commit to user
c Juara 1 hifdzul Qur’an 20 juz tingkat kabupaten Semarang.
B. Temuan Penelitian
1. Karakter Penghuni Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga A. Karakteristik Mudir
Istilah mudir diambil dari bahasa Arab yang artinya adalah kepalaketuadirektur. Adapun mudir yang peneliti maksud di penelitian ini ialah
kepala pesantren yang sekaligus menjadi pembina dan bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang ada di pesantren.
Mengingat pesantren Al-Irsyad Salatiga termasuk dari jenis pesantren modern non tradisional, maka tidak terdapati di dalamnya seorang kiai. Adapun
peran kiai terwujud dengan adanya mudir, dengan makna lain bahwa mudir di pon-pes modern menjabat laksana seorang kiai di pon-pes tradisional.
Seorang mudir di pesantren Al-Irsyad Salatiga mendapat amanah jam mengajar di kelas-kelas lebih sedikit dibandingkan para ustadz lainnya dengan
alasan padatnya “jam terbang” dalam berdakwah di luar dan mengurusi pon-pes, terbukti dengan sering pergi ke luar daerah. Mudir pesantren Al-Irsyad Salatiga
merupakan tokoh yang diteladi oleh segenap penghuni pon-pes yang terdiri dari jajaran ustadz, santri dan pegawai.
Semenjak kurang lebih tujuh tahun yang lalu pesantren Al-Irsyad Salatiga dipimpin oleh seorang mudir yang bernama Ust. Nafi` Zainudin, Lc,
alumnus pesantren Al-Irsyad Salatiga yang melanjutkan studi di Universitas Al-
commit to user
Azhar Kairo di Mesir, dan sekarang tengah menyelesaikan pascasarjana pada salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa Tengah dan salah satu universitas
yang berskala internasional. Observasi, 28 April 2011. Mudir pesantren Al-Irsyad Salatiga membawahi empat jenjang
pendidikan SDITQ, Mutawashitoh, I`dad Lughowi dan I`dad Muallimin yang setiap jenjangnya dikepalai oleh seorang kepala sekolah. Lain dari pada itu,
mudir juga mengepalai sektor-sektor penting lainnya seperti sektor administrasi, personalia, dakwah-sosial, dan lain sebagainya.
Seorang mudir di pesantren Al-Irsyad Salatiga memegang teguh nilai- nilai luhur Islami yang menjadi acuannya dalam bersikap dan memimpin. Hal ini
tampak dalam segala perilaku baik di dalam maupun di luar pon-pes. Salah satu alumni pesantren Al-Irsyad Salatiga, Mazer Nasher Nahdi, S.PdI berkata kepada
peneliti pada tanggal 13 Mei 2011:
Di dalam permasalahan aqidah, mudir pesantren Al-Irsyad Salatiga juga memahami dengan detail terlihat pada khotbah-khotbah dan ceramah-
“Mudir ma’had pesantren Al-irsyad Salatiga memang patut untuk dijadikan qudwah panutan. Keberadaannya kayak seorang kiai di
pondok tradisional. Sampai sekarang pun saya masih merasa kagum dan segan. Semoga Allah senantiasa menjaga mudir”.
CL.10
commit to user
ceramah di dalam pesantren dan di luar pesantren via radio atau masjid-masjid. Sudah menjadi sesuatu yang layak apabila karakter mudir “membekas” pada jiwa
para santri dan alumni.
B. Karakteristik Ustadz Ustadz atau pengajar yang ada di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga
merupakan komponen inti untuk memajukan kualitas pembelajar. Jajaran ustadz berlatar belakang pendidikan yang beraneka ragam sesuai dengan mata pelajaran
yang diampu. Untuk jenjang SDITQ didominasi oleh ustadz yang lulus dari universitas dalam negeri fakultas keguruan dan ilmu pendidikan FKIP atau
fakultas tarbiyah. Sehingga mampu menjadi suritauladan yang baik bagi santri peserta didik jenjang sekolah dasar. Adapun untuk mata pelajaran aqidah
diampu oleh ustadz yang lulus dari jurusan tarbiyah. Di jenjang Mutawashitoh setingkat SMPMTs jajaran ustadz terdiri
dari alumni pendidikan umum dan agama. Untuk pelajaran umum, maka ustadz yang mengajar adalah alumnus universitas dalam negeri dengan jurusan yang
“pas” dengan mata pelajaran yang diampu. Adapun untuk pendidikan agama dimanahkan kepada para ustadz yang telah menempuh pendidikan tinggi di
dalam maupun di luar negeri. Khusus pengajar aqidah tauhid adalah dua ustadz yang berkompeten dalam bidang aqidah. Dan untuk jenjang I`dad Lughowi
persiapan bahasa di kelola oleh jajaran ustad yang tidak jauh beda dengan ustadz jenjang Mutawashitoh. Khusus pelajaran aqidah diampu oleh seorang
ustadz yang juga fokus di bidang aqidah.
commit to user
Terakhir untuk jenjang I`dad Muallimin setingkat SMAAliyah terdapati jajaran ustadz yang berlatar pendidikan luar negeri ber-titel Lc. Adapun
pengecualian adalah ustadz yang mengajar mata pelajar umum, yang lulus dari pendidikan tinggi dalam negeri. Yang menjadi “icon” pesantren Al-Irsyad
Salatiga sekaligus menjadikan pesantren ini beda dengan pesantren-pesantren lain di Indonesia ialah adanya tenaga pengajar yang berjumlah dua orang yang
dikirim langsung dari Kerajaan Saudi Arabia guna mengajar dan mendidik para santri pesantren Al-Irsyad Salatiga, yang di sebut dalam pesantren dengan istilah
mufad. Khusus untuk mata pelajaran aqidah tauhid di jenjang I`dad Muallimin diampu oleh tiga orang ustadz lulusan Saudi Arabia yang berbeda pada tiap
kelasnya. Observasi pada tanggal 1-2 Mei 2011. Dilihat dari penjelasan diatas, maka diketahui bahwasanya di pesantren
Al-Irsyad dipenuhi oleh tenaga pengajar yang profesional dalam disiplin ilmu yang berbeda. Hal ini dipahami dengan banyaknya alumnus universitas luar
negeri seperti, Universitas Islam Madinah, Universitas King Sa`ud Riyad, Universitas Al-Azhar Mesir, dan Universitas Khortum Sudan. Meskipun
demikian terdapati para ustadz ilmu umum yang alumni pendidikan tinggi dalam negeri semisal Universitas Gajah Mada, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Ibnu Saud Riyad yang bercabang di Asia Tenggara, tepatnya di kota Jakarta. Dengan banyaknya ustadz yang
memiliki potensi di setiap bidang ilmu menjadikan para santri senang dan “betah” tinggal di pesantren, seperti yang dituturkan oleh santri asal Amerika
Serikat kepada peneliti pada tanggal 08 Mei 2011:
“Ukhibbu jiddan ata`alam fi hadzal ma`had Liannal asatidzah
commit to user
Dari observasi yang peneliti laksanakan, ternyata para ustadz memiliki karakter yang sesuai dengan label yang disandang,
ustadz. Tenaga pengajar aqidah ialah para ustadz yang benar-benar memahami aqidah yang
tercermin dalam akhlak karimah. Mengerti dengan jelas ilmu bahasa Arab, banyak menghafal sebagian besar juz dari Al-Qur’an, ramah dan sopan, serta
beberapa akhak terpuji lainnya. Tatkala peneliti melakukan observasi terdapati bahwasanya para
tenaga pengajar pesantren Al-Irsyad Salatiga memiliki karakter amanah yang luar biasa, meskipun tidak semua dari jajaran ustadz. Hal ini ternyata sudah
termaktub di dalam prinsip kerja yang ada yakni amanah kerja dan amanah waktu pada
job discription yang terlampir. Namun apabila ditinjau dari sisi lain keberadaan ustadz yang
berkarakter benar-benar iltizam beragama, ternyata pada perekrutannya sudah
diwajibkan memiliki syarat-syarat tertentu diantaranya: 1 Mempunyai niat yang lurus semata-mata untuk beribadah kepada Allah, 2 Berakhlak dan bersikap
dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
commit to user
Nabawiyah, dan 3 Siap untuk beramar makruf dan nahi munkar. Khusus untuk ustadz yang mengajar ilmu agama harus menguasai bahasa Arab dan hafalan Al-
Qur’an yang banyak. Karakter ustadz di pesantren Al-Irsyad Salatiga juga banyak
mempengaruhi kepribadian para santri. Sehingga dari observasi yang peneliti lakukan tidak jarang santri yang meniru ustadz dalam perilaku hidup sehari-hari,
seperti yang dikatakan oleh santri bernama Hajid pada tanggal 02 April 2011 kepada peneliti :
Selain ustadz yang mengajar di kelas, ada juga ustadz yang khusus membina santri selama di asrama. Ustadz-ustadz ini adalah lulusan pesantren
yang sedang melaksanakan tugas pengabdian khidmah sepanjang satu tahun
penuh yang disebut dengan musyrif.
Tugas dari tiap musyrif ialah mendidik santri ketika berada di luar kelas, semisal mengecek hafalan santri, membina keseharian santri agar terus
berada di dalam lingkup kehidupan islami, dan memonitoring tiap santri yang melanggar peraturan. Bagi wali santri yang ingin berkomunikasi dengan anak-
anak, maka lewat para musyrif ini yang telah di fasilitasi handphone oleh pihak pesantren.
C. Karakteristik Santri Pesantren Al-Irsyad Salatiga “O, kalau ustadz di sini ajib-ajib, perfect. Ana saya saja banyak niru
model mereka….” CL.6
commit to user
Salah satu komponen urgen dari sebuah pondok pesantren adalah
wujudnya para santri. Begitu juga yang ada di pesantren Al-Irsyad Salatiga. Dari observasi diketahui bahwa sampai sejauh ini pesantren telah memiliki kurang
lebih seribu dua ratus santri dari semua jenjang pendidikan yang ada. Para santri yang belajar di Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga
tidak hanya berasal dari Semarang dan sekitarnya, namun datang dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia dengan latar belakang yang sangat beragam,
bahkan ada yang berasal dari manca negara. Para santri yang berjumlah kurang lebih 1.200 adalah terdiri dari santriwan santri putra tanpa ada santriwati santri
putri yang berasal dari kalangan petani, nelayan, buruh, pedagang, pegawai negeri, TNIPolri, swasta, pengusaha dan lain-lain.
Santri di pesantren Al-Irsyad Salatiga berskala internasional. Terbukti dengan keberadaan puluhan santri yang berasal dari mancanegara, seperti
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, jumlah santri masih didominasi dari daerah-daerah di Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. Meskipun santri datang dari berbagai latar belakang yang beraneka ragam
namun di pesantren tetap menyatu dalam bingkai ukhuwah islamiyah. Suasana kehidupan santri di Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga dalam
kesehariannya selalu diupayakan untuk tetap mengedepankan kesetaraan, persamaan, kesederhanaan, dan keiklasan untuk bersama-sama dalam belajar,
beribadah, beramal, berprestasi dan berpacu untuk menyiapkan masa depan dengan meraih kemuliaan melalui jalan taqwa dalam rangka mencari ridla Allah
commit to user
Ta`ala. Selain itu, para santri dalam kehidupan sehari-hari dibiasakan untuk hidup mandiri dan tidak selalu menjadi beban bagi orang lain termasuk orang
tua. Para santri juga dibiasakan untuk senantiasa berkorban, tolong menolong, memiliki kepedulian terhadap lingkungan serta peka terhadap kondisi umat.
Upaya-upaya tersebut merupakan wujud penanaman kepada para santri yaitu: Keikhlasan, Kesederhanaan, Berdikari, Ukhuwah Islamiyah, dan Pengorbanan.
Semua santri wajib tinggal di asrama pesantren dua puluh empat jam non
stop, kecuali santri pada jenjang SDITQ didapati yang pulang ke rumah seusai jam pelajaran, namun kebanyakan berasal dari daerah sekitar pesantren.
Kebanyakan dari santri dari keluarga berekonomi menengah keatas, ditinjau dari dokumen pendaftaran yang notabene orang tua berpenghasilan dari
PNS, pegawai kantor dan pengusaha. Meski juga ada sebagian santri yang berekonomi menengah kebawah, tidak menjadi kendala karena banyak para
dermawan dan yayasan sosial yang tersebar di wilayah Indonesia yang siap memberikan beasiswa pendidikan.
Adapun syarat untuk menjadi santri pesantren Al-Irsyad Salatiga sebagai berikut:
a Pria b Membayar biaya pendaftaran untuk tahun 20112012 sebesar 250.000 rupiah.
c Mengisi formulir pendaftaran diisi oleh Calon Santri dan formulir pernyataan wali diisi oleh Calon Wali Santri.
d Wajib diantara oleh orang tuawali. e Membawa foto copy raport 3 tahun terakhir.
commit to user
f Membawa pas photo hitam putih 3x4 sebanyak 6 lembar. g Membawa foto copy akte kelahiran dan Kartu Keluarga..
h Membawa Surat Keterangan Sehat dar dokter. i Tidak mengidap penyakit berat dan menular seperti Hepatitis, Jantung, Paru-
paru, Asma dan lain-lain. Khusus Pendaftar dari Luar Pulau Jawa dan Madura yang tidak datang
langsung ke Pesantren Islam Al-Irsyad PIA: a Membayar biaya pendaftaran Via Bank BCA Pesantren, konfirmasi pembayaran
via sms atau fax. b
Mengirim data persyaratan point e – i. c
Tes dilaksanakan via telepon waktunya akan diberitahukan panitia jika biaya pendaftaran sudah diterima.
d Pengumuman kelulusan diberitakan pergelombang apabila syarat-
syarat pendaftaran sudah diterima Panitia. e
Apabila dinyatakan diterima maka santri tersebut datang ke Pesantren Islam Al-Irsyad harus bersama walinya atau yang mewakili untuk melengkapi
formulir pernyataan. Jika terbukti pendaftar melakukan rekayasa dalam pelaksanaan tes via telepon maka panitia akan meninjau kembali hasil tes
tersebut. Observasi pada tanggal 30 April 2011
Termasuk dari karakteristik para santri pesantren Al-Irsyad Salatiga yaitu sopan, ramah dan berkahlak mulia. Terbukti dengan keberadaan
peneliti selama tinggal di pesantren, para santri menganggap peneliti bukanlah
commit to user
orang asing. Selain daripada itu santri juga memiliki sifat sabar dan disiplin yang cukup tinggi, terbukti dengan kerapian santri untuk antri diwaktu mandi dan
makan. Adapun disiplin terlihat dengan keseragaman santri berbusana, tepat waktu dalam menunaikan ibadah dan masuk kelas tanpa telat.
Pesantren Al-Irsyad
Salatiga bukanlah pesantren malaikat.
Maknanya, tetap saja ada sebagian santri yang tidak taat dengan peraturan yang ada. Namun permasalahan santri semacam ini dapat dikondisikan dengan
hukuman yang berbentuk “kredit poin”. Khusus pelanggaran yang bersifat menyangkut agama syari`at pihak pesantren telah menyiapkan hukuman
dengan mengeluarkan santri tersebut. Observasi pada tanggal 02 Mei 2011. Untuk segenap para santri diharapkan selalu memegang prinsip
sekaligus karakter Islami yang telah ditimba selama belajar di pesantren, dalam makna lain diharuskan untuk
iltizam kokoh di dalam beragama. Walhasil banyak para alumnus yang menjadi pemuka agama dan da`i yang menyebarkan
syiar Islam di seantero Indonesia. Adapun yang menjadi pegawai umum atau pun mahasiswa dapat dilihat dari akhlak dan penampilan lahiriyah yang islami.
2. Kurikulum Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga Kurikulum yang dipakai di Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad
Salatiga terdiri dari kurikulum yang berasal dari Islamic University of Medina, KSA, tanpa menafikan kurikulum yang dalam negeri yang didapat dari
Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama RI. Tujuannya agar
commit to user
pesantren dapat akreditasi dari pemerintah dalam dan luar negeri. Adapun deskripsi kurikulum sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada meliputi :
a. SDITQ Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Quran
Wadah pendidikan dalam jenjang ini berusaha untuk dapat mencetak para lulusan yang hafal Al-Quran. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah
Nasional dan Pesantren. Program unggulan: Tahfizhul Qur’an, Bahasa Arab Dasar.
Kurikulum: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, Olah Raga, Tauhid, Hadits, Fiqih, Bahasa Arab, Tahfizh Al-Qur’an, Do’a dan Dzikir
sehari-hari, Komputer. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah Nasional SD dan Pesantren.
b. MTW Mutawasithoh MTs Al-Irsyad
Wadah pendidikan dalam jenjang ini berusaha untuk dapat mencetak para lulusan yang mempunyai kemampuan bahasa Arab yang optimal
serta pengetahuan keislaman maupun pengetahuan umum yang memadai. Program unggulan: Bahasa Arab.
Kurikulum: Tauhid, Tafsir Al-Qur’an, Tahfidz Tajwid, Al-Qur’an Hadits Nabi , Fiqh, Shiroh Nabi, Tadrib Lughawi, Khot Imla’, Nahwu, Shorof, Ta’bir
Insya’, Muthola’ah, Tadribat ‘Alal Anmath, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Biologi, Geografi, Fisika, Ekonomi, Olah Raga, Sejarah Nasional,
Komputer. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah Nasional MTs dan Pesantren. c.
IM I`dad MualliminMA Al-Irsyad
commit to user
Wadah pendidikan dalam jenjang ini berusaha untuk dapat mencetak para lulusan yang menguasai ilmu-ilmu keislaman secara mendalam dibarengi dengan
pengetahuan umum serta bidang-bidang keterampilan yang memadai. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah Nasional dan Pesantren yang telah mendapat
akreditasi muadalah persamaan dari Kerajaan Saudi Arabia. Program unggulan: Ilmu Syari’at Islam. Jenjang ini adalah program
lanjutan dari MTW dan I’dad Lughawi Pesantren Islam Al-Irsyad. Kurikulum: Tauhid, Tafsir Al-Qur’an, Tahfidz Al-Qur’an, Hadits Nabi ,
Akhlaq, Fiqh, Faroidh, Ushul Fiqh, Mustholahul Hadits, Ulumul Qur’an, Nahwu Shorof, Balaghoh, Muthola’ah, Adab Nushus, Ta’bir, Siroh Nabi, Tarikh
Islam, Thuruqut Tadris, Tatbiqu At-Tadrish, Fiqhu Ad-Dakwah, Praktek Dakwah, Olah Raga, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sejarah
Dunia, Komputer. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah Nasional MA dan Pesantren terakreditasi dari Universitas Islam Madinah Kerajaan Saudi Arabia.
d. IL I’dad Lughowi Jenjang Persiapan Bahasa
Jenjang ini adalah program pendidikan selama satu tahun sebagai persiapan masuk jenjang IM. Wadah pendidikan dalam jenjang ini diperuntukkan
bagi para lulusan SMP atau yang setara selain jenjang MTW Al-Irsyad dengan fokus penguasaan bahasa arab untuk dapat masuk jenjang Idad Muallimin
Pesantren Islam Al-Irsyad. Pendidikan dalam jenjang ini dilaksanakan selama satu tahun dan mendapatkan Ijazah Pesantren. Program unggulan: Bahasa Arab
Intensif.
commit to user
Kurikulum: Tauhid, Tafsir Al-Qur’an, Tahfidz dan Tajwid Al-Qur’an, Hadits Nabi, Fiqh, Tadrib Lughowi, Tadribat ‘Alal Anmath, Khot Imla’,
Ta’bir Insya’, Nahwu, Shorof, Shiroh Nabi. Lulusan jenjang ini memiliki Ijazah Pesantren.
Selain deskripsi dari kurikulum diatas, bag.Pengajaran Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga juga memiliki sejumlah silabus terkait dengan bidang studi
aqidah yang peneliti lampirkan.
3. Model Pembelajaran Aqidah di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga Pembelajaran yang bermutu tidak terlepas dari peran guru.
Karena dalam pembelajaran, guru berpesan sebagai perancang, implementor, dan evaluator pembelajaran. Mulyasa 2005:13 menjelaskan, “Secanggih apapun
perkembangan dunia informatika tidak mampu menggantikan guru dalam pembelajaran”. Oleh karena itu untuk menciptakan proses pembelajaran yang
bermutu, guru dituntut untuk benar-benar professional dan memiliki kompetensi dan penguasaan dalam menerapkan berbagai pendekatan, metode dan strategi
pembelajaran. Model pembelajaran aqidah yang diterapkan di Pesantren Islam
Al-Irsyad Salatiga tidak beda dengnn mata pelajaran lainnya, ada tiga hal yang dilakukan oleh ustadz aqidah dalam pembelajaran tauhid yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi yang merupakan satu kesatuan dalam proses pembelajaran.
a Perencanaan Pembelajaran
commit to user
Rencana pembelajaran sangat menentukan tinggi rendahnya mutu proses maupun hasil belajar. Untuk itu semua guru hendaknya mempunyai kemampuan
dan kompetensi dalam menyusun rencana pembelajaran dengan baik dan benar. Dari observasi yang peneliti lakukan pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga
mewajibkan seluruh ustadz, termasuk guru tauhid untuk menyusun rencana pembelajaran pada setiap awal semester. Berkaitan dengan hal ini ustadz
Tauhidin pengajar aqidah pada tanggal 20 April 2011 menjelaskan :
Selain itu salah seorang santri yang bernama Aslam yang saat ini duduk di kelas tiga I`dad Muallimin berkata :
Dalam perencanaan para ustadz yang memegang bidang studi aqidah membuat program tahunan, program semester yang merujuk pada KTSP serta
disesuaikan dengan kaldik yang berlaku dan jadwal mengajar. Kemudian “Kalau yang ana saya lihat, ustadz yang ngajar di pelajaran
tauhid, dan juga pelajaran lainnya terlebih dulu menggunakan i`dad ad-dars RPP. Kelihatan kok, pembelajaran jadi tampak sistematis,
gak nglantur”. CL.8 “walhamdulillah, pesantren Al-irsyad ini telah menempuh jalan
yang baik dalam mengadakan pembelajaran, ya salah satunya dengan diwajibkannya para asatidzah untuk membuat RPP atau
yang di kenal di sini dengan istilah i`dad ad-dars”. CL.2
commit to user
membuat persiapan pembelajaran dengan baik dari standar kompetensi SK dan kompetensi dasar KD yang dijabarkan dalam indicator-indikator. Penerapan
Rencana Pembelajaran Aktif RPP yang dilakukan ustadz Aqidah di pesantren Al-Irsyad Salatiga dengan komponen-komponen sebagai berikut :
1 Identitas 2 Standar Kompetensi SK
3 Kompetensi Dasar KD 4 Indikator
5 Tujuan pembelajaran 6 Materi ajar
7 MetodeStratehi pembelajaran 8 Langkah-langkah pembelajaran
9 Sarana dan sumber pembelajaran 10
Penilaian dan tinjak lanjut Dalam rencana pembelajaran ustadz telah menyatakan tujuan yang
harus dicapai, kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, sumber dan media pembelajara, metode dan strategi pembelajaran yang akan digunakan sampai
pada pelaksanaan penilaian. Di
dalam i`dad ad-dars tersebut ustadz telah membuat skenario
pembelajaran tahap demi tahap. Dari skenario tersebut ustadz bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara sistematis sesuai dengan langkah-langkah yang
telah ditentukan. Adapun bentuk dari salah satu RPP yang di susun oleh pengajar aqidah di pesantren Al-Irsyad Salatiga sebagai berikut :
commit to user
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : MA Al-Irsyad Kabupaten Semarang
Mata Pelajaran : Aqidah
Kelas Semester : X Ganjil
Alokasi Waktu : 2 x 40 Menit 1 Pertemuan
Standar Kompetensi : Memiliki pemahaman dan penghayatan yang lebih mendalam terhadap prinsip dasar aqidah islamiyah, serta mampu mengamalkan
nilai-nilai tauhid dalam kehidupan sehari-hari sehingga jauh dari syirik dan penyimpangan.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan bahwa tauhid adalah fitrah dasar
setiap manusia, dan menjelaskan tentang penyimpangan kesyirikan dalam sejarah kehidupan manusia.
Indikator :
1 Menjelaskan tujuan utama penciptaan jin dan manusia. 2 Menyebutkan dalil-dalil tentang hal tersebut baik dari Al-Qur`an maupun Hadits.
3 Menjelaskan bahwa tauhid adalah fitrah dasar manusia beserta dalil-dalilnya. 4 Menceritakan riwayat sejarah terjadinya kesyirikan yakni pada zaman Nabi Nuh.
5 Menguraikan kesamaan sejarah itu dengan sejarah pada zaman Nabi Muhammad. 6 Menjelaskan jenis kesyirikan yang dilakukan kebanyakan manusia di zaman ini.
Tujuan Pembelajaran : 1 Santri dapat menjelaskan tujuan utama penciptaan jin dan manusia.
2 Santri dapat menyebutkan dalil-dalil tentang hal tersebut.
commit to user
3 Santri dapat menjelaskan bahwa tauhid adalah fitrah dasar manusia beserta dalil- dalilnya.
4 Santri dapat menceritakan sejarah terjadinya kesyirikan di zaman Nabi Nuh serta kesamaan sejarah itu dengan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad.
5 Santri dapat menjelaskan jenis kesyirikan yang dilakukan kebanyakan manusia di masa kini.
Materi Pembelajaran : Bab I. Pasal : Penyimpangan tauhid dalam kehidupan manusia.
Metode Pembelajaran : 1 Ceramah disertai Demonstrasi penjabaran dan pemberian contoh nyata.
2 Diskusi dan Tanya Jawab.
3 Telaah kitab kurikulum dan imla maklumat tambahan dari sumber lain.
Sumber :
1 Syaikh DR. Shaleh bin Fauzan Alu Fauzan, Kitab At-Tauhid, KSA. 2 Al-Maktabah Asy-Syamilah II.
3 Peta KSA dan negara-negara sekitarnya. 4 Tafsir As-Sa`di.
Kegiatan Pembelajaran : Kegiatan Awal 10 Menit
1 Muqaddimah, meliputi: salam, doa dan absensi santri. 2 Santri membuka buku di halaman yang akan dipelajari bersama.
3 Beberapa pertanyaan sederhana tanya jawab berkaitan dengan pokok pembahasan menarik konsentrasi.
commit to user
4 Guru memperkenalkan secara umum materi yang akan dibahas. Kegiatan Inti 60 Menit
1 Beberapa santri membaca materi pembelajaran secara acak dan bergilir. 2 Ustadz menjelaskan materi yang dibaca sesuai tujuan yang diharapkan diselingi
beberapa pertanyaan ringan untuk memastikan keikutsertaan santri dalam proses pembelajaran.
3 Ustadz melontarkan masalah ringan dari materi pembelajaran untuk dijadikan bahan diskusi bersama kelompok belajar jika kondisi waktu memungkinkan.
4 Santri dapat memberikan tambahan informasi tentang materi dari referensi lain dengan bimbingan ustadz jika diperlukan.
Kegiatan Akhir 10 Menit 1 Ustadz menyimpulkan materi yang telah dibahas.
2 Santri menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan bersama kelompok masing-masing jika diskusi dilangsungkan.
3 Santri diberi tugas untuk mengerjakan beberapa pertanyaan dalam bentuk pekerjaan rumah.
Penilaian :
1 Selama Proses Pembelajaran; Mengamati konsentrasi, keikutsertaan, ketertiban dan sikap santri selama pembelajaran berlangsung.
2 Evaluasi Hasil Pembelajaran; Memberikan Tugas Soal Tulisan: a. Jelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia
b. Sebutkan dalil-dalil tentang tujuan mulia peciptaan jin dan manusia c. Bagaimana sejarah terjadinya kesyirikan pertama kali di muka bumi ?
commit to user
b Pelaksanaan Pembelajaran
Sesuai dengan observasi yang peneliti laksanakan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran aqidah itu terbagi dalam tiga tahap yang saling
berkaitan. Dalam prakteknya tiga tahap tersebut adalah kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Pendahuluan: Ketika ustadz yang mengajar aqidah memulai pelajaran, maka membuka dengan mengucapkan salam kepada para santri
Assalamuaalaikum arohmatullah wabarokatuh. Selama mengajar tidak pernah melupakan mengawalinya dengan ucapan salam. Setelah itu ustadz melakukan
apresiasi, yaitu mengulang pelajaran sebelumnya dengan inti permasalahan, kemudian menanyakan kesulitannya. Terkadang ustadz memberikan beberapa
pertanyaan kepada santri untuk mengingat kembali pelajaran yang sudah diberikan. Seusai ustadz mengkondisiskan kelas dan santri tampak fokus, ustadz
mulai memberikan materi pelajaran baru kepada santri. Untuk lebih memperjelas, berikut strategi ustadz pada tahap pendahuluan :
1 Mengucapkan salam kepada seluruh santri.
2 Menertibkan kelas dan mengkondisikan santri untuk siap belajar
dengan mengarahkan perhatian dan konsentrasi peserta didik. 3
Memperkenalkan tema materi yang akan diajarkan. 4
Menginformasikan tujuan intruksional yang hendak dicapai, kalau perlu menuliskannya di papan tulis agar santri tahu apa yang harus dilakukan
dalam belajar.
commit to user
5 Mengulangi sebentar hal yang telah diketahui santri untuk mengingat
kembali hal-hal yang diperlukan untuk memahami bahan pelajaran yang baru apersepsi dan memberikan tes awal pre-test.
6 Jika ada PR, mendiskusikannya sebentar dengan santri.
7 Memotivasi santri untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Kegiatan pendahuluan ini dilakukan oleh setiap pengajar ustadz bidang studi aqidah di semua jenjang pendidikan yang ada di Pesantren Islam Al-Irsyad
Salatiga. Observasi pada tanggal 26-30 April 2011. Kegiatan
Inti: Pada waktu ini ustadz mulai menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode mengajar yang beraneka ragam, berbeda
pada setiap ustadz di tiap jenjang pendidikan. Untuk jenjang SDITQ, biasanya ustadz lebih menggunakan metode ceramah dan kontekstual dengan selalu
mengkondisikan suasana kelas. Tak jaran pula ustadz mengajar di tempat terbuka. Adapun di jenjang-jenjang yang lainnya MTW, IM, dan IL ustadz
aqidah ketika mengajar menggunakan metode mengajar yang hampir sama, antara lain metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan dan latihan soal.
Diawali dengan menyuruh santri untuk tidak membuka buku ajar terlebih dahulu. Pada saat itu ustadz memberikan penjelasan dengan menggunakan media
pembelajaran atau alat peraga. Setelah ustadz meminta santri untuk membuka buku dan menyuruh beberapa dari santri untuk membaca, sebagai peguatan
dalam hal bahasa Arab, mengingat buku ajar yang dipakai berbahasa Arab. Jika didapati hal yang tidak dipahami ustadz memberikan waktu untuk bertanya.
Namun apabila tidak, maka ustadz bergantian memeberi pertanyaan kepada
commit to user
santri. Selain itu pada kegiatan inti ini ada beberapa aktivitas yang dilaksanakan oleh para ustadz, meliputi:
1 Mengatur waktu yang tersedia dengan baik.
2 Tidak menyimpang dari materi yang direncanakan.
3 Memberikan garis besar pelajaran secara singkat.
4 Menyajikan bahan pelajaran secara singkat.
5 Mengulang-ulang keterangan yang penting.
6 Sering memberikan ikhtisar.
7 Memberikan tes-tes pendek.
8 Memberikan penguatan, baik dengan pujian atau peringatan. Ini penting
untuk memperkuat motivasi. 9
Memberikan kesempatan santri untuk mengembangkan diri. 10
Memberikan perhatian yang adil. 11
Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Observasi pada tanggal 25-30 April 2011
Termasuk dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren Al-Irsyad Salatiga di dalam pelaksanaannya ialah mengadakan
tasliyah. Tasliyah ini dilaksanakan pada waktu santri tampak kurang semangat di dalam proses pembelajaran, seperti mengantuk dan melamun. Hal ini di latar
belakangi oleh kepadatan kegiatan kepesantrenan selama dua puluh empat jam di setiap hari, sehingga sudah menjadi maklum muncul beberapa peserta didik yang
mengalami kelesuan. Tasliyah berbentuk beraneka ragam, sebagai contoh ialah ustadz memerintahkan santri untuk mengambil air wudlu sebagai solusi
commit to user
mengatasi rasa kantuk. Bilamana tidak berhasil, maka santri diminta untuk berdiri selama kegiatan belajar berlangsung sampai santri tersebut merasa bahwa
sudah tidak mengantuk lagi. Selain itu tasliyah juga bisa dilaksanakan dengan kegiatan belajar di luar kelas sebagai solusi kebosanan para santri. KBM di luar
kelas bisa terwujud dengan belajar di perpustakaan, taman, masjid dan tempat- tempat lain yang dirasa nyaman. Observasi pada tanggal 25-30 April 2001
Penutupan : Pada saat ini hampir semua ustadz yang mengajar aqidah di pesantren Al-Irsyad Salatiga melakukan hal-hal berikut ini:
1 Menyuruh santri untuk membuat ikhtisar dengan bahasanya sendiri
baru kemudian ustadz menyimpulkan dan merangkum materi. 2
Memberikan PR atau dalam pesantren dikenal dengan alwajibul
manzil. 3
Memberikan post test. 4
Kembali memberikan motivasi kepada santri untuk mmempelajari kembali materi tersebut di sakan.
5 Menutup pelajaran dengan salam.
Agar santri bisa merenungkan dan mengukur materi yang diperoleh dalam proses pembelajaran maupun hasil belajar, ustadz aqidah juga melakukan
refleksi. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan diperoleh serta apa-apa yang sudah dilakukan. Refleksi yang dilakukan
merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi proses maupun hasil belajar dapat membantu santri membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
commit to user
pengetahuan yang baru. Dengan begitu, santri merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajari. Observasi pada tanggal
25-30 April 2011. Lain dari pada itu, ustadz juga memberikan penguatan dengan cara
latihan-latihan atau diskusi, agar materi yang telah disampaikan dapat diingat dengan baik oleh santri. Jika penguatan tidak diberikan, maka peserta didik yang
kurang belajarnya akan mudah melupakan materi pelajaran yang telah berlalu. Semakin banyak latihan bagi siswa akan lebih mudah bagi mereka untuk
mengingat. Penguatan diberikan pada saat sebelum memulai pelajaran apresiasi, tatkala tengah penyampaian materi dan juga pada waktu sebelum
menutup pelajaran, meski tidak setiap waktu. Penguatan juga berwujud dengan tugas-tugas yang besifat individu maupun kelompok. Penguatan ini diajukan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Begitu juga dengan PR atau yang disebut dengan
alwajibul manzil juga memberikan penguatan pemahaman materi bagi para santri.
Observasi pada tanggal 25-30 April 2011.
4. Evaluasi Pembelajaran Untuk mengevaluasi kemampuan santri, ustadz menggunakan beberapa
jenis tes yang lebih dikenal dengan mengunakan istilah ikhtibar atau imtihan.
Sasaran evaluasi adalah perkembangan ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Di pesantren Al-Irsyad Salatiga terdapat beberapa ujian yang
wajib dihadapi santri pada tiap jenjang pendidikan. Ujian tersebut adalah :
commit to user
1 Imtihan Maudhu`I : Evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan setiap selesai
mempelajari satu bab dalam bidang studi aqidah tauhid. Evaluasi semcam ini berbentuk ujian tulis ataupun lisan dan diserahkan sepenuhnya kepada ustadz
yang mengampu kelas tersebut. Evaluasi seperti ini pada umumnya disebut dengan ulangan harian.
2 Imtihan Syahri : Evaluasi yang diadakan pada setiap bulan ulangan bulanan.
Adapun kebijaksanaan evaluasi ini diserahkan sepenuhnya kepada para ustadz dibawah panitian penyelenggaraan ujian yang dibentuk oleh pesantren.
3 Imtihan A`malus Sanah : Yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap pertengahan
semester mid semester. Pada waktu ini para ustadz wajib membikin soal ujian kemudian diserahkan kepada panitia ujian yang telah ditentukan oleh pihak
pesantren. 4
Imtihan Nisful Awal : Ujian semester pertama ganjil. 5
Imtihan Nisfu Ats-Tsani : Ujian semester genap kenaikan kelas. Ujian semesteran di pesantren Al-Irsyad Salatiga terbagi menjadi dua
macam, yaitu : a Ujian Lisan Imtihan Syafawi dan b Ujian Tulis Imtihan
Tahriri. Setelah mengadakan tesujian, ustadz memberikan penilaian dan
mengolahnya, kemudian melaporkan hasilnya kepada bidang pengajaran untuk selanjutnya dilaporkan kepada setiap wali santri baik dalam bentuk buku raport,
atau dengan pengumuman di website pesantren.
Jika ditemukan ada nilai yang kurang, maka ustadz mengadakan perbaikan pada santri dengan melakukan remidi
mahmul, dengan ketentuan
commit to user
jumlah nilai yang kurang tidak lebih dari tiga mata pelajaran. Apabila terdapati melebihi ketentuan di atas, maka santri tidak layak untuk naik kelas. Adapun
standar minimum nilai di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga adalah 5,5. Dan diwajibkan bagi seluruh jajaran ustadz untuk memberikan nilai yang murni alias
tanpa “katrol”. Selain bentuk ujian yang tersebut di atas, para santri juga diwajibkan untuk
berpartisipasi dengan mengikuti ujian-ujian yang diselenggarakan pihak negara, baik ujian mid semester, ujian semester, dan ujian nasional di bawah naungan
Departemen Agama RI. Meski terlihat begitu banyak ujian yang harus dijalani oleh santri, namun semua ini termasuk dari ketetapan kriteria kenaikan dan
kelulusan santri di pesantren Al-Irsyad Salatiga, sebagaimana peraturan yang ada yang peneliti lampirkan. Observasi pada tanggal 01-05 Mei 2001.
Kegiatan evaluasi pembelajaran ini diperkuat dengan hasil wawancara bersama salah seorang santri kepada peneliti :
5. Penggunaan Media Pembelajaran Berdasarkan hasil observasi di kelas, bahwa ustadz mata pelajaran aqidah
cukup memperhatikan terhadap penggunaan media pembelajaran, seperti buku “Kalau ngomongin masalah ujian di pesantren ini, para santri sudah
menjadikannya hobi sambil tersenyum saking seringnya. Ada imtihan maudhu`I, imtihan semester, imtihan Negara, imtihan lisan,
tulisan, banyak lah pokoknya. Tapi sebetulnya sih malah bikin kita ini lebih rajin belajar dan berlomba-lomba dalam kebaikan”. CL.8
commit to user
paket, papan tulis, alat peraga dan media elektronik. Data tersebut didukung dari hasil wawancara kepada mudir pesantren, menyatakan bahwa pihak pesantren
telah mengupayakan memenuhi alat peraga atau alat bantu yang dapat menunjang upaya mengefektifkan pembelajaran, khususnya bidang studi aqidah.
Pernyataan mudir pesantren tersebut didukung dari cross check dengan guru aqidah bersangkutan bahwa penggunaan media pembelajaran itu sangat
penting dan diperlukan, sebab untuk mencapai tujuan pembelajaran jika tidak ditunjang dengan penggunan media pembelajaran akan mendapat kesulitan
terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Seperti yang diujarkan oleh Ust. Rizal Yuliar, Lc pengajar aqidah kelas satu I`dad Muallimin kepada peneliti :
Ada juga ustadz yang memakai media elektronik LCD proyektor di kelas I`dad Lughawi oleh Ust. Tauhiddin ketika menerangkan tentang contoh-
contoh kesyrikikan yang ada di Negara Indonesia. “Alhamdulillah, sampai sejauh ini media pembelajaran yang
tersedia, baik dari pihak pesantren maupun dari para ustadz secara pribadi sudah bias dikatakan baik. Seperti ana saya ini,
menggunakan alat peraga semcam ini menunjukkannya kepada peneliti. Nah, dengan alat peraga seperti ini jelas lebih
memahamkan santri akan bentuk-bentuk dari tholasim jimatmantra-mantra. Sudah barang mesti santri jadi lebih
berinteraksi dalam pembelajaran dan akan lebih mengahsilkan natijah internalisasi yang bagus”. CL.1
commit to user
Penggunaan media pembelajaran dimaksudkan agar dalam mengantar pesan nilai-nilai dan norma ajaran Islam melalui pembelajaran yang
direncanakan secara sistematis dapat memberikan kepuasan dan menumbuhkan motivasi santri untuk mempelajari materi yang disampaikan, sehingga tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai secara optimal. Hasil Observasi tentang penggunaan media pembelajaran diatas
menunjukkan cukup baik, namun perlu dioptimalkan penggunaannya. Dengan denikian, pengunaan media pembelajaran tersebut dapat menumbuhkan gairah
dan motivasi belajar santri. Hal tersebut dapat tercipta interaksi media pembelajaran bagi sebagaian besar santri.
Berdasarkan realita di atas, menunjukkan bahwa dengan adanya penggunaan media pembelajaran setiap pertemuan mengajar ternyata cukup
mempengaruhi proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pengajaran. Oleh sebab itu media pembelajaran merupakan salah satu sarana yang efektif dan
efisien bagi seorang guru terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan.
6. Lingkungan Belajar Komplek pondok pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga
merupakan komponen komplit dalam mewujudkan lingkungan belajar yang
kondusif. Dari hasil observasi yang usai peneliti lakukan, ditemukan segala bentuk nilai positif dari semua lini bangunan dan kegiatan yang ada di pesantren
Al-Irsyad Salatiga. Jadi, peneliti sampaikan bahwasanya pon-pes tersebut
commit to user
berkeinginan agar semua santri dapat konsentrasi penuh di dalam menimba ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama tanpa harus terbebani dengan aktifitas
harian yang melelahkan, semisal mencuci dan masak. Hal ini terbukti bahwa santri di ponpes tersebut mendapat fasilitas cuci-seterika gratis dengan wujudnya
laundry. Selain itu ternyata para santri juga tidak terbebani dengan cuci piring setelah makan, semua ditanggung oleh pihak dapur pesantren.
Lingkungan dapur pesantren adalah salah satu lingkungan belajar santri, bukan berarti para santri boleh belajar dan diskusi saat waktu
makan akan tetapi telah dibangun satu taman di depan bangunan dapur yang ditujukan untuk kenyamanan santri belajar. Masih dalam lingkup dapur, didapati
bahwasanya konsumsi makanan dan minuman yang disediakan juga berpengaruh terhadap daya pikir dan ingat para santri. Peneliti melihat perbedaan yang cukup
jauh dibanding dengan beberapa pesantren modern yang lainnya dari sudut pandang konsumsi. Di pesantren ini lauk-pauk yang disediakan terjadwal dalam
tiap minggunya dengan cukup baik, tiga kali sehari terdiri dari nasi, dua jenis lauk dan makanan pendukung lainnya seperti sambal dan kerupuk. Adapun lauk
tidak terlepas dari kandungan protein, kalsium, vitamin dan zat berguna lainnya. Selain itu terdapat jadwal minum susu tiga kali seminggu, susu asli yang
didatagkan dari kapubaten tetangga, Boyolali. Observasi 30 April 2011. Termasuk dari lingkungan belajar yang kondusif di pesantren
Al-Irsyad Salatiga adalah asrama sakan, dimana satu kamar hanya terdiri dari
tiga buah ranjang bertingkat untuk jumlah santri enam orang, ditambah dengan satu toilet berair artetis dan
shower, juga fasilitas lemari besar dengan enam
commit to user
pintu guna meletakkan semua perbendaharaan santri dan sejumlah buku. Tentunya dengan adanya enam santri di dalam tiap kamar, membuat aksi belajar
lebih hening tanpa kegaduhan. Kemudian di dalam satu kamar ditunjuk seorang ketua kamar yang telah duduk di kelas tertinggi, yakni tiga I`dad Muallimin.
Ketua kamar ini bertugas mengawasi sekaligus membimbing adik-adik kelas yang menjadi anggota kamar di dalam kegiatan sehari-hari. Tidak jarang pula
sosok ketua kamar yang baik ditiru oleh anggota kamar menjadi bentuk kepribadian. Ketua kamar juga ditugasi untuk selalu bekerja sama dengan
musyrif agar terwujudnya keamanan dan ketentraman asrama. Di dalam asrama para santri digerakkan untuk belajar dan
mengulang pelajaran pada pukul 20.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB. Dan untuk siang hari diwajibkan bagi santri melakukan istirahat siang, tujuannya
ialah agar pelaksanaan KBM sore hari tidak terasa melelahkan. Adanya beberapa pembina asrama dan ustadz tentu yang
berdomisili di dalam komplek pon-pes tentu menambah kondusif lingkungan belajar di pesantren Al-Irsyad Salatiga. Kapan saja santri mengalami kesukaran
bisa langsung menemui ustadz dan langsung menanyakan dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Observasi yang peneliti laksanakan menghasilkan
beberapa temuan, contoh: 1 santri menghadap ustadz setelah menunaika ibadah sholat di masjid untuk bertanya pelajaran yang belum dipahami, 2 santri
menghadap ustadz di kantor untuk menanyakan persoalan pribadi maupun pelajaran di kelas, dan 3 santri bersilaturahmi ke rumah ustadz atau ke asrama
commit to user
ustadz bagi yang bujang guna menanyakan kesulitan yang dihadapi, baik yang berkaitan dengan pelajaran maupun hal-hal lain.
Pada hakikatnya pesantren Al-Irsyad Salatiga telah membentuk lingkungan belajar yang sangat baik untuk pembelajaran bahasa Arab dengan
terdapat begitu banyak kosakata-kosakata mufrodat Arab-Indonesia tertempel
di setiap lini bangunan. Akan tetapi kenyataan yang ada ternyata juga dirasa cukup baik di dalam pembelajaran pelajaran-pelajaran lainnya, salah satunya
ialah mata pelajaran aqidah tauhid. Lingkungan belajar yang bagus untuk penanaman ilmu aqidah
sehingga muncul internalisasi yang kuat pada jiwa santri adalah keberadaan kelas fusul, masjid dan perpustakaan maktabah, selain dari lingkungan belajar yang
telah peneliti uraikan di atas. Kelas merupakan lingkungan belajar yang cocok bagi santri
untuk mempelajari aqidah langsung dengan kitab induk dengan dibimbing oleh ustadz. Apabila terdapati kesulitan bisa segera menanyakan kepada pengajar
sehingga tidak terjadi salah paham. Dan jika ustadz selesai dan keluar kelas, para santri masih dapat berdiskusi tentang pelajaran yang telah dipelajari bersama
rekan-rekan di kelas pada jam istirahat. Lingkungan selanjutnya adalah perpustakaan, yang tak jarang
para ustadz mengajak peserta didik santri tatkala “bosan” belajar di kelas untuk belajar di perpustakaan, atau ustadz sengaja meminta santri menyelesaikan tugas
yang refrensinya banyak di dapat dari perpustakaan, khususnya tugas mata
commit to user
pelajaran aqidah. Pernyataan ini sesuai dengan ucapan Ust. Iqbal Baswedan kepada peneliti :
Kemudian yang selanjutnya adalah lingkungan masjid. Dan inilah pusat dari lingkungan belajar terbaik dalam pembelajaran aqidah sehingga muncul
internalisasi nilai pada jiwa santri. Dari observasi yang peneliti laksanakan di dalam satu minggu diadakan sebanyak tiga kali kajian tentang aqidah, waktunya
adalah setalah sholat maghrib sampai dengan masuk waktu isya’. Pembicara adalah ustadz yang mengajar aqidah tauhid di jenjang I`dad Muallimin, yang
telah banyak “makan garam” berdakwah tauhid. Dalam kegiatan ini para santri berhak menanyakan semua permalahan yang berkaitan dengan aqidah, meskipun
tidak ada dalam materi di kelas. Tenyata dari kajian ilmiah seperti ini malah membikin santri memahami kaedah dan prinsip keislaman yang menghujam di
sanubari. ….”maktabah adalah tempat yang munasib cocok untuk pelajaran
aqidah. Makanya banyak ustadz-ustadz di sini yang mengajak santri kesana. Diberi tugas dari materi yang jawabannya harus dari
kitab aqidah-aqidah lain yang hanya ada di perpustakaan. Santri pun juga merasa royid senang dengan tugas semacam ini, malah
banyak yang minta ke ustadz pergi ke maktabah aja kalau mereka merasa bosen belajar di kelas”. CL.4
commit to user
Selanjutnya dari penelitian yang peneliti laksanakan dalam bidang lingkungan belajar aqidah yang kondusif bagi para santri ialah diadakan kegiatan
dakwah ke luar pesantren masyarakat luas pada tiap hari Kamis sore, yang ditujukan khusus untuk para santri kelas dua I`dad Muallimin XI MA dan XII
MA semester pertama. Hasil temuan ialah dakwah yang diajarkan pertama kali ialah dakwah tauhid yang intinya mengajak ummat untuk kembali kepada aqidah
yang lurus. Observasi pada tanggal 05 April 2011.
7. Karakteristik Bahan Ajar Aqidah di Pesantren Al-Irsyad Salatiga Bahan ajar untuk bidang studi aqidah tauhid ialah buku asli berbahasa
Arab tanpa meninggalkan buku ajar aqidah yang berasal dari Departemen Agama RI. Dari hasil observasi yang peneliti laksanakan, buku ajar aqidah yang
dipergunakan di pesantren Al-Irsyad Salatiga berbeda-beda sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh para santri. Meski demikian materi yang ada
pada semester awal memiliki kemiripan. Untuk jenjang SDITQ buku ajar yang digunakan adalah buku berjudul
“Aqidah Akhlaq” yang disusun oleh bagian Litbang Yayasan Al-Irsyad berkantor pusat di DKI Jakarta. Buku ini tersusun dalam enam jilid, sesuai denga
jenjang sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas enam. Materi yang diajarkan tidak terlepas dari standar baku DIKNAS dan DEPAG, seperti
pengenalan rukun iman dan rukun islam ditambah dengan materi yang berkaitan dengan jenis-jenis akhlak yang baik terhadap orang tua dan orang lain. Buku ajar
commit to user
tersebut berbhasa Indonesia dan ustadz yang menggajar juga memperhunakan bahasa Indonesia. Observasi pada tanggal 30 April 2011.
Pada jenjang MutawashitahMTs Al-Irsyad dan I`dad Lughowi jenjang persiapan bahasa bahan ajar aqidah mempergunakan kitab berbahasa Arab yang
berjudul “At-ta`liqul Mukhtashor Al-Mufid”, karangan DR. Shalih bin Fauzan
bin Abdillah Al-Fauzan, seorang ulama’ dari Saudi Arabia. Secara ringkas peneliti akan menyebutkan poin-poin penting dari materi yang ada dalam kitab
tersebut, yaitu: 1 Tujuan manusia dan jin diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah hanya
kepada-Nya semata. 2 Keutamaan aqidah tauhid dan kerusakan syirik.
3 Pengenalam tiga macam tauhid rubiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. 4 Macam-macam syirik syirik besar dan syirik kecil.
5 Bentuk-bentuk kesyirikan penyekutuan Allah dalam ibadah, perdukunan, rajah, jimat dan lain sebagaianya.
Pada jenjang ini ustadz yang mengajar menerangkan pelajaran dengan menggunakan bahasa Arab Observasi pada tanggal 11 April 2001.
Adapun untuk jenjang pendidikan I`dad MualliminMA Al-Irsyad bahan ajar aqidah mempergunakan kitab berbahasa Arab dengan judul
“Kitab At- Tauhid” hasil karya dari DR. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan. Buku
ajar ini juga menjadi pegangan dalam ilmu aqidah jenjang Sekolah Menengah Atas di Kerajaan Saudi Arabia. Adapun materi di dalam kitab tersebut tidak jauh
berbeda dengan buku ajar yang terdapat di jenjang MutawashitahMTs, sekalipun
commit to user
terdapat penjabaran yang lebih detail akan syubhat-syubhat kerancuan pemikiran dari beberapa kelompok yang menyimpang berikut dengan bantahan
yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits Nabi serta keterangan para sahabat Rasulullah Muhammad. Akan tetapi juga terdapati di dalam kitab tersebut
materi-materi lain meliputi : 1 Ilmu tentang perbedaan-perbedaan agama theology, dan 2 Pengenalan kelompok-kelompok sesat yeng mengatas
namakan Islam seperti, Khawarij, Syiah, Murji`ah, Mu`tazilah, dan beberapa
kelompok lain yang bercokol di negara Indonesia. Selain menggunakan kitab tersebut di atas, jenjang I`dad Muallimin kelas
dua, mempergunakan kitab yag berjudul “Al-`Aqidah Al-Washitiyah” karangan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang berisikan pembahasan berkenaan dengan penjelasan tauhid “asma’ dan sifat Allah” berikut dengan penyebutan kelompok-
kelompok yang menyimpang dan bantahan-bantahan kepada kelompok sesat tersebut.
Pada jenjang ini, pembelajaran aqidah disampaikan langsung oleh ustadz dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar KBM. Observasi
pada tanggal 12 April 2011.
8. Interaksi Pembelajaran Pada proses belajar mengajar aqidah, interaki belajar mengajar
berlangsung dengan baik. Hubungan antara ustadz dengan santri terjalin akrab, sehingga kegiatan belajar mengajar lebih menyenangkan. Jika ada anak yang
commit to user
ramai, ustadz mampu memberikan pengarahan dengan baik agar tak membuat gaduh suasana. Observasi pada tanggal 25 April 2011.
Interaksi lebih menonjol di saat ustadz memberikan penjelasan dengan contoh yang berkaitan dengan aqidah dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam
bentuk cerita maupun dengan menggunakan alat peraga. Salah satu tenaga pengajar aqidah yang bernama Ust. Tauhiddin memberikan pernyataan kepada
peniliti :
Setelah peneliti melakukan cross ceck dengan beberapa santri pernyataan ustadz di atas ternyata benar, sebagaimana berikut :
Bentuk lain dari interkasi yang ada ialah pada waktu ustadz melakukan penugasan, seperti diskusi dan mencari refrensi di perpustakaan
maktabah. Terlihat para santri semangat melaksanakan, sehingga terjadi interaksi. Lain dari
pada itu ketika ustadz memberikan waktu untuk tanya jawab di akhir waktu “Santri kalau ana saya ngajar dengan model contoh mengggunakan
LCD interkasi mereka benar-benar keliahatan”. CL.2
“O..banyak kok santri-santri yang merasa asyik dan aktif di saat ustadz menjelaskan materi dengan dikaitkan kejadian-kejadian yang di
sekitar kita. Sebagai murid kan jadi tambah senang dengan metode macam itu”. CL.8
commit to user
pelajaran interaksi pembelajaran juga muncul. Observasi pada tanggal 28 April 2011.
Interaksi pembelajaran tidak hanya terlihat pada waktujam pelajaran saja, akan tetapi di waktu dan tempat lain juga tampak. Dari hasil observasi penelitian
menghasilkan temuan para santri yang antusias mencari kebenaran dari permasalahan atau fenomena yang santri temukan ketika berada di luar pesantren
maupun seusai membaca buku kepada para ustadz di waktu dan tempat yang tidak ditentukan, seperti di masjid, perpustakaan, rumah dinas, dan lain
sebagainya. Dengan terwujudnya interaksi pembelajaran membuat interaksi nilai
aqidah lebih rosikh melekat dalam benak dan jiwa santri, sehingga dari
internalisasi tersebut membuahkan kepribadian yang baik dan lurus.
9. Internalisasi Nilai Aqidah Pada Santri
Dari observasi dan wawancara yang peneliti lakukan menghasilkan beberapa temuan terkait dengan internalisasi nilai aqidah pada santri pesantren
Al-Irsyad Salatiga. Di pesantren ini istilah internalisasi nilai dikenal dengan menggunakan istilah bahasa Arab yaitu
natijah wa tathbiq bima yata`allamahu at-thulab.
Beberapa usaha pondok pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga dalam menanamkan nilai aqidah pada santri diantaranya:
a. Pemahaman Sahih: Pemegang peran utama pada saat ini ialah segenap tenaga pengajar, khususnya ustadz bidang studi aqidah. Pemahaman sahih benar bisa
commit to user
dilakukan dengan menggunakan bahan ajar selama proses pembelajaran di kelas. Selain itu juga bisa diwujudkan dengan penjelasan menggunakan media
pembelajaran yang lain berkaitan dengan penyimpangan dan kesesatan pola piker beberapa kelompok sempalan.
b. Pemberian Keteladanan: Hal ini terwujud dengan adanya kerjasama yang baik antara seluruh komponen pondok pesantren, dimulai dari mudir sampai para
petugas kebersihan. Saling menasehati antar santri dan wejangan dari ustadz termasuk dari pemberian keteladanan. Meskipun demikian kepribadian dan
figure mudir dan ustadz adalah keteladanan paling utama bagi para santri. c. Penciptaan lingkungan yang religius: Dengan adanya masjid yang bagus,
perpustakaan, asrama yang bersifat homogen pria, sehingga para santri tidak mengenal lawan jenis selama di dalam komplek pondok yang menjadikan pikiran
para santri fokus menimba ilmu. Selanjutnya dengan adanya kegiatan-kegiatan kepesantrenan yang bersifat islami dan selalu mengajak kepada ukhuwah
islamiyah persaudaraan sesame muslim. d. Pemberian motivasi: Berwujud nasehat, semangat, curahan hati atau bisa dengan
hadiah. e. Pembiasaan: Pembiasaan terlaksana dan terwujud selama dua puluh empat jam di
setiap hari dari poin a-d yang tesebut di atas. Pembiasaan diselenggarakan dan terus dipantau oleh segenap ustadz dan musyrif pondok pesantren. Meski bagi
santri baru dirasa cukup sulit, namun hal ini menjadi faktor utama di dalam menginternalisasikan nilai aqidah bagi para santri, khususnya dalam masalah
ibadah sehari-hari.
commit to user
Observasi pada tanggal 5-30 April 2011. Internalisasi nilai pada santri terkait dengan pelajaran aqidah tauhid di
pondok pesantren Al-Irsyad Salatiga dapat dilihat dari dua kondisi, Pertama,
kondisi santri tatkala berada di dalam pon-pes dan kedua adalah kondisi santri
ketika berada di luar pesantren sampai dengan lulus menjadi alumni. Internalisasi nilai yang terwujud dari pelajaran aqidah yang telah
ditempuh selama di kelas dan tempat lainnya adalah tercermin akhlak yang mulia pada sebagian santri di tiap jenjang pendidikan yang berbeda.
Di jenjang SDITQ internalisasi nilai terlihat dengan akhlaq santri yang giat mengamalkan sedikit demi sedikit ajaran-ajaran keislaman. Dimulai dengan
disiplin shalat berjama`ah, berbakti kepada ustadz dan musyrif, disiplin dalam antrian makan dan mandi, serta kegatan sehari-hari.
Berkenaan dengan aqidah para santri SDITQ telah memahami betul akan rukun Iman dan rukun Islam, serta mulai memahami ajaran Islam yang benar dan
yang menyimpang. Contoh dari ajaran yang menyimpang ialah menyembah kuburan, berdoa kepada selain Allah, serta berbuat
bid`ah. Observasi pada tanggal 02 Mei 2011.
Adapun di jenjang MutawashitohMTs Al-Irsyad, internalisasi nilai aqidah terwujud dengan hafalnya santri dalil-dalil baik yang berasal dari Al-
Qur’an maupun sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Para santri memahami betul makna aqidah sehingga terwujud dalam kepribadian selama di
pesantren. Selain itu para santri juga lebih mengenal akan beberapa kelompok
commit to user
yang berlabel Islam tetapi telah menyimpang dari ajaran aqidah yang benar. Observasi pada tanggal 03 Mei 2011.
Internalisasi nilai aqidah sangat dominan dan terlihat pada santri di jenjang pendidikan yang tertinggi di pesantren Al-Irsyad Salatiga, yaitu I`dad
Muallimin atu setingkat Madrasah Aliyah. Pada jenjang ini nyaris seluruh santri
memahami dengan betul ajaran aqidah yang lurus. Dari observasi dan wawancara yang peneliti laksanakan terlihat kemantapan aqidah yang terhujam di sanubari
santri. Selain itu peneliti juga mendatangi beberapa alumnus yang ternyata masih mengakar dengan jiwa tauhid yang kokoh hingga menjadi orang-orang yang
multazim sesuai dengan syariat yang benar. Keberadaan lama tinggal di pesantren juga termasuk faktor yang
memunculkan internalisasi nilai tinggi dalam bidang ilmu aqidah. Salah satu alumni pesantren yang bernama Mazer Nasher Nahdi, SpdI berkata kepada
peneliti :
Selain mempelajari ilmu aqidah yang berkenaan dengan rukun Iman dan Islam, pada jenjang I`dad Muallimin ini juga dipelajari tentang perbedaan
agama-agama kelompok-kelompok sesat lagi menyesatkan dalam hal aqidah. Dari hasil observasi ditemukan hampir semua santri mengetahuinya, terlebih
santri yang telah duduk di kelas tertinggi niha’i. Internalisasi nilai terlihat saat
“…Ana saya bisa iltizam seperti ini ya karena ilmu yang ana pelajari selama jadi santri. Pesantren mampu mewarisi ilmu aqidah Islam yang
benar kepada santri.” CL.10
commit to user
beberapa santri menjelaskan sedikit dari cabang ilmu aqidah yang dipelajari kepada peneliti yang kebanyakan masyarakat Indonesia kurang memahami,
antara lain : 1 Bahwasanya Dzat yang wajib disembah hanyalah Allah Ta`ala semata tanpa harus
diiringi dengan bentuk sesembahan yang lain. Jadi arti sebenarnya dari kalimat “La ilaha illallah” bukan sekedar Tiada Tuhan Selain Allah. Apabila makna ini
yang di dakwahkan artinya semua sesembahan yang ada adalah Allah dan ini sungguh tidak benar. Adapun yang benar makna La Ilaha Illah ialah
la ma`buda bihaqqin illalloh Tiada Sesembahan Yang Pantas Untuk Diibadahidisembah
Melainkan Allah. 2 Bahwasanya pedoman yang wajib dipegang oleh kaum muslimin bukan hanya Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Karena begitu banyak dari kelompok yang mengatasnamakan Islam akan tetapi menyimpang dari ajaran yang sebenarnya
juga menggunakan dua pedoman di atas. Kelompok-kelompok tersebut salah dalam memahami Al-Qu’an dan As-Sunnah. Dua pedoman tersebut harus
ditambahi dengan pemahaman yang benar dari penjelasan dan keterangan para sahabat-sahabat Nabi yang telah mendapatkan ilmu syariat langsung dari Nabi
Muhammad. Sehingga jikalau tidak menggunakan pemahaman dari para sahabat dan murid-murid mereka akan muncul kerancuan di dalam beragama, walhasil
merebaknya bid`ah sesuatu yang baru dalam beragama, dan ini haram
hukumnya sesuai konsensus para ulama’. 3 Apabila ditinjau dari ajaran Islam, kebanyakan dari kelompok-kelompok sesat
dewasa ini, khususnya yang ada di Negara Indonesia bersumber dari
commit to user
kesalahpahaman aqidah yang dipelajari. Salah satunya adalah keyakinan takfir,
yaitu mengkafirkan orang selain golongannya. Sehingga muncul beberapa kelompok yang berani mengkafirkan pemerintah Indonesia dan sebagian rakyat.
Walhasil muncul banyak aksi teror dan pembuatan Negara Islam dalam negeri ini. Dan ini jelas menyelisi aqidah yang telah ada dalam Islam semenjak dahulu.
Hasil wawancara pada tanggal 05 Mei 2011 dengan beberapa santri kelas tiga I`dad Muallimin.
Tidak cukup dengan penerapan aqidah dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkup masyarakat. Internalisasi nilai aqidah juga kuat di jiwa para
alumni pesantren Al-Irsyad Salatiga. Banyak dari alumni yang sekarang masih menjadi mahasiswa dan yang telah bekerja di berbagai bidang memiliki akhlaq
yang sesuai dengan yang telah diajarkan oleh ustadz selama menjadi santri. Adapun yang bekerja sebagai guru agama ustadz, internalisasi nilai diwujudkan
di dalam berdakwah, yang selalu diawali dengan pemurnian aqidah dan pemberantasan bentuk-bentuk kesyrikikan, baru kemudian mengajarkan ajaran-
ajaran Islam lainnya.
4. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil temuan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan teori yang didapat dari hasil temuan penelitian, yaitu proses pembelajaran yang
sesuai dengan ketententuan dan teori yang ada, meliputi input peserta didik santri, tenaga pengajar ustadz yang kompeten dari segala disiplin keilmuan
commit to user
dengan karakteristik yang bisa untuk dijadikan suritauladan, jenis kurikulum, modelstrategi pembelajaran berikut dengan media pembelajaran yang beraneka
ragam dan lingkungan yang kondusif, serta diiringi dengan binaan seorang mudir kepala pon-pes yang memegang peran paling puncak di dalam pondok
pesantren, maka interaksi dari semua yang tersebut di atas telah mampu menuaikan sejumlah internalisasi nilai aqidah yang tinggi pada jiwa para santri.
Pembahasan hasil penelitian akan memfokuskan tentang aspek-aspek yang mempengaruhi penemuan teori yang telah dikemukakan pada penelitian ini.
Aspek pertama adalah karakteristik tiga komponen besar dalam sebuah pondok pesantren, terdiri dari mudir, ustadz dan santri. Kedua ialah proses pembelajaran
aqidah yang ada berikut dengan hal-hal yang berkaitan, dan terakhir adalah penjelasan dari internalisasi nilai aqidah pada santri maupun alumni dari Pondok
Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga. 1. Karakteristik Mudir, Ustadz dan Santri di Al-Irsyad Salatiga
Keberadaan mudir atau kepala pesantren memiliki peran penting dalam pengembangan proses dan mutu pembelajaran. Pesantren Al-Irsyad Salatiga
mempunyai seorang mudir yang membawahi sejumlah kepala sekolah di setiap jenjang pendidikan yang ada, sekaligus juga membawahi beberapa kabag dari
semua elemen penting pondok pesantren. Untuk perkembangan proses dan mutu pembelajaran, seorang mudir harus berhati-hati dalam memilih tenaga pengajar,
khususnya di bidang studi aqidah, ,mengingat begitu banyak orang yang mengaku ahli agama tetapi serampangan di dalam mengamalkan. Sebagai sosok
yang paling disegani mudir juga berpera penting di dalam meng-internalisasi
commit to user
nilai aqidah kepada para santri, yakni dengan perangai dan akhlakul karimah,
sehingga mampu memberi kesan seorang suritauladan bagi santri. Meski seorang mudir tidak mendapat amanah mengajar di kelas dalam bidang studi tauhid,
bukan berarti tidak mampu menerangkan materi aqidah kepada setiap santri. Pengajian aqidah di masjid dan radio adalah salah satu model pembelajaran
aqidah baik dari sosok mudir pesantren Al-Irsyad Salatiga. Dalam peranannya di pesantren sebagaimana tersebut di atas sesuai
dengan pendapat Abdur Rozaki 2004:87-88 yakni Kepemimpinan kiai di pesantren memegang teguh nilai-nilai luhur yang menjadi acuannya dalam
bersikap, bertindak dan mengembangkan pesantren. Nilai-nilai luhur menjadi keyakinan kiai dalam hidupnya. Sehingga apabila dalam memimpin pesantren
bertentangan atau menyimpang dari nilai-nilai luhur yang diyakininya, langsung maupun tidak langsung kepercayaan masyarakat terhadap kiai atau pesantren
akan pudar. Karena sesungguhnya nilai-nilai luhur yang diyakini kiai atau umat Islam menjadi ruh kekuatan yang diyakini merupakan anugrah dan rahmat dari
Allah. Di dalam membantu mewujudkan visi dan misi pon-pes seorang mudir
dibantu oleh tenaga pengajar yang bergelar ustadz, berlatar belakang keilmuwan yang berbeda. Termasuk ciri dari ustadz bidang studi aqidah tauhid ialah yang
telah menyelesaikan pendidikan tinggi jurusan Aqidah atau Syari`ah dari Islamic University Of Medina, KSA. Bahkan salah satu ustadz aqidah asli orang Arab
yang diperbantukan Kerajaan Saudi Arabia khusus mengajar di pondok pesantren Al-Irsyad Salatiga. Segenap santri merasa senang dengan adanya tenaga-tenaga
commit to user
pengajar tersebut, karena selain profesional dalam bidang aqidah, figur keseharian para ustadz juga dijadikan patokan pembentukan kepribadian terpuji
dalam kehidupan sehari-hari. Selain karena banyaknya hafalan qur’an yang dimiliki oleh ustadz berikut dengan ilmu-ilmu agama yang diserap dengan baik,
ternyata pihak pesantren juga menyusun ketentuan kode etik mengajar, dengan tujuan agar interaksi pembelajaran terwujud dengan baik, khususnya mata
pelajaran aqidah sehingga mampu memunculkan internalisasi nilai aqidah pada jiwa para santri.
Penjelasan diatas sesuai dengan karakteristik ustadz yang tersebut di kajian teori bahwasanya karakteristik ustadz tidak lepas dari beberapa poin
berikut yang diadopsi dari Imam Moedjiono 2002:6167 yaitu: a. Bepengetahuan luas, kreatif inisiatif, peka, lapang dada dan selalu tanggap QS.
Al-Mujadalah: 11. b. Bertindak adil, jujur dan konsekuen, merujuk pada al-Quran Surat An-Nissa: 58.
c. Bertanggung jawab QS. Al-Anam:164. d. Selektif terhadap informasi QS. Al-Hujurat:16.
e. Senantiasa memberikan peringatan QS. Adz-Dzariyat:55. f. Mampu memberikan petunjuk dan pengarahan QS.As-Sajadah:24
g. Suka bermusyawarah QS. Ali Imran:159. h. Istiqamah dan teguh pendirian QS. Al-Ahqaf:13.
i. Senang berbuat kebaikan QS. Al-Baqarah:195. j. Selalu berkeinginan meringankan beban orang lain, lembut terhadap orang
mukmin QS. At-Taubah:128.
commit to user
k. Kreatif dan tawakal QS. Al-Qashash:77. l. Mempunyai semangat kompetitif QS. Al-Baqarah:148.
m. Estetik, berkepribadian baik dan berpenampilan rapih QS. Al-Araf:31. n. Selalu harmonis dan proporsional dalam bertindak QS. Al-Baqarah:190.
o. Disiplin dan produktif QS. Al-Ashr. Komponen yang terakhir dan terbanyak di pondok pesantren Islam Al-
Irsyad Salatiga adalah santri yang kesemuanya berjenis kelamin laki-laki dan datang dari berbagai daerah Indonesia dan manca negara. Berlatar belakang suku,
ras, bahasa dan bahkan kewarganegaraan berbeda menjadikan para santri memiliki karakter yang bermacam-macam. Namun terdapati kesamaan dari
semua santri ketika melaksanakan segenap programkegiatan kepesantrenan, terlebih kegiatan yang bernilai ibadah. Selain itu juga kebiasaan santri yang
memiliki sosialisasi tinggi terhadap sesama, terbukti dengan ikhlas mendakwahkan ilmu guna memberantas kejahilan di masyarakat dengan penuh
rasa ikhlas. Karakter lainnya adalah kuat dan kokoh dalam beraqidah dan bermanhaj multazim. Terbukti dengan satu kata dan tekad untuk senantiasa
memurnikan aqidah dari segala macam bentuk kesyirikan dan pelaku syirik. Internalisasi nilai seperti ini tidak hanya dimiliki oleh santri yang tinggal di
pesantren Al-Irsyad saja, akan tetapi juga “masih” dimiliki oleh segenap alumni yang telah meninggalkan pesantren Al-Irsyad Salatiga. Segenap santri Al-Irsyad
Salatiga senantiasa berdomisili di asrama sakan dengan niat menuntut ilmu dengan pembinaan para ustadz dan berusaha semaksimal mungkin untuk
menjalankan ilmu yang didapat dalam bentuk ibadah secara sempurna.
commit to user
Penemuan ini mendapatkan kesamaan dengan yang ada di kajian teori bab II bahwa santri secara sempit santri berarti murid atau siswa yang sedang
belajar ilmu keagamaan islam dibawah asuhan atau kiai atau ulama’, dengan cara bermukim di sebuah tempat yang disebut dengan pesantren. Secara luas, Santri
berarti seorang muslim atau kaum muslimin yaitu golongan orang islam yang menjalankan ibadah keagamaanya secara khafah sesuai dengan ajaran syariat
islam yang sesungguhnya Wahid:2000. . Selain itu, para santri dalam kesehariannya dibiasakan untuk hidup
mandiri dan tidak selalu menjadi beban bagi orang lain termasuk orang tua. Mereka juga dibiasakan untuk senantiasa berkorban, tolong menolong, memiliki
kepedulian terhadap lingkungan serta peka terhadap kondisi umat. Upaya-upaya tersebut merupakan wujud penanaman kepada para santri yaitu Keikhlasan,
Kesederhanaan, Berdikari, Ukhuwah Islamiyah, dan Pengorbanan.
2. Proses Pembelajaran Aqidah di Pesantren Al-Irsyad Salatiga Kegiatan Belajar Mengajar di Al-Irsyad Salatiga dimulai pukul 07.00
WIB, diawali dengan acara thobur shobah apel pagi dan berakhir pada jam
17.00 WIB. Adapun untuk pelajaran aqidah tauhid diletekkan oleh bagian pengajaran di awal jam KBM, sekitar pukul 07.00 sampi pukul 09.00 WIB.
Alasannya Karena materi aqidah terdapat begitu banyak dalil-dalil yang terdapat dari Al-Qur’an dan Hadits yang harus dihafal oleh segenap peserta didik, oleh
sebab itu waktu pagi adalah waktu yang cocok untuk menghafal disamping juga otak masih
fresh. Ternyata dengan hal ini menjadikan santri lebih cepat
commit to user
menyerap ilmu dan menerapkannya degan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Hal ini sama dengan pendapat menurut Moeslichatoen 2006:60 bahwa
pembelajaran dapat diartikan sebagai proses yang membuat terjadinya proses belajar yang menghasilkan suatu perubahan.
Adapun untuk kurikulum aqidah diadopsi dari kurikulum yang ada pada jenjang pendidikan Saudi Arabia sembari mensinambungkan kurikulum yang
diperoleh dari Departemen agama RI. Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga telah memahami bahwa otoritas pengembangan kurikulum bukanlah pada pemerintah
pusat atau daerah, melainkan pada Madrasah yang mana berbentuk sebuah pondok pesantren. Pada konteks ini bagian pengajaran dan kurikulum pesantren
sudah mampu menterjemahkan standar kompetensi yang dibuat oleh pemerintah dan merumuskan dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
KTSP yang selanjutnya diimplementasikan dalam kelas-kelas pembelajaran. Proses pembelajaran diawali dari sisi ustadz yang telah menyusun
I`dad ad-dars atau RPP agar proses pembelajaran berjalan sistematis. Untuk mencapai
sasaran proses pembelajaran yang bermutu mutu pembelajaran dan hasil belajar studi aqidah pada santri maka para ustadz sudah menuliskan model-model
strategi pembelajaran di RPP tersebut. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran aqidah oleh para ustadz
terbagi dalam tiga kondisi: a pendahuluan, b kegiatan intipenyampaian materi, dan c penutupan yang semua dipadu dengan kegiatan refleksi dan penguatan.
Selain dari tiga kondisi tersebut, ustadz pengajar aqidah juga tidak terlepas dari media sebagai alat bantu yang pembelajaran. Dalam kegiatan inti ustadz
commit to user
melaksanakan pembelajaran dengan kreatif dan meggunakan metode secara bervariasi dalam pendekatan pembelajaran, mediaalat peraga yang relevan
dengan materi yang disampaikan. Hal ini sesuai dengan PP No.19 tahun 205 yang tertulis di kajian teori
bahwasanya standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan, maka lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien meliputi: “1 perencanaan proses pembelajaran, 2 pelaksanaan proses pembelajaran, 3 penilaian hasil pembelajaran, dan 4 pengawasan proses
pembelajaran”. Keempat lingkup kegiatan dalam standar proses pembelajaran di atas,
dijelaskan oleh Pudji Muljono 2006:31-32 sebagai berikut: “Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip
sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut, terarah dan terukur dari jenjang kemampuan rendah hingga tinggi secara berkesinambungan. Sistemik
berarti mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan, karakteristik peserta
didik, karakteristik materi ajar yang mencakup fakta, konsep, prosedur, dan prinsip, kondisi lingkungan dan hal-hal lain yang menghambat atau mendukung
terlaksananya proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran”.
Proses pembelajaran aqidah di kelas lebih banyak menggunakan strategi pembelajaran menggunakan metode CBSA dengan pendekatan pembelajaran
CTL dan metode inquiri. Penemuan ini senada dengan yang tertera pada kajian
commit to user
teori bahwasanya inti dari model CTL ada tujuh indicator penting yang tidak terdapat pada model lain, yaitu yaitu modeling pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu. Contoh, questioning eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi, learning community seluruh
siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, mencoba mengerjakan,
inquiry identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan,
constructivism membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis,
reflection review, rangkuman, tindak lanjut, authentic assessment penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran,
penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara.
Meski demikian metode ceramah dan dialog juga masih dominan dilaksanakan oleh para ustadz bidang studi aqidah dengan alasan bahwa aqidah
merupakan pondasi setiap muslim yang harus ditegakkan di atas dalil atau nash Al-Qur’an dan Hadits, jika hanya berlandaskan otak manusia maka aqidah tidak
akan bisa dicerna dengan baik, senada dengan yang ada di kajian teori bahwa pesantren merupakan pranata pendidikan tradisional yang dipimpin oleh seorang
kiai atau ulama. Di pesantren inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab kuning. Pemahaman dan
penghafalan terhadap Al-Qur’an dan Hadits merupakan syarat bagi para santri. Imain Al-Fatta:1991, Panjimas no.677 Maret. Dan metode ceramah adalah
salah satu cara terbaik memahamkan aqidah yang benar kepada santri tanpa
commit to user
mengandung resiko salah paham. Model semacam ini disebut di kajian teori dengan
direct learning atau pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi,
latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori
ceramah bervariasi. Selanjutnya yang tidak kalah penting untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan sehingga dapat menumbuhkan internalisasi dari mata pelajaran aqidah ialah dengan penyelenggaraan evaluasi pembelajaran yang dikenal di
pesantren Al-Irsyad dengan istilah imtihan. Ujian ditujukan bagi setiap santri di
banyak waktu mulai yang bersifat harian sampai semesteran dengan bentuk tertulis ataupun secara lisan. Adapun nilai menjadi salah satu syarat kenaikan
kelas dengan standar minimum lima koma lima. Terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif bagi keberlangsungan
proses belajar yang baik adalah pra-syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Lingkungan yang dimaksud berupa lingkungan fisik alami maupun lingkungan
fisik buatan, lingkungan sosial dimana terdapat interaksi, interelasi, dan interdependensi santri per santri, antara santri dengan ustadz dan pegawai
lainnya. Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga telah berusaha baik menata
lingkungan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu untuk senantiasa meningkatkan prestasi siswa. Untuk materi aqidah tauhid lingkungan belajar
yang ada telah memnuhi syarat kondusif. Selain secara alami terletak di kaki pegunungan yang sejuk dan tidak bising, lingkungan fisik buatan juga
commit to user
berpengaruh seperti masjid, perpustakaan, asrama santri dan ustadz serta fasilitas lainnya yang juga menjadi sarana belajara para santri.
Penjelasan di atas menghasilkan kesamaan dengan kajian teori yaitu melengkapi sarana prasarana termasuk salah satu kunci keberhasilan pendidikan.
Asmani 2009:59 menyebutkan beberapa sarana prasarana yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan sebagai berikut: laboratorium pendidikan,
laboratorium bahasa, gedung pengembangan bakat, gedung olahraga, media ekspresi dan aktualisasi, dan fasilitas lainnya harus tersedia dengan lengkap.
Termasuk dari proses pembelajaran aqidah di pesantren Al-Irsyad Salatiga ialah keberadaan sumber belajar yang berbentuk buku atau kitab
berbahasa Arab yang berbeda judul pada tiap jenjang pendidikan. Pengecualian pada jenjang SDITQ sumber belajar adalah buku aqidah yang disusun oleh
Yayasan Al-Irsyad yang berkantor pusat di DKI Jakarta. Kandungan dari kitab- kitab yang menjadi buku ajar aqidah mencakup tiga pilar penting dalam
beragama, yaitu : a Pengetahuan akan Allah, b Pengetahuan akan Nabi, dan c Pengetahuan Agama Islam yang dalam Islam dikenal dengan
usul ats-tsalatsah. Dari tiga pilar di atas penekanan ada pada bab-bab ketauhidan Allah dan
berbagai bentuk kesyirikan serta pada penegakan sunnah Rasul dan bantahan
terhadap ahli bid`ah.
Dari semua uraian di atas interaksi pembelajaran berikut dengan internalisasi nilai aqidah bisa terwujud. Dengan banyak santri yang bertanya
permasalahan aqidah kepada ustadz atau dengan banyak santri yang menyelesaikan tugas aqidah, maka itu merupakan contoh dari interaksi
commit to user
pembelajaran. Dan terwujudnya pemahaman aqidah yang lurus dalam bentuk akhlak yang baik dan hati yang senantiasa bertaqwa kepada Allah adalah salah
satu bentuk internalisasi nilai aqidah pada santri.
3. Internalisasi Nilai Aqidah Pada Santri Al-Irsyad Salatiga Pembiasaan merupakan salah satu metode dalam
menginternalisasikan nilai-nilai keislaman, khususnya dalam masalah aqidah. Internalisasi nilai merupakan bagian terpenting dalam pendidikan nilai yang
merupakan inti terlaksanakannya nilai. Dengan pembiasaan ini akan terbentuk suatu kebiasaan dalam berperilaku, sehingga sesuatu yang telah terbiasa akan
terasa mudah dikerjakan dan menimbulkan perasaan senangkepuasan jiwa dalam melakukannya. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam
penerapan pembiasaan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; pengendalian jiwa, pengulangan perilaku, pengawasan serta evaluasi.
Pembiasaan juga dapat menggunakan perintah, contoh atau tauladan, dan pengalaman-pengalaman khusus, juga menggunakan hukum-hukum dan
ganjaran. Dalam upaya menanamkan nilai-nilai aqidah pada peserta didik, pondok pesantren Al-Irsyad Salatiga menerapkan beberapa pembiasaan
praktik keagamaan di lingkungan pon-pes, antara lain: 1 Pembiasaan sholat berjama`ah, sebagai bentuk pelaksanaan aqidah yang benar bahwasanya Tuhan
yang berhak disembah hanyalah Allah semata, 2 Pembiasaan doa disaat permulaan dan penutupan pelajaran sebagai wujud penanaman aqidah bahwa
kepada Allah semata doa dan permohonan digantungkan, 3 Pembiasaan segala
commit to user
aktifitas sehari-hari berazaskan dari al-Qur’an dan as-Sunnah termasuk pelaksanaan dakwah mingguan.
Tujuan pembiasaan adalah agar santri memperoleh sikap- sikap dann kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yan lebih tepat dan positif
dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu. Dengan kata lain selaras dengan norma-norma dan tata nilai syariat yang berlaku. Hasil yang
dicapai melalui metode pembiasaan dapat dilihat dari perilaku siswa dalam melaksanakan nilai-nilai keislaman. Dalam arti nilai-nilai keislaman tersebut
dilaksanakan secara alami tanpa adanya rekayasa dan paksaan dari orang lain. Uraian di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Hery Noer Ali:1999 bahwasanya internalisasi nilai juga dapat didapatkan melalui strategi pembiasaan bagi para peserta didik. Yang dimaksud dengan
kebiasaan habit ialah cara-cara bertindak yang persistens, inform, dan hampir- hampir otomatis tanpa disadari oleh pelakunya.
Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai aqidah yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku
keseharian oleh semua warga pesantren. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu: pertama sosialisasi nilai-nilai agama yang
disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang disekolah. Kedua, penetapan
action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah dilematis yang akan dilakukan oleh semua pihak
di pesantren dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. Imam al-Gozaly juga menggunakan pembiasaan dalam mendidik
commit to user
anak, sebagaimana dikutip oleh Arifin dalam buku “Paradigma Pendidikan
Islam” Bumi Aksara:1991 bahwa bila seorang anak dibiasakan dengan sifat- sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik itu pada dirinya
dan akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat. Sebaliknya bila anak dibiasakan dengan sifat-sifat jelek, dan kita biarkan begitu saja, maka
ia akan celaka dan binasa. Internalisasi nilai aqidah mampu diambil oleh dua jenis santri. Pertama
adalah santri yang masih berdomisili di asrama pesantren Al-Irsyad guna menyelesaikan menuntut ilmu keislaman dan ilmu lainnya. Sedangkan yang
kedua ialah santri yang telah lulus dari pesantren tersebut alumni yang tengah melanjutkan studi ke perguruan tinggi, atau alumni yang sudah dewasa bekerja
dan menikah. Untuk model santri yang pertama internalisasi nilai aqidah terwujud
dengan perbuatan dan ucapan yang baik, sopan dan ramah. Bisa juga dengan rajin melaksanakan ibadah dan belajar. Akan tetapi juga ada yang terlihat giat
melakukan dialog serta diskusi dengan santri-santri lain dalam tema aqidah tauhid, biasanya membahas
firoq atau sekte-sekte menyimpang yang bergerak bebas di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan kajian teori
internalisasi nilai seperti ini disebut “tran-internalisasi”. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan
kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan aktif. Dalam tahap ini pendidik harus betul-betul memperhatikan sikap dan prilakunya
agar tidak bertentangan yang ia berikan kepada peserta didik. Hal ini disebabkan
commit to user
adanya kecenderungan siswa untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian gurunya. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang
sederhana sampai yang komplek, yaitu mulai dari: menyimak, yakni kegiatan siswa untuk bersedia menerima adanya stimulus yang berupa nilai-
nilai baru yang dikembangkan dalam sikap afektifnya. Menanggapi, yakni kesediaan siswa untuk merespons nilai-nilai yang ia terima dan sampai ke
tahap memiliki kepuasan untuk merespons nilai tersebut. Memberi nilai, yakni sebagai kelanjutan dari aktivitas merespon nilai menjadi siswa
mampu memberikan makna baru terhadap nilai-nilai yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Mengorganisasi nilai, yakni
aktivitas siswa untuk mengatur berlakunya sistem nilai yang ia yakini sebagai kebenaran dalam laku kepribadiannya sendiri sehingga ia
memiliki satu sistem nilai yang berbeda dengan orang lain. Karakteristik nilai, yakni dengan membiasakan nilai-nilai yang benar yang diyakini,
dan yang telah diorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi watak kepribadiannya, yang tidak dapat dipisahkan lagi dari
kehidupannya. Nilai yang sudah mempribadi inilah yang dalam Islam disebut dengan kepercayaankeimanan yang istiqomah, yang sulit tergoyahkan oleh
situasi apapun. Tahap tran-internalisasi juga ditemukan pada santri kelas dua dan tiga
jenjang I`dad Muallimin yang mendapat waktu dan kesempatan dari pesantren untuk berdakwah di luar komplek pon-pes. Pada waktu ini para santri dibekali
nasehat agar senantiasa mengawali dakwah dengan seruan aqidah atau tauhid,
commit to user
peribadatan hanya kepada dan untuk Allah Ta`ala semata. Para santri juga “diwanti-wanti” untuk
ilzimam dengan memgang teguh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah agar menjadi mukmin
multazim. Internalisasi nilai dari aqidah juga membekas pada “mantan” santri yang
pernah “mondok” di pesantren Al-Irsyad Salatiga. Terdapati beberapa santri yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia yang menjadi dai atau ustadz di banyak
pesantren dan menjadi tenaga pengajar pelajaran aqidah akhlak dan tauhid. Selain itu juga ada dari alumni yang menjadi penulis di penerbitan atau pustaka
bernuansa islami khusus bidang aqidah dan ibadah. Terakhir adalah tersebarnya para alumni di perguruan tinggi di Timur Tengah dan Saudi Arabia yang duduk
di fakultas Aqidah dan Syari`ah.
5. HAMBATAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah berkat karunia kesehatan dan kekuatan yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga pelaksanaan
penelitian di Pon-Pes Islam Al-Irsyad Salatiga dapat berjalan dengan lancar. Adapun hambatan atau kendala yang peneliti hadapai ialah: 1 Lama waktu
penelitian yang dirasa kurang disebabkan kesibukan primer lain, dan 2 Adanya kendala pada dokumentasi penelitian dimana beberapa jaringan komputer di
salah satu jenjang pendidikan mengalami kerusakan. Dari hasil observasi dan pengamatan selama penelitian
berlangsung didapati juga hambatan pada proses pembelajaran aqidah sehingga
commit to user
memperlambat internalisasi nilai pada santri. Secara ringkas sebagaimana berikut :
1. Bahwasanya santri di jenjang pendidikan dasar dan menengah
pertama SDITQMTW sebagian besar masih belum bisa memahami peran penting mendalami aqidah, sehingga masih dibutuhkan bimbingan dan motivasi.
2. Model pembelajaran yang berbahasa Arab mulai dari semester
awal dirasa menjadi kendala proses pembelajaran pada santri yang masih baru. 3.
Masih didapati ustadz yang menerangkan pelajaran tanpa mempergunakan media pembelajaran yang baik dan kurang mengkoondisikan
santri untuk aktif. 4.
Adanya pengulangan beberapa materi aqidah tanpa pengembangan sub materi dibeberapa jenjang pendidikan.
5. Adanya kesibukan tenaga pendidikan selain mengajar di kelas. Hal
ini membikin proses pembelajaran terganggu. Meskipun ustadz meninggalkan tugas kepada peserta didik, bukan sepenuhnya bertujuan untuk evaluasi namun
lebih tepatnya untuk mengisi kekosongan.
commit to user
commit to user
BAB IV DESKRIPSI PESANTREN ISLAM AL-IRSYAD SALATIGA
DAN HASIL PENELITIAN
Pada BAB IV hasil penelitian akan dibahas yang pertama tentang dekripsi tentang profil Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga, Jawa Tengah. Yang
kedua peneliti mendeskripsikan tentang proses pembelajaran di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga, yang membahas dari rencana pelaksanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran yang peneliti awali dengan karakter kepala pesantren mudir dan jajaran
ustadz guru, metode pembelajaran dan sumber belajar aqidah yang di pergunakan. Selanjutnya yang
ketiga, mendeskripsikan materi aqidah yang diajarkan di pesantren tersebut. Kemudian yang keempat peneliti mendeskripsikan lingkungan belajar yang
terdapat di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga. Untuk yang terakhir peneliti mendeskripsikan internalisasi nilai mata pelajaran aqidah tauhid pada para
santri.
A. Profil Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga
1. Sejarah Berdirinya Pesantren Al-Irsyad Salatiga Pesantren Islam Al-Irsyad didirikan oleh Pengurus Al-Irsyad cabang
Semarang, dimulai pada pada hari Rabu tepatnya pada tanggal 1 Muharam 1408 Hijriyah bertepatan dengan 26 Agustus 1986 Masehi dengan