4.4. Penghambatan Serangan Jamur Patogen
F. oxysporum dan S. rolfsii oleh Bakteri Kitinolitik
Pada Benih Cabai Merah
Secara umum dari hasil pengamatan, perbandingan penghambatan serangan jamur patogen pada masing-masing media pembawa terlihat berbeda.
Penghambatan serangan jamur patogen dihitung berdasarkan kemampuan bakteri dalam menurunkan jumlah benih yang tidak tumbuh, rebah kecambah dan benih
yang tumbuh secara abnormal. Pada perlakuan dengan pemberian jamur patogen saja menunjukkan potensi serangan terhadap benih cabai akibat F.oxysporum
mencapai persentase 45,7. Pada penginokulasian jamur S. rolfsii mencapai persentase 49,5. Tingginya persentase serangan jamur patogen terhadap
tanaman cabai diakibatkan tidak ditemukannya mikroorganisme yang mampu menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan pemberian 4 jenis media pembawa pada media tumbuh yang terinfeksi jamur patogen terlihat perbedaan kemampuan
dari masing-masing bakteri dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi dilihat dari rendahnya
serangan jamur pada benih. Penghambatan serangan jamur patogen S. rolfsii oleh bakteri kitinolitik dapat dilihat yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan
persentase serangan hanya mencapai 16,5 pada benih dan penghambatan serangan jamur F. oxysporum oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat
pada FJKB dengan persentase serangan hanya mencapai 21,7 pada benih. Rendahnya serangan jamur patogen pada benih menunjukkan kemampuan bakteri
NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam menghambat dan mengendalikan pertumbuhanan F. oxysporum dan
S. rolfsii pada benih cabai Gambar 4.4.1. Dari hasil pengamatan penghambatan serangan jamur patogen oleh
bakteri kitinolitik terlihat berbeda pada tiap media pembawa. Pada media pembawa gambut penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi
terdapat pada SGN dengan persentase serangan hanya 20,4 dan penghambatan serangan jamur patogen yang paling rendah terdapat pada FGB dengan persentase
serangan jamur mencapai 34,5.
Universitas Sumatera Utara
Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2, penghambatan serangan jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat
pada SGKB dengan persentase serangan jamur hanya 16,5 dan penghambatan serangan yang paling rendah terdapat pada FGKB, dilihat dari persentase
serangan mencapai 26. Pada media pembawa kompos janjang sawit penghambatan serangan
jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SJB dengan persentase serangan hanya 20,7 dan penghambatan serangan jamur yang paling
rendah terdapat pada SJN dengan persentase serangan hingga mencapai 29,7. Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2
penghambatan serangan jamur patogen oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SJKN dengan persentase serangan hanya 17,1 dan penghambatan
serangan jamur yang paling rendah terdapat pada FJKN dengan persentase serangan 23,2.
Tinggi dan rendahnya penghambatan serangan jamur S. rolfsii dan F. oxysporum menunjukkan kemampuan bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam
menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghasilkan enzim
kitinase yang digunakan dalam melisis dinding sel jamur yang juga terdiri dari kitin. Protein antijamur dan metabolit seperti hidrolase glikosil lainnya,
pengikatan kitin, protein dan antibiotik juga memungkinkan keterlibatan dalam menekan serangan jamur pada bibit cabai Suryanto et al., 2010.
Gejala-gejala yang tampak pada tanaman yang terinfeksi seperti daun yang menguning berubah menjadi coklat dan rapuh, batang yang layu kemudian
akan mengering, pertumbuhan bibit yang kerdil, dan bentuk daun maupun bentuk batang yang abnormal. Hasil reisolasi dari tanaman yang terinfeksi menunjukkan
gejala yang sama yang membuktikan bahwa jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum penyebab penyakit pada tanaman cabai. Suryanto et al., 2010
menjelaskan bibit yang terinfeksi oleh jamur patogen menunjukkan gejala seperti batang kecil, daun mungil dan bentuk yang abnormal, kemudian akan layu dan
kering.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4.1. Grafik penghambatan serangan jamur S. rolfsii
dan F. oxysporum oleh bakteri kitinolitik terhadap bibit cabai selama
30 hari masa semai dengan pemberian masing-masing media pembawa
Universitas Sumatera Utara
Hal ini didukung dengan gejala awal pada tanaman yang terserang S. rolfsii berupa nekrosis dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat
kumpulan hifa berwarna putih pada jaringan yang terinfeksi dan dapat menimbulkan kebusukan pada pangkal batang Widyanti, 2012. Pengaruh
serangan jamur terhadap beberapa parameter tidak hanya menghambat daya berkecambah benih tetapi juga menghambat kecepatan berkecambah benih.
Herlina et al. 2004 juga menyebutkan gejala serangan jamur patogen dapat dilihat dengan terjadinya pembusukan jaringan pembuluh angkut sehingga tampak
kecoklatan, daun menguning dan akhirnya tanaman mati. Lebih lanjut menurut Justice dan Bass 2002 serangan jamur dapat
menyebabkan benih kehilangan viabilitas, peningkatan asam lemak bebas, penurunan kadar gula, menimbulkan bau tidak sedap, dan perubahan warna.
Rendahnya daya kecambah benih akibat serangan jamur karena jamur telah mampu masuk ke dalam benih dan merusak embrio serta cadangan makanan
benih. Rusaknya embrio serta cadangan makanan benih menyebabkan nutrisi untuk perkecambahan menjadi berkurang sehingga perkecambahan benih
terhambat. Pengamatan secara langsung menunjukkan perkecambahan benih yang
terhambat menyebabkan pertumbuhan beberapa organ tumbuhan terganggu. Daun dan batang tanaman menjadi abnormal, infeksi bibit diawal persemaian sehingga
tanaman tidak tumbuh dan rebah kecambah pada tanaman. Pertumbuhan panjang hipokotil dan akar yang tidak maksimal dimungkinkan karena nutrisi yang
menunjang untuk pertumbuhan telah rusak oleh serangan jamur sehingga pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan mati Gambar 4.4.2. Menurut
Agrios 1997 serangan patogen penyakit rebah kecambah dapat berupa serangan sebelum bibit muncul ke atas permukaan tanah pre emergence damping off dan
setelah bibit muncul ke atas permukaan tanah post emergence damping off. Pada umumnya bibit tanaman tua yang terserang penyakit akan mati dengan cepat.
Dari gambaran keseluruhan perlakuan menggunakan bakteri terlihat adanya penurunan serangan dibandingkan dengan benih yang diberi S. rolfsii dan
F. oxysporum. Pengendalian hayati jamur penyakit tanaman sering menggunakan
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri Suryanto, 2009. Bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan sebagai pengendalian hayati terhadap jamur patogen
maupun hama karena kedua organisme ini mempunyai komponen kitin pada dinding selnya. Aktivitas kitinase oleh bakteri kitinolitk dapat digunakan sebagai
agen biokontrol jamur patogen karena dapat mendegradasi dinding sel jamur yang terdiri dari kitin dan telah dikaji peran kitinase ini sebagai antifungi Holetz et al.,
2002. Jumlah bakteri dalam media pembawa yang dicampurkan dalam media
tumbuh mampu menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum. Bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17
menghasilkan enzim kitinase yang mampu mendegradasi kitin yang terdapat pada dinding sel jamur patogen tersebut. Ferniah et al., 2008 menjelaskan hasil
degradasi kitin berupa senyawa N asetil D glukosamin yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Mekanisme kerja enzim kitinase
yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik dengan memotong bagian dalam molekul kitin dinding sel jamur dengan endokitinase dan dengan memotong ujung
terminal-N ujung amina pada molekul kitin Novitasari, 2013.
Gambar 4.4.2 A Tanaman cabai normal, B Tanaman cabai yang terinfeksi S.
rolfsii selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut, dan C Tanaman cabai terinfeksi F. oxysporum
selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut
A B
C
Universitas Sumatera Utara
4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Kering