terhadap biji, dan memiliki kapasitas penyangga pH yang baik Danapriatna et al., 2011. Viabilitas bakteri dalam gambut didukung dengan tingginya kapasitas
tukar kation 115-270 cmolkg, rasio CN yang tinggi yaitu 24-33,4. Selain itu pengapuran yang dilakukan dapat meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, P, dan Mo.
Rahayu 2011 menyatakan kompos janjang sawit memiliki kadar air, kadar C- organik, dan kadar fosfor yang telah mendekati standar SNI. Kompos janjang
sawit memiliki kandungan unsur kalium 3,45, fosfor 0,022, karbon organik C organik 29,76 dan kandungan air 54,39. Oleh sebab itu kompos janjang
sawit dapat menyediakan unsur nutrisi bagi bakteri untuk dapat bertahan hidup bahkan untuk berkembang.
4.2. Viabilitas Bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Dalam Berbagai
Media Tumbuh
Kemampuan bakteri hidup dalam media tumbuh yang telah diinokulasi konidia F. oxysporum dan S. rolfsii pada media tumbuh diukur pada hari ke-0 dan
hari ke-30 masa semai bibit menggunakan media agar MGMK. Jumlah bakteri pada media pembawa gambut menunjukkan bahwa pada setiap tahapnya jumlah
sel mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri setiap isolat mengalami peningkatan yang tidak berbeda jauh Tabel 4.2.1. Namun dapat dilihat jumlah
koloni bakteri paling tinggi terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada SGN dengan jumlah sel bakteri 7,46.
Jumlah bakteri pengendali pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2 pada setiap tahapnya juga mengalami peningkatan. Jumlah
koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada GKN dengan jumlah sel bakteri 7,54. Sama halnya dengan jumlah bakteri pada
gambut, pada media pembawa kompos janjang sawit setiap tahapnya juga mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada
isolat FJN dengan jumlah sel bakteri 7,78, sedangkan jumlah bakteri pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2 mengalami
peningkatan yang tidak berbeda jauh. Koloni bakteri terbanyak terdapat pada SJKN dengan nilai rata-rata 7,76.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Hasil perhitungan jumlah populasi bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada media tumbuh dengan penambahan berbagai jenis media pembawa
Kontrol S.rolfsii
F.oxysporum
GB GKB
GN GKN
JB JKB
JN JKN
SGB SGKB
SGN SGKN
SJB SJKB
SJN SJKN
FGB FGKB
FGN FGKN
FJB FJKB
FJN FJKN
TAHAP 1 HARI
KE 6,99
7,14 6,89
6,98 7,22
7,22 7,05
7,14 7,06
6,42 6,63
6,37 6,67
7,08 6,33
6,33 6,99
6,73 6,50
6,35 6,87
6,60 6,60
6,66
30 7,33
7,20 7,28
7,37 7,35
7,23 7,39
7,18 7,32
7,31 7,34
7,48 7,23
7,13 7,36
7,10 7,33
7,28 7,38
7,00 7,28
7,05 7,17
7,22 TAHAP
2 HARI KE
7,45 7,10
7,16 7,13
7,07 7,08
7,08 6,91
7,27 7,28
7,38 7,30
7,56 7,41
7,26 7,27
7,45 7,22
7,19 7,41
7,55 7,50
7,31 7,12
30 7,45
7,10 7,08
7,41 7,29
7,14 7,13
7,24 7,17
7,23 7,40
7,41 7,22
7,25 7,23
7,24 7,45
7,07 7,45
7,82 7,26
7,15 7,45
7,19 TAHAP
3 HARI KE
7,52 7,39
7,60 7,43
7,46 7,44
7,51 7,73
7,34 7,36
7,35 7,38
7,30 7,52
7,46 7,47
7,61 7,48
7,65 7,55
7,46 7,39
7,64 7,65
30 7,76
7,72 7,87
7,73 7,72
7,74 7,78
7,89 7,64
7,6 7,63
7,68 7,55
7,65 7,78
7,74 7,67
7,65 7,8
7,76 7,64
7,6 7,78
7,78 TAHAP
4 HARI KE
7,19 7,05
7,12 7,26
6,93 6,93
7,11 7,12
7,11 7,10
7,35 7,41
7,18 7,17
7,44 7,49
7,10 7,08
7,11 7,17
7,29 7,33
7,59 7,43
30
7,41 7,3
7,42 7,54
7,31 7,22
7,36 7,31
7,44 7,28
7,66 7,72
7,48 7,41
7,72 7,76
7,28 7,45
7,33 7,46
7,5 7,54
7,78 7,57
Universitas Sumatera Utara
Jumlah bakteri menunjukkan perubahan dan perbedaan jumlah populasi akibat pertumbuhan maupun kematian sel bakteri pengendali pada saat
penghambatan pertumbuhan jamur patogen. Hal ini disebabkan bakteri mengalami fase adaptasi pada saat dicampurkan dengan media tumbuh yang telah
terserang jamur patogen. Perbedaan karakteristik media kontras antara media pembawa terdapat pertumbuhan awal dengan media tumbuh yang telah terserang
jamur patogen akan menyebabkan kematian sel-sel yang tidak adaptif. Sel-sel bakteri akan berkompetisi dalam mendapatkan nutrient dan komponen lain yang
esensial seperti air dan oksigen untuk mendukung pertumbuhannya Noviana dan Raharjo, 2009.
4.3. Pertumbuhan Bibit Cabai
Secara umum pertumbuhan bibit cabai pada perlakuan pemberian bakteri dalam media pembawa baik yang tidak ditambah kitin maupun yang ditambah
kitin menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol -, perlakuan benih tanpa pemberian jamur dan bakteri. Pemberian kitin GKB,
GKN, JKB, dan JKN tidak mempengaruhi pertumbuhan benih terlihat dari hasil pertumbuhan yang kurang lebih sama dengan pertumbuhan benih pada media
tanpa kitin GB, GN, JB, dan JN Gambar 4.3. Yulianti et al., 2012 menyatakan pemberian serbuk kulit rajungan yang mengandung kitin 30 ke
dalam tanah yang tidak terinfeksi jamur patogen R. solani juga menyebabkan
benih kapas tidak berkecambah, atau jika berkecambah pertumbuhannya terhambat. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan kitin yang tinggi belum
mampu terdegradasi selama masa inkubasi 1,2, dan 3 bulan. Dari hasil perlakuan dengan pemberian F. oxysporum dan bakteri dalam
janjang sawit terlihat jumlah benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN dengan persentase pertumbuhan 78,9 dibandingkan dengan pertumbuhan benih
pada tanah yang hanya diinokulasikan dengan jamur F. oxysporum saja. Pada perlakuan dengan pemberian S. rolfsii terlihat jumlah benih yang tumbuh yang
paling banyak pada SJKN dengan persentase pertumbuhan 85,1 dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan pertumbuhan benih yang hanya diinokulasikan dengan jamur S. rolfsii saja.
Perbandingan pertumbuhan benih pada setiap media pembawa terlihat berbeda. Pada media pembawa gambut, benih yang lebih banyak tumbuh terdapat
pada GN dengan persentase pertumbuhan 99,4. Namun dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh
terdapat pada FGN dengan persentase pertumbuhan 74,4, dan dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih
pada SGN memiliki persentase 83. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FGB dengan persentase pertumbuhan 69,7.
Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2 pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada GKN dan GKB dengan
persentase pertumbuhan 98,1. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FGKN dengan
persentase pertumbuhan 77,4. Hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SGKB dengan
persentase pertumbuhan 84,6. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FGKB dengan persentase pertumbuhan 58,7.
Pada penambahan media pembawa kompos janjang sawit pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada JN dengan persentase pertumbuhan
97,5. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJN dengan persentase pertumbuhan 77,4 dan
dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJB dengan persentase
pertumbuhan 86,6. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FJB dengan persentase pertumbuhan 76,4.
Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2 pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada JKB dan JKN dengan
persentase pertumbuhan 99,4. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN dengan
persentase pertumbuhan 78,9 dan dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur
Universitas Sumatera Utara
patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJKN dengan persentase pertumbuhan 85,1. Pertumbuhan benih yang paling rendah
terdapat pada FJKB dengan persentase pertumbuhan 66,9. Banyaknya benih yang tidak tumbuh pada perlakuan kontrol - pada tahap ke-2 mungkin
disebabkan adanya kontaminasi dalam penanganan. Gejala yang tumbuh menunjukkan gejala yang sama pada perlakuan pemberian jamur patogen.
Kemampuan menurunkan serangan F. oxysporum dan S. rolfsii oleh NR09 dan Bacillus sp. BK17 tidak lepas dari kemampuan bakteri menghasilkan
enzim kitinase Suryanto et al., 2010; Batubara, 2013. Kitinase bersama dengan glukanase menunjukkan protein antifungi yang dapat melisis dinding sel jamur
sehingga pertumbuhan jamur terhambat Holetz et al., 2002 sehingga serangan jamur terhadap benih cabai juga menurun.
Efek layu fusarium pada pertumbuhan tanaman terjadi karena jamur menghalangi transportasi air dan nutrisi pada tanaman yang terinfeksi. Hal ini
berakibat pada perubahan sifat morfologis dan fisiologis tanaman. Efek layu fusarium ini mempengaruhi tinggi tanaman, berat kering tanaman dan jumlah
daun bibit cabai. Dengan menghambat pertumbuhan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum pada bibit cabai, isolat bakteri kitinolitik mampu mempertahankan
tinggi tanaman dan bobot kering tanaman namun tidak mempengaruhi jumlah daun tanaman Suryanto et al., 2010.
Tumbuh dalam nampan kecil selama 30 hari kemungkinan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Dalam pertanian pada
umumnya tanaman yang telah berumur ±10 hari akan dipindahkan secara individual dalam polibag.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Grafik pertumbuhan bibit cabai selama 30 hari masa semai pada berbagai jenis media pembawa.
Universitas Sumatera Utara
4.4. Penghambatan Serangan Jamur Patogen