sebagian besarnya akan dikonjugasikan sebagai glukoromida dan sulfat, kemudian akan diekskresikan ke usus dalam empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal
Guyton dan Hall, 2001. Testosteron dan androgen yang lain, termasuk DHT diinaktivasi melalui
reduksi, oksidasi, dan hidroksilasi oleh liver, yang kemudian berikatan dengan asam glukoronat. Metabolit ini kemudian akan diekskresikan oleh ginjal Jones,
2008.
2.5.4 Efek Biologis Testosteron dan Metabolitnya
Hormon testosteron secara langsung dapat menimbulkan efek biologis ataupun dapat melalui metabolitnya yaitu DHT dan 17 -estradiol. Testosteron
secara umum berfungsi pada maskulinisasi tubuh pria. Fungsi hormon testosteron tidak terbatas pada maskulinisasi namun juga
berperan pada banyak sistem tubuh, dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut Sherwood, 2007, Eckardstein dan Nieschlag, 2002:
1. Efek pada sistem reproduksi pada saat sebelum lahir.
Pada janin, testosteron yang berasal dari plasenta menginisiasi pembentukan duktus Wolffian dan membentuk organ genitalia interna pria
epididimis, vasdeferens dan vesikula seminalis. Testosteron diubah menjadi dehidrotestosteron sehingga menstimulasi pembentukan genitalia
eksterna seperti skrotum dan penis. Selain itu pembentukan kelenjar prostat juga dipengaruhi oleh hormon testosteron Gilbert, 2000; Guyton dan Hall,
2001. Sekresi testosteron mengakibatkan penurunan testis ke skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi dan genitalia eksternal.
2. Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir.
Masa puber adalah masa maturasi dari sistem reproduktif, dimulai pada usia 10
–14 tahun. Pada masa puber, sel Leydig mulai mensekresi testosteron yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh
sistem reproduksi pria. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma, terjadi pembesaran
glandula seksual aksesoris dan pembesaran penis serta skrotum. 3.
Efek yang berkaitan dengan reproduksi Testosteron mengatur perkembangan libido dan berperan mempertahankan
libido. Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior.
4. Efek pada perkembangan seksual sekunder
- Pertumbuhan rambut bergantung pada topografi tubuh.
Pertumbuhan jenggot dipengaruhi testosteron dan pertumbuhan rambut aksila dan pubis tergantung dari DHT. DHT menghambat
pertumbuhan rambut kepala sehingga bisa menyebabkan kebotakan. -
Suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara.
- Testosteron mempunyai efek anabolik protein yang mendukung
pertumbuhan tulang serta pembentukan fisik pria yang lebih
berotot. Pertumbuhan dan kekuatan otot tergantung dari testosteron dan tidak tergantung pada DHT.
- Testosteron menstimulasi sekresi kelenjar minyak.
- Pada hewan, testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku
agresif. 5.
Efek yang tidak berkaitan dengan sistem reproduksi -
Testosteron merangsang hematopoesis melalui dua mekanisme, yaitu menstimulasi produksi erythropoietin renal dan ekstra-renal
serta efek langsung pada sumsum tulang. -
Estrogen 17 -estradiol pada pria berguna untuk memelihara kekuatan tulang dan penutupan epifisis. Pria dengan defisiensi
enzim aromatase akan mengalami osteoporosis. -
Testosteron mempunyai efek psikotropik yang penting terhadap otak, yaitu dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan mood dan
libido, meningkatkan fungsi kognitif seperti visuo-spatial skill, memori jangka pendek, dan kemampuan matematika.
- Banyak studi yang membuktikan bahwa testosteron berefek
terhadap metabolisme. Kadar testosteron yang rendah dapat mengganggu metabolisme gula darah yang pada akhirnya dapat
menyebabkan obesitas dan diabetes melitus. Testosteron meningkatkan sensitivitas insulin dan toleransi glukosa, pada
metabolisme lemak dapat menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan HDL high-density lipoprotein.
- Testosteron juga berefek sebagai vasodilator melalui efek langsung
terhadap otot polos. Estradiol juga berefek sebagai vasodilator melalui pengaruhnya terhadap nitrit oksida. Hal ini mendukung
sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi penyakit koroner lebih tinggi pada populasi dengan tingkat testosteron yang
rendah Pangkahila dan Wong, 2015.
2.5.5 Testosteron dan Metabolisme Glukosa