Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain QS.Al-Isra’:70. Sebagai makhluk termulia, pantaslah kalau manusia sebagai pemegang amanah kekahalifahan di muka bumi QS.Al-Baqarah:30. Karena mengemban tugas kekhalifahan, manusia memiliki tanggung jawab moral untuk memakmurkan kehidupan di bumi. Oleh karena itu Allah telah memberikan kemampuan yang membedakan manusia dengan makhluk lain yakni berupa daya akal. Dengan menggunakan akal pikirannya, manusia mampu menentukan kehidupannya untuk menjadi orang bertaqwa ataupun sebaliknya, QS.AS-Syams:8. Sesuai dengan potensi fitrah manusia sebagai hamba Allah untuk semata-mata hanya mengabdi dan beribadah kepada-Nya QS.Ad-Dzariyat:56, maka manusia harus membekali diri secara terus menerus melalui proses belajar mengajar atau pendidikan. Kemampuan untuk belajar dan mengajar inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Dengan demikian pentingnya pendidikan agar manusia memiliki bekal untuk memakmurkan kehidupan, sehingga dapat mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Sebuah rumah mestinya menyimpan banyak kunci. Kunci utamanya pastilah pintu depan. Memegang kunci utama berarti mampu commit to user menjelajah seluruh isi rumah, tidak akan belok arah, dan tidak akan gagal menafsirkan isi di dalamnya. Pendidikan adalah kunci utama untuk menggeledah rumah pengetahuan. Meski beraneka ragamnya, pendidikan merupakan jendela cakrawala dunia. Salah satunya adalah pendidikan dalam bentuk pondok pesantren. Pesantren merupakan suatu komunitas dan tempat pendidikan agama. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah masyarakat hampir enam abad mulai abad ke-15 hingga saat ini dan sejak awal berdiri menawarkan pendidikan Islam kepada masyarakat luas yang masih buta huruf. Bahkan pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam pembentukan masyarakat yang melek huruf literacy dan melek budaya cultural literacy. Sehingga istilah pesantren dapat dikatakan sub culture pendidikan yang ada disekitar komplek pon-pes. Selain sebagai subculture pesantren juga mampu memberikan kontribusi besar terhadap masyarakat di sekitar hingga kini. Jalaluddin 1990:9 mencatat paling tidak pesantren telah memberikan dua macam kontribusi bagi sistem pendidikan di Indonesia. Pertama melestarikan dan melanjutkan sistem pendidikan rakyat, dan kedua mengubah sistem pendidikan aristrokasi menjadi sistem pendidikan demokrasi. Sebagai lembaga pendidikan yang penuh dengan nilai-nilai keunikan, pesantren memiliki nilai tawar yang sangat strategis dalam mewarnai dunia pendidikan. Asumsi bahwa pesantren bukanlah merupakan sekolah, bukan suatu commit to user learning school, tapi lebih merupakan learning society, merupakan sisi unik yang dimiliki oleh pesantren, sebab di pesantren masyarakat bisa belajar dan menambah wawasan bersama. Hal ini yang menurut hemat penulis yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain, karena pesantren tidak hanya sekedar menjadi lembaga pendidikan sebagaimana layaknya lembaga pendidikan, tetapi lebih jauh pesantren mampu menampilkan diri sebagai lembaga yang sangat terbuka dan terintegrasi dengan masyarakat. Proses pembelajaran bersama dengan penuh kebersamaan, seperti yang ditegaskan di atas merupakan sisi menarik dari kekayaan yang dimiliki oleh pesantren. Nilai-nilai kebersamaan dengan nuansa keterbukaan pembelajaran, semakin memposisikan pesantren sebagai lembaga yang bergerak dalam asumsi dari, untuk dan demi masyarakat, karena di dalam lingkup pondok pesantren masyarakat dapat belajar bersama dan berproses bersama hanya dengan satu keyakinan bahwa pesantren merupakan lembaga lokal yang memiliki ikatan kebersamaan, itulah yang sampai kini menjadi kekuatan pesantren dalam sepanjang sejarah perjalanan pesantren. Masyarakat dan pesantren bagaikan setali tiga uang yang tetap menyatu dan berkelindan, sehingga perubahan apapun yang terjadi di tengah banyak lembaga lain yang tenggelam, pesantren tetap eksis dan survev. Hal ini, semakin menegaskan bahwa pesantren merupakan lembaga dimana proses pendidikan masyarakat dengan tanpa ada diskriminasi dan distorsi menjadi potret tentang lembaga pendidikan yang menjadikan keterbukaan dan kesamaan sebagai kunci utama pengembangan di dalamnya. Artinya, pesantren commit to user secara langsung ataupun tidak lebih merepresentasikan sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat dalam segala lintasan sosial, karena dapat belajar dan berproses di dalamnya dengan posisi dan derajat yang sama. Dalam kerangka ini, pesantren secara otomatis telah masuk ke dalam salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran-peran strategis dalam mengawal terciptanya masyarakat yang terdidik dan masyarakat yang berpengetahuan sesuai dengan cita-cita UUD 1945 untuk membentuk manusia seutuhnya, terutama di tengah tantangan kemajuan bangsa-bangsa lain yang semakin dinamis dan cepat. Dalam perkembangannya, pesantren mulai menerima modernisasi pendidikan dan bahkan mengadopsinya dengan pendidikan pesantren. Sehingga banyak pesantren mendirikan madrasah-madrasah yang berada dalam komplek pesantren masing-masing, namun ada juga pesantren yang masih mempertahankan pendidikan tradisional yaitu masih mempertahankan keIslaman murni atau dikenal dengan pesantren salaf Streenbrink, 1986:2930. Selain memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan nasional, pesantren masih eksis sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam tafaqquh fidin yang sejauh ini telah banyak melahirkan ulama, tokoh, mubaligh serta guru agama yang sangat dibutuhkan masyarakat. Data empirik yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tafaqquh fiddin tradisional, yang kondusif bagi pembentukan watak kemandirian, keikhlasan, kesederhanaan, dan tempat latihan pengamalan ibadah. commit to user Untuk membentuk pendidikan tafaqquh fiddin didukung dengan nilai-nilai semangat pendirinya. Dalam hal ini kepemimpinan seorang kiai berpengaruh terhadap kemajuan pesantren. Kiai adalah pemimpin non formal sekaligus pemimpin spriritual, dalam posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di desa-desa Qomar, 2002:29. Bahkan sebagai pemimpin masyarakat kiai memiliki jamaah komunitas dan massa yang diikat oleh hubungan keguyuban yang erat dan ikatan budaya paternalistic. Petuah- petuah selalu di dengar, diikuti dan dilaksanakan oleh jamaahnya Ismail, 1999:39-40. Peran kiai dalam kemajuan pesantren juga hendaknya mendapat dukungan dari semangat para santri. Adapun motivasi santri memasuki pesantren umumnya ingin mendalami ilmu agama, dengan cita-cita agar jadi tokoh agama. Sedangkan kiai menyelenggarakan pesantren karena didorong oleh rasa kewajiban untuk menyiarkan ilmu agama. Pembelajaran adalah bagian dari pendidikan, pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun pembelajaran yang ada di pesantren tidak hanya berada pada situasi di kelas atau pada kegiatan formal pondok, tetapi pembelajaran juga muncul di luar dari kegiatan rutin pondok pesantren, sehingga pembelajaran juga dapat diamati dari interaksi yang terjadi antara kiai, ustadz, dan santri. Di dalam proses pembelajaran terdapat proses transformasi dan proses interaksi antara ustadz dan santri serta lingkungan belajar kepesantrenan. Ada commit to user transformasi atau pemindahan pesan dari guru ustadz, siswa santri, buku dan lingkungan belajar. Manusia merupakan makhluk Allah yang dianugerahi potensi untuk mengimani Allah dan mengamalkan ajaran-Nya. Karena fitrah inilah manusia dijuluki homo religius, makhluk beragama. Fitrah beragama ini merupakan disposisi kemampuan dasar yang mengandung kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun dalam perkembangannya manusia sangat tergantung kepada proses pendidikan yang diterima faktor lingkungan. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk pada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah dan pengaktualisasiannya melalui peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah dan hablumminannas. Keimanan kepada Allah dan aktualisasinya dalam ibadah merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahaman, dan kesadaran pada diri seseorang terhadap nilai-nilai agama. Dalam internalisasi nilai-nilai agama ada dua faktor yang mempengaruhi individu yaitu faktor internal dan ekternal. Internalisasi nilai ini berawal dari pembiasaan. Pembiasaan dalam praktek keagamaan mempunyai manfaat yang besar guna menanamkan suatu nilai pada peserta didik. Suatu tindakan yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan membekas pada diri seseorang dan menjadi kepribadian tertentu. Sebenarnya pembiasaan bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Rasulullah dan juga para commit to user ulama’ terdahulu juga menggunakan pembiasaan sebagai salah satu teknik untuk mendidik. Untuk itu pembiasaan perlu diterapkan dalam pendidikan modern. Internalisasi nila-nilai keagamaan memegang peranan penting dalam konteks kehidupan bersama karena merupakan salah satu tahap tingkah laku penyesuaian diri yang melahirkan gerak hati dalam bentuk tauhid, sabar, ikhlas dan sebagainya. Dengan terbentuknya sifat-sifat tersebut dapatlah terwujud kehidupan bersama yang sejahtera. Kelebihan internalisasi nilai-nilai adalah terbentuknya kemampuan yang mendasar untuk mengambil dan bertingkah laku yang sesuai dengan norma dan sikap yang dikehendaki oleh agama dan masyarakat. Pembahasan nilai-nilai ini bersifat abstrak dan memerlukan pengamalan yang panjang untuk memahaminya, sehingga pendidik maupun peserta didik dituntut mampu berpikir secara abstrak yang umumnya sulit dilaksanakan. Internalisasi nilai-nilai keagamaan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan pembiasaan, Muhaimin:2002. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu: Pertama sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang disekolah. Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah dilematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. Ketiga, pemberian penghargaaan terhadap prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan commit to user dan peserta didik sebagai usaha pembiasaan yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Imam Al-Gozaly juga menggunakan pembiasaan dalam mendidik anak, sebagaimana dikutip oleh Arifin dalam Filsafat Pendidikan Islam Jakarta:Bumi Aksara,1991, bahwa bila seorang anak dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik itu pada dirinya dan akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat. Sebaliknya bila anak dibiasakan dengan sifat-sifat jelek, dan dibiarkan begitu saja, maka tentu akan celaka dan binasa. Dalam Islam manusia didorong untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan mengaktualisasikan keimanan dan ketaqwaan dalam hidup sehari-hari sebagaimana terkandung di dalam perintah shalat, puasa dan sebagainya. Untuk mengaktualisasikan keimanan dan ketaqwaan perlu adanya suatu perbuatan yang berkesinambungan terus-menerus sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat tertanam dalam diri seseorang. Peran guru dan siswa dalam proses pembelajaran dapat dikatakan dominan dalam mencapai tujuan intruksional, institutional dan tujuan pendidikan nasional yang sudah ditetapkan dan tentu cakupan materi dan lingkungan pembelajaran tidak kalah pentingnya dalam proses suatu pembelajaran. Oleh karena itu evaluasi, perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan akan meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu dari pondok pesantren di negeri ini yang terkenal akan modernisasi dalam proses pembelajaran adalah Pondok Pesantren Al-Irsyad commit to user Tengaran, kabupaten Semarang, yang lebih dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga. Khususnya pada mata pelajaran aqidah tauhid. Pernyataan di atas terbukti dengan banyaknya alumni pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga yang kuat baca: istiqomah memegang ajaran aqidah seusai menimba ilmu beberapa tahun di pesantren tersebut. Meski zaman senantiasa berubah, waktu pun juga berjalan, namun para alumnus selalu berada dalam naungan kandungan ilmu aqidah yang mereka pelajari, seolah-olah telah mengakar erat pada tiap jiwa. Internalisasi nilai aqidah inilah yang menarik peliti untuk menelaah lebih dalam tentang proses pembelajaran aqidah di Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga, setelah beberapa tahun belakangan ini mengetahui tidak sedikit dari santri dan alumnus menjadi figur muslim multazim beraqidah kuat. Berangkat dari uraian di atas penulis mengadakan kajian terkait dengan Proses Pembelajaran Di Pondok Pesantren Islam Al-Irsyad Salatiga Dalam Internalisasi Nilai Mata Pelajaran Aqidah Pada Santri dengan harapan mampu memperoleh titik terang apakah benar pesantren Al-Irsyad Salatiga salah satu pondok pesantren yang tersohor dalam bidang aqidah dan membentuk santri berjiwa agamis sesuai tuntunan Nabi Muhammad iltizam biddin. commit to user

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SANTRI PADA MATA PELAJARAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN

0 6 8

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAMI DI KALANGAN SANTRI KALONG PONDOK PESANTREN MIFTAHUSSALAM BANYUMAS

4 33 175

PEMBELAJARAN REGULASI DIRI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MODERN Pembelajaran Regulasi Diri Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern.

0 1 18

PARTISIPASI PONDOK PESANTREN AL-MANAR SALATIGA DALAM PENDIDIKAN KEMASYARAKATAN TERHADAP SANTRI.

0 0 18

INTERNALISASI NILAI-NILAI AQIDAH ISLAM PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI (SEBELAS) DI SMA IT NUR INTERNALISASI NILAI-NILAI AQIDAH ISLAM PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI (SEBELAS) DI SMA IT NUR HIDAYAH KARTASURA TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 0 16

INTERNALISASI NILAI-NILAI AQIDAH ISLAM PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI (SEBELAS) DI SMA IT NUR HIDAYAH INTERNALISASI NILAI-NILAI AQIDAH ISLAM PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS XI (SEBELAS) DI SMA IT NUR HIDAYAH KARTASURA TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 0 18

INTERNALISASI NILAI KETAATAN PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN ALQURAN AL-FALAH II NAGREG KABUPATEN BANDUNG.

1 23 34

INTERNALISASI NILAI-NILAI IBADAH SYAUM DI PONDOK PESANTREN : Studi Kasus Kesalehan Sosial di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta.

0 1 48

INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH AL IKHSAN JOMBANG

0 0 12

PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA) - Test Repository

0 1 127