pendidikan, sunnah mempunyai dua faedah:

Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat didalam Al-Quran dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat didalamnya.

Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.39

Sunnah memang berkedudukan sebagai penjelas (tabyin) bagi Al-Quran. Karena pengamalan ajaran Al-Quran yang bersifat global (mujmal) sering kali sulit terlaksana tanpa penjelasannay. Karenanya Allah memerintahkan kepada manusia untuk mentaati Rasul dalam kerangka ketaatan kepada-Nya.

Ijtihad

Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berefikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasukaspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-quran dan Sunnah.40

39

Hery Noer Aly, Op.Cit, h. 43

40


(33)

Ijtihad dalam bidang pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Quran dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal ytang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.41

Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah sebagian besar bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja termasuk dalam aspek pendidikan. Sejak diturunkannya ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula.

Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab globalisasi dari Al-Quran dan Sunnah belum menjamin tujuan pendidikan Islam dapat tercapai. Dalam hal ini, pemikiran para ahli pendidikan muslim adalah salah satu bentuk ijtihad dibidang pendidikan, yang bisa dijadikan salah satu rujukan bagi kaum muslimin dalam bidang pendidikan Islam.

Metode dan Pendekatan Dalam Pendidikan Islam 1. Metode Pendidikan Islam

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata, yaitu kata meta yang berarti melalui dan kata hodos yang berarti jalan atau cara, dengan demikian

41


(34)

metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.42

Dr. Jalaluddin dan Dr. Usman Said dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam

mengemukakan bahwa makna pokok dari pengertian metode itu sendiri antara lain adalah:

1). Metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik.

2). Cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu.

3). Melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didiik.43

Selanjutnya jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islam. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagi cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Ada beberapa metode dalam pendidikan Islam yang dikemukakan para ahli, diantaranya ialah:

a. Keteladanan

42

Abuddin Nata, Op.Cit, h. 91

43

Jalaluddin, et all, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. 3, h. 53


(35)

Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberikan contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Didalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menunjukan kepentingan penggunaan teladan dalam pendidikan. Antara lain terlihat pada ayat-ayat yang mengemukakan pribadi-pribadi teladan seperti dibawah ini:

1). Pribadi Rasulullah SAW.

…..

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu…(Q.S. Al-Ahzab:21)

2). Pribadi Nabi Ibrahim AS dan umatnya.

…..

Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orangorang yang bersama dia…(Q.S. Al-Mumtahanah:4)

Kepentingan penggunaan keteladanan juga terlihat dari teguran Allah terhadap orang-orang yang menyampaikan pesan itu. Allah menjelaskan:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan.


(36)

b.Pembiasaan

Yang dimaksud dengan pembiasaan/kebiasaan (habit) ialah cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir tidak disadari oleh pelakunya).

Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menunjuk kepada penggunaan metode pembiasaan. Diantaranya terdapat dalam surat An-Nur ayat: 58-59 yang berbunyi:

⌧ ⌧

⌧ ⌧


(37)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (lua)mu ditengah hari, dan sesudah sembahyang isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(Q.S. Surat An-Nur: 58-59)

As-Shabuni, ahli hukum Islam dan studi Islam dari Mekkah mengatakan bahwa pada lahirnya perintah pada ayat tersebut diarahkan kepada anak-anak, tetapi pada hakikatnya diperuntukkan bagi orang dewasa.

Menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seseorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya. Apalagi kalau yang dibiasakan itu dirasa kurang menyenangkan. Oleh sebab itu, dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian terus-menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta


(38)

didik agar melakukan sesuatu secara otomatis seperti robot, melainkan agar ia dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati.

c. Pemberian Nasihat

Yang dimaksud dengan nasihat ialah penjelasan tentang kebenaran dan kemashlahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya kejalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.

Banyak ayat di dalam Al-Quran yang mengilustrasikan tentang penggunaan metode memberi nasihat diantaranya:

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anak-anaknya diwaktu dia memberi pelajaran kepada anaknya. Hai anakku, janganlah kamumempersekutukan Allah, sesungguhnya mepersekutukan Allah adalah benar-beanr kezaliman yang besar. (Q.S. Luqman: 13)

Memberi nasihat merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan Islam. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa apabila digunakan dengan cara yang dapat mengetuk relung jiwa melalui pintunya yang tepat. Bahkan, dengan metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan


(39)

peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemashlahatan serta kemajuan masyarakat dan umat.

d.Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi dan intimidasi telah digunakan masyarakat secara luas; orang tua terhadap anak, pendidik terhadap murid, bahkan masyarakat luas dalam interaksi antar sesamanya. Al-Quran ketika menggambarkan surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala siksanya menggunakan metode ini. Demikian pula ketika mengemukakan prinsip logis tentang keseimbangan antara balasan dan perbuatan.

Banyak ayat di dalam Al-Quran yang mengilustrasikan tentang penggunaan metode memberi nasihat diantaranya:

Artinya:Pada hari ini manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun (sekecil apapun), niscaya ia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscayadai akan melihat (balasan) nya pula.

(Q.S. Al-Zalzalah: 6-8)

Motivasi dan intimidasi digunakan sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah islam, sebab pengaruh yang dihasilkan tiap-tiap metode itu tidaklah sama. Metode


(40)

motivasi lebih baik ketimbang metode intimidasi. Penggunaan metode motivasi dengan apa yang dalam psikologi belajar disebut law of happiness,

prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar. Ajaran Islam, kata Abdul Fattah Jalal, memberikan prioritas pada upaya menggugah suasana gembira disbanding dengan ancaman dan hukuman. Dalam pelaksanaan prinsip ini hendknya guru atau pendidik tanggap akan adanya berbagai iklim dan kondisi yang dihayati peserta didik selama proses belajar mengajar.

e. Metode Persuasif

Yang dimaksud dengan metode persuasif ialah meyakinkan peserta didik tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Metode dalam ini dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah uslub al-iqna’ wa al-iqtina.

Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Al-Quran sarat dengan contoh yang menunjukan penghargaan Islam terhadap akal, serta memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akal dalam membedakan antara yang benar dan yang salah serta antara yang baik dan yang buruk. Seruan Allah kepada Rasul-Nya agar menyeru manusia dengan cara yang bijaksana, memberi pengajaran yang baik, memberi pengajaran yang baik, dan berargumentasi secara baik, menunjukkan kepentingan penggunaan metode ini. Allah menjelaskan:


(41)

Artinya: Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…(Q.S. An-Nahl: 16).

Dengan metode persuasi, pendidikan Islam menekankan pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis segala persoalan yang dimajukan kepada peserta didik. Mereka dihindarkan dari meniru segala pengetahuan secara buta tanpa memahami hakikatnya atau pertaliannya dengan realistis, baik individual maupun sosial. Mereka juga diberi kesempatan untuk melakukan diskusi secara benar dan konstruktif dalam menganalisis berbagai aspek obyek yang diduskisikan.44

f. Metode Bercerita

Metode mendidik dengan bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir ditengah mereka. Misalnya sebuah ayat

44


(42)

yang mengandung nilai paedagogis dalam sejarah digambarkan Tuhan sebagai berikut:

…..

Artinya: Sesengguhnya didalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi orang yang beraka. (Q.S. Yusuf: 111)

Artinya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum (Aku mewahyukannya) adalah termasuk orang-orang yang melupakan. (Q.S. Yusuf: 3)

g. Metode Diskusi

Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Quran dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian, dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. Perintah Allah dalam hal ini adalah agar kita mengajak kejalan yang benar dengan hikmah dan mau’idzah yang baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara paling baik.


(43)

Artinya: Serulah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…( Q.S. An-Nahl: 125)

Suatu diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila dilakukan dengan persiapan dan bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional, tidak didasarkan atas luapan emosi, dan lebih mengutamakan pada kesimpulan rasional dari pada kepentingan egoistis pribadi peserta. Diskusi ini bila diarahkan untuk tidak mengambil suatu kesimpulan disebut “dialog” yaitu sekedar memberitahukan tentang pendirian atas sikap masing-masing tentang suatu masalah yang telah lama dirasakan sebagai suatu permasalahan. Dalam dialog tidak ada yang menang atau yang kalah, masing-masing tetap berpegang pada pendiriannya, setuju tentang adanya perbedaan.

h.Metode Tanya jawab

Metode Tanya jawabb juga merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam pendidikan Islam. Metode ini sering dipakai oleh para Nabi dan Rasul-rasul Allah dalam mengajarkan agama yang dibawanya kepada umatnya, bahkan ahli fikir atau filosof pun banyak mempergunakan metode Tanya jawab.

Firman Allah yang menyatakan bahwa hendaknya kita bertanya kepada orang-orang yang ahli bila memang tidak mengetahui, seperti:


(44)

...

Artinya: …maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S. An-Nahl:43)

Adalah benar-benar mendorong anak didik untuk berani bertanya agar tidak sesat dijalan. Hal demikian pernah berkali-kali dilakukan oleh Nabi dalam mengajarkan sesuatu pengertian atau pengetahuan tentang keimanan, keislaman, keihsanan serta masalah hukum syara’ dan lain sebagainya.45

Demikianlah beberapa metode dalam pendidikan Islam yang banyak digunakan dalam proses pendidikan dewasa ini, banyak lagi metode-metode lain yang tidak diuraikan dalam tulisan ini seperti: metode ceramah, pemberian tugas (resitasi), demonstrasi dan eksperimen, bekerja kelompok, sosiodrama, karya wisata, latihan siap (drill), system regu (team teaching), dan pemecahan masalah (problem solving).

2. Pendekatan Dalam Pendidikan Islam

Pendekatan merupakan sarana penunjang dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam hal ini akan dijabarkan beberapa pendekatan yang dapat memudahkan dalam menerapkan pendidikan agama bagi anak didik.

Adapun pendekatan-pendekatan itu antara lain:

45


(45)

a. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi anak dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamnya.

b. Pendekatan rsioanal, yaitu usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami ajaran agama.

c. Pendekatan fungsional, yaitu menyajikan ajaran bagi anak dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan perkembangan.

d. Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan pengalaman keagamaan pada anak dalam rangka penanaman nilai keagamaan.

e. Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan pada anak untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.46

Itulah macam-macam metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan dewasa ini, yang dapat penulis kemukakan dalam skripsi ini.

46


(46)

BAB III

TAFSIR SURAT AL-INSAN

A. Tafsir Surat al-Insan Ayat 24-26

1. Teks ayat dan terjemah surat al-Insan ayat 24-26

Artinya: ”Maka bersabarlah kamu untuk ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka,(24). Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang,(25). Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (26).

2. Tafsir Al-Mufradat

ﻚ ر

: Menunda untuk menolongmu atas orang-orang kafir hingga waktu tertentu.

ا

: Orang jahat yang terang-terangan dalam bentuk maksiat.

ارﻮ آ

: Orang musyrik yang terang-terangan dalam mengkafirinya.

ﺎ او

ةﺮﻜ

: Pagi dan Petang. Maksudnya semua waktu.

ﺪ ا

: Shalatlah.

: Tahajjudlah.47

47

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Terj), Bahrun Abu Bakar, Juz XXIX,


(47)

3. Asbabun nuzul surat al-Insan ayat 24-26

Telah diketahui bahwa kebanyakan surat dan ayat al-Quran diturunkan sesuai dengan peristiwa yang melatar belakanginya. Kendati demikian, tidak semua ayat memiliki asbabun nuzul bahkan banyak ayat dan surat yang tidak memiliki asbabun nuzul.

Adapun latar belakang turunnya ayat ini adalah keadaan kaum musyrikin yang terus menerus menentang dan mendustakan dakwah Rasulullah SAW, yang mereka tidak mengerti akan hakikat dari dakwah tersebut. Sehingga mereka melakukan perlawanan bahkan penawaran (keduniawian) kepada Rasulullah SAW agar beliau menghentikan dakwahnya atau berhenti dari mencela mereka.

Allah mengingatkan kepada Nabi SAW dan kepada umatnya agar tidak mudah tergiur dengan bujukan dan rayuan itu, sebab nilai akidah dan perjuangan tidak dapat ditukar dengan kekayaan dunia.

Menurut Prof. Dr. Hamka dalam bukunya (tafsir al-Azhar), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muqatil bahwa dua orang pemuka Quraisy sangat menolak dakwah Rasulullah, dan mempertahankan kemusyrikan itu. Kedua orang tersebut adalah ‘Utbah bin Rabi’ah dan al-Walid bin al-Mughirah pernah mendatangi Nabi SAW, yang tujuan keduanya adalah membujuk Nabi agar menghentikan dakwahnya ini. Bila ia menghentikan dakwah ini, perdamaian akan terjadi. Sebab hati mereka tidak akan disakitkan lagi. Hantaman dan caci makiannya kepada berhala yang mereka sembah itu sangatlah menyinggung perasaan dan dapat menghilangkan rasa hormat orang kepada mereka. Padahal mereka sebagai pemuka-pemuka Quraisy adalah keseganan bangsa Arab seluruhnya.48

Prof. Dr. Quraisy Shihab, juga mengatakan yang sama dalam bukunya (tafsir al-Misbah), bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan kedatangan tokoh kaum musyrikin yakni ‘Utbah bin Rabi’ah yang menawarkan kepada Nabi Muhammad SAW, agar berhenti melaksanakan dakwahnya. Sebagai

48


(48)

imbalannya dia menjanjikan untuk mengawinkan beliau dengan anak gadisnya yang dikenal sangat cantik, sambil memberinya harta yang melimpah.49

Dalam riwayat lain yang dikemukakan oleh Abdur Razzaq, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Qatadah bahwa dia menerima khabar tentang Abu Jahal yang berkata: “Jika aku melihat Muhammad sedang shalat, aku akan injak tengkuknya”. Berkenaan dengan peristiwa itulah Allah SWT menurunkan ayat ini.

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka,(24). Sebagai peringatan untuk tidak mengindahkan apa yang diucapkan oleh orang kafir.50

Tetapi meskipun dalam sebab-sebab turun ayat ini sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa pakar (ahli tafsir) di atas, ayat ini berlaku terus untuk selamanya. Jelasnya ayat ini melarang seorang mukmin, apalagi kalau ia sebagai pemimpin ummat agar tidak tergiur akan berbagai kesenangan duniawi yang ditawarkan oleh orang-orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah.

49

M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Cet. 1, h. 668.

50

Qamaruddin Shaleh, et all, Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-ayat al-Quran, (Bandung: CV. Dipenegoro, 1995), Cet. 17, h. 564.


(49)

B. Pandangan Para Mufassir Terhadap Surat al-Insan ayat

24-26

1. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Prof. Dr. Hamka (Tafsir al-Azhar)

“Maka bersbar engkau atas ketentuan Tuhan engkau’. (pangkal ayat 24). Soal ketentuan Tuhan atau hukum Tuhan yang dimaksud di sini, yang Nabi SAW, hendaklah sabar menghadapinya dan menunggunya ialah soal waktu. Sudahlah pasti bahwa kebenaran itu akan menang juga pada akhirnya. Tetapi bilakah waktunya datang kemengan itu ? ini sangat bergantung kepada kesabaran manusia. Karena kadang-kadang, meskipun manusia telah yakin bahwa yang benar akan menang dan yang salah akan hancur, namun dia sebagai manusia tidak sabar menunggu. Maka sebagai seorang rasul, seorang Nabi yang memikul tanggung jawab seberat itu, Muhammad sangat memerlukan kesabaran dan tahan hati.

(

ارﻮ آ

وا

ﺎ ا

ﺎ و

)

“Dan jangnlah engkau ikuti orang-orang yang berdosa atau yang kafir dikalangan mereka”. (ujung ayat 24).

Orang yang berdosa, ialah dosa karena perbuatannya dan orang yang kafir ialah karena telah menolak sejak dari hati dan jiwanya.

Untuk menguatkan jiwa menghadapi perjuangan dan untuk


(50)

)

او

ةﺮﻜ

ﻚ ر

اﺮآذاو

(

“Dan sebutlah nama Tuhan engkau pagi dan petang”. (ayat 25). Menyebut nama Tuhan atau dzikir, yang dimaksud utama ialah sembahyang.

)

ا

و

(

“Dan pada sebahagian malam hendaklah engkau sujud kepada-Nya”.

(pangkal ayat 26).

Dalam ayat 25 dan pangkal ayat 26 ini telah tercakup waktu sembahyang yang lima. Di ayat 25 disebutkan agar menyebut nama Allah pagi dan petang. Pagi ialah waktu subuh. Petang ialah waktu Zuhur dan

‘Ashar. Sebab masuknya waktu zuhur ialah setelah tergelincir matahari (zawaal) atau lepas tengah hari dan itulah disebut “setelah petang”. Di pangkal ayat 26 dikatakan, “dan pada sebagian malam hendaklah engkau sujud kepada-Nya. Ialah waktu Maghrib dan Isya. Kemudian ditambahkan

pada lanjutan ayat:

(

و

) “Dan ucapkanlah tasbih terhadap-Nya pada malam yang panjang”. (ujung ayat 26). Yang dimaksud mengucapkan tasbih pada malam yang panjang ialah shalat tahajjud atau qiyamul lail.

Sembahyang lima waktu ditambah dengan tahajjud di malam yang panjang itu adalah alat penting bagi memperkaya jiwa dan memperteguh hati di dalam menghadapi tugas berat melakukan dakwah. Oleh sebab itu maka sesudah Nabi disuruh sabar menunggu keputusan Tuhan dan dilarang


(51)

mengikuti kehendak orang yang berdosa atau orang kafir, ibadat atau sembahyang atau zikir inilah yang disuruh sangat penting kepada Nabi.51 2. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab (Tafsir

al-Misbah).

Awal surah menguraikan bahwa Allah SWT, menciptakan manusia yang pada suatu ketika pernah tiada (ayat 1). Selanjutnya menyatakan bahwa Dia menciptakan manusia dan memberinya aneka potensi serta menunjuk jalan yang lurus dengan tujuan menguji mereka tetapi kemudian ternyata ada yang taat dan ada pula yang durhaka (ayat 2-3). Selanjutnya Allah menyinggung sanksi yang dipersiapkan untuk yang durhaka dan sedikit yang merinci ganjaran yang taat (ayat 4-22). Ayat diatas berbicara tentang petunjuk-Nya yakni al-Quran yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia. Ayat-ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya Kami hai Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril telah menurunkan kepadamu al-Quran dengan berangsur-angsur agar dengan mudah engkau menjawab setiap pertanyaan dan menyelesaikan setiap problem serta agar mudah dihafalkan dan diamalkan, dan kuat pula hatimu dengan kehadiran wahyu dari saat

51


(52)

kesaat, maka bersabarlah sepanjang masa – apapun yang terjadi – menghadapi ketetapan Tuhanmu, antara lain menanggung beban penyampaian risalah dan pembangkangan umatmu. Dan janganlah ikuti siapapun dari mereka yakni masyarakat Mekkah yang berdosa dan yang sangat kafir yang mengusulkan agar engkau mengusulkan dakwahmu – walaupun mereka ditokohkan dan disegani oleh masyarakat, dan bersamaan dengan itu, untuk menguatkan hatimu menghadapi kesulitan serta agar engkau memiliki bekal yang cukup dalam mengatasi semua persoalan, maka berdzikirlah dengan mengingat-ngingat dan menyebut nama Tuhanmu antara lain dengan melaksanakan shalat pada waktu pagi yakni shalat subuh dan waktu petang

yakni shalat Zhuhur dan Ashar; dan juga pada sebagian malam, maka sujudlah kepada-Nya yakni shalat Maghrib dan Isya dan bertasbihlah kepada-Nya yakni laksanakan shalat Tahajjud pada bagian yang panjang di malam hari yakni setengah malam, atau lebih sedikit atau kurang sedikit.52

Tugas penyampaian risalah kenabian dinamai oleh ayat di atas

hukum/ketetapn Tuhan karena risalah kenabian tidak dapat diusahakan. Ia adalah penunjukan Allah secara langsung tanpa keterlibatan siapapun selain-Nya. Konsekuensi penyampaian risalah bahkan dakwah kebenaran juga merupakan ketetapan Tuhan. Yakni telah merupakan keniscayaan bagi penganjur kebaikan bahwa ia pasti menghadapi tantangan dan rintangan.

52


(53)

3. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Ahmad Musthafa al-Maraghi (Tafsir al-Maraghi).

Maka bersabarlah kamu terhadap cobaan dan ujian dari Tuhanmu, karena ditunadanya pertolonganmu atas orang-orang musyrik. Dan bersabarlah kamu dalam menghadapi gangguan-gangguan dalam menyampaikan risalah dan wahyu yang diturunkan kepadamu, karena pada yang demikian, terdapat akibat terpuji dan tujuan yang menentramkan hatimu.

Janganlah kamu mengikuti setiap orang yang melakukan dosa dan melampaui batas dalam kekafiran. Apabila seseorang yang berdosa seperti ‘Utbah bin Rabi’ah mengatakan kepadamu, “Tinggalkanlah shalat, aku akan mengawinkan engkau dengan anak perempuanku dan dia akan aku berikan kepadamu tanpa mahar (maskawin).”Aku berikan kepadamu harta, hingga engkau merasa senang, apabila engkau mundur dari urusan ini.” Maka janganlah kamu menuruti seorangpun dari keduanya itu, dan jangan pula menuruti perkataan orang lain. Sungguh telah Aku sediakan bagimu kemenangan di dunia dan surga di akhirat.

Ayat ini memuat larangan kepada Rasulullah SAW, agar ia tidak mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir, padahal dia memang tidak mengikuti sdeorang pun dari keduanya itu. Ini merupakan isyarat bahwa


(54)

manusia memerlukan petunjuk yang terus menerus, karena di dalam tabiat kejadiannya terdapat syahwat yang mengajaknya untuk mengerjakan

keburukan-keburukan. Oleh karena itu, maka wajib bagi setiap muslim untuk memohon dan bersungguh-sungguh kepada Allah, agar Allah melindunginya dari memperturutkan hawa nafsu, dan menjaganya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan, supaya dia selamat dari kebinasaan dan dosa, dan supaya Tuhannya menyampaikan kepadanya lembaran-lembaran amal dari dosa-dosa.

Ringkasnya, janganlah kamu menuruti seorang pun dari orang-orang berdosa yang mengajakmu kepada dosa, dan jangan pula kamu menuruti seorang pun dari orang-orang kafir yang mengajakmu kepada kekafiran.

Kekalkanlah untuk mengingat Tuhanmu disegala waktu, dengan hati dan lisanmu.

Dan shalatlah kamu pada sebagian malam, seperti shalat maghrib dan ‘isya.

Dan bertahajjudlah karena-Nya pada sebagian malam.53

53


(55)

Perintah mengerjakan shalat pada sebagian waktu malam, yakni shalat maghrib dan Isya, kemudian lagi dengan shalat tahajjud pada malam hari, sebagai mana yang disebutkan dalam ayat lain

Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu menganngkat kamu ke tempat yang terpuji”.(QS al-Isra’:79) 54

4. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Bahtiar Surin (Tafsir Al-Dzikra).

Karena itu, bersabarlah terhadap segala ujian Tuhanmu, dan janganlah engkau turuti rayuan orang-orang berdosa atau bujukan orang-orang kafir.

Diceritakan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah pernah merayu nabi Muhammad saw, untuk mengawinkan beliau dengan salah seorang anak gadisnya tanpa mahar Asal beliau mau meninggalkan shalat. Begitu juga Walid bin Mughirah pernah membujuk dengan harta benda asal mau berbalik surut dari menyebarkan agama Islam.

54

Departemen Agama, al-Quran dan Tafsirnya, (Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Quran, 1990), h. 548


(56)

Dan

sebutlah nama Tuhanmu pagi dan petang

,

(Ingatlah kepada

Tuhan setiap saat dengan hati dan lisan).

Sedikit waktu dimalam hari kerjakanlah shalat, (maksudnya shalat maghrib dan isya). Dan dimalam yang panjang bertsabihlah kepada-Nya, (maksudnya shalat tahajjud).55

5. Tafsir Q.S al-Insan ayat 24-26 menurut Sayyid Quthb (Tafsir Fi Zhilalil Quran).

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.

Urusan-urusan itu (dakwah) digantungkan kepada qadar Allah. Dia memberi kesempatan kepada kebatilan dan keburukan, memberi waktu yang panjang untuk memberi ujian dan cobaan kepada orang-orang yang beriman.

55


(57)

Semua itu karena adanya hikmah yang hanya Dia yang mengetahui, yang dengannya Dia jalankan qadar-Nya dan Dia laksanakan ketetapan-Nya.

ﻚ ر

ﺮ ﺎ

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu” ketika tiba waktu yang ditentukan.

Bersabarlah menghadapi kebatilan yang menang dan kejahatan yang berkembang. Kemudian lebih bersabarlah berpegang kepada kebenaran yang diberikan kepadamu yang diturunkan bersama al-Quran. Bersabarlah dan janganlah kamu dengar tawaran mereka untuk berdamai dan berkompromi di tengah jalan menurut perhitungan akidah.

ارﻮ آ

وا

ﺎ ا

ﺎ و

Dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa

dan orang yang kafir diantara mereka”. Karena mereka tidak akan mengajakmu kepada ketaatan, kebajikan, dan kebaikan, sebab mereka adalah orang-orang yang suka berbuat dosa dan melakukan kekufuran. Mereka hanya akan mengajakmu kepada dosa dan kekufuran ketika mereka mengajakmu untuk berkompromi di tengah jalan dakwahmu, dan ketika mereka menawarkan kepadamu sesuatu yang mereka kira akan menyenangkanmu dan memuaskanmu.56

56

Yang dimaksud dengan (berkompromi) adalah tawaran damai yang dilakukan oleh orang kafir kepada Nabi, yang berupa hal keduniawian yaitu sebagaimana Uthbah bin Rabi’ah yang menjanjikan akan mengawinkan anak gadisnya dengan beliau tanpa mahar. Seperti juga yang dilakukan al-Walid bin Mughirah yang menjanjikan akan memberikan harta kekayaan kepadanya dengan syarat bilamana Nabi berhenti dari berdakwah. Lihat tafsir Kabir, 30/258, tafsir Qurthubi, 19/ 147, tafsir Hasyiat Shawy, 4/278, dan Shafwat al-Tafasir, 3/472.


(58)

Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.

Inilah bekal itu. Sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang, dan bersujudlah dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam yang panjang, karena yang demikian itu adalah berhubungan dengan sumber yang telah menurunkan al-Quran kepadamu, dan memberikan jaminan kepadamu di dalam melaksanakan dakwah. Dialah sumberkekuatan, perbekalan dan pertolongan. Berhubungan dengan-Nya melalui berdzikir, beribadah, berdo’a dan bertasbih dalam malam yang panjang, karena jalan dakwah itu panjang dan berat, dan sudah tentu membutuhkan perbekalan yang banyak dan dukungan yang besar.

Sesungguhnya Allah maha penyayang. Ia menjamin dakwah hamba-Nya, menurunkan al-Quran kepadanya, serta mengetahui beban-beban tugasnya dan hambatan-hambatan jalannya. Karena itu, tidak dibiarkan-Nya nabi-Nya SAW tanpa pertolongan dan bantuan. Bantuan yang diberikan Allah SWT ini merupakan bekal yang sebenarnya serta layak bagi perjalanan berat yang penuh duri itu.


(59)

Hakikat yang seharusnya para juru dakwah hidup di dalmnya adalah hakikat yang diberitahukan Allah kepada shahibud da’wah pertama Nabi Muhammad SAW. Yaitu bahwa penugasan dakwah itu urusan dari sisi Allah SWT, karena Dialah pemilik dakwah itu, dan kebenaran yang diturunkan-Nya tidak mungkin boleh dicampur dengan kebatilan yang diserukan oleh orang-orang yang berbuat dosa dan kafir itu. Karena keduanya merupakn dua sistem yang berbeda, dan dua jalan yang tidak mungkin bertemu.

Jika kebatilan dengan segala kekuatan dan pasukannya dapat mengalahkan golongan mukmin yang minoritas dan lemah, maka hal itu adalah untuk suatu hikmah yang hanya Allah yang mengetahuinya. Karena itu, diperlukan kesabaran sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Hendaklah terus memohon kekuatan dan pertolongan kepada Allah dengan berdo’a dan bertsabih kepda-Nya pada malam-malam yang panjang, untuk menjadi bekal di dalam menempuh jalan dakwah ini.57

C. Kandungan Surat al-Insan

Secara garis besar ketiga ayat ini mengandung dua unsur; Yang pertama, yaitu perintah yang diberikan Allah SWT kepada rasul-Nya. Dan kedua yaitu yang bersifat larangan.

57

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. 1, h. 191-193


(60)

Yang bersifat perintah, bahwasanya Allah SWT menyuruh kepada rasul-Nya untuk selalu bersikap sabar dalam menghadapi ketentuan yang telah digariskan Allah kepadanya. Dan yang bersifat larangan hendaknya Nabi Muhammad SAW jangan mengikuti bujukan dan rayuan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadapnya.

Sebagai seorang rasul yang membawa misi risalah ilahiah (agama Islam) ini merupakan tugas yang sangat berat baginya. Karena beliau sendiri mengetahui persis bagaimana karakteristik masyarakat Arab pada saat itu, namun ini merupakan ketetapan tuhan yang memang sudah seharusnya dilaksanakan bagi seorang rasul.

Para ahli tafsir memberikan penafsiran yang sama terhadap ayat ini, karena didalam tiga ayat ini tersimpan sebuah hakikat yang sangat besar dari hakikat-hakikat dakwah imaniah. Yaitu suatu hakikat-hakikat bagaimana seharusnya para juru dakwah mengajak mereka kejalan keimanan yang sebenarnya.

Rasulullah SAW, menghadapi kaum musyrikin dengan mengajak mereka kepada agama Allah yang Esa. Akan tetapi, beliau tidak hanya menghadapi persoalan akidah semata yang ada didalam jiwa mereka. Akan tetapi persoalan yang dihadapi Rasulullah pada saat itu, adalah kondisi lingkungan yang meliputi akidah dan sikap hidup mereka. Inilah yang membuat mereka menentang ajakan (dakwah) Rasulullah yang sedemikian keras.


(61)

Penentangan yang begitu keras yang dilakukan oleh orang-orang kafir bukan hanya dalam bentuk fisik dan physikis, tetapi kilauan dunia pun dilakukan oleh mereka terhadap Rasulullah dengan syarat beliau mau berhenti dari dakwahnya.

Jadi pada hakikatnya ayat ini merupakan modal dasar bagi para juru dakwah agar tidak melupakan prinsip dasar dari ayat tersebut, yakni selalu bersikap sabar dan tidak melupakan ibadah baik yang bersifat mahdhah ataupun ghair mahdhah serta zikir sebagi pengingat kita akan kebesaran dan pertolongan Allah SWT. Disamping itu ayat ini melarang seorang mukmin, apalagi kalau ia sebagai pemimpin ummat atau pun pendidik jangan sampai tergiur akan kesenangan duniawi yang ditawarkan oleh orang-orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah.


(62)

BAB IV

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-INSAN DAN APLIKASINYA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN ISLAM

A. Aspek-aspek Pendidikan dalam surat al-Insan ayat 24-26

1. Sabar

Aspek pendidikan pertama yang terkandung dalam surat al-Insan adalah tentang kesabaran.

a. Pengertian Sabar

Makna sabar ialah ا : Menahan dan ا :

Mencegah.58sedangkan menurut istilah, sabar yaitu tabah, yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman.59

b. Macam-macam sabar

Menurut Said Hawwa dalam bukunya Mensucikan Jiwa kesabaran itu terbagi kepada tiga macam: Pertama, sabar atas ketaatan, Kedua, sabar dari kemaksiatan, Ketiga, sabar menerima cobaan.60

58

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Sabar Perisai Seorang Mukmin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1999), h. 19

59

M. Abdul Mujieb, et, all, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet, ke 1, h. 302

60

Said Hawwa, Mensuciikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 370


(63)

Yusuf al-Qardhawi sebagaimana yang telah dikutip oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA, bahwa sifat sabar terdiri atas enam macam, diantaranya:

1. Sabar menerima cobaan hidup. 2. Sabar dari keinginan hawa nafsu. 3. Sabar dalam taat kepada Allah. 4. Sabar dalam berdakwah. 5. Sabar dalam perang. 6. Sabar dalam pergaulan.61

c. Keutamaan sabar

Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa. Al-Quran mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara lain dikaitkan dengan keyakinan, syukur, tawakkal dan taqwa, sebagaimana ayat-ayat berikut ini:

Artinya: ” Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar . Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.( QS. As-Sajadah 32: 24).

61

H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), Cet, Ke 1, h. sekian


(64)

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan

membawa ayat-ayat Kami, : "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah ". Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (Q.S Ibrahim 14: 5)

Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (41) Orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.

(QS. Al-Nahl 16: 41-42)

Karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa.misalnya dalam menyebutkan orang-orang beriman yang akan mendapat sorga dan keridhaan Allah SWT, orang-orang yang sabar


(65)

ditempatkan dalam urutan pertama sebelum yang lainnya.62 Perahatikan firman Allah berikut ini:

Artinya: “Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa , pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. orang-orang yang berdo'a: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya , dan yang memohon ampun di waktu sahur .(QS. Ali ‘Imran: 15-17).

2. Dzikir

a. Pengertian Dzikir

62


(66)

Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa arab; yang artinya mengingat atau menyadari.63 Menurut DR. Asep Usman Ismail, dzikir

adalah upaya menghubungkan diri secara langsung dengan Allah, baik dengan lisan maupun dengan hati atau dengan memadukan keduanya secara simfoni.64

Menurut Hasbi Ash-shiddiqy, dzikir adalah menyebut nama Allah SWT dengan membaca tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), taqdis (quddusun), hauqalah (laa haulawalaquwwata illa billah), hasbalah (hasbiayallah), basmalah, dan membaca al-Quran serta doa-doa yang diterima dari nabi-nabi.

Sedangkan menurut al-Hafizh dalam Fathul Barie, dzikir yaitu segala lafaz (ucapan) yang disukai para umat membacanya dan memperbanyak membacanya untuk menghasilakan jalan mengingat dan mengenang akan Allah SWT. Beliau juga mengatakan bahwasanya dipandang berdzikir juga mengerjakan segala tugas agama yang diwajibkan Allah dan menjauhi larangan-Nya.65

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwasanya dzikir yaitu upaya yang dilakukan untuk menghubungkan diri secara langsung kepada Allah SWT, melalui jalan

63

Luice Ma’luf, Al-Munjid Fi Lughati Wa al-A’alam, (Bairut: al-Maktabatu Syar’iyyah, 1986), h. 236

64

Qamaruddin (ed), Dzikir Sufi Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2000), Cet. Ke-1, h. 26

65

Hasbi Ash shiddiqy, Pedoman Dzikir dan Doa, (tt: Thinkers Library, SDN BHD: 1994), Cet. Ke-5, 37-38


(1)

orang yang penuh dosa dan maksiat, dengan tujuan hendak mematikan gerakan dakwah.

3. Aplikasi pendidikan kesabaran. Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran diperlukan sebuah metode yang tepat, pendidikan kesabaran dapat teraplikasikan dengan menggunakan metode Qishah Qurani dan Nabawi, metode Ibrah, dan Mau’idzah. Aplikasi pendidikan dzikir. Untuk dapat mengaplikasikan pendidikan zikir ini, metode yang paling tepat untuk digunakan adalah metode keteladan (pemberian contoh). Yaitu hendaknya seorang guru memberikan contoh dalam berzikir, yaitu dengan mengajak para siswa/anak didik untuk melakukan shalat berjamaah yang kemudian diikuti dengan berdzikir secara bersama-sama. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka siswa akan terbiasa melakukannya baik dalam keadaan shalat berjamaah ataupun sendiri. Disamping metode keteladanan, seorang guru juga dapat menggunakan metode targhib wa tarhib, yaitu dengan cara menampilkan ayat-ayat al-Quran yang mengilustrasikan kelompok orang-orang yang lupa kepada Tuhannya dan kelompok orang-orang yang mendapat ketentraman dari Tuhannya. Sehingga dengan demikian siswa dapat memilih kelompok mana yang dianggap baik dan yang buruk untuk dirinya. Aplikasi pendidikan shalat malam (qiyamul lail). Sebagai aplikasinya, metode yang dapat diterapkan adalah targhib dan tarhib yakni dengan mengungkapkan data empirik tentang orang-orang yang mengabaikan perintah shalat serta membandingkannya dengan orang-orang yang mengerjakan shalat. Dari data tersebut para siswa diharapkan dapat


(2)

mengidentifikasi ciri-ciri kedua kelompok manusia yang melaksanakan dan melanggar perintah Allah tersebut. Guru perlu membimbing dengan sungguh-sungguh agar para siswa dapat menemukan fakta bahwa orang-orang yang enggan melaksanakan perintah Allah hidupnya di dunia sengsara. Sebaliknya orang-orang yang menaati perintah Allah kehidupannya di dunia bahagia.

B. Saran

Kepada para peminat studi ini, kajian semacam ini sangat perlu untuk terus dapat dilakukan sebagai upaya untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan untuk dapat mengembangkan dan memperkaya khazanah intelektual Islam, khususnya studi-studi ke-Islam-an.

Kajian ini merupakan kajian parsial (juz’i), yang lingkup bahasannya sebatas pada surat al-Insan, menjadikan bahasan ini sangat begitu sempit. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi siapa saja yang berminat untuk dapat mengembangkan dan menuliskan sebuah bahasan kajian tafsir topical (maudhu’i), sekitar topik ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2,1999. Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 4, 1996.

Al-Toumy, Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet.1,1979.

Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 3, 1993. Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: CV Toha

Putra, Juz XXIX, Cet. II,1993.

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Sabar Perisai Seorang Mukmin, Jakarta: Pustaka Azzam, 1999.

Ash shiddiqy, Hasbi, Pedoman Dzikir dan Doa, tt: Thinkers Library, SDN BHD:, Cet. 5,1994.

Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Terj. H. Salim Bahreisy, al-Lu’lu Wa al-Marjan, Surabaya: PT. Bina Offset, t.t.

Al-Haddad, Syaikh Ratib, Mutiara Dzikir dan Doa, Bandung: PT. Pusaka Hidayah, Cet.1, 2000.

Al-Ikhwanul Muslimun, As’ad Yasin, Salimin BA, Pedoman Dzikir, Wirid, dan Doa, Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.

Al-Ghazali, Rahasia Dzikir dan Doa, Jakarta: Karisma, t.t.

Attabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pon-Pes Krapyak, Cet. 1, 1996. Abdul Ghani Azmi bin Haji Idris, Pedoman Shalat-Shalat Sunnah Menurut Sunnah

Rasulullah, Kuala Lumpur: Darul Nu’man, Cet. 2, 1996.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Beirut: Darul Fikr, jilid IV, 1995.

Al-Maruzy, Abi Abdillah Muhammad bin Nash, Mukhtashar Qiyam al-Lail, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994.

Athiyah, Bassam, Nikmatnya Qiyamul Lail, Jakarta: An-Nadwah, Cet. 4, 2002. A. Najiyullah, Qiyamul Lail Penyegar Jiwa, Jakarta: Islamuna Press, Cet. I, 1996. Baidan, Nashrudin, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Cet. II, 2000.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV Toha Putra,1989 ________________, Quran dan Tafsirnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci


(4)

Djuwaeli, Irsyad, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Karsa Utama Mandiri, Cet.1, 1998.

Dirjen Bimbaga, Buku Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam SLTP, Jakarta: Depag RI, 1998.

El-Abad, Kamaluddin, Bimbingan Praktis Qiyamul Lail Lengkap Dengan Ilmu dan Amal, Jakarta: Simpelx, Cet. 1, 1996.

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983.

Hawwa, Said, Mensuciikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Jakarta: Robbani Press, 1998.

Hawazin, Abul Qasim Abdul Kosim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tsawuf, Jakarta: Pustaka Amani, Cet.1, 1998. Imam Husen Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr, Juz I, 1988.

Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, Beirut: Darrul Fikr, jilid VI, 1983.

Ilyas, Yunahar, H., Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, Cet, 1, 1999. Jalaluddin, et all, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet.

3,1999.

Mujieb, M. Abdul et, all, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 1, 1994. Ma’luf, Luice, Al-Munjid Fi Lughati Wa al-A’alam, Bairut: al-Maktabat Syar’iyyah,

1986.

Ma’luf, Louis, Al-Munjid, Berirut: Al-Athbah Al-Kasulikiyyah, Cet. 5, 1972.

Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1986.

Najiyullah. A, Qiyamul Lail Penyegar Jiwa, Jakarta: Islamuna Press, Cet. I, 1996. Nawawi, Imam, Khasiat Dzikir dan Doa, Sinar Baru Al-Gesindo, 1995.

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2, 1999. Qamaruddin (ed), Dzikir Sufi Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, Jakarta: Serambi

Ilmu Semesta, Cet.1, 2000.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1994.

Rahman, Fazlur, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 1992.

Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, Jakarta: CV. Misaka Galiza,1999. Sihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta:

Lentera Hati, Cet.1, 2003.

Shaleh, Qamaruddin, et all, Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-ayat al-Quran, Bandung: CV. Dipenegoro, Cet.17, 1995.

Sarqawi, Usman Said, Dzikir Itu Nikmat, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.1, 2001.

Suyuti, Achmad, Percik-percik Kesufian, Jakarta: Amani, Cet. 1, 1996.

Said,. Fuad H.A, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah, Jakarta: PT. Al-Husna Zikr, Cet. 2, 1996.

Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 7, 1996.


(5)

UUSPN, Bandung: Citra Umbara, 2003.

Ulwan, Abdullah Nashih Pemeliharaan Jiwa Anak, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992.

Zarnuji, Syeikh, Ta’lim Muta’allim Thariqat Tha’alim, terj, KH. Ahmad Maki, Sukabumi: Percetakan kitab Pon-Pes Salafiyah.

Zaini, Syahminan, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet.1, 1986.

Zaini, Syahminan, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. 1, 1986.


(6)