55
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
Tabel II.47 Inisiatif Taktis Network Platform Layer Tahun 2014
1.3.5. Peralatan dan Fasilitas
Kantor LPDP pada saat ini berada di Gedung A.A. Maramis II Lantai 2 di komplek perkantoran Kementerian Keuangan Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 1,
Jakarta Pusat. Agar sarana dan prasarana gedung sesuai dengan kebutuhan LPDP, pada tahun 2014 telah dilaksanakan penambahan unit barang seperti yang terdapat
pada table berikut. Tabel II.48 Realisasi Jumlah Pembelian Unit Barang
LPDP Per 31 Desember 2014
No. Nama barang
Unit
1 PC
9 2
PC Server 1
3 Server
1 4
Printer NonPortable 2
5 Printer Portable
3 6
Voice PABX External Memory 1
7 LED TV Besar
1 8
LED TV Kecil 1
9 Kamera DSLR
2 10
Mini Desktop 4
11 Scanner Portable
5 12
LCD Projector Portable 2
13 Screen LCD Authomatic
2 14
Mesin Penghancur Kertas 3
15 Dispenser
3 Total Belanja Modal
40
Jumlah pegawai LPDP terdapat 82 orang. Pada beberapa tahun ke depan juga sangat dimungkinkan akan terjadi penambahan pegawai. Oleh karena itu, LPDP
berencana mengajukan penambahan area kerja bagi pegawai LPDP agar terbentuk lingkungan kerja yang ideal.
Sem.1 Sem.2
Sem.1 Sem.2
Sem.1 Sem.2
O 1 IT Network Monitoring
n 2016
adakan O 2
IP Telephony n
2016 adakan
IT Network Management
NETWORK PLATFORM LAYER
Kondisi per Januari 2014 Tahun
Dibutuhkan Inisiatif Taktis
n ba
n sk
n ap
n ak Nama Aplikasi
Penanggung Jawab 2014
2015 2016
56
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
2 KONDISI EKSTERNAL
2.1. Kondisi Pendidikan di Indonesia
Studi McKinsey Global Institute menunjukkan besarnya potensi perekonomian Indonesia dan kebutuhan tenaga kerja terdidik untuk mewujudkannya. Saat ini,
Indonesia berada pada peringkat 16 perekenomian di dunia, dengan 55 juta tenaga terdidik skilled workers. Pada tahun 2030, diperkirakan perekonomian Indonesia
berada pada peringkat 7 besar dunia, dengan kebutuhan tenaga terdidik mencapai 113 juta orang. Hasil studi Mc Kinsey tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar II.17 : Potensi Masa Depan Indonesia
Sumber: Mc Kinsey
The Economist juga memberikan gambaran yang hampir sama untuk tahun 2011. Pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 17, akan meningkat menjadi
berada pada peringkat 12 pada tahun 2025 dan akan meningkat lagi menjadi berada pada peringkat tujuh dunia.
Gambar II.18 : Posisi PDB, PDB per Kapita dan Populasi
Sumber : The Economist, 2011
57
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
Untuk mewujudkan hal tersebut, sumber daya manusia merupakan faktor prioritas. Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh World Economic Forum WEF
terkait peringkat daya saing global tahun 2013-2014 the Global Competitiveness Report 2013-2014, daya saing Indonesia naik 12 peringkat dari 50 pada 2012-2013 menjadi 38
pada 2013-2014 dari 148 negara. Indonesia kini semakin memiliki daya tarik yang besar bagi investasi asing. Kondisi ini harus dipertahankan dan dimanfaatkan, terutama dalam
menjelang ASEAN Economic Community tahun 2015 nanti. Peringkat daya saing ini diukur berdasarkan beberapa faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi tingkat produktivitas dan pembangunan suatu negara. Pada tahun ini, peringkat teratas masih ditempati oleh Swiss, diikuti Singapura dan Finlandia yang
masing-masing berada diurutan kedua dan ketiga. Dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia termasuk cukup kompetitif. Selain Singapura, hanya
Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand yang berada di atas Indonesia peringkatnya, yaitu masing-masing berada di urutan 24, 26, dan 37. Berdasarkan laporan tersebut,
Indonesia masih harus terus memperbaiki beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi iklim usaha, antara lain tingkat korupsi, birokrasi pemerintah yang
kurang efisien, infraktruktur yang belum baik, akses terhadap pembiayaan, regulasi tenaga kerja yang ketat, dan ketidakstabilan politik.
Tabel II.49 : Performa Anggota ASEAN dalam GCI 2013-2014 dari 148 negara
Sumber: The Global Competitive Report 2013-2014, World Economic Forum
Jika dilihat dari dua belas pilar pendukung Global Competitive Index pada Tabel di atas, Indonesia mempunyai kekuatan pada pilar ke-10 yakni Market Size. Pada
indikator tersebut Indonesia menduduki peringkat 15. Kekuatan Indonesia berikutnya terdapat pada pilar ke-3 Macroeconomic Environment. Indonesia menempati peringkat
ke-26 pada indikator tersebut.
58
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
Kondisi sosial, budaya dan lingkungan juga mempengaruhi pembangunan pendidikan dan kebudayaan dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Jumlah
penduduk yang makin tinggi menempatkan Indonesia dalam posisi yang semakin penting dalam percaturan global. Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses
transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kita menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan
suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru hingga sekarang. Dengan demikian Indonesia memiliki bonus demografi yang merupakan bonus atau
peluang window of opportunity yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif rentang usia 15 - 64 tahun dalam evolusi
kependudukan yang dialaminya. Kemudian muncul par ameter yang disebut “rasio
ketergantungan” dependency ratio, yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan nonproduktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa
banyak orang usia nonproduktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, negara tersebut
semakin berpeluang mendapatkan bonus demografi sebagai modal pembangunan di masa mendatang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar II.19 : Bonus Demografi Indonesia
Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2010-2014
2.2. Perkembangan Riset di Indonesia
Kemampuan menguasai dan mengembangkan teknologi merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan keberhasilan suatu negara untuk tumbuh lebih
cepat dari negara-negara lain. Bagi Indonesia sebagai negara berkembang, kemampuan menguasai dan mengembangkan teknologi dapat menjadi bekal dalam
upaya mengurangi ketertinggalan dari negara-negara maju.
59
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan – RBA TA 2015
Indeks kapasitas teknologi yang dianalisis oleh tim peneliti dari Kelompok Kerja untuk Daya Saing Indonesia KKDSI Universitas Gajah Mada memperlihatkan bahwa
penguasaan teknologi Indonesia masih rendah. Secara keseluruhan, Indonesia hanya berada di peringkat ke-57 dari 61 negara, kalah dari negara-negara tetangga seperti
Singapura yang berada di peringkat ke-13, Vietnam peringkat ke-45, Malaysia peringkat ke-46 dan Thailand di peringkat ke-51. Peringkat pertama ditempati Amerika Serikat,
sedangkan peringkat ke-2 dan ke-3 masing-masing ditempati oleh Korea Selatan dan Jepang. Begitulah hasil analisis terkait penguasaan dan pengembangan teknologi di
Indonesia. Demikian pula dengan kemampuan Indonesia dalam mengembangkan teknologi,
indeks kapabilitas inovasi Indonesia berada di peringkat ke-56 dari 61 negara. Meski unggul dari Filipina dan Vietnam yang berada di peringkat ke-57 dan 60, namun
Indonesia masih kalah jauh dari Singapura yang menempati peringkat ke-5, Thailand di peringkat ke-16 dan Malaysia yang menempati peringkat ke-31. Sementara, Finlandia
menempati peringkat pertama, disusul Korea Selatan dan Swedia. Koordinator KKDSI UGM menjelaskan, indeks kapasitas teknologi merupakan
sebuah indeks komposit yang terdiri atas tiga indikator, yaitu banyaknya publikasi ilmiah di jurnal-jurnal internasional per-1000 penduduk, jumlah paten yang didaftarkan oleh
residen per-1000 penduduk, dan besarnya total pendapatan yang diterima dari izin pemanfaatan kekayaaan intelektual. Sedangkan indeks kapabilitas inovasi mencakup
tujuh indikator yang masing-masing menunjukkan ketersediaan sumber daya manusia ahli dan intensitas riset di suatu negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah,
perguruan tinggi maupun dunia usaha. Terkait hal itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah serius dalam
rangka meningkatkan kemampuan Indonesia dalam penguasaan dan pengembangan teknologi. Diantaranya adalah dengan menambah alokasi dana pemerintah untuk riset
sekaligus memberikan insentif bagi dunia usaha untuk kegiatan riset. Data terakhir dari UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural OrganizationBadan PBB
untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan memperlihatkan alokasi dana pemerintah Indonesia untuk riset hanya sekitar 0,05 persen dari produk domestik bruto
PDB. Alokasi dana riset oleh perguruan tinggi hanya 0,03 persen dari PDB, sementara
alokasi dana riset oleh dunia usaha nyaris mendekati nol persen dari PDB. Oleh karena itu, pemerintah perlu menata ulang pengelolaan riset di Indonesia agar lebih sinergis.
Sebab bukan rahasia lagi, bila selama ini telah terjadi tumpang-tindih antarlembaga riset. Data Dewan Riset Nasional mencatat terdapat 622 lembaga riset di Indonesia,
sebanyak 114 lembaga riset di perguruan tinggi negeri, 301 di perguruan tinggi swasta, 8 di Badan Usaha Milik Negara, 8 Badan Usaha Milik Swasta, 76 lembaga riset di
bawah kementerian, 91 lembaga riset non-kementerian dan 24 lembaga riset pembangunan daerah.