Gambar 4.7.2. Bentuk daun cabai pada masa semai 30 hari pada 4 jenis media
pembawa. A Bentuk daun cabai normal, B Bentuk daun cabai abnormal akibat serangan S. rolfsii, dan C Bentuk daun cabai
abnormal akibat serangan F. oxysporum
Jamur patogen dapat menginfeksi jaringan pembuluh tanaman sehingga menyebabkan terjadinya penghambatan penyerapan air dan unsur hara. Pada
gejala lanjut, daun-daun tanaman bagian bawah akan menguning dan tanaman akan layu Istifadah et al., 2008. Selama masa persemaian bibit 30 hari terdapat
beberapa tanaman yang mengalami pertumbuhan yang abnormal yang dicirikan dengan pertumbuhan tanaman kerdil, bentuk daun yang tidak normal seperti
menggulung, keriting, dan membengkok. Terlihat juga bentuk batang yang abnormal dimana batang tanaman tumbuh membengkok dengan ujung batang
yang tetap menguncup. Hal ini diakibatkan serangan jamur patogen di awal persemaian yang menginfeksi bibit sehingga pertumbuhan batang dan daun
menjadi abnormal.
4.8. Reisolasi Jamur Patogen dan Bakteri Kitinolitik
Jamur F. oxysporum dan S. rolfsii merupakan jamur patogen yang sering menyerang tanaman cabai. Hal ini terlihat dari penyakit layu Fusarium dan rebah
kecambah yang terjadi pada bibit cabai. Menurut Agrios 2004 jamur patogen akan menginfeksi pangkal akar sehingga menghambat perkembangan kecambah
yang menyebabkan kecambah rebah. Jamur patogen mengganggu produksi akar rambut sehingga penyerapan air dan nutrisi oleh akar akan berkurang. Hal ini juga
dapat menyebabkan permeabilitas sel akar akan berubah.
A
B C
Universitas Sumatera Utara
Reisolasi dilakukan untuk membuktikan bahwa jamur adalah satu- satunya penyebab layu fusarium pada bibit cabai. Semua sampel bibit dengan
gejala layu fusarium menunjukkan bahwa jamur tersebut patogen pada bibit. Reisolasi jamur patogen dilakukan pada tanaman yang terserang penyakit rebah
kecambah Gambar 4.8.1, bagian pangkal akar rusak dengan gejala pangkal batang mengering yang kemudian akan diikuti kekeringan pada seluruh tubuh
tanaman. Hal ini yang menyebabkan kecambah layu dan mati. Hasil reisolasi dari kecambah cabai sama dengan isolat awal. Dengan demikian F. oxysporum dan S.
rolfsii merupakan jamur patogen penyebab rebah kecambah pada cabai.
Gambar 4.8.1 Reisolasi jamur patogen dari tanaman cabai pada media PDA A
reisolasi jamur patogen F. oxysporum dan B reisolasi jamur patogen S. rolfsii
Jamur F. oxysporum memiliki miselium yang bersekat terutama terdapat di dalam sel, khususnya pembuluh kayu. Pada media PDA mula-mula miselium
berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat. Dalam keadaaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan
membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah didalam medium Djaenuddin, 2011. Hasil isolasi F. oxysporum
dari tanaman cabai yang direisolasi dan dibiakkan pada media PDA memiliki ciri yang sama.
Jamur S. rolfsii pada media PDA secara mikroskopik memiliki hifa berwarna putih, tidak membentuk spora, terbentuknya miselia steril dan sklerotia
A B
Universitas Sumatera Utara
pada hari ke lima. Sklerotia muda berwarna putih kemudian berubah warna menjadi coklat muda hingga coklat kehitaman. Sklerotia tersebut dapat
berkecambah kembali, memilki hifa yang bersekat dan tidak ditemukan konidia Malinda et al. 2013. S. rolfsii yang ditumbuhkan pada media PDA memiliki
miselium berwarna putih seperti kapas dan dapat bertahan lama dalam tanah Magenda et al. 2011. Hasil isolasi S. rolfsii dari tanaman cabai yang di reisolasi
dan dibiakkan pada media PDA memiliki ciri yang sama. Muharni dan Widjajanti 2011 menyatakan pengendalian jamur secara
biologis yang efektif dan ramah lingkungan adalah dengan menggunakan bakteri kitinolitik pendegradasi kitin yang melibatkan enzim kitinase. Interaksi antara
bakteri kitinolitik dengan jamur berdinding sel kitin merupakan interaksi yang menguntungkan bagi bakteri kitinolitik tetapi justru merugikan bagi jamur
tersebut. Bakteri ini mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat merusak komponen struktural jamur. Adanya enzim kitinase pada bakteri kitinolitik
mampu mendegradasi kitin penyusun dinding sel jamur patogen Ferniah et al., 2011.
Jamur kitinolitik Bacillus sp. BK17 dan NR09 yang digunakan ternyata mampu menjadi bakteri endofit dalam pangkal batang tanaman cabai merah. Hal
ini dapat dilihat dari reisolasi bakteri yang dilakukan pada media MGMK Gambar 4.8.2
Gambar 4.8.2 Reisolasi Bakteri kitinolitik dalam pangkal batang tanaman cabai pada media MGMK A reisolasi bakteri Bacillus sp. BK17 dan
B reisolasi bakteri NR09
a
b
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17 memiliki viabilitas yang baik pada media pembawa meskipun viabilitas terlihat berbeda-beda. Bacillus sp.
BK17 yang berada pada media pembawa gambut menunjukkan viabilitas tertinggi. Isolat bakteri kitinolitik dalam berbagai media tumbuh juga memiliki
kemampuan penghambatan terhadap jamur patogen yang berbeda-beda. Viabilitas bakteri hidup dalam media tumbuh yang paling tinggi dimiliki oleh NR09 dan
Bacillus sp. BK17 pada media pembawa gambut. Pertumbuhan bibit cabai yang paling tinggi terdapat pada media tumbuh dengan pemberian bakteri Bacillus sp.
BK17 dan NR09 pada media pembawa gambut. Bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan dan serangan jamur
patogen S. rolfsii dan F. oxysporum. Penghambatan serangan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum yang paling tinggi terdapat pada penginokulasian jamur
patogen S. rolfsii dengan pemberian bakteri Bacillus sp. BK17 pada media pembawa gambut ditambah koloidal kitin 2 dengan serangan hanaya memiliki
persentase 16,5. Berat kering tanaman yang paling tinggi terdapat pada penginokulasian
bakteri NR09 pada media pembawa gambut ditambah koloidal kitin 2. Tinggi tanaman yang paling tinggi terdapat pada tanaman dengan inokulan bakteri NR09
pada media pembawa kompos janjang sawit ditambah koloidal kitin 2 hingga mencapai 23,4 cm. Jumlah daun tanaman yang paling banyak ditemukan pada
penginokulasian jamur patogen S. rolfsii dan bakteri NR09 pada media pembawa gambut dengan jumlah daun 5,5 helaitanaman.
5.2. Saran