Peralatan dan Fasilitas Laporan Aktivitas dan Arus Kas LPDP
                                                                                59
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
Indeks kapasitas teknologi yang dianalisis oleh tim peneliti dari Kelompok Kerja untuk  Daya  Saing  Indonesia  KKDSI  Universitas  Gajah  Mada  memperlihatkan  bahwa
penguasaan  teknologi  Indonesia  masih  rendah.  Secara  keseluruhan,  Indonesia  hanya berada  di  peringkat  ke-57  dari  61  negara,  kalah  dari  negara-negara  tetangga  seperti
Singapura yang berada di peringkat ke-13, Vietnam peringkat ke-45, Malaysia peringkat ke-46  dan  Thailand  di  peringkat  ke-51.  Peringkat  pertama  ditempati  Amerika  Serikat,
sedangkan  peringkat  ke-2  dan  ke-3  masing-masing  ditempati  oleh  Korea  Selatan  dan Jepang.  Begitulah  hasil  analisis  terkait  penguasaan  dan  pengembangan  teknologi  di
Indonesia. Demikian pula dengan kemampuan Indonesia dalam mengembangkan teknologi,
indeks  kapabilitas  inovasi  Indonesia  berada  di  peringkat  ke-56  dari  61  negara.  Meski unggul  dari  Filipina  dan  Vietnam  yang  berada  di  peringkat  ke-57  dan  60,  namun
Indonesia masih kalah jauh dari Singapura yang menempati peringkat ke-5, Thailand di peringkat  ke-16  dan  Malaysia  yang  menempati  peringkat  ke-31.  Sementara,  Finlandia
menempati peringkat pertama, disusul Korea Selatan dan Swedia. Koordinator  KKDSI  UGM  menjelaskan,  indeks  kapasitas  teknologi  merupakan
sebuah indeks komposit yang terdiri atas tiga indikator, yaitu banyaknya publikasi ilmiah di  jurnal-jurnal  internasional  per-1000  penduduk,  jumlah  paten  yang  didaftarkan  oleh
residen  per-1000  penduduk,  dan  besarnya  total  pendapatan  yang  diterima  dari  izin pemanfaatan  kekayaaan  intelektual.  Sedangkan  indeks  kapabilitas  inovasi  mencakup
tujuh  indikator  yang  masing-masing  menunjukkan  ketersediaan  sumber  daya  manusia ahli  dan  intensitas  riset  di  suatu  negara,  baik  yang  dilakukan  oleh  pemerintah,
perguruan tinggi maupun dunia usaha. Terkait  hal  itu,  pemerintah  perlu  mengambil  langkah-langkah  serius  dalam
rangka  meningkatkan  kemampuan  Indonesia  dalam  penguasaan  dan  pengembangan teknologi.  Diantaranya  adalah  dengan  menambah  alokasi  dana  pemerintah  untuk  riset
sekaligus memberikan insentif bagi dunia usaha untuk kegiatan riset. Data terakhir dari UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural OrganizationBadan PBB
untuk  Pendidikan,  Ilmu  Pengetahuan  dan  Kebudayaan  memperlihatkan  alokasi  dana pemerintah Indonesia untuk riset hanya sekitar 0,05 persen dari produk domestik bruto
PDB. Alokasi dana riset oleh perguruan tinggi hanya 0,03 persen dari PDB, sementara
alokasi dana riset oleh dunia usaha nyaris mendekati nol persen dari PDB. Oleh karena itu,  pemerintah  perlu  menata  ulang  pengelolaan  riset  di  Indonesia  agar  lebih  sinergis.
Sebab  bukan  rahasia  lagi,  bila  selama  ini  telah  terjadi  tumpang-tindih  antarlembaga riset.  Data  Dewan  Riset  Nasional  mencatat  terdapat  622  lembaga  riset  di  Indonesia,
sebanyak 114 lembaga riset di perguruan tinggi negeri, 301 di perguruan tinggi swasta, 8  di  Badan  Usaha  Milik  Negara,  8  Badan  Usaha  Milik  Swasta,  76  lembaga  riset  di
bawah  kementerian,  91  lembaga  riset  non-kementerian  dan  24  lembaga  riset pembangunan daerah.
60
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
                