Obesitas dan Hormon Testosteron Obesitas dan Diabetes Melitus

memperngaruhi pemilihan jenis makanan, porsi makan, lama makan, proses pencernaan, absorpsi serta metabolisme zat gizi dalam tubuh. Hasil akhirnya dapat berupa pembentukan jaringan lemak, glikogenesis, pembentukan hormon dan enzim, atau dibakarnya zat gizi sebagai energi Soegih, 2009. 5. Gangguan kesehatan dan ketidakseimbangan hormon Gangguan hormon seperti Cushing syndrome, adrenocortical hyperactivity, dan hipogonad dapat menyebabkan penimbunan lemak tubuh Wirahadikusumah, 2000. Ketidakseimbangan hormon tubuh seperti pada wanita postmenopause atau pada pasien hipogonad juga akan memberikan gambaran obesitas. 6. Obat-obatan Obat yang memperlambat metabolisme atau meningkatkan nafsu makan dapat menyebabkan kelebihan berat badan seperti kortikosteroid dan antidepresan Nurmalina, 2011. 7. Faktor emosi Beberapa orang makan lebih dari biasanya ketika sedang merasa bosan, marah, atau sedih Soegih, 2009.

2.2.4 Obesitas dan Hormon Testosteron

Terdapat dua paradigma yang saling berkaitan dalam hal menjelaskan hubungan antara obesitas dan hormon testosteron yaitu defisiensi hormon androgen yang dipicu oleh obesitas dan obesitas yang dipicu oleh kondisi hipogonadisme. Gambar 2.1 Hipotesis hipogonad – obesitas Kelly dan Jones, 2013 Hormon testostero n mengalami konversi menjadi 17 -estradiol E2 dengan bantuan enzim aromatase yang dihasilkan oleh jaringan lemak. Jaringan lemak tidak semata-mata berlaku sebagai tempat penyimpanan energi saja namun juga berperan dalam sistem endokrin. Akibat dari peningkatan jumlah lemak yang akan meningkatkan konversi testosteron, jumlah hormon testosteron yang bersirkulasi akan berkurang. Penurunan kadar testosteron akan memicu terjadinya deposisi lemak lebih lanjut. Hal ini berlangsung berulang-ulang dan menyebabkan semakin rendahnya kadar testosteron dalam darah. Estradiol beserta tumour necrosis factor TNF- α dan interleukin IL-6 yang dihasilkan oleh sel adiposa akan menghambat produksi GnRH di hipotalamus serta pelepasan LH dan FSH oleh hipofisis. Kondisi ini menurunkan stimulasi terhadap jaringan gonad serta akan menurunkan produksi testosteron lebih lanjut Kelly dan Jones, 2013. Pada penderita obesitas, di mana terjadi produksi leptin yang berlebih oleh sel adiposa, hypothalamic-hypofise axis akan mengalami resistensi terhadap leptin dan akan terjadi inhibisi terhadap produksi testosteron oleh sel Leydig Isidori dkk., 1999. Berdasarkan fakta ini, dapat disimpulkan bahwa kondisi obesitas akan menyebabkan penurunan kadar testosteron dalam tubuh.

2.2.5 Obesitas dan Diabetes Melitus

Hormon insulin terutama bekerja pada tiga jaringan utama yaitu otot skeletal , hati, dan jaringan lemak. Pada kondisi hiperglikemia, ketiga jaringan ini tidak berespon secara adekuat terhadap hormon insulin yang bersirkulasi. Akibat dari resistensi insulin ini akan menyebabkan terganggunya aktivitas transpor glukosa oleh jaringan otot, terhambatnya inhibisi glukoneogenesis dan stimulasi glikogenesis di hati, serta berkurangnya kemampuan insulin untuk mencegah lipolisis di jaringan lemak. Sebagai konsekuensi dari pelepasan asam lemak free fatty acid oleh jaringan lemak, terjadi penimbunan lemak di jaringan lain terutama otot dan hati fatty liver. Akumulasi lemak pada kedua jaringan inilah yang berperan dalam abnormalitas dari kontrol glukosa tubuh serta resistensi insulin di jaringan Kelly dan Jones, 2013. Resistensi insulin yang terutama disebabkan oleh penumpukan lemak abdominal, terbukti sebagai faktor patologis utama dalam terjadinya diabetes dan sindrom metabolik. Gambar 2.2 Hubungan obesitas dengan resistensi insulin Kelly dan Jones, 2013 Obesitas berkaitan erat dengan kelainan metabolik dan penyakit kardiovaskular. Kelainan metabolik akibat obesitas yang sering disebut sebagai sindrom metabolik, ditandai dengan adanya tiga atau lebih dari faktor berikut, yaitu obesitas sentral, peningkatan tekanan darah, trigliserida, glukosa darah puasa, dan penurunan kadar kolesterol HDL. Peningkatan adipokin seperti PAI-1, TNF- α, IL-6, MCP-1, angiotensinogen dan penurunan adiponektin pada obesitas terlibat dalam patogenesis terjadinya sindrom metabolik Furukawa dkk., 2004.

2.2.6 Pengaruh Obesitas terhadap Stres Oksidatif

Dokumen yang terkait

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KAKAO (THEOBROMA CACAO) SECARA ORAL DAPAT MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 19

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

1 4 53

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KACANG KORO KRATOK ( Phaseolus lunnatus L ) MENURUNKAN KADAR GULA DARAH POST PRANDIAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 0 17

EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni jacq) DAPAT MEREGENERASI SEL � PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 0 57

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS.

0 2 37

PEMBERIAN SEL PUNCA MESENKIMAL WHARTON’S JELLY INTRAVENA MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN GALUR WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 53

PENGARUH PEMBERIAN AIR ALKALI TERHADAP KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH MODEL DIABETES MELITUS.

1 1 10

TAP.COM - PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA ...

0 0 5

EFEK DIET TINGGI KARBOHIDRAT DAN DIET TINGGI LEMAK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN KEPADATAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR

0 0 8

Potensi Ekstrak, Hidrolisat dan Isolat Protein Teripang Pasir (Holothuria scabra J.) untuk Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Memperbaiki Profil Sel Beta Pankreas Tikus Diabetes Mellitus

0 0 55